You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN

Epidemiologi diawali dengan penelitian dari Hippocrates yang meneliti adanya faktor lingkungan yang behrubungan erat dengan terjadinya penyakit. Dengan seiring berjalannya waktu, sejarah epidemiologi modern diawali dengan penelitian dari Doll dan Hill dkk yang meneliti hubungan antara merokok dan terjadinya kanker paru-paru dengan mengawasi penderita di klinik. Dasar dari penelitian ini adalah dengan adanya hipotesa bahwa semakin banyak rokok yang dihisap perhari maka semakin tinggi rate kematian akibat kanker paru-paru. Hal ini didasarkan pada adanya fakta bahwa sejumlah besar pasien yang mengidap kanker paru-paru juga merupakan perokok. Untuk melaksanakan penelitian dalam epidemiologi, ada 3 design penelitian yang dapat kita gunakan, yaitu cross sectional, case-control, dan cohort. Dari ketiga macam design tersebut, pada penelitian Doll menggunakan case-control sedangkan Hill menggunakan cohort. Perbedaan dari kedua design ini adalah dari alur penelitiannya. Pada design case-control, peneliti akan mencari tahu kejadian terdahulu atau biasa disebut retrospektif. Sedangkan pada cohort, peneliti akan melakukan penelitiannya dengan alur maju ke masa mendatang. Dari penelitian dalam epidemiologi, kita dapat mengetahui suatu prevalensi atau adanya hubungan antara berbagai variabel. Dengan mengetahui hal tersebut, kita dapat mengurangi angka kematian, melakukan pencegahan, mengembangkan kesehatan lingkungan, menentukan diagnosis, terapi, dan prognosis, dan lainnya.

BAB II LAPORAN KASUS


Bagian I Pada tahun 1920-an, para pekerja medis di Britania Raya pertama kali menduga adanya hubungan antara mengisap rokok dan kanker paru-paru. Kecurigaan ini adalah berdasarkan atas fakta bahwa sejumlah besar pasien yang mengidap kanker paru-paru juga merupakan perokok. Walaupun hal ini merupakan suatu observasi yang teliti, para pekerja medis ini tidak memiliki bukti ilmiah yang cukuo, maka antara tahun 1930 sampai dengan 1960, sejumlah studi epidemiologis dilakukan untuk mengkuantifikasi hubungan antara mengisap rokok dengan kanker paru-paru. Dua dari sekian jumlah studi yang dilakukan, salah satu studi pada 1947 yang dilakukan oleh Sir Richard Doll dan yang lain pada 1951 yang dilakukan olehA.B. Hill digolongkan sebagai studi klasik dalam hal studi epidemiologis. Doll mempergunakan studi case-control dan melakukan perbandingan antara riwayat merokok dari sekelompok pasien penderita kanker paru-paru yang dirawat di rumah sakit, dengan riwayat merokok dari kelompok yang serupa namun tidak mengidap kanker paru-paru. Hill menggunakan studi cohort, dengan membuat kategori sekelompok dokter di Inggris sesuai dengan riwayat merokok mereka dan kemudian membuat analisis kematian dari mereka yang meninggal, dan kemudian diobservasi, bila para perokok merupakan mereka yang terdapat dalam angka insidensi kanker paru-paru yang tertinggi.

Anda merupakan seorangperwira EIS (Epidemic Intelligence Service/DInas intelijen untuk epidemic), atau Penyelidik Penyakit CDC, dimana misi ANda adalah melakukan analisis guna meneliti secara mendalam hubungan antara merokok dengan kanker paru-paru. 1. Apa yang menjadi tujuan dilakukan Studi Epidemiologis? 2. Apa hipotesa yang sedang diuji oleh Doll dan Hill?

Bagian 2 Studi case-control dari Doll : Data untuk studi ini dikumpulkan daei pasien rumah sakit di London, dan komunitas-komunitas sekitarnya selama kurun waktu empat tahun (April 1948 sampai Februari 1952). Staf rumah sakit dari lebuh 20 rumah sakit, diminta agar segera menghubungi para peneliti bila terdapat pasien yang masuk ke rumah sakit dengan diagnosa baru kanker paru-paru. Pasien-pasien ini kemudian diwawancarai tentang kebiasaan merokok mereka. Pada waktu yang sama para peneliti juga mewawancarain sejumlah pasien sampel acak dari rumah sakit yang sama, namun menderita penyakit lain, tentang kebiasaan merokok mereka. Studi cohort dari Hill : Data untuk studi ini dikumpulkan dari sejumlah dokter yang mendaftar dalam British Medical Register (Data Kesehatan Inggris), yang berdomisili di Inggris dan Wales pada periode oktober 1951. Studi dimulai dengan pembagian lembar kuesioner sebagai sarana untuk mengumpukan informasi tentang kebiasaan merokok mereka pada masa lalu dan sekarang. Mereka kemudian digolongkan menurut seberapa besar eksposur mereka pada asap rokok. pada tahun-tahun berikutnya, para peneliti mengumpulkan informs tentang kematian-kematian karena kanker paru-paru dari sertifikat kematian dan data mortalitas lainnya. 3. Pada studi pertama mengapa para peneliti tertarik mewawancarai para pasien yang dirawat di rumah sakit untuk kelainan selain kanker paru-paru?
3

4. Mengapa studi yang kedua sianggap sebagai studi cohort?

Bagian 3 (Bagian 3-6 difokuskan pada studi case-control dari Doll) Salah satu dari keputusan-keputusan penting yang kelak Anda perlu putuskan ialah memutuskan bagian mana/apa yang berfungsi sebagai control. Idealnya, subjek kasus dan control seharusnya hanya berbeda dalam status penyakit dan eksposur terhadap substansi yang diteliti. Akan tetapi tingkat similaritas seperti ini sulit diperoleh, namun setiap peneliti bertanggung jawab untuk erusaha membuat subjek kasus dan control serupa mungkin. 5. Mengapa penyesuaian keadaan subjek kasus dan control hingga semirip mungkin dianggap sebagai suatu hal yang peting? 6. Apa saja kelebihan memilih control dari rumah sakit yang sama dengansubjek kasus? 7. Menurut Anda, mengapa Doll dan rekan-rekan memilih studi mereka di rumah sakit? 8. Dapatkah peneliti-peneliti tersebut memilih subjek kasus dan control dari sumber-sumber selain ruamh sakit? Bila mungkin dilakukan demikian, tulis berapa contohnya Lebih dari 1700 orang penderita kanker paru-paru, semuanya dibawah umur 75 tahun, dinyatakan sesuai untuk studi case-control. Sekitar 15% tidak diwawancarai karena sudah meninggal, sakit berat, sudah keluar dari rumah sakit, atau tidak mampu berbahasa inggris. Sedangkan terdapat sekelompok lain pasien yang sudah diwawancarai untuk studi ini, namun kemudian dikeluarkan dari bagian studi karena ternyata diagnosa mula-mula adanya kanker paru-paru tidak tepat. Jumlah akhir kelompok yang diikutkam dalam studi ialah 1465 subjek kasus (1357mpria dan 108 perempuan) Hanya priayang diikutsertakan dalam studi ini. Tabel 1

Kasus

Kontrol

Perokok
Bukan Perokok Total

1350 7

1296 61

1357

1357

9. Dari table, hitung proporsi subjek kasus dan control yang merokok? 10. Bagaimana Anda menginterpretasikan proporsi ini? 11. Perhitungkan kemungkinan perokok baik untuk subjek kasus maupun control! 12. Perhitungkan rasio kemungkinan! 13. Apa yang dapat kita perkirakan melalui rasio kemungkinan mengenai hubungan antara merokok dan kanker paru-paru?

BAB III PEMBAHASAN


A. Tujuan Studi Epidemiologis 1. Melakukan intervensi untuk menurunkan tingkat kesakitan atau kematian akibat program pencegahan yang baru 2. Untuk menentukan dampak penyakit di masyarakat. Agar dapat direncanakan pelayanan kesehatan dan fasilitas serta pelatihan petugas kesehatan. 3. Untuk menyelidiki riwayat alamiah dan prognosa penyakit Agar dapat dikembangkan intervensi baru baik dalam bidang pengobatan maupun dalam pencegahan terjadinya komplikasi. 4. Untuk menilai ukuran-ukuran pengobatan, pencegahan dan pelayanan kesehatan yang baru 5. Untuk menyediakan landasan baru bagi kebijakan kesehatan dan membuat keputusan yang berkaitan dengan masalah lingkungan Misalnya: Jenis pekerjaan yang bagaimana yang berhubungan dengan meningkatnya resiko penyakit pada pekerja dan jenis peraturan apa yang diperlukan. 6. Mengidentifikasi penyebab dan faktor risiko penyakit atau masalah kesehatan 7. Menentukan tingkat jangkauan atau luasnya penyakit atau masalah kesehatan

B. Hipotesa Doll dan Hill Semakin banyak rokok yang dihisap per hari, semakin tinggi rate kematian akibat kanker paru-paru.

C. Studi Cohort

Subjek kasus dan kontrol harus berbeda dari segi eksposur terhadap faktor penyebab yang diteliti dan berbeda status penyakit (kasus menderita penyakit yang diteliti, sementara kontrol tidak). Ini berarti bahwa subyek kontrol yang bisa digunakan tidak hanya orang sehat. Bila tidak memungkinkan untuk memperoleh kontrol orang sehat, kontrol boleh saja menderita penyakit lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan penyakit yang sedang diteliti. Ini diputuskan mengingat penelitian dilakukan di Rumah Sakit, di mana subyek yang berpeluang besar untuk berpartisipasi adalah orang sakit. Namun, batasan topik penelitian harus diperhatikan, difokuskan untuk membuktikan hipotesa, sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah.

Penelitian prospektif atau cohort merupakan salah satu penelitian yang bersifat longitudinal dengan mengikuti proses perjalanan penyakit ke depan berdasarkan urutan waktu. Penelitian prospektif ini dimaksudkan untuk menemukan insidensi penyakit pada kelompok yang terpajan oleh faktor risiko maupun pada kelompok yang tidak terpajan, kemudian insidensi penyakit pada kedua kelompok tersebut secara statistik dibandingkan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan sebab-akibat antara pajanan dan penyakit yang diteliti. Kelompok yang diikuti tersebut dinamakan kohort.1

Penelitian prospektif kohort ini mengikuti paradigma dari sebab ke akibat. Dari uraian singkat di atas dapat dijelaskan bahwa secara garis besar proses perjalanan penelitian prospektif sebagai berikut.

1. Pada awal penelitian, kelompok terpajan maupun kelompok tidak terpajan belum menampakkan gejala penyakit yang diteliti. 2. Kedua kelompok diikuti ke depan berdasarkan sekuens waktu (prospektif). 3. Dilakukan pengamatan untuk mencari insidensi penyakit (efek) pada kedua kelompok. 4. Insidensi penyakit pada kedua kelompok dibandingkan menggunakan perhitungan statistik untuk menguji hipotesis tentang hubungan sebab-akibat antara pajanan dan insidensi penyakit (efek).

Keuntungan yang diperoleh dengan studi cohort sebagai berikut :

1. Penelitian kohort dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan normal (ontogenik) yang terjadi dengan berjalannya waktu karena intervensi yang dilakukan oleh alam berupa waktu. 2. Dapat digunakan untuk mempelajari timbulnya penyakit secara alamiah akibat pemajanan (patogenik) yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan secara sengaja. 3. Dapat digunakan untuk mempelajari perjalanan klinis suatu penyakit (patogresif). 4. Dapat digunakan untuk mempelajari hubungan sebab-akibat. 5. Dapat digunakan untuk mempelajari insidensi penyakit yang diteliti. 6. Penelitian kohort tidak memiliki hambatan masalah etis. 7. Besarnya risiko relatif dan risiko atribut dapat dihitung secara langsung.
8

8. Pada penelitian kohort dapat dilakukan perhitungan statistik untuk menguji hipotesis. 9. Pada penelitian kohort dapat diketahui lebih dari satu outcome terhadap satu pemaparan.

Kerugian yang diperoleh dengan studi cohort sebagai berikut:

1. Penelitian ini membutuhkan sampel yang besar dan waktu yang lama sehingga sulit untuk mempertahankan subjek studi agar tetap mengikuti proses penelitian. 2. Penelitian ini membutuhkan biaya yang besar sebagai akibat besarnya sampel dan lamanya penelitian. 3. Penelitian ini sulit dilakukan pada penyakit yang jarang terjadi. Hal ini disebabkan sulitnya memperoleh kelompok yang terpajan. 4. Penelitian prospektif tidak efisien untuk penelitian penyakit dengan fase laten yang lama.

Studi kedua dianggap sebagai studi kohort, dikarenakan peneliti membuat kategori sekelompok dokter di Inggris sesuai dengan riwayat merokok mereka dan kemudian membuat analisis kematian dari mereka yang meninggal, dan kemudian diobservasi.

D. Studi Kasus Kontrol (Case Control) Keadaan subjek kasus dan kontrol yang dibuat semirip mungkin atau matching penting dalam studi case-control guna mengurangi bias atau hasil yang tidak sesuai dalam
9

penelitian, mengurangi faktor predisposisi lain yang mungkin dapat mempengaruhi kemunculan penyakit, memperkecil probabilitas, memperoleh faktor pembanding yang jelas, dan untuk memperoleh hasil yang menggambarkan asosiasi yang lebih kuat antara variabel bebas yang diteliti (merokok), dengan variabel tergantungnya (kanker paru-paru). Di samping itu, dengan dilakukan matching, jumlah subjek yang diperlukan untuk diteliti menjadi lebih sedikit.

Rumah Sakit merupakan lokasi terbaik untuk mendapatkan sampel kasus dan kontrol. Sumber kasus dan kontrol dapat juga diambil selain di Rumah Sakit, seperti populasi umum, puskesmas, klinik, di lingkungan tempat kasus tersebut berasal (survei melalui data surveilans), serta data kasus dari survei sebelumnya. Pengambilan sumber kasus dan kontrol, sebaiknya memperhatikan kriteria berikut.

Kriteria pemilihan kasus : 1. Kriteria diagnosis dan kriteria inklusi harus dibuat dengan jelas. 2. Populasi sumber kasus dapat berasal dari rumah sakit atau populasi di masyarakat.

Kriteria pemilihan kontrol :

1. Mempunyai potensi terpajan oleh faktor risiko yang sama dengan kelompok kasus. 2. Tidak menderita penyakit yang diteliti. 3. Bersedia ikut dalam penelitian.

10

Setelah ditentukan sumber data yang digunakan kemudian dilakukan pengumpulan data. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai metode berikut.

1. Mengumpulkan data dari catatan medik di sarana pelayanan kesehatan atau instansi yang berhubungan dengan kesehatan.

Cara ini mempunyai keuntungan, yaitu mudah dilakukan, membutuhkan waktu dan biaya yang relatif kecil, tetapi data yang dibutuhkan sering tidak ada.

2. Pengumpulan data dapat juga dilakukan dengan survei. Dengan cara ini, data yang diperoleh merupakan data primer dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan kita, tetapi cara ini membutuhkan tenaga, waktu dan biaya yang cukup besar.

Cara mana yang akan ditempuh tergantung dari tujuan dan kebutuhan akan data tersebut serta tersedianya waktu, tenaga dan biaya.1 Doll dan rekan-rekannya lebih memilih melaksanakan studi mereka di rumah sakit. Beberapa kelebihan memilih dan melaksanakan kontrol di rumah sakit : 1. Mudah mendapatkan pasien dengan kasus yang akan di teliti 2. Mudah mendapatkan data pasien dengan kasus yang akan di teliti dari mulai sakit sampai meninggal 3. Biaya lebih murah 4. Mudah dikontrol

11

E. Proporsi dan Rasio Kemungkinan 1. Proporsi Subjek Kasus dan Kontrol yang Merokok [2,3]
Kasus Kontrol

Perokok Bukan Perokok Total

1350 7 1357

1296 61 1357

Kasus = = 0,99 0,994 x 100% = 99 %

Kontrol = = 0,95 0,955 x 100% = 95 %

Interpretasi hasil: Dari seluruh subjek penelitian kasus, 99 % di antaranya adalah


perokok. Dan dari seluruh subjek penelitian kontrol, 95 % di antaranya adalah perokok.

12

2. Kemungkinan Perokok [2,3]

Subyek kasus:

Subyek kontrol:

3. Odds Ratio [2,3]

= = 9,077

Interpretasi hasil: Dari hasil ini didapatkan bahwa seorang perokok memiliki resiko 9,077 kali lebih besar untuk terkena kanker paru-paru dibandingkan orang yang tidak merokok.

13

4. Probability Ratio (rasio kemungkinan) [2,3]

Interpretasi hasil: Dari hasil perhitungan, didapatkan kesimpulan bahwa seorang perokok memiliki potensi 90,1% untuk terkena kanker paru-paru.

14

BAB IV PENUTUP
Doll dan Hill melakukan sebuah studi epidemiologis dengan hipotesa semakin banyak rokok yang dihisap per hari, semakin tinggi rate kematian akibat kanker paru-paru. Doll menggunakan metode kasus kontrol, sementara Hill menggunakan metode cohort. Metode kasus kontrol maupun cohort sama-sama menggunakan sampel kasus dan kontrol, namun kasus kontrol mengambil sampel yang sudah sakit sebagai kasus untuk digali riwayatnya. Sementara cohort mengambil sampel yang belum sakit sebagai kasus untuk diobservasi beberapa waktu ke depan guna mengetahui sejauh mana frekuensi pemajanan terhadap faktor resiko mampu membuat orang tersebut sakit. Jika dilihat, RS merupakan lokasi yang tepat bagi Doll dan Hill untuk pengambilan sampel, sebab akan lebih mudah mengumpulkan orang dengan penyakit tertentu, menelaah data-data rekam mediknya, serta mengikuti perkembangan penyakitnya.

Dengan hitung proporsi diperoleh hasil Dari seluruh subjek penelitian kasus, 99 % di antaranya adalah perokok. Dan dari seluruh subjek penelitian kontrol, 95 % di antaranya adalah perokok. Dari hasil ini didapatkan bahwa seorang perokok memiliki resiko 9,077 kali lebih besar untuk terkena kanker paru-paru dibandingkan orang yang tidak merokok. Dari hasil perhitungan, didapatkan kesimpulan bahwa seorang perokok memiliki potensi 90,1% untuk terkena kanker paru-paru. Dari hasil perhitungan, didapatkan kesimpulan bahwa seorang perokok memiliki potensi 90,1% untuk terkena kanker paru-paru.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiarto E, Anggraeni D. Pengantar Epidemiologi, Ed. 2. Jakarta : EGC; 2003. p.39, 129-132. 2. Morton RF, Hebel JR, McCarter J. Epidemiologi dan Biostatistika Panduan Studi, Ed 5. Jakarta: EGC;
2009. p.150 3. Mikhael J. Gibney, dkk. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC; 2009. P.31-38

16

You might also like