You are on page 1of 70

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 17

Disusun oleh : Kelompok B3 Anggota 1. Muhammad Randy Akbar 2. Satria Wisnu Murti 3. Ghea Duandiza 4. Amir Ibnu Hizbullah 5. Robby Juniadha 6. Salsabil Dhia Adzhani 7. Intan Permatasari 8. Gunna Sundarry Thirumalai 9. Syena Damara 10.M.Aditiya Kurniadi 11.Ivandra Septadi Tama Putra 04111401006 04111401007 04111401008 04111401032 04111401034 04111401041 04111401048 04111401096 04111401081 04111401046 04111401028

Tutor : dr. Rusmiyati

PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tutorial skenario B Blok 17 ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Kami menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu sumbangan pemikiran dan masukan dari semua pihak sangat kami harapkan agar dilain kesempatan laporan tutorial ini akan menjadi lebih baik. Terima kasih kami ucapkan kepada dr.Rusmiyati selaku tutor kelompok B3 yang telah membimbing kami semua dalam pelaksanaan tutorial kali ini. Selain itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu tersusunnya laporan tutorial ini. Semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi semua pihak.

Palembang, 13 mei 2013

Penyusun kelompok B3

DAFTAR ISI Kata Pengantar . 1 Daftar Isi .. 2 BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang3 1.2 BAB II Maksud dan Tujuan........................... 3 Data Tutorial4 Skenario Kasus . 5 Paparan I. II. III. IV. V. Klarifikasi Istilah. ..................... 6 Identifikasi Masalah............ 7 Analisis Masalah ............................... 9 Learning Issues ......................28 Kerangka Konsep....................59

: Pembahasan 2.1 2.2 2.3

BAB III : Penutup 3.1 Kesimpulan ......................................................................60

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................61

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Blok 17 adalah blok mengenai digestif hepatologi pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial Tutor Moderator Sekretaris Papan Sekretaris Meja Hari, Tanggal : dr.rusmiyati : Roby juniadha : salsabil dhia adzhani : Intan Permatasari : Senin, 13 mei 2013 Rabu, 15 mei 2013 Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan 2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif) 3. Dilarang makan dan minum

2.2 Skenario kasus Ny.M, 48 tahun dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam dan menggigil. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.M mengeluh nyeri diperut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila makan makanan yang berlemak. Biasanya Ny.M minum obat penghilang nyeri. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, Tanda vital; TD: 110/70 mmHg, Nadi: 106x/mnt, RR: 24x/mnt, Suhu: 39C BB: 80 kg, TB: 158 cm Pemeriksaan spesifik : Kepala: Sklera ikterik Leher dan thoraks dalam batas normal. Abdomen: inspeksi: datar Palpasi: lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphys sign (+), hepar dan lien tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai Perkusi: shifting dullness (-), Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-). Pemeriksaan laboratorium: Darah rutin: Hb 12,4 gr/dl, Ht 36 vol %, leukosit 15.400/mm3, trombosit 329.000/mm3, LED 77 mm/jam Liver function test: bil total 20,49 mg/dl, bil direct 19,94 mgdl, bil indirect 0,55 mgdl, SGOT 29 u/l,SGPT 37 u/l, fosfatase alkali 864 u/l , Amilase 40 unitL, dan lipase 50 unit/L 2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah 1. Nyeri perut : perasaan menderita pada perut yang disebabkan oleh rangsangan ujung saraf 2. 3. Demam : Suhu tubuh yang meningkat dari normal Menggigil :Perasaan dingin yang disertai dengan getaran tubuh ( kompensasi tubuh untuk keseimbangan set point tubuh ) 4. 5. Mual : sensasi atau perasaan tidak menyenangkan ( rasa ingin muntah ) BAB seperti dempul : BAB brwarna pucat putih keabu-abuan dikarnakan tidak adanya warna empedu 6. 7. 8. Sklera Ikterik : Keadaan dimana terjadi pigmentasi kekuningan pada sklera Murphys Sign : Pemeriksaan untuk menentukan adanya penyakit kelainan ` empedu Shifting dullness : Pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya cairan pada bagian abdomen 9. 10. 11. Palmar eritema telapak tangan Akral pucat Billirubin direct hati dan mengalami : Merahnya bagian tenar dan hipotenar pada : ujung ekstremitas berwarna pucat : bilirubin yang dapat langsung masuk ke

penghancuran untuk dibuang melalui feses, sehingga feses berwarna kuning 12. 13. Billirubin indirect : bilirubin yang harus berikatan dengan protein tertentu baru dapat masuk ke hati Fosfatase Alkali : enzim yang diproduksi oleh epitel hati dan osteoblast

II. Identifikasi Masalah

NO KENYATAAN 1. Ny.M, 48 tahun dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam dan menggigil. 2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.M mengeluh nyeri diperut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila makan Biasanya makanan Ny.M yang berlemak. obat

KESESUAIAN TSH

KONSEN

TSH

minum

penghilang nyeri.

Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.

TSH

4.

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, Tanda vital; TD: 110/70 mmHg, Nadi: 106x/mnt, RR: 24x/mnt, Suhu: 39C BB: 80 kg, TB: 158 cm

TSH

5.

Pemeriksaan spesifik : Kepala: Sklera ikterik Leher dan thoraks dalam batas normal. Abdomen: inspeksi: datar Palpasi: lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphys sign (+),

TSH

hepar dan lien tidak teraba, kandung

empedu: sulit dinilai Perkusi: dullness (-), Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-). shifting

6.

Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin: Hb 12,4 gr/dl, Ht 36 vol %, leukosit 15.400/mm3, trombosit 329.000/mm3, LED 77 mm/jam Liver function test: bil total 20,49 mg/dl, bil direct 19,94 mgdl, bil indirect 0,55 mgdl, SGOT 29 u/l,SGPT 37 u/l, fosfatase alkali 864 u/l Amilase 40 unitL, dan lipase 50 unit/L

TSH

III. Analisis Masalah dan Pembahasan 1. Ny.M, 48 tahun dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam dan menggigil.

a. Hubungan umur, jenis kelamin dengan keluhan ? Female : pada umumnya menyerang wanita karena kadar hormonal dengan bahan baku kolesterol lebih banyak dibutuhkan wanita (estrogen dll) Forty : kasus terbanyak terjadi pada usia 40-an Fat : konsumsi makanan berlemak yang berlebihan Fertile : dalam masa kehamilan, yang membuat peningkatan kadar hormon estrogen Family : faktor genetika, terutama dengan kelainan metabolisme empedu.

b. etiologi dari nyeri perut kanan atas disertai demam dan menggigil ? a. Infeksi berdasarkan rujukan nilai leukosit pada kasus ada kemungkinan penyebab demam pada kasus ini adalah proses infeksi. Hal ini dapat terjadi pada kolestasis, yaitu keadaan terhambatnya aliran empedu akibat obstruksi sehingga kuman patogen dapat berkembang. Eksotoksin dan endotoksin dari bakteri patogen dapat memicu sel-sel PMN untuk mengeluarkan sitokin yang dapat menimbulkan demam b. Inflamasi. Terjadinya inflamasi pada sistem hepatobilier akibat obstruksi dapat memicu pengeluaran sitokin sel radang yang dapat memicu demam

c. Bagaimana mekanisme keluhan pada kasus ini ? Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan

menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan. Rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar. Pasien akan membolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien, rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta Sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.

d. organ apa saja yang ada di region hipokondria kanan ?

2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.M mengeluh nyeri diperut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila makan makanan yang berlemak. Biasanya Ny.M minum obat penghilang nyeri.

a. Bagaimana mekanisme nyeri yang menjalar yang disertai mual ? Nyeri yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh adanya batu pada kandung empedu. Adanya gerak peristaltik dari empedu dan juga adanya respon pengosongan empedu akibat hormon CCK menyebabkan adanya kontraksi otot polos dinding vesica felea sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan batu ke duktus sistikus (cystic duct) atau bahkan hingga duktus koledokus. Kontraksi atau spasme otot polos tersebut terjadi secara periodik. Pergerakan ini dapat memberi rangsangan ke bagian peritoneum parietal. Daerah-daerah tersebut dipersarafi oleh n. Phrenicus sehingga rangsangan oleh batu di daerah tersebut di modulasikan sebagai nyeri. Nyeri juga dapat terjadi ketika mengkonsumsi lemak. Saat konsumsi makanan berlemak,terjadi perangsangan enzim kolesistokinin untuk mengeluarkan empedu ke duodenum (untuk mengemulsikan lemak, membantu pencernaan lemak diduodenum), dinding kandung empedu yang inflamasi akan mengalami kontraksi. Kontraksi tersebut merangsang serabut saraf nyeri menghantarkan impuls nyeri ke cortex serebri sehingga nyeri dirasakan setelah makan makanan berlemak. Sedangkan penjalaran nyeri disebabkan oleh iritasi pada

peritoneum parietal yang melingkupi vesika felea, dimana organ ini dipersarafi oleh n.Phrenicus yang berasal dari segmen medulla spinalis C3, C4, dan C5. Sensasi pada segmen medulla spinalis ini kemudian diteruskan (dialihkan) ke daerah lain yang juga mendapatkan suplai saraf

dari segmen medulla spinalis yang sama, dalam hal ini n.Supraclavikularis yang mempersarafi daerah bahu. mual ? impuls iritatif GIT, impuls otak bawah yang berhubungan dengan motion-sickness, impuls korteks serebri untuk mencetuskan muntah. Mual umumnya disertai hipersalivasi

b. makna klinis dar nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual ? pasien mengalami obstruksi pada saluran empedu (duktus koledokus) yang mengakibatkan nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan. Sedangkan mual karena obstruksi tersebut merangsang pusat mual di hipotalamus

c. makna klinis nyeri hilang timbul dan bertambah berat pada saat makan makanan berlemak ? karena empedu mengemulsi lemak makanan lemak merangsang pengeluaran empedu peristaltis duktus meningkat obstruksi semakin memperberat kolik.

d. Apa dampak dari makan makanan berlemak dengan tubuh ? Obesitas Gangguan pencernaan Makanan berlemak seperti gorengan bisa menyebabkan heartburn (sakit ulu hati sepertiberasa terbakar) Tekanan darah tinggi Penyakit jantung Pembuluh darah tersumbat

e. Apa efek samping dari penggunaan obat penghilang nyeri (painkiller) ?

Meskipun efek penghilang nyerinya cukup ampuh, efek samping obat ini juga cukup serius. Salah satu efek samping yang perlu diperhatikan adalah ketagihan terhadap pengunaan obat dan menekan sistem pernapasan. Hal ini merupakan sifat umum obatobat yang termasuk dalam golongan narkotik.

Efek samping lain diantaranya sakit kepala ringan, kepala terasa berputar, mengantuk, mual, muntah, gangguan aliran darah, gangguan koordinasi otot, dan gangguan jantung. Selai efek samping di atas, obat ini juga dapat menimbulkan efek alergi, berupa kemerahan, gatal, bengkak pada daerah tempat suntikan.

Gejala alergi dapat bermanifestasi parah. Misalnya kesulitan bernafas, bengkak pada wajah, bibir dan lidah atau tenggorokan. Jika terjadi dosis berlebihan (overdosis), gejala yang dapat terjadi; perubahan warna pada kulit, kulit menjadi dingin, kelemahan otot.

Efek samping yang tidak terlalu parah diantaranya kesulitan buang air besar (konstipasi), mual, muntah, kehilangan nafsu makan dan merasa sakit kepala serta mulut terasa kering. Berkeringat berlebihan juga merupakan efek samping yang dapat terjadi. Karena merupakan zat yang termasuk golongan narkotik, obat ini memiliki efek withdrawal, artinya tatkala penggunaannya

dihentikan tiba-tiba, maka akan muncul gejala putus obat yang oleh awam disebut dengan sakau. Jantung berdebar, denyut nadi cepat, dan pernafasan menjadi tertekan. Penderita merasa sangat tidak nyaman, terasa nyeri pada seluruh anggota tubuh, kadang disertai muntah.

Dengan demikian seseorang yang sudah menggunakan obat ini dalam jangka waktu cukup lama, penghentiannya harus dilakukan

secara bertahap. Perlahan-lahan diturunkan dosisnya untuk menghindari terjadinya efek withdrawal. 3. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal. a. Mekanisme dan etiologi demam pada kasus ? Etiologi Infeksi virus, bakteri atau parasit Non infeksi, seperti kanker, tumor Demam fisiologis, penyebab: dehidrasi, suhu udara yang terlalu panas Demam tanpa penyebab yang jelas ( Fever of Unknown Origin /FUO) Mekanisme Infeksi , inflamasi respon pertahanan tubuh proses antigen antibody makrofag menyerang antigen mengeluarkan mediator inflamasi seperti IL-1, IL-2, TNF-alpha proses inflamasi mediator inflamasi bersama aliran darah menuju hypothalamus merangsang pelepasan as.arakhidonat meningkatkan sintesis prostaglandin E2 meningkatkan set point demam.

b. Mekanisme dan etiologi mata dan badan kuning ? Pada kasus ini mekanisme terjadinya kuning baik pada mata maupun badan dikarenakan adanya penumpukan dari bilirubin. Pada kasus ini yang tertumpuk adalah bilirubin direct yang dikarenakan adanya suatu obstruksi pada saluran empedu. Seperti yang kita ketahui bahwa bilirubin itu sendiri terbentuk dari pemecahan heme, yang nantinya jadi biliverdin dan kemudian dirubah menjadi bilirubin indirect atau bilirubin unconjugated, yang nantinya akan diubah menjadi bilirubin direct larut air oleh hati. Seharusnya bilirubin direct ini dialirkan menuju usus, akan tetapi dikarenakan adanya suatu obstruksi maka bilirubin direct yang telah diproduksi oleh hepar tersebut akan menumpuk dan ada yang keluar menuju sistemik, dan bilirubin yang keluar menuju

sistemik tersebut akan menyebabkan mata dan badan penderita terlihat kuning, yang dikarenakan warna dari bilirubin itu sendiri adalah kuning

c. Mekanisme dan etiologi BAK seperti the tua ? Ikterus obstruktif (kolestasis) intrahepatic 1. Virus hepatitis 2. Alcohol 3. Infeksi bakteri entamoeba histolitica 4. Adanya tumor hati maupun tumr yang telah menyebar ke hati dari bagian tubuh lain Icterus obstrutif (kolestasis) ekstrahepatik 1. Koletiasis 2. Kolestitis 3. Atresia bilier 4. Kista duktus kholedokus 5. Tumor pankreas Batu empedu obstruksi ductus choledochus retensi bilirubin bilirubin terkonjugasi secara berlebihan masuk ke sistemik hiperbilirubinemia di ekskresikan oleh ginjal lolos filtrasi di ginjal masuk ke dalam urine urine berwarna seperti teh tua

d. Mekanisme dan etiologi BAB seperti dempul ? Adanya obstruksi akibat batu empedu di Vesica Fellea dan ductus coledocus gangguan ekskresi Bilirubin terganggu yang menyebabkan penumpukan Bilirubin di Vesica Fellea Gangguan pengeluaran Bilirubin terkonjugasi ke duodenum akibat obstruksi sterkobilin tidak masuk ke Feses (zat ini yang member warna pada Feses) Feses berwarna seperti dempul e. Mekanisme dan etiologi gatal gatal ? Obstruksi saluran empedu empedu gagal masuk ke duodenum kolestasis bendungan cairan empedu dalam hati aliran balik empedu (bilirubin, garam empedu, lipid) ke sirkulasi sistemik peningkatan garam empedu dalam sirkulasi mempengaruhi saraf

nyeri perifer untuk menghasilkan sensasi gatal gatal-gatal (pruritus)

4. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, Tanda vital; TD: 110/70 mmHg, Nadi: 106x/mnt, RR: 24x/mnt, Suhu: 39C BB: 80 kg, TB: 158 cm a. Interpretasi pemeriksaan fisik ? Pemeriksaan Kesan TD Kasus Sedang 110/70 mmHg Denyut nadi 106x/menit Normal <120/<80 mmHg 60 100 x/menit RR 24x/menit 16 24 x/menit Suhu tubuh 39, 0C 36,5 37,50C BB TB 80 kg 158 cm BMI : 32,04 Obesitas tingkat I Demam tinggi Normal meningkat Interpretasi Tidak sakit berat Normal

b. Mekanisme abnormal pemeriksaan fisik ? 1. Suhu : Cholestatis Infeksi mikroorganisme aktivasi respon imun seluler makrofag produksi IL-1 TNF AFN IL-6 Aktivasi jalur PGE2 Penigkatan termostat di hipotalamus peningkatan suhu tubuh demam tinggi dan menggigil

2. Skelra Ikterik: Obstruksi saluran empedu empedu gagal masuk ke duodenum kolestasis bendungan cairan empedu dalam hati aliran balik empedu (bilirubin direct, garam empedu, lipid) ke sirkulasi sistemik bilirubin direct ikut aliran darah sistemik berikatan dengan jaringan pada sklera sklera ikterik 3. Akral pucat : Akral pucat Obstruksi tekanan intrabilier meningkat regurgitasi bilirubin ke vena dan arteri hepatica di hepatosit bilirubin di plasma mengendap di kulit warna darah di telapak tangan tersamarkan oleh bilirubin akral pucat 5. Pemeriksaan spesifik : Kepala: Sklera ikterik Leher dan thoraks dalam batas normal. Abdomen: inspeksi: datar Palpasi: lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphys sign (+), hepar dan lien tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai Perkusi: shifting dullness (-), Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-).

a. Interpretasi pemeriksaan spesifik ? Pemeriksaan Sklera Kasus Ikterik Normal Tidak ikterik (-) Interpretasi Peningkatan bilirubin Adanya batu empedu

Palpasi abdomen : (+) lemasn nyeri tekan kanan , murphys sign Kandung empedu Sulit dinilai

Dapat dinilai

Sulit dinilai karena adanya abdomen nyeri

b. Mekanisme abnormal pemeriksaan fisik ? Sklera icterus

Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus berpindah ke ductus choledocus (gerakan peristaltik) obstruksi total regurgitasi bilirubin sirkulasi sklera sklera icterus Murphys Sign (+) Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus berpindah ke ductus choledocus (gerakan peristaltik) obstruksi total statis terjadi inflamasi nyeri tekan saat pemeriksaan Murphys Sign Akral Kuning Pucat Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus berpindah ke ductus choledocus (gerakan peristaltk) obstruksi total regurgitasi bilirubin sirkulasi kulit di ekstremitas (akral) akral kuning c. Bagaimana cara pemeriksaan murphys sign ? Tanda Murphy dapat ditemukan dengan metode palpasi maupun sonografi. Pada pemeriksaan palpasi, penguji meraba bagian kanan subcostal, dan pasien diinstruksikan untuk mengambil nafas panjang. Hal ini menyebabkan vesica felea bergerak ke arah caudal akibat dari tekanan cavum thorax, dan penguji dapat merasakan

pergerakannya.

Murphys sign bernilai posotif (+) jika pasien mengindikasikan adanya rasa sakit akibat sentuhan tangan pemeriksa. Hal ini terjadi karena adanya sentuhan antara kandung empedu yang mengalamiinflamasi dengan peritoneum abdomen selama inspirasi dalam yang dapat menimbulkanreflek menahannafas karena rasa nyeri. Bernafas dalam menyebabkan rasa yangsangat nyeri dan beratbeberapa kali lipat walaupun tanpa tekanan/palpasi pada pasiendengan inflamasi akut kandung empedu.Pasien dengan kolesistitis biasanya tampak kesakitan dengan manuver ini dan mungkinakan terjadi penghentian mendadak dari inspirasi

(menarik nafas) ketika kandung empedu yang terinflamasi tersentuh jari pemeriksa. Selain melalui metode palpasi, tanda Murphy juga dapat dilakukan dengan sonografi. Perbedaannya, respon positif terjadi akibat palpasi dari gelombang ultrasonik. Metode sonografi dianggap lebih akurat karena gelombang ultrasonik dapat

mengkonfirmasi pergerakkan vesica felea saat pasien merasa sakit dan menahan nafas. 6. Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin: Hb 12,4 gr/dl, Ht 36 vol %, leukosit 15.400/mm3, trombosit 329.000/mm3, LED 77 mm/jam Liver function test: bil total 20,49 mg/dl, bil direct 19,94 mgdl, bil indirect 0,55 mgdl, SGOT 29 u/l,SGPT 37 u/l, fosfatase alkali 864 u/l Amilase 40 unitL, dan lipase 50 unit/L a. Interpretasi pemeriksaan laboratorium ? Pemeriksaan laboratorium Hb Ht Leukosit Hasil pemeriksaan 12,4 g/dl 36 vol % 15.400/mm3 12-16 g/dl 36-46 vol % 5.00010.000/mm3 Trombosit LED 329.000/mm3 77 mm/jam 250.000-450.000 0-15 mm/jam Normal Normal Meningkat; karena reaksi inflamasi Normal Meningkat; karena rekasi inflamasi Bilirubin total 20,49 mg/dl 0,3-1,0 mg/dl Meningkat; karena obstruksi saluran empedu Bilirubin Direk 19,94 mg/dl 0,1-0,3 mg/dl Meningkat; karena obstruksi pada pada Nilai normal Interpretasi

saluran empedu Bilirubin Inderek SGOT SGPT 0,55mg/dl 29 U/I 37 U/I 0,2-0,7 mg/dl 5-35 U/I 3-35 U/I Normal Normal Normal Meningkat;

Fosfat Alkali

864 U/l

30-120 U/l

Meningkat; karena obstruksi

Amilase Lipase

40 U/L 50 U/L

30-100 U/L 10-140 U/L

Normal Normal

b.Mekanisme abnormal pemeriksaan laboratorium ? Pemecahan heme menjadi biliverdin dan kemudian di ubah menjadi

bilirubin indirect, yang nantinya akan diubah lagi menjadi bilirubin direct larut air oleh hati. SEHARUSNYA bilirubin direct ini dialirkan menuju usus, akan tetapi karena adanya suatu obstruksi, maka bilirubin direct yang telah diproduksi oleh hepar tersebut akan menumpuk. Sehingga terjadi peningkatan Bilirubin dire, Bilirubin total, dan Alkaline Fosfatase Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah dilakukan pengangkatan kandung empedu.Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu

tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya. Karena adanya infeksi inilah maka pasien mengalami demam. Karena ada proses infeksi dan inflamasi ini maka leukosit dan LED meningkat

7. a. apa DD dari kasus ini ? i. Cholelithiasis ii. Cholesistitis iii. Ulkus peptikum iv. Pankreatitis

b. Bagaimana cara menegakkan diagnosis ? anamnesis: nyeri perut kanan atas yang hiloang timbul nyeri menjalar ke bahu atau punggung belakang badan kuning pemeriksaan fisik: nyeri tekan epigastrium murphy sign hepatomegali (mungkin) demam pemeriksaan penunjang: lab; peningkatan bilirubin USG abdomen kuadran kanan atas : tampak dilatasi duktus (namun sensitif hanya 33% untuk mendeteksi batu dan duCktus koledokus Kolangiogram (ERCP, kutaneus atau operatif)

c. Bagaimana diagnosis kerja kasus ini ? Cholecystitis, cholangitis dan ikterus choledocolithiasis d. Bagaimana pathogenesis pada kasus ini ? Pembentukan batu 1. Batu Kolesterol berkaitan dengan faktor genetik; diantaranya

obstruktif

et

causa

gen

ABCG5/G8

yang

mengakibatkan

hipersekresi kolesterol, gen CP7A1 yang mengakibatkan

hiposekresi cairan empedu, dan gen MDR3 yang mengakibatkan penurunan jumlah lecithin. Ada 3 faktor yang harus ada supaya batu dapat terbentuk

Supersaturasi: terjadi akibat hipersekresi kolesterol (faktor hormonal dan diet), hiposekresi cairan empedu, maupun penurunan jumlah lecithin yang berfungsi sebagai pembawa kolesterol. Normalnya kolesterol yang diangkut ke vesica fellea akan diubah menjadi vesikel dan diubah menjadi mixed micelle yang larut air, namun dalam keadaan supersaturasi, vesikel justru akan diubah menjadi vesikel multilamellar yang bersifat tidak stabil dan banyak mengandung lemak. Akibatnya lama kelamaan akan terjadi nukleasi kristal kristal kolesterol, yang akan ditutupi mucin. Keadaan ini akan membentuk suatu lumpur bilier yang perlahan lahan akan mengkristal menjadi batu

Destabilisasi bilier: sifat cairan empedu tiap individu berbeda beda, pada beberapa individu komponen cairannya cenderung mengandung faktor pro nukleasi yang lebih tinggi dibandingkan individu lain, faktor pronukleasi ini diantaranya mucus glycoprotein (mucin) dan heat labile protein. Cairan empedu yang seperti ini dikenal sebagai cairan empedu litogenik, dan menjadi predisposisi nukleasi kristal-kristal monohidrat

Stasis bilier: motilitas kandung empedu tiap individu juga berbeda-beda. Hipomotilitas mengakibatkan akan mempermudah lumpur akumulasi bilier. musin yang hal akan ini

pembentukan

Selanjutnya

mengakibatkan semakin sulitnya pengosongan kandung empedu dan mempermudah terjadinya kristalisasi empedu

2. Batu Pigmen proses terbentuknya batu pigmen secara garis besar hampir sama dengan pembentukan batu kolesterol, hanya saja komponen penyusunnya berbeda. Bilirubin yang beredar post hepatic kebanyakan adalah bilirubin direct yang bersifat water soluble, namun ada sebagian kecil bilirubin indirect yang masih beredar. Bilirubin indirect ini seperti aniom lain akan cenderung berikatan dengan kalsium. Kalsium terdapat di dalam cairan

empedu karena masuk secara pasif bersamaan dengan elektrolit lain yang berfungsi menjalankan fungsi pompa Na/K sebagai sumber ATP untuk kontraksi vesica fellea. Jumlah bilirubin indirect yang bersirkulasi ini diduga berkaitan dengan faktor genetik. macam batu pigmen: Batu hitam dikarenakan ada peningkatan pemecahan hemoglobin ( pada penderita penyakit hemolitik seperti thalasemia, atau pada peningkatan aktivitas limpa pada splenomegaly). Bilirubin indirect yang terbentuk akan mengikat kalsium sehingga menjadi mengkristal menjadi kristal kalsium bilirubinat yang selanjutnya akan membentuk batu. Batu ini lama kelamaan akan mengalami oksidasi dan menjadi berwarna hitam Batu coklat terkadang bakteri dapat mencapai saluran empedu, baik secara asending dari duodenum atau secara hematogen. Bakteri ini adalah bakteri yang sama yang merubah bilirubin direct di usus kembali menjadi bilirubin indirect yang nantinya akan kembali lewat siklus enterohepatik dan digunakan kembali. Proses ini dapat juga terjadi di duktus koledokus dan membentuk batu pigmen coklat. Bakteri juga menghidrolisa fosfolipid dan asam lemak yang juga dapat berikatan dengan kalsium dan ikut membentuk batu pigmen coklat.

Batu saluran empedu yang terbentuk suatu saat dapat mengakibatkan obstruksi duktus kolesistikus, dan pada kasus yang sudah berlangsung lama dengan jumlah batu yang banyak akan dapat menyumbat duktus koledokus. Curga terjadi koledokolithiasi apabila pasien datang dengan keluhan nyeri kuadran kanan atas dengan generalized jaundice. Batu yang mengobstruksi ( baik total maupun parsial ), secara mekanikal akan mengakibatkan gangguan sistem pertahanan tubuh pejamu dan juga mengakibatkan stasis dari cairan empedu. Sumbatan dari saluran empedu ini akan menganggu sistem sirkulasi enterohepatik, sehingga

terjadi kekurangan bilirubin yang masuke saluran cerna dan memberi warna feses sehingga menjadi berwarna pucat. Gangguan sistem pertahanan tubuh dikombinasikan dengan stasis menjadi predispoisi terjadinya infeksi karena merupakan media pertumbuhan yang baik untuk bakteri. Obstruksi dan stasis juga mengakibatkan peningkatan tekanan intraluminal sehingga infeksi dapat naik ke sistem porta dan menyebar ke seluruh tubuh. Obstruksi dan peningkatan tekanan intraluminal, dikombinasikan dengan usaha tubuh mengeluarkan batu yang menyumbat akan mengakibatkan nyeri yang seringkali menjalar ke daerah bahu dan interscapula. Ini dikenal sebagai Collins Sign. Stasis cairan empedu mengakibatkan sebagian cairan empedu akan kembali sampai ke hati dan sebagian akan masuk ke aliran sistemik dan dapat terdeposisi di jaringan perifer yang mengakibatkan ikterus dan pruritus. Bilirubin yang masuk ke sistemik akan berakhir di ginjal dan keluar dalam jumlah banyak sehingga urine tampak berwarna teh Hampir seluruh koledokolithiasis apabila tidak ditangani akan berakhir dengan kolangitis, yang dikenal melalui triad Charcot, yaitu Ikterus, Nyeri kuadran kanan atas, dan demam tinggi disertai menggigil.Infeksi yang terjadi dapat menyebar secara ascending sehingga menginfeksi sistem bilier. Vesica fellea juga dapat mengalami inflamasi sehingga memunculkan keadaan kolesistitis. Keadaan infeksi dan inflamasi ini mengakibatkan nyeri tekan pada daerah kuadran kanan atas.

f. Bagaimana penataalaksanaan farmakologi dan non farmakologi pada kasus ini ? 1. Operatif a. Kolesistektomi Laparoskopik Kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan invasive minimal di dalam rongga abdomen dengan menggunakan

pneumoperitoneum, sistem endokamera dan instrument khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung kandung empedunya. Sejak pertama kali diperkenalkan, teknik bedah laparoskopik ini telah memperlihatkan keunggulan yang bermakna dibandingkan dengan teknik bedah konvensional. Rasa nyeri yang minimal, masa pulih yang cepat, masa rawat yang pendek dan luka parut yang sangat minimal merupakan kelebihan bedah laparoskopik. Indikasi kolesistektomi sebagai berikut : Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi Kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya

b. Sfingterotomi Endoskopik Batu didalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melaui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja . Komplikasi penting dari sfingterotomi dan ekstrasi batu meliputi pankreasitis akut, perdarahan dan perforasi.

c. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah.

Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.

1) Kriteria Munich : Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik). Penderita tidak sedang hamil. Batu radiolusen Tidak ada obstruksi dari saluran empedu Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu. 2) Kriteria Dublin : Riwayat keluhan batu empedu Batu radiolusen Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3. Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.

2. Simptomatik a. Demam: paracetamol b. Nyeri perut: petidin atau buskopan

3. Nutrisi a. Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna. b. Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi. c. Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.

d. Intake banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.

f. Bagaimana komplikasi kasus ? - kolangitis - pankreatitis - kolesistitis - striktura - Sepsis, akibat bakteriemia, kolestasis menjadi faktor tumbuhnya kuman patogen pada kandung empedu, karena pada kasus ini terjadi obstruksi dan terjadi aliran balik empedu ke darah, maka bakteri juga terbawa oleh aliran empedu tersebut kembali ke darah. - Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya geraka usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau perforasi kandungempedu. - Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase, mungkin telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh penyumbatanbatu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus). - Kronis, batu empedu dapat menyebabkan fibrosis progresif dari dinding kandung empedu dan hilangnya fungsi kandung empedu, disebut kolesistitis kronis g. Bagaimana preventif kasus ? Preventif pada kasus ini dimaksudkan mencegah munculnya kembali batu empedu. Tindakan preventif yang dapat dilakukan : a. Diet kolesterol : mengkonsumsi makanan berlemak secukupnya saja, tidak berlebihan b. Olahraga teratur : memperlancar metabolisme lemak dan kolesterol

c. Tingkatkan asupan yang mencegah terjadinya batu, seperti lesitin

h. Apa prognosis kasus ? Dubia et bonam jika cepat di lakukan penatalaksanaan, tetapi juga tergantung dari beberapa faktor berikut : Pengenalan dan pengobatan diri Pada kasus kolangitis dibutuhkan pengobatan antibiotik secara dini dan diikuti dengan drainase yang tepat serta dekompresi traktus biliaris. Respon terhadap terapi Semakin baik respon penderita kolangitis terhadap terapi yang diberikan (misalnya antibiotik) maka prognosisnya akan semakin baik. Namun sebaliknya, respon yang jelek akan memperberat penyakit tersebut. Kondisi Kesehatan Penderita Sistem pertahanan tubuh penderita merupakan salah satu faktor yang menentukan prognosis penyakit ini. Biasanya penderita yang baru pertama kali mengalaminya dan berespon baik terhadap terapi yang diberikan, prognosisnya akan baik.

i. Apa KDU pada kasus ini ? 3A. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat

memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat)

IV.

Learning Issues

ANATOMI HEPAR DAN VESICA FELEA Anatomi Hepar

Hepar merupakan kelenjar eksokrim terbesar yang memiliki fungsi untuk menghasilkan empedu, serta juga memiliki fungsi endokrin. Secara garis besar, hepar dibagi menjadi 2 lobus, dextra (kanan-besar) dan sinistra (kiri-kecil), hepar dilapisi oleh kapsula fibrosa yang disebut Capsula Glisson. Secara holotopi, hepar terletak di regio hypochondrium dextra, regio epigastrium, dan regio hypochondrium sinistra. Secara skeletopi, hepar terletak setinggi costa V pada linea medioclavicularis dextra, setinggi spatium intercosta V di linea medioclavicularis sinistra, di mana bagian caudal dextra (bawah kanan)-nya mengikuti arcus costarum (costa IX - VIII) dan bagian caudal sinistra (bawah kiri)-nya mengikuti arcus costarum (costa VIII - VII). Secara syntopi, hepar berbatasan dengan diaphragma (facies diaphragmatica hepatis) dan berbatasan dengan organ-organ lain seperti gaster, pars superior duodeni, glandula suprarenalis dexter, sebagian colon transversum, flexura coli dextra, vesica fellea, oesophagus, dan vena cava inferior (facies visceralis hepatis).

Hepar terbagi menjadi 2 lobus yaitu lobus hepatis dextra dan lobus hepatis sinistra oleh incisura umbilikalis, ligamentum falciforme hepatis, dan fossa sagittalis sinistra. Pada lobus hepatis dextra, terdapat fossa sagittalis sinistra, fossa sagittalis dextra, dan porta hepatis. Fossa sagittalis sinistra hepatis terdiri dari fossa ductus venosi dan fossa venae umbilicalis. Fossa sagittalis dextra terdiri dari fossa vesicae fellea dan fossa venae cavae. Porta hepatis membentuk lobus quadratus hepatis dan lobus caudatus hepatis.

Lobus Quadratus Hepatis memiliki batas anterior pada margo anterior hepatis, batas dorsal pada porta hepatis, batas dextra pada fossa vesicae fellea, dan batas sinistra pada venae umbilicalis. Pada lobus quadratus hepatis ini, terdapat cekungan yang disebut impressio duodeni lobi quadrati. Lobus Caudatus Hepatis (Spigeli) memiliki batas ventro-caudal pada porta hepatis, batas dextra pada fossa venae cavae, dan batas sinistra pada fossa ductus venosi. Pada lobus caudatus hepatis ini terdapat tonjolan yaitu processus caudatus dan processus papillaris. Lobus Hepatis Sinistra adalah lobus hepar yang berada di sebelah kiri ligamentum falciforme hepatis. Lobus ini lebih kecil dan pipih jika dibandingkan dengan lobus hepatis dextra. Letaknya adalah di regio epigastrium dan sedikit

pada regio hyochondrium sinistra. Pada lobus ini, terdapat impressio gastrica, tuber omentale, dan appendix fibrosa hepatis. Sekarang, kita akan membahas sedikit tentang facies hepatis. Facies hepatis terdiri dari facies diaphragmatica dan facies visceralis hepatis. Facies diaphragmatica (sisi yang berhadapan dengan diaphragma) pada facies anteriornya (sisi depan facies diaphragmatica) terdiri dari margo anterior hepatis dan perlekatan ligamentum falciforme hepatis, sedangkan pada facies superiornya (sisi atas facies diaphragmatica) terdapat impressio cardiaca dan pars affixa hepatis (bare area).

Facies visceralis hepatis (sisi yang menghadap organ intraperitoneal) memiliki facies posterior yang pada facies itu terdapat pars affixa hepatis, fossa vena cavae, impressio suprarenalis, ligamentum hepatogastricum, impressio oesophagea. Pada facies inferiornya terdapat impressio colica, impressio renalis, impressio duodenalis, fossa vesicae felleae, dan fossa venae umbilicalis.

Porta hepatis terdiri dari vena porta, ductus cysticus, ductus hepaticus, dan ductus choledochus, arteri hepatica propria dextra dan arteri hepatica sinistra, serta nervus dan pembuluh lymphe. Ligamenta hepatis terdiri dari: 1. Ligamentum falciforme hepatis 2. Omentum minus 3. Ligamentum coronarium hepatis 4. Ligamentum triangulare hepatis 5. Ligamentum teres hepatis 6. Ligamentum venosum Arantii 7. Ligamentum hepatorenale 8. Ligamentum hepatocolicum Ligamentum falciforme hepatis merupakan reflexi peritoneum parietale yang terdiri dari 2 lembaran (lamina dextra dan lamina sinistra) serta membentuk lamina anterior ligamentum coronarii hepatis sinistrum dan dextrum. Pada tepi inferior ligamentum ini terdapat ligamentum teres hepatis dan vena para umbilicalis.

Omentum minus membentang dari curvatura ventriculi minor dan pars superior duodeni menuju ke fossa ductus venosi dan porta hepatis. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenale merupakan bagian dari omentum minus ini. Fiksasi hepar dilakukan oleh vena hepatica, desakan negatif (tarikan) cavum thoracis, desakan positif (dorongan) cavum abdominis, dan oleh ligamenta yang telah disebutkan sebelumnya, diantaranya: 1. Lig.falciforme hepatis 2. Omentum minus 3. Lig.Triangulare hepatis 4. Lig.coronarium hepatis 5. Lig.Teres hepatis 6. Lig.venosum Arantii Vascularisasi hepar oleh: 1. Circulasi portal 2. A. Hepatica communis 3. Vena portae hepatis 4. Vena hepatica Arteri hepatica communis berasal dari a.coeliaca. Arteri ini melewati lig. hepatoduodenale (bersama ductus choledochus, v.portae, pembuluh lymphe dan serabut saraf) dan bercabang menjadi a. hepatica propria dextra dan a.hepatica propria sinistra. Vena portae hepatis dibentuk oleh v. mesenterica superior dan v.lienalis. Vena ini berjalan melewati lig. hepatoduodenale, bercabang menjadi ramus dexter dan ramus sinister.

Innervasi hepar oleh: 1. Nn. Splanchnici (simpatis)

2. N. Vagus dexter et sinister (chorda anterior dan chorda posterior), dan 3. N. Phrenicus dexter (viscero-afferent) Apparatus excretorius hepatis (oleh karena hepar sebenarnya adalah suatu kelenjar raksasa) adalah: 1. Vessica fellea 2. Ductus cysticus 3. Ductus hepaticus, dan 4. Ductus choledochus

Anatomi Apparatus Billiaris

Anatomi

Apparatus

Biliaris

Apparatus billiaris merupakan suatu system yg terdiri atas vesica fellea, ductus hepaticus, ductus cysticus, dan ductus choledocus.

Vesica fellea

Merupakan suatu kantung berbentuk spt pear yg terletak di fossa visceralis di facies visceralis hepatis. Vesica fellea memiliki ukuran panjang sekitar 8cm dan memiliki volum 40-50cm. Vesica fellea terletak di cavum abdomen pada regio hipokondrium/ hipokondriaka dextra. Vesica fellea memiliki syntopi pd impressio biliaris pd facies visceralis lobus hepatis dexter.

Morfologi Vesica Fellea

Vesica

fellea

memiliki

bagian

fundus,

corpus,

dan

collum.

Fundus vesica fellea menonjol di margo inferior hepar. Proyeksi nya terletak pd perpotongan tepi lateral dr m. rectus abdominis (MRA) dan pertengahan dr arcus costa dextra.

Corpus dr vesica fellea bersentuhan dg facies visceralis hepar kearah superoposterior sinistra.

Sedangkan collum dr vesica fellea melanjut sbg ductus cysticus yg berjalan dalam omentum minus dan akan bersatu dg ductus hepaticus communis dan membentuk ductus choledocus/ ductis billiaris.

Vesica fellea berfungsi utk menyimpan cairan billiaris yg diproduksi oleh sel hepatosit, utk kemudian nantinya akan diregulasi ke dalam lumen duodenum utk mengemulsikan lemak.

Vaskularisasi Vesica Fellea

Vesica fellea divaskularisasi oleh a. cystica yg merupakan cabang dr R.dexter a. hepatica propria, yg merupakan cabang dr a. hepatica propria, yg merupakan cabang dr a. hepatica communis, yg merupakan cabang dr truncus coeliacus/ triple hallery yg dicabangkan mll aorta abdominalis setinggi Vertebrae Thoracal XII Vertebrae Lumbal I. Sedangkan utk aliran vena nya, mll v. cystic yg akan bermuara ke v. portae hepatis. Innervasi Vesica Fellea Vesica fellea diinnervasi secara parasimpatis oleh truncus vagalis anterior (cabang dr n. Vagus/ n. X), dan persarafan simpatis nya oleh n. spinalis segmen thoracal VI-X.

Ductus hepaticus Ductus hepaticus dextra et sinistra keluar dr hepar mll porta hepatis, lalu akan bersatu membentuk ductus hepaticus communis. Ductus hepaticus communis berukuran sekitar 4 cm, dan berjalan di tepi bebas omentum minus. Ductus hepaticus communis akan bersatu dg ductus cysticus utk membentuk ductus choledocus(billiaris).

Ductus cysticus Ductus cysticus berukuran sekitar 4cm, berbentuk spt huruf S dan berjalan pd tepi bebas di kanan dr omentum minus. Ductus cysticus ini menghubungkan antara collum vesica fellea dg ductus hepaticus communis utk nantinya bersatu membentuk ductus choledocus (biliaris). Mukosa dr ductus cysticus menonjol berbentuk lipatan spiral yg disebut dg plica spiralis/ valvulla heister/ valvulla spiralis. Fungsi dr valvulla ini yaitu utk memperkuat dinding dr ductus cysticus dan jg utk membantu agar lumen dr ductus cysticus ttp terbuka.

Ductus Choledocus (Billiaris) Ductus choledocus berukuran sekitar 8cm dan merupakan penyatuan dr ductus cysticus dan ductus hepaticus communis.

Ductus choledocus pertama terletak pd tepi bebas kanan dr omentum

minus di depan dr foramen epiploica winslow, di depan tepi kanan dr v. portae hepatis dan di sebelah kanan dr a. hepatica communis. Selanjutnya ductus choledocus terletak di belakang dr duodenum pars superior, di kanan dr a. gastro duodenalis. Lalu melanjut shg terletak pd permukaan posterior dr caput pancreas. Selanjutnya ductus choledocus akan bersatu dg ductus pancreaticus major (ductus wirsungi) dan akan bermuara pd dinding posteromedial dr pertengahan duodenum pars descendens, pd suatu lumen kecil mll papilla duodeni major. Bagian terminal dr ampulla vater dikelilingi oleh serabut sirkular yg dikenal sbg sphincter oddi.

Mekanisme pengaliran cairan empedu Hepatosit -> canaliculi billiaris -> ductus hepaticus dextra et sinistra -> ductus hepaticus communis -> ductus cysticus -> vesica fellea (empedu dipekatkan dan disimpan) -> jika ada makanan (lemak) dlm duodenum -> hormon CCK (CholeCitoKinin) -> kontraksi vesica fellea dan relaksasi sphincter oddi -> ductus cysticus -> ductus choledocus -> ampulla vater -> papilla duodeni major -> duodenum pars descendens

Fungsi Garam Empedu - Mengemulsikan lemak - Membantu absorbs asam lemak, monogliserida dan kolesterol

Histologi Hepar Secara mikroskopik terdiri dari Capsula Glisson dan lobulus hepar. Lobulus hepar dibagi-bagi menjadi:

Lobulus klasik Lobulus portal Asinus hepar

Lobulus-lobulus itu terdiri dari Sel hepatosit dan sinusoid. Sinusoid memiliki sel endotelial yang terdiri dari sel endotelial, sel kupffer, dan sel fat storing. Mari kita bahas satu per satu:

Lobulus hepar: Lobulus klasik:


Berbentuk prisma dengan 6 sudut. Dibentuk oleh sel hepar yang tersusun radier disertai sinusoid. Pusat lobulus ini adalah v.Sentralis Sudut lobulus ini adalah portal area (segitiga kiernann), yang pada segitiga/trigonum kiernan ini ditemukan:
o o o o

Cabang a. hepatica Cabang v. porta Cabang duktus biliaris Kapiler lymphe

Lobulus portal:

Diusulkan oleh Mall cs (lobulus ini disebut juga lobulus Mall cs) Berbentuk segitiga Pusat lobulus ini adalah trigonum Kiernann Sudut lobulus ini adalah v. sentralis

Asinus hepar:

Diusulkan oleh Rappaport cs (lobulus ini disebut juga lobulus rappaport cs)

Berbentuk rhomboid

Terbagi menjadi 3 area Pusat lobulus ini adalah sepanjang portal area Sudut lobulus ini adalah v. sentralis

Sekarang kita bahas tentang sel hepatosit dan sinusoid: Mikroskopi sel hepatosit:

Berbentuk kuboid Tersusun radier Inti sel bulat dan letaknya sentral Sitoplasma:
o o o o

Mengandung eosinofil Mitokondria banyak Retikulum Endoplasma kasar dan banyak Apparatus Golgi bertumpuk-tumpuk

Batas sel hepatosit :


o o o

Berbatasan dengan kanalikuli bilaris Berbatasan dengan ruang sinusoid Berbatasan antara sel hepatosit lainnya

Mikroskopi sinusoid:

Ruangan yang berbentuk irregular Ukurannya lebih besar dari kapiler Mempunyai dinding seluler yaitu kapiler yang diskontinu Dinding sinusoid dibentuk oleh sel hepatosit dan sel endotelial Ruang Disse (perivascular space) merupakan ruangan antara dinding sinusoid dengan sel parenkim hati, yang fungsinya sebagai tempat aliran lymphe

Sekarang kita bahas tentang sel endothelial pada sinusoid:

Sel endothelial:
o o o o

Berbentuk gepeng Paling banyak Sifat fagositosisnya tidak jelas Letaknya tersebar

Sel Kupffer:
o o o o o o

Berbentuk bintang (sel stellata) Inti sel lebih menonjol Terletak pada bagian dalam sinusoid Bersifat makrofag Tergolong pada RES (reticuloendothelial system) Sitoplasma Lisozim banyak dan apparatus golgi berkembang baik

Sel Fat Storing:


o o o o o o

Disebut juga Sel Intertitiel oleh Satsuki Disebut juga Liposit oleh Bronfenmeyer Disebut juga Sel Stelata oleh Wake Terletak perisinusoid Mampu menyimpan lemak Fungsinya tidak diketahui

Sistem duktuli hati (sistem saluran empedu), terdiri dari:

kanalikuli biliaris
o o o o

cabang terkecil sistem duktus intrahepatik letak intralobuler diantara sel hepatosit dibentuk oleh sel hepatosit pada permukaan sel terdapat mikrovili pendek

kanal hering

Termasuk apparatus excretorius hepatis: Vesica fellea:

Gambaran mikroskopisnya:

Tunica mucosa-nya terdiri dari epitel selapis kolumnair tinggi


o

Lamina propria-nya memiliki banyak pembuluh darah, kelenjar mukosanya tersebar, dan jaringan ikat jarang

Tidak ada muscularis mucosa

Tunica muscularis terdiri dari lapisan otot polos tipis Tunica serosa:
o

merupakan jaringan ikat berisi pembuluh darah dan lymphe

permukaan luar dilapisi peritoneum

sinus rockitansky aschoff Merupakan sinus yang terbentuk karena invaginasi epitel permukaan yang menembus ke lapisan otot dan sampai ke lapisan jaringan ikat perimuskuler

FISIOLOGI HEPAR DAN VESICA FELEA Fungsi hati: 1. Sekresi garam empedu. 2. Memproses secara metabolis ketiga kategori utama nutrient (karbohidarta protein, dan lemak) setelah zat-zat ini diserap dari saluran cerna. 3. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya. 4. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk pembekuan darah dan yang untuk mengangkut hormone steroid dan tiroid serta kolesterol dalam darah. 5. Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin. 6. Mengaktifkan vitamin D, yang dilakukan hati bersama dengan ginjal. 7. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua, berkat adanya makrofag residennya. 8. Mengekskresikan kolesterol dan bilirubin

Enzim dari hepar yaitu: 1. a. Golongan Fosfatase Fosfatase alkali Kadarnya dapat meningkat sampai 4-5 kali normal pada ikterus kolestatik, sedangkan pada ikterus hepatoseluler peninggiannya lebih kecil. Peninggian ini berasal dari fosfatase alkali di dalam hati. Produksi enzim ini dapat dicegah apabila sintesis protein dalam hati dihambat. Enzim ini terikat erat pada membran lipid terutama di daerah kanalikulus. Asam empedu dianggap merupakan stimulus peninggiannya. Pada kolestasis yang tidak lengkap, peninggian fosfatase melebihi bilirubin. Peninggian juga dijumpai pada penyakit tulang, penyakit Hodgkin, dll. b. 5-Nukleotidase

Enzim ini menghidrolisis nukleotida pada posisi C-5 dari pentosa. Pada penyakit hepatobilier terutama pada ikterus kolestatik terjadi peninggian, sedangkan pada penyakit tulang nilainya tetap. Jadi pemeriksaan enzim ini bermanfaat untuk memastikan sebab peninggian fosfatase alkali. c. Gama-glutamil transpeptidase (gama-GT) Enzim ini ditemukan pada berbagai jaringan tubuh. Pada kolestasis dan penyakit hepatoselular terjadi peninggian. Pada kolestasis peninggiannya terjadi bersama fosfatase alkali. Pada hepatitis, peninggian masih tetap berlangsung selama beberapa bulan setelah hepatitis sembuh. 2. Golongan Transaminase SGOT adalah enzim mitokondria yang banyak ditemukan dalam jantung, hati, otot tubuh dan ginjal. Nilainya meninggi bila terjadi kerusakan sel yang akut. SGPT adalah enzim sitosol, jumlah absolutnya kurang dari SGOT, tetapi jumlahnya lebih banyak di dalam hati dibandingkan dalam jantung dan otot tubuh. Peninggiannya lebih khas untuk kerusakan hati. SGPT kurang stabil dalam serum yang disimpan. Kedua enzim ini berguna untuk diagnosis dini hepatitis virus, terutama pada keadaan epidemi dan anikterik. Pemeriksaan harus segera dilakukan karena nilainya cepat menurun, misal terlihat pada hepatitis yang fatal. 3. a. Enzim-enzim Lain Laktat dehidrogenase Pemeriksaan ini tidak begitu sensitif untuk mendiagnosis kelainan hepatoselular, peninggian dapat terjadi pada penderita neoplasma, terutama yang mengenai hati. b. Isositrat dehidrogenase Pemeriksaan enzim ini lebih spesifik dibandingkan SGOT untuk memeriksa penyakit hati. Meninggi pada kelainan hepatoselular, normal pada infark miokard. c. Kolinesterase Enzim ini merupakan suatu esterase non spesifik, disintesis oleh hati. Pada sirosis kadarnya menurun karena sintesis berkurang disertai gizi yang jelek.

Meskipun memiliki beragam fungsi kompleks, namun tidak banyak spesialisas ditemukan di antara sel-sel hati. Setiap sel hati (hepatosit) melakukan tugas metabolik dan sekretorik yang sama. Spesialisasi ditimbulkan oleh organelorganel yang berkembang maju di dalam setiap hepatosit. Satu-satunya fungsi hati yang tidak dilakukan oleh hepatosit adalah aktivitas fagosit yang dilaksanakan oleh makrofag residen yang dikenal sebagai sel Kupffer.

Lubang duktus biliaris ke dalam duodenum dijaga oleh sfingter Oddi, yang mencegah empedu masuk ke duodenum kecuali sewaktu pnecernaan makanan. Ketika sfingter ini tertutup, sebagian besar empedu yang disekresikan hati dialihkan balik ke dalam kandung empedu, suatu struktur kecil berbentuk kantung yang terselip di bawah tetapi tidak langsung berhubungan dengan hati. Karena itu, empedu tidak langsung dari hati ke kantung empedu. Empedu kemudian disimpan dan dipekatkan di kantung empedu di antara waktu makan. Setelah makan, empedu masuk ke duodenum akibat efek kombinasi pengosongan kandung empedu dan peningkatan sekresi empedu oleh hati. Jumlah empedu yang disekresikan per hari berkisar dari 250 ml sampai 1 liter, bergantung pada derajat perangsangan.

Empedu mengandung beberapa konstituen organic, yaitu garam empedu, kolesterol, lesitin, dan bilirubin (semua berasal dari aktivitas hepatosit) dalam suatu cairan encer alkalis (ditambahkan oleh sel duktus) serupa dengan sekresi NaHCO3 pankreas. Meskipun empedu tidak mengandung enzim pencernaan apapun, namun bahan ini penting dalam pencernaan dan penyerapan lemak, terutama melalui aktivitas garam empedu. Garam empedu adaah turunan kolesterol. Garam-garam ini secara aktif disekresikan ke dalam empedu dan akhirnya masuk ke duodenum bersama dengan konstituen empedu lainnya. Setelah ikut serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak, sebagian besar garam empedu diserap kembali ke dalam darah oleh mekanisme tranpor aktif khusus yang terletak di ileum terminal. Dari sini garam empedu dikembalikan ke sistem porta hati, yang mensekresikannya ke dalam

empedu. Daur ulang garam empedu ini antara usus halus dan hati disebut sirkulasi enterohepatik. Jumlah total garam empedu di tubuh sekitar 3 sampai 4 g, namun dalam satu kali makan mungkin dikeluarkan 3 sampai 15 g garam empedu ke duodenum. Biasanya hanya sekitar 5% dari empedu yang disekresikan keluar dari tubuh melalui tinja setiap hari. Kehilangan garam empdeu ini diganti oleh pembentukan empedu baru dari hati, agar nilai tetap konstan.

Bilirubin dan asam empedu Bilirubin merupakan produk akhir penguraian hem. Sebagian besar produk harian berasal dari pemecahan eritrosit tua, dan sisanya terutama berasal dari perputaran hemoprotein dan dari destruksi prematur eritrosit yang baru terbentuk dalam sumsum tulang. Jalur yang terakhir penting dalam penyakit hematologic yang berkaitan dengan hemolisis ekstensif eritrosit yang cacat di dalam sumsum tulang. Apapun sumbernya, hem oksigenase mengoksidasi hem menjadi biliverdin, yang kemudian direduksi menjadi bilirubin oleh biliverdin reduktase. Bilirubin yang terbentuk di luar hati di sel sistem fagosit mononukleus (termasuk limpa) dibebaskan dan terikat ke albumin serum. Pemrosesan bilirubin oleh sel hati meliputi: - penyerapan (yang diperantai oleh pembawa) di membran sinusoid; - pengikatan ke protein di sitosol serta penyaluran ke retikulum endoplasma; - konjugasi dengan satu atau dua molekul asam glukuronat oleh bilirubin uridin difosfat-glukuronosiltransferase (UGT1A1); - ekskresi bilirubin glukuronida larut air nontoksis ke dalam empedu. Sebagian besar bilirubin glukuronida mengalami dekonjugasi oleh betaglukuronidase bakteri usus dan diuraikan menjadi urobilinogen yang tidak berwarna. Urobilinogen, dan residu pigmen intak, umumnya dikeluarkan di feses. Sekitar 20% urobilinogen direabsopsi di ileum dan kolon, dikembalikan ke hati,

dan segera dieksresikan kembali dalam empedu. Sejumlah kecil yang lolos dari sirkulasi enterohepatik ini diekskresikan melalui urine. Siklus enterohepatik asam empedu merupakan mekanisme yang efisien untuk mempertahankan keberadaan cadangan asam empedu dalam jumlah besar untuk tujuan sekresi dan pencernaan.

Sekresi empedu dapat ditingkatkan oleh: 1. Mekanisme kimiawi (garam empedu) Setiap bahan yang meningkatkan sekresu empedu oleh hati disebut koleretik. Koleretik paling kuat adalah asam empedu itu sendiri. Di antara waktu makan, empedu disimpan di kandung empedu, tetapi sewaktu makan, empedu disalurkan ke dalam duodenum oleh kontraksi kandung empedu. Setelah ikut serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak, garam empedu direabsorpsi dan dikembalikan oleh sirkulasi enterohepatik ke hati, tempat zat-zat ini bekerja sebagai koleterik poten untuk merangsang sekresi empedu lebih lanjut. Karena itu, sewaktu makan, ketika garam empedu dibutuhkan dan sedang digunakan, sekresi oleh hati meningkat. 2. Mekanisme hormone (sekretin) Selain meningkatkan sekresi NaHCO3 cair oleh pankreas, sekretin juga merangsang peningkatan sekresi empedu alkalis cair oleh diktus biliaris tanpa disertai oleh peningkatan setara garam-garam empedu. 3. Mekanisme saraf (saraf vagus) Stimulasi vagus pada hati berperan kecil dalam sekresi empedu selama fase sefalik pencernaan, yang mendorong peningkatan aliran empedu hati bahkan sebelum makanan mencapai lambung atau usus. Ikterus Definisi

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan. Atau bisa juga Ikterus adalah akumulasi abnormal pigmen bilirubin dalarn darah yang menyebabkan air seni berwarna gelap, warna tinja menjadi pucat dan perubahan warna kulit menjadi kekuningan. Icterus merupakan kondisi berubahnya jaringan menjadi berwarna kuning akibat deposisi bilirubin. Ikterus paling mudah dilihat pada, sklera mata karena elastin pada sklera mengikat bilirubin. Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang disebabkan asupan berlebihan buah-buahan berwarna kuning yang mengandung pigmen lipokrom, misalnya wortel, pepaya dan jeruk. Pada karotemia warna kuning terutama tampak pada telapak tangan dan kaki disamping kulit lainnya. Sklere pada karotemia tidak kuning. Istilah ikterus dapat dikacaukan dengan kolestasis yang umumnya disertai ikterus. Definisi kolestasis adalah hambatan aliran empedu normal normal untuk mencapai duodenum. Kolestatasis ini dulu sering dinamakan jaundice obstruktif. Normalnya, bilirubin total <1> Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan kalau ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 uniol/L).

Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenamya sudah mencapai angka 7 mg%. Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai 35-40 mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik. (3) Jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.

Etiologi ikterus Ikterus merupakan suatu keadaan dimana terjadi penimbunan pigmen empedu pada tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning, terutama pada jaringan tubuh yang banyak mengandung serabut elastin sperti aorta dan sklera (Maclachlan dan Cullen di dalam Carlton dan McGavin 1995). Warna kuning ini disebabkan adanya akumulasi bilirubin pada proses

(hiperbilirubinemia). Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh menunjukkan terjadinya gangguan sekresi bilirubin. Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Ikterus pre-hepatik Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia sp., dan Anaplasma sp. Menurut Price dan Wilson (2002), bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat. Contoh kasus pada anjing adalah kejadian Leptospirosis oleh infeksi Leptospira grippotyphosa. 2. Ikterus hepatik

Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002). Ikterus 3. Ikterus Post-Hepatik Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi yang

mengakibatkan fibrosis. Migrasi larva cacing melewati hati umum terjadi pada hewan domestik. Larva nematoda yang melewati hati dapat menyebabkan inflamasi dan hepatocellular necrosis (nekrosa sel hati). Bekas infeksi ini kemudian diganti dengan jaringan ikat fibrosa (jaringan parut) yang sering terjadi pada kapsula hati. Cacing yang telah dewasa berpindah pada duktus empedu dan menyebabkan cholangitis atau cholangiohepatitis yang akan berdampak pada penyumbatan/obstruksi duktus empedu. Contoh nematoda yang menyerang hati anjing adalah Capillaria hepatica. Cacing cestoda yang berhabitat pada sistem hepatobiliary anjing antara lain Taenia hydatigena dan Echinococcus granulosus. Cacing trematoda yang berhabitat di duktus empedu anjing meliputi Dicrocoelium dendriticum, Ophisthorcis tenuicollis, Pseudamphistomum truncatum, Methorcis conjunctus, M. albidus, Parametorchis complexus, dan lain-lain (Maclachlan dan Cullen di dalam Carlton dan McGavin 1995).

Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:

1. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan 2. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam 3. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis) 4. Ikterus yang disertai oleh:
o o o o o o o

Berat lahir <2000 gram Masa gestasi 36 minggu Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN) Infeksi Trauma lahir pada kepala Hipoglikemia, hiperkarbia Hiperosmolaritas darah

5. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB) A.Macam Macam Ikterus 1. Ikterus Fisiologis a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga. b Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan. c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari. d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama. e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik. 2. Ikterus Patologik a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama. b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan. c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari. d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas : 1. Ikterus pra hepatic : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah. 2. Ikterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis) yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi : a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus. b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus. 3. Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu. 4. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab : Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri) Kadang oleh defisiensi G-6-PO 5. Ikterus yang timbul 24 72 jam setelah lahir dengan penyebab: Biasanya ikteruk fisiologis Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam Polisitemia Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar sub kapsuler dan lain-lain) Dehidrasis asidosis Defisiensi enzim eritrosis lainnya 6. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebab Biasanya karena infeksi (sepsis) Dehidrasi asidosis Defisiensi enzim G-6-PD Pengaruh obat

Sindrom gilber 7. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab : biasanya karena obstruksi hipotiroidime hipo breast milk jaundice infeksi neonatal hepatitis galaktosemia 1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV. 2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking. (Ngastiyah, 1997)(Suriadi,2001)

Jenis-jenis Ikterus Menurut Waktu Terjadinya 1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh : Inkompatibilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain Infeksiintra uterine Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD 2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir Biasanya ikterus fisiologis Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin. Policitemia Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan subaponerosis,perdarahan hepar, sub capsula dll)

3. Iktersua yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama Sepsis Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD Pegaruh obat-obatan Sindroma Criggler-Najjar , sindroma Gilbert 4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya Ikterus obtruktive Hipotiroidisme Breast milk jaundice Infeksi Hepatitis neonatal Galaktosemia B. PATOFISIOLOGI Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu. 1. Ikterus fisiologis Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.1

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada

munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Penelitian

di

RSCM

Jakarta

menunjukkan

bahwa

dianggap

hiperbilirubinemia bila: 1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama 2. Peningkatan konsentrasi bilirubin darah lebih dari 5 mg% atau lebih setiap 24 jam 3. Konsentrasi bilirubin darah 10 mg% pada neonatus (bayi baru lahir) kurang bulan, dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan 4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (pemecahan darah yang berlebihan) pada inkompatibilitas darah (darah ibu berlawanan rhesus dengan bayinya), kekurangan enzim G-6-PD, dan sepsis) 5. Ikterus yang disertai dengan keadaan-keadaan sebagai berikut: Berat lahir kurang dari 2 kg Masa kehamilan kurang dari 36 minggu Asfiksia, hipoksia (kekurangan oksigen), sindrom gangguan pernafasan Infeksi Trauma lahir pada kepala Hipoglikemi (kadar gula terlalu rendah), hipercarbia (kelebihan carbondioksida) Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut Kernikterus. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Gejalanyaantara lain: mata yang berputar, kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap, ketegangan otot, leher kaku, dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih lanjut, bila bayi ini bertahan hidup dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan keterbelakangan mental.

Gejala dan tanda klinis

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

1. Dehidrasi * Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah) 2. Pucat * Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular. 3. Trauma lahir * Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.

4. Pletorik (penumpukan darah) * Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK 5. Letargik dan gejala sepsis lainnya 6. Petekiae (bintik merah di kulit) * Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis

7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) * Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati 8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) 9. Omfalitis (peradangan umbilikus) 10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) 11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) 12. Feses dempul disertai urin warna coklat * Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi. Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

1. Dehidrasi
o

Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntahmuntah)

2. Pucat
o

Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.

3. Trauma lahir
o

Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.

4. Pletorik (penumpukan darah)


o

Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK

5. Letargik dan gejala sepsis lainnya 6. Petekiae (bintik merah di kulit)


o

Sering

dikaitkan

dengan

infeksi

congenital,

sepsis

atau

eritroblastosis 7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)


o

Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati

8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) 9. Omfalitis (peradangan umbilikus) 10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) 11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) 12. Feses dempul disertai urin warna coklat
o

Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.

Manifestasi ikterus Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering

dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien. (2) Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphateglucuronyl transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin.

KOLEDOKOLITIASIS Patogenesis Batu empedu cukup umum di negara-negara Barat. Di Amerika Serikat, beberapa telah menunjukkan Penyakit batu empedu setidaknya 20% dari perempuan dan 8% dari laki-laki berusia 40 dan sampai dengan 40% wanita berusia di atas 65 tahun. Diperkirakan bahwa setidaknya 25 juta orang di Amerika Serikat memiliki batu empedu dan bahwa ~ 1 juta kasus baru cholelithiasis berkembang setiap tahun. Batu empedu terbentuk karena dari unsur empedu yg abnormal. Mereka terbagi menjadi dua jenis utama: Batu Kolesterol untuk 80% dari total, dengan Batu pigmen terdiri dari sisa 20%. Batu empedu Kolesterol biasanya berisi >50% kolesterol monohydrate ditambah campuran garam kalsium, pigmen empedu, protein dan asam lemak, yang terakhir di 'coklat' Batu pigmen. Batu Pigmen

terdiri dari kalsium bilirubinate, berisi > 20% kolesterol dan diklasifikasikan ke dalam Tipe 'hitam' dan 'coklat'. Kolesterol Stones dan Sludge bilier Kolesterol pada dasarnya adalah tidak larut dalam air dan membutuhkan dispersi berair menjadi baik misel atau vesikel, yang keduanya membutuhkan adanya lipid kedua untuk melarutkan kolesterol. Kolesterol dan fosfolipid disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel bilayered unilamellar, yang diubah menjadi misel campuran yang terdiri dari asam empedu, fosfolipid, dan kolesterol oleh aksi asam empedu. Jika ada kelebihan kolesterol dalam hubungannya dengan fosfolipid dan asam empedu, kolesterol tidak stabil, yang agregat menjadi vesikula multilamellar besar dari kristal kolesterol yang mengendap.

Skema menunjukkan pathogenesis terbentuknya batu kolesterol. Kondisi dan factor yang meningkatkan rasio kolesterol, asam empedu dan phospolipid

(lecithin)

mencetuskan

pembentukan

batu

empedu.

HMG-CoAR,

hydroxymethylglutarylcoenzyme A reductase; 7--OHase, cholesterol, 7hydroxylase; MDR3, multidrug resistanceassociated protein 3, yang biasa di sebut Phospolipid export pump.

Ada mekanisme penting dalam pembentukan lithogenic (batu pembentuk) empedu. Yang paling penting adalah peningkatan sekresi empedu dari kolesterol. Ini dapat terjadi dan berhubungan dengan obesitas, diet tinggi kalori dan kaya akan kolesterol, atau obat-obatan (misalnya, clofibrate) dan mungkin akibat dari meningkatnya aktivitas HMG-CoA reduktase, Rasio pembatasan enzim yang mensintesis kolesterol hati, dan peningkatan penyerapan kolesterol dari darah. Pada pasien dengan batu empedu, kolesterol didalam makanan meningkatkan sekresi kolesterol empedu. Selain faktor lingkungan seperti diet tinggi kalori dan kaya akan kolesterol, faktor genetik memainkan peran penting dalam penyakit batu empedu. Sebuah penelitian besar terhadap batu empedu simtomatik pada anak kembar Swedia memberikan bukti kuat untuk peran faktor genetik pada patogenesis batu empedu. Faktor genetik menyumbang 25%, faktor lingkungan 13%. Sifat genetik umum telah diidentifikasi untuk beberapa populasi dengan analisis DNA mitokondria. Pada beberapa pasien, Gangguan konversi kolesterol di hati menjadi asam empedu juga dapat terjadi, mengakibatkan peningkatan rasio kolesterol / asam empedu lithogenic. Meskipun batu kolesterol yang paling memiliki dasar poligenik, mutasi pada gen CYP7A1 telah digambarkan mengakibatkan kekurangan kolesterol enzim 7-hidroksilase, yang mengkatalisis langkah awal dalam katabolisme kolesterol dan sintesis asam empedu.

Dengan demikian kelebihan kolesterol empedu dalam kaitannya dengan asam empedu dan fosfolipid ini terutama disebabkan hipersekresi kolesterol, tetapi hyposecretion asam empedu atau fosfolipid bisa ikut berkontribusi. Gangguan metabolisme asam empedu yang ikut berperan penting dalm supersaturasi dari kolesterol empedu yang dikonversikan dari cholic acid menjadi deoxycholic acid, Peranan deoxycholic acid ini yang menyebabkan Hyper sekresi kolesterol ke

dalam empedu. Supersaturasi empedu dengan kolesterol merupakan prasyarat penting untuk pembentukan batu empedu, umumnya tidak cukup dengan sendirinya untuk menghasilkan pengendapan kolesterol. Kebanyakan individu dengan empedu jenuh tidak mengembangkan batu karena waktu yang dibutuhkan untuk kristal kolesterol untuk nukleasi dan tumbuh lebih lama dari waktu Pengeluaran/ekskresi empedu dari kandung empedu.

Mekanisme penting adalah nukleasi kristal monohidrat kolesterol, yang dipercepat di dalam empedu lithogenic manusia. Percepatan Nukleasi monohidrat kolesterol dalam empedu mungkin karena baik kelebihan sebuah faktor pronucleating atau kekurangan antinucleating faktor. Mucin dan beberapa non-mucin glikoprotein, terutama immunoglobulin, tampaknya Beperan dalam pronucleating faktor, sementara apolipoproteins AI dan AII dan glikoprotein lainnya beperan sebagai antinucleating faktor. Monohidrat nukleasi kristal kolesterol dan pertumbuhan kristal mungkin terjadi dalam lapisan gel musin. Fusi vesikel menyebabkan kristal yang cair pada gilirannya, menjadi nukleasi kristal kolesterol monohidrat padat. Pertumbuhan lanjutan dari kristal terjadi dengan nukleasi langsung molekul kolesterol dari supersaturasi vesikel empedu unilamellar atau multilamellar.

Mekanisme penting ketiga dalam pembentukan batu empedu kolesterol adalah hypomotility kandung empedu. Jika kantong empedu mengosongkan semua empedu Supersaturasi yang mengandung Batu atau kristal, batu tidak akan mampu untuk tumbuh. Persentase yang tinggi dari pasien dengan batu empedu menunjukkan kelainan pengosongan kandung empedu. Studi ultrasonografi menunjukkan bahwa pasien batu empedu menampilkan volume kandung empedu meningkat selama puasa dan juga setelah uji makan (volume residu).

Sekitar 10-20% orang dengan Penurunan berat badan yang cepat dicapai melalui diet kalori yang sangat rendah dapat mengembangkan terjadinya pembentukan batu empedu.

Kesimpulan, penyakit batu empedu kolesterol terjadi karena beberapa kerusakan, yang meliputi (1) supersaturasi empedu dengan kolesterol , (2) nukleasi monohidrat kolesterol dilanjutkan dengan retensi kristal dan pertumbuhan batu, dan (3) fungsi motorik abnormal pada kandung empedu dengan pengosongan yang tertunda dan stasis.

Batu Pigmen Batu pigmen hitam terdiri dari bilirubinate kalsium murni atau Polimer like complexes dengan kalsium dan glikoprotein musin. Mereka lebih sering terjadi pada pasien dengan hemolitik kronis (bilirubin terkonjugasi meningkat dalam empedu), sirosis hati, sindrom Gilbert, atau cystic fibrosis. Batu kandung empedu pada pasien dengan penyakit ileum, reseksi ileum, atau bypass ileum umumnya juga batu pigmen hitam. Batu pigmen coklat terdiri dari garam kalsium bilirubin tak terkonjugasi dengan berbagai jumlah kolesterol dan protein. Disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah Bilirubin tak terkonjugasi, bilirubin yang tidak larut dalam empedu yang menyebabkan terjadi endapan dan membentuk batu.

KOLESISTITIS Definisi. Kolestitis merupakan radang kandung empedu disebabkan oleh statis dinding empedu, ischemia dinding empedu, dan bakteri. Patogenesis. Akibat kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi mengakibatkan stasis di duktus sistikus (batu kandung empedu yang terletak di duktus sistikus) mengakibatkan kolesistitis. Bakteri patogen yang dilaporkan dapat menimbulkan infeksi adalah

Streptococcus (grup A dan B), organisme gram negatif (terutama Salmonella), dan Leptospira interrogans. Infeksi parasit dengan askaris atau Giardia

lamblia mungkin ditemukan. Penegakan Diagnosis. Anamnesis: kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh, Nausea dan muntah sering terjadi. Pemeriksaan fisik, teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda2

peritonitis lokal (Murphys sign). Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan mungkin peningkatan serum transaminase dan fosfatase alkali (enzim2 hati), Pemeriksaan USG (nilai kepekaan dan ketepatan mencapai 90-95%) sebaiknya dilakukan secara rutin untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu, dan saluran empedu ekstrahepatik. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau skintigrafi (menggunakan agen radioaktif IV) sangat mendukung diagnosis kolesistitis akut. Pemeriksaan CT scan abdomen mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang kecil yang mungkin tidak terlihat pada USG. Penatalaksanaan. Pengobatan paliatif untuk pasien adalah dengan menghindari makanan dengan kandungan lemak tinggi. Pengobatan umum mencakup istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting utk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia. Gol ampisilin, sefalosporin, dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman2 yang umum pada kolesistitis. Kolesistektomi (pengangkatan kandung empedu) dilakukan pada kolesistitik akut yang disertai gejala2 berat dan diduga terdapat pembentukan nanah atau bila tidak terjadi perbaikan dalam beberapa hari. Kolesistektomi juga dianjurkan bagi sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu empedu yang simtomatik.

V. Kerangka Konsep
Ny. A 42 tahun (faktor resiko female forty)

kolelitiasis Nyeri dan nyeri alih bahu sejak sebulan lalu

Pergerakan batu keluar menuju duktus koledokus

Koledokolitiasis Obstruksi (kemungkinan total) Kolestasis Infeksi Tidak ada sekresi empedu di duodenum Aliran balik empedu

Mual

Kolesistitis

Kolangitis

Warna feses putih abu-abu (dempul) Garam empedu

Mengikuti aliran darah sistemik

Demam tinggi dan menggigil Mengendap di perifer Mata

Pigmen empedu (bil. Direct) Kulit Filtrasi Ginjal

Gatal -gatal

Sklera ikterik

Badan Kuning

Warna urin air teh

BAB III PENUTUP

v. KESIMPULAN
Ny. M, 48 tahun, dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang hebat yang disertai demam dan menggigil menderita ikterus obstruktif et causa choledocholithiasis + cholangitis + cholecystitis

DAFTAR PUSTAKA

1.

Debas, T. Haile, Gastrointestinal Surgery, Pathophysiology and Management, p : 208-203

2.

Sabiston C, Davidm Textbook of Surgery, WB. Sauders company, 1968, p : 1154 1161

3.

Cameron L, John, Terapi bedah Mutakhir, Edisi 4, Binarupa Aksaram Jakarta, 1997, hal : 476-479

4.

Shojamanes, Homayoun, Mo, Cholangitis, in : http:/www.emidicine.com7 2006, p : 1-10

5.

Luhulima, JW, dr, Prof, Abdomen, Anatomi II, Bagian Antomi FKUH, Makassar, 2001. hal : 28-29

6.

Piutz R, Pabst R, Atlas Anatomi Manusia, Edisi 20, EGC, Jakarta, 1997, hal : 144-145

7. 8.

De Jong, Wim, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997 hal : 776-778. Kaminstein, David, MD, Cholangitis, in : http://www.healthatoz.com 2006, p : 1-8

9.

Josh, J. Adams, Cholangitus, in http://www.emidiche.com 2006, p : 1-11

10. Northon A, Jeffery, Balinger, Randal R, Chang EA, et al, Surgery Basic Science and Clinical Evidence, Part I, New York, Sprinset Comp, 2000, p : 568-574 11. Patel A, Lambiase L, Decarli. A, Fazel; A Pancreas, in : http://www.geogle.com, 2005. p : 1 5 12. Burkitt G, Quick C, Gatt D. Management of gallstone disease in essensial surgery, second edition, New York ; Churchill Livingstone, 1996, P : 215-220 13. Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, dkk. Cholangitis in Schwartz Principles of Surgery, Eight edition, New York ; McGraw-Hill, 2000, p : 1203-1213

You might also like