You are on page 1of 36

VIRUS RNA : 1.

HEPATITIS B Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis B" (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus[1] yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati atau kanker hati.[2] Mula-mula dikenal sebagai "serum hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan Afrika.[3] Hepatitis B telah menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia.[4] Penyebab Hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat, dan paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zatzat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, bisa juga menyebabkan Hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan suatu racun yang beredar di dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika banyak sekali zat kimia beracun yang masuk ke dalam tubuh, hati bisa saja rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.[5]

Diagnosis Dibandingkan virus HIV, virus Hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas (infectious), dan sepuluh kali lebih banyak (sering) menularkan. Kebanyakan gejala Hepatitis B tidak nyata.[6] Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan Hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN). Diagnosis infeksi Hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi Hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA (4,5). Pemeriksaan virologi, dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus. Pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktivitas kroinflamasi. Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang menunjukkan proses nekroinflamasi yang lebih berat dibandingkan pada ALT yang normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi yang kurang baik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif. Sedangkan tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan menentukan manajemen anti viral. [7]

Pada umumnya, gejala penyakit Hepatitis B ringan. Gejala tersebut dapat berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti bagian putih pada mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni berwarna seperti teh.[7] Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus Hepatitis B pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas) maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronis.[7] Penularan Hepatitis B merupakan bentuk Hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis lainnya.[2] Penderita Hepatitis B bisa terjadi pada setiap orang dari semua golongan umur.[8] Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan virus Hepatitis B ini menular. [9]

Secara vertikal, cara penularan vertikal terjadi dari Ibu yang mengidap virus Hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan. Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama serta hubungan seksual dengan penderita.

Sebagai antisipasi, biasanya terhadap darah-darah yang diterima dari pendonor akan di tes terlebih dulu apakah darah yang diterima reaktif terhadap Hepatitis, Sipilis dan HIV. Sesungguhnya, tidak semua yang positif Hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan darah, dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena dan sekarang sudah kebal, atau bahkan virusnya sudah tidak ada. Bagi pasangan yang hendak menikah, tidak ada salahnya untuk memeriksakan pasangannya untuk menenularan penyakit ini. Perawatan Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulanbulan dengan diet dan istirahat yang baik.[2] Hepatitis B akut umumnya sembuh, hanya 10% menjadi Hepatitis B kronik (menahun) dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.[8] Saat ini ada beberapa perawatan yang dapat dilakukan untuk Hepatitis B kronis yang dapat meningkatkan kesempatan bagi seorang penderita penyakit ini. Perawatannya tersedia dalam bentuk antiviral seperti lamivudine dan adefovir dan modulator sistem kebal seperti Interferon Alfa ( Uniferon).[10]

Selain itu, ada juga pengobatan tradisional yang dapat dilakukan. Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan Hepatitis diantaranya mempunyai efek sebagai hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang dapat merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan produksi empedu oleh hati. Beberapa jenis tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan Hepatitis, antara lain yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), kunyit (Curcuma longa), sambiloto (Andrographis paniculata), meniran (Phyllanthus urinaria), daun serut/mirten, jamur kayu/lingzhi (Ganoderma lucidum), akar alang-alang (Imperata cyllindrica), rumput mutiara (Hedyotis corymbosa), pegagan (Centella asiatica), buah kacapiring (Gardenia augusta), buah mengkudu (Morinda citrifolia), jombang (Taraxacum officinale).[2] 2. Polyomavirus JC polyomavirus, Virus JC Virus JC (John Cunningham virus, JCV) adalah jenis polyomavirus manusia (sebelumnya dikenal sebagai papovavirus) dan secara genetik mirip dengan virus BK dan SV40. Ia ditemukan pada tahun 1971 dan dinamai setelah dua inisial dari pasien dengan progresif multifocal leukoencephalopathy (PML). Virus ini menyebabkan PML dan penyakit lainnya hanya dalam kasus-kasus Immunodeficiency seperti AIDS atau selama perawatan dengan obat-obatan untuk menimbulkan keadaan immunosuppression (misalnya pasien transplantasi organ). Epidemiologi Virus ini sangat umum dalam masyarakat dan menjangkiti 70-90 persen dari manusia; kebanyakan orang yang terjangkit JCV adalah anak-anak atau remaja. Hal ini ditemukan dalam konsentrasi tinggi di daerah perkotaan yang kotor di seluruh dunia, beberapa peneliti terkemuka mencurigai kejangkitan dari air sebagai rute khas infeksi. Variasi-variasi genetik minor ditemukan secara konsisten dalam wilayah geografis yang berbeda sehingga, analisis sampel genetik virus JC sangat berguna dalam catatan sejarah migrasi manusia. Infeksi dan pathogenesis Tempat mula-mula yang terinfeksi biasanya amandel atau mungkin pada sistem gastrointestinal (pencernaan). Virus kemudian tetap laten dalam sistem gastrointestinaldan juga dapat menulari sel-sel epitel dalam ginjal, di sini ia terus melakukan penggandaan diri, dan sebagian partikel virus luruh di dalam air seni. JCV dapat menyeberangi penghalang antara darah-otak dan menuju ke dalam sistem saraf pusat dan menimbulkan infeksi pada oligodendrocytes dan astrocytes. Immunodeficiency atau immunosuppression memungkinkan JCV untuk menjadi aktif kembali. Di otak, virus ini akan menyebabkan PML fatal melalui penghancuran oligodendrocytes. Beberapa studi sejak tahun 2000 telah menyatakan bahwa virus ini juga dihubungkan dengan kanker colorectal, tapi temuan ini masih kontroversial. Interaksi Obat Peringatan kemasan obat Peringatan pada kemasan obat rituximab (Rituxan, co-BioOncology

dipasarkan oleh Genentech dan Biogen Idec) yang mencakup infeksi virus JC berupa PML dan namun kematian akibat obat ini telah dilaporkan. Peringatan kemasan obat natalizumab (Tysabri, dipasarkan oleh Elan dan dikembangkan oleh Biogen Idec) yang mencakup infeksi virus JC berupa PML percobaan diterapkan pada tiga pasien dalam suatu percobaan klinis. Peringatan kemasan obat telah ditambahkan Feb 19, 2009 untuk obat efalizumab (Raptiva, dipasarkan di Amerika Serikat oleh Genentech, dan dipasarkan di Eropa oleh Swiss drugmaker Merck Serono) yang mencakup infeksi virus JC berupa PML, percobaan diterapkan pada tiga pasien dalam suatu percobaan klinis. Obat ini dijual di pasar AS untuk pasien PML pada 10 April 2009. 3.Adenovirus Bagi mengelakkan gen dimasukkan ke tempat yang tidak sesuai, sesetengah penyelidik gen menggunakan jenis virus yang lain seperti adenovirus yang biasanya menyebabkan selesema. Adenovirus mengangkut gen yang sihat ke dalam nukleus sel (gen adenovirus yang menyebabkan penyakit dikeluarkan dahulu), tetapi adenovirus lazimnya tidak mengintegrasikan gen yang sihat dengan DNA sel. Gen tersebut hanya kekal di DNA sel selama beberapa hari atau minggu sahaja. Adenovirus juga boleh mempengaruhi lebih banyak sel berbanding dengan retrovirus, termasuklah sel yang membahagi dengan lebih lambat seperti sel peparu. Namun, kecenderungan adenovirus diserang oleh sistem imun pesakit adalah lebih tinggi, dan jumlah virus (banyak) yang diperlukan untuk rawatan selalu merangsang respons yang inflamatori. Walaupun demikian, adenovirus digunakan untuk merawat kanser pada hati dan ovari. Gambar rajah di bawah menunjukkan adenovirus.

Adenovirus 4.Roseola Tinjauan Roseola adalah penyakit yang disebabkan oleh virus jinak yg menjangkiti bayi dan anak2 kecil. Roseola ini menyebabkan suhu badan yg meningkat selama beberapa hari, yang kemudian akan timbul bintik2 merah di tubuh.Dua tipe virus herpes menyebabkan roseola yang biasanya menyerang anak-anak yg berumur antara 6 bulan hingga 3 tahun, walaupun terkadang menyerang dewasa juga. Hal ini sangatlah wajar, dan pada kenyataannya sebagian besar anakanak pasti pernah terinfeksi virus ini pada saat mereka memasuki usia sekolah.Ada sebagian anak yg mengalami roseola ringan (tanpa adanya gejala penyakit), sementara sebagian lainnya menunjukkan gejala dan tanda2 adanya roseola ini. Infeksi dapat terjadi pada saat kapanpun.Roseola bukanlah penyakit berat. jarang sekali terjadi komplikasi jika tubuh mencapai suhu yang tinggi. Penanganannya cukup dengan intirahat,cairan, dan obat-obatan. Tanda-tanda dan Gejala Biasanya tanda dan gejala terinfeksi akan timbul 1 atau 2 minggu setelah anak Anda mengalami roseola dan terinfeksi virus - jika memang tanda dan gejala muncul (tidak selalu muncul). Berikut gejala2 roseola: Demam. Roseola biasanya diawali dengan demam, sering hingga 103 derajat farenheit/ 39 derajat Celcius. Selain itu,biasanya anak juga mengalami tenggorokan kering dan idung meler (pada saat atau sebelum mengalami demam). Selain itu amandel membengkak juga mungkindialami bersamaan saat demam. Demam berlangsung selama 3 - 7 hari. Bercak merah di tubuh (Rash). Setelah demam mereda, akan timbul bercak merah di tubuh (walaupun tidak selalu). Rash ini berbentuk bintik-bintik atau bercak merah muda yang rata (flat) atau timbul(raised). Bercak tersebut kadang dikelilingi oleh garis putih. Bercak akan timbul pertama kali di pundak, punggung dan perut, lalu menyebar ke leher dan lengan. Bercak2 ini tidak harus sampai ke kaki dan muka. Bercak ini tidak menyebabkan gatal dan tidak mengganggu penderita, dan akan hilang dalam waktu beberapa jam hingga beberapa hari. Gejala-gejala roseola lainnya: Kelelahan, Rewel, Diare ringan, Nafsu makan menurun, Kelopak mata bengkak Penyebab Penyebab roseola yang paling sering adalah virus herpes tipe 6 (HHV6)atau HHV7. Virus-virus herpes tersebut berhubungan tetapi berbeda dengan virus herpes yang menyebabkan tenggorokan kering dan herpes genital. Seperti penyakit lainnya yg juga diakibatkan oleh virus, contohnya flu, roseola menular melalui air ludah. Contoh, seorang anak yg sehat dapattertular jika menggunakan gelas minum,yang sama dengan anak yg sedang mengalami Roseola, anak yg sehat tersebut dapat tertular.Roseola mudah menular walaupun pada tubuh penderita tidak timbul bercak. Ini artinya, seorang anak yg sedang demam namun belum kelihatan roseola tetap berpotensi untuk menularkan penyakit ini kepada anak lain.Untuk itu, berjaga-jagalah dari kemungkinan anak anda mengalami roseola jika dia berinteraksi dengan anak alinnya yg

memiliki penyakit tersebut karena proses penularan penyakit ini kadang tidak jelas.Tidak seperti cacar air (chickenpox) atau penyakit virus lainnya yg cepat menyebar, penyakir roseola jarang menyebar sedemikian cepatnya. Faktor-faktor Resiko Bayi yang sudah lebih besar (biasanya antara 6 - 12 bulan) paling mudah untuk terkena roseola karena mereka belum memiliki antibody untuk melawan berbagai jenis virus. Pada saat masih di dalam kandungan, bayi-bayi mendapat antibody dari ibunya yg akan melindungi mereka dari paparan infeksi saat dilahirkan. Namun begitu, sejalan dengan waktu, kekebalan tersebut akan menghilang. Kapan perlu mengunjungi dokter Roseola menyebabkan demam hingga 39 derajat Celsius (103 F) atau lebih. Biasanya DSA memerlukan pengecekan fisik anak untuk menghindari kemungkinan adanya penyakit lain yg lebih serius dari roseola.Anak anda dapat mengalami kejang demam (febrile seizure) jika diamengalami demam yg terlalu tinggi, atau kenaikan suhu badan yang terlalu cepat (menyebabkan kita tidak sempat melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk menghindari kejang). Jika anak anda mengalami kejang yg tidak diketahui penyebabnya, segera hubungi dokter. Jika anak anda terjangkit roseola dan demam lebih dari 7 hari, atau jika bercak tubuh tidak menghilang setelah 3 hari, hubungi dsa anak anda. Apabila stamina tubuh sedang melemah dan ternyata anda melakukan kontak dengan sesorang yg sedang mengidap roseola, hubungi dokter anda untuk berjaga-jaga dari kemungkinan anda tertular roseola tersebut, yang bisa jadi lebih parah dibanding jika seorang anak mengalaminya. Screening and Diagnosa Roseola sedikti sulit untuk didiagnosa karena gejala awal yg timbul sama dengan penyakit lainnya, seperti flu dan infeksi telinga. Jikasudah pasti bahwa anak anda bukan flu, infeksi telinga, radang tenggorokan atau penyakit lainnya. Dsa biasanya akan menunggu karakteristik rash roseola timbul. DSA akan meminta anda untuk mengamati anak anda akan timbulnya rash tersebut pada saat anda dan anak anda dirawat dirumah. Dsa akan meng-diagnosa rash yang menggiring pada roseola, dengan cara test darah atau cek antibodi pada roseola. Komplikasi Terkadang anak dengan roseola akan mengalami kejang karena meningkatkan suhu tubuh yg cepat. Jika hal ini terjadi, anak anda mungkin akan tak sadarkan diri, terjadi gerakan tangan, kaki dan kepala yang menyentak selama beberap detik hingga menit, dan hilangnya control pada kandungan kemih tidak bias mengendalikan keinginan untuk BAB. JIka mengalami kejang, lakukan tindakan segera dengan hati-hati. Walaupun kejang ini terlihat m'nyeramkan, kejang akibat demam umunya tidak berlangasung lama dan tidak membahayakan.Komplikasi roseola jarang terjadi. Anak dan orang dewasa yg pernah terjangkit roseola sangat banyak yang sembuh total dengan cepat Roseola harus lebih diwaspadai oleh orang2 yang sedang melemah kondisinya, seperti mereka yang setelah mengalami transplantasi organ tubuh dan sumsum tulang belakang. Mereka yg dalam kondisi tersebut, dapat terjangkit roseola dengan kasus yang baru - atau infeksi berulang saat sistem imun mereka melemah Karena orang-orang ini memiliki resistensi rendah terhadap virus, mereka akan cenderung memiliki kasus infeksi yang lebih berat dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh. Orang dengan sistem imun lemah yang

terkena roseola ada kemungkinan akan mengalami komplikasi dari infeksi yg dialaminya, seperti radang paru-paru atau radang otak yang berpotensial untuk membahayakan hidup. Tindakan Sebagian besar anak membutuhkan waktu 1 minggu untuk pulih dari roseola. Biasanya untuk mengurangi demam, bisa menggunakan acetaminophen (Tylenol) atau ibuprofen (Advil, Motrin, others). Jangan beri aspirin! Aspirin dapat menyebabkan Reye's syndrome yang serius. Tidak ada tindakan khusus untuk roseola ini, walaupun biasanya dokter akan meresepkan the antiviral medication ganciclovir (Cytovene) bagi anak yang sedang mengalami penurunan kekebalan tubuh. Antibiotik tidak mempan untuk menyembuhkan penyakit yang diakibatkan oleh virus, seperti roseola ini. Pencegahan Karena tidak ada vaksin untuk mencegah roseola, hal terbaik yg bisa anda lakukan untuk mencegah penyebaran roseola ini adalah dengan menjaga agar anak anda tidak terlalu dekat dengan anak yg terinfeksi. Sebaliknya, jika anak anda sedang mengalami roseola, sebaiknya tidak terlalu dekat dengan anak lain.Sebagian besar orang memiliki antibody terhadap roseola saat mereka masuk usia sekolah, hal ini menyebabkan mereka tidak akan terinfeksi ulang terhadap roseola ini (sudah imun). Namun demikian, jika salah satu keluargaterpapar virus, pastikan seluruh anggota keluarga sering mencuci tangan sampai bersih untuk menghindari penyebaran virus kepada seseorang yang belum imun terhadap penyakit ini.Orang dewasa yang belum pernah terkena roseola saat masih anak-anak masih dapat terinfeksi. Namun begitu, penyakit ini akan lebih ringan jika dialami oleh orang dewasa yang sehat. Yang penting diperhatikan, orang dewasa yang terinfeksi roseola dapat menularkan virus kepada anak-anak. Perawatan Diri Seperti virus lainnya, roseola akan sembuh sendiri sejalan dengan waktu. Setelah demam turun, kondisi anak anda akan membaik.. Selama demam,sebaiknya anda melakukan hal-hal dibawah ini:Banyak istirahat. Usahakan istirahat yg cukup hingga demam hilang.Banyak minum. Usahakan agar anak anda banyak minum air putih, ginger ale, lemon-lime soda, air kaldu atau cairan elektrolit (seperti pedialyte, Gatorade dan Powerade) untuk menghindari dehidrasi. Mandi air hangat. Mandi air hangat atau kompres di dahi anak dapat mengurangi ketidaknyamanan selama demam. Hindari es, air dingin kipas angin atau ruangan kamar mandi yg dingin agar anak anda tidak menggigil.Tidak ada tindakan khusus untuk menghilangkan bercak roseola ini karena akan hilang sendirinya sejalan dengan waktu. 5.Vaccinia Virus vaccinia, adalah virus vaksin yang digunakan untuk memberantas variola (cacar), merupakan hasil rekayasa genetika menjadi vaksin rekombinan (beberapa masih dalam taraf uji klinik) dengan risiko terendah terjadi penularan terhadap kontak non imun. Immunization

Practices Advisory Committee (ACIP) merekomendasikan vaksinasi cacar untuk semua petugas laboratorium yang mempunyai risiko tinggi terkena infeksi yaitu mereka yang secara langsung menangani bahan atau binatang yang di infeksi dengan virus vaccinia atau orthopoxvirus lainnya yang dapat menginfeksi manusia. Vaksinasi juga perlu dipertimbangkan terhadap petugas kesehatan lain walaupun berisiko rendah terinfeksi virus seperti dokter dan perawat. Vaksinasi merupakan kontraindikasi bagi seseorang yang menderita defisiensi sistem imun (contoh : penderita Aids, kanker) mereka yang menerima transplantasi, dermatitis tertentu, wanita hamil, penderita eczema. Di AS Vaccine immune globulin dapat diperoleh untuk petugas laboratorium dengan menghubungi CDC Drug Service, 1600 Clifton Road (Mailstop D09), Atlanta GA 30333, telpon (404) 6393670. Vaksin yang diberikan sudah dilengkapi dengan instruksi yang jelas (cara vaksinasi, kontraindikasi, reaksi, komplikasi) yang harus diikuti dengan tepat. Vaksin harus diulang kecuali muncul reaksi (salah satu reaksi adalah muncul indurasi eritematosa 7 hari setelah vaksinasi) Booster diberikan dalam waktu 10 tahun kepada mereka yang msauk kategori harus divaksinasi WHO selalu menyimpan dan menyediakan vaccine seedlot (virus vaccine strain Lister Elstree) dipakai untuk keadaan darurat. Vaksin tersebut ada di Pusat kerjasama WHO (WHO Collaborating Center) untuk vaksin cacar di National Institute of Public and Environment Protection di Bilthoven, The Netherlands. 6.Smallpox Smallpox Penderita cacar terakhir ditemukan di dunia pada bulan Oktober 1977 di Somalia, Eradikasi global dinyatakan 2 tahun kemudian oleh WHO dan disahkan oleh World Health Assembly (WHA) pada bulan Mei 1980. Semenjak itu tidak pernah ditemukan lagi penderita cacar kecuali penderita cacar akibat kecelekaan laboratorium di Universitas Birmingham, Inggris yang terjadi pada tahun 1978. Semua stok virus variola disimpan dibawah pengawasan yang ketat di CDC Atlanta, Georgia dan di State Research Center of Virology and Biotechnology, Koltsovo, Novosibirsk Region, Republik Federasi Rusia. Penyimpanan stok virus variola dikedua tempat tersebut diperlukan untuk tujuan penelitian counterterrorism terhadap kemungkinan adanya penyimpanan virus variola oleh negara lain secara gelap dan jatuh ke tangan teroris. WHA pada bulan Mei 1999 mengizinkan penyimpanan virus tersebut di laboratorium AS dan Rusia sampai dengan tahun 2002. WHO menyatakan pembasmian semua stok virus yang masih ada merupakan tujuan utama WHO dan akan menunjuk kelompok ahli untuk mengetahui penelitian apa yang perlu dilakukan sebelum virus dimusnahkan. WHO juga membuat jadwal pengawasan yang ketat terhadap kedua laboratorium tersebut dimana stok resmi tersebut disimpan untuk meyakinkan bahwa stok tersebut aman dan penelitian dapat dilakukan dengan aman. Karena virus cacar mungkin digunakan untuk perang biologis atau untuk bioterorisme, maka sangat penting sekali bahwa petugas kesehatan harus tahu tentang gejala klinis dan cara-cara penanggulangan

wabah cacar. Perlu juga diketahui perbedaan antara cacar dan cacar air. Meskipun strain virus yang digunakan untuk senjata biologi mungkin saja sudah direkayasa sehingga mengakibatkan terjadi perbedaan gejala klinis, namun dari pengalaman yang lalu dengan infeksi virus variola secara alamiah masih dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengenal dan manangani wabah variola. 1. Identifikasi Cacar adalah penyakit virus sistemik dengan gejala khas adanya erupsi kulit. Penyakit muncul mendadak dengan gejala demam, tidak nafsu makan, sakit kepala, badan lemah, sakit pinggang berat, kadang-kadang sakit perut dan muntah; gambaran klinis menyerupai influenza. Sesudah 2 4 hari, demam mulai turun dan timbul ruam yang berisi virus yang infectious kemudian berkembang menjadi makula, papula, vesikula, pustula dan menjadi krusta yang akan rontok lepas setelah 3 4 minggu. Lesi pertama terlihat jelas di muka kemudian badan dinamakan ruam dengan distribusi sentrifugal dan seluruh lesi ada pada stadium yang sama. Ada dua tipe wabah cacar yang diketahui selama abad 20 : Variola minor (alastrim) dimana rata-rata angka kematian akibat virus variola dibawah 1% dan variola major (ordinary) dengan rata-rata angka kematian pada orang yang tidak mendapat vaksinasi cacar lebih dari 20 40%. Kematian biasanya terjadi pada hari ke 5 7 dan paling lambat pada minggu ke 2. Kurang dari 3% kasus variola major menjadi fulminan dengan gejala prodromal yang berat, badan lemah disertai dengan dan pendarahan di kulit, di bawah kulit, dan selaput lendir, biasanya sangat fatal. Ruam yang biasanya timbul tidak terlihat dan kemudian dikelirukan dengan leukemia berat, meningococcemia atau idiopathic trombocytopenic purpura. Pada mereka yang sebelumnya telah diimunisasi ruam berubah menjadi lesi yang tidak spesifik dan hanya muncul di daerah yang terbatas. Secara umum gejala prodromal tidak berubah, hanya saja stadium-stadium lesi kulit dipercepat dan krusta terbentuk pada hari ke 10.

Kebanyakan cacar dikelirukan dengan cacar air dimana lesi dikulit pada cacar air umumnya muncul dalam bentuk successive crops (berhubungan satu sama lain) dengan tingkat yang berbeda disaat yang sama. Ruam cacar air lebih banyak ditemukan pada bagian tubuh yang tertutup daripada bagian tubuh yang terbuka. Ruam lebih bersifat centripetal dari pada centrifugal. Cacar dapat dikenal dengan jelas pada awal sakit; ditandai dengan munculnya lesi kulit kurang lebih secara simultan pada saat suhu tubuh meningkat; bentuk lesi yang mirip satu sama lain pada daerah yang sama, tidak seperti cacar air yang berbentuk successive crops; dan lesi mengenai jaringan kulit yang lebih dalam dan sering menyerang kelenjar sebacea dan menimbulkan jaringan parut. Sebaliknya lesi pada cacar air bersifat superficial. Lesi cacar tidak pernah ditemukan pada apex axilla. Wabah variola minor (alastrim) muncul pada abad ke 19, meskipun bentuk ruam sama seperti cacar pada umumnya, biasanya gejala umum ringan, dan kasus dengan perdarahan belum pernah ditemukan. Meskipun penderita cacar terakhir di Somalia pada tahun 1970 diklasifikasikan sebagai variola minor, namun penelitian DNA menunjukkan bahwa virus tersebut menyerupai variola major, dikatakan sebagai virus varila major yang dilemahkan (attenuated). Konfirmasi laboratorium dilakukan dengan isolasi virus dari spesimen yang ditanam pada Chloriollantoic membrane atau pada kultur jaringan. Spesimen biasanya diambil dari kerokan lesi kulit, dari cairan vesikel atau pustula dan kadangkala dari darah pada masa demam sebelum munculnya erupsi kulit. Diagnosa cepat dapat dilakukan dengan mikroskop elektron atau teknik immunodiffusions. Metode PCR saat ini lebih sering dipakai karena lebih cepat dan akurat.

2. Penyebab Penyakit Variola virus, spesies Orthopoxvirus. Pemetaan endonuclease cleavage site terhadap strains

variola telah dilakukan dan DNA sequences yang lengkap dari kedua strain telah dipublikasikan.

3. Distribusi Penyakit Awalnya penyakit ini tersebar diseluruh dunia; sejak tahun 1978 tidak pernah lagi ditemukan penderita cacar pada manusia.

4. Reservoir: Saat ini virus variola hanya tersimpan didalam lemari pendingin CDC Atlanta dan di State Research Center of Virology and Biology di Koltsovo, Novosibirsk, Rusia. 5. Cara-cara Penularan Penularan umumnya terjadi pada saat muncul wabah dimana 50% dari mereka yang tidak divaksinasi akan tertulari. Jika digunakan sebagai senjata biologis, virus disebarkan melalui udara.

6. Masa Inkubasi Dari 7 19 hari, rata-rata 10 14 hari sejak infeksi dan 2 4 hari lebih setelah timbul ruam.

7. Masa Penularan Mulai dari waktu berkembangnya lesi awal sampai menghilangnya semua scab (koreng); sekitar 3 minggu. Penderita dapat paling menular selama periode preeruptive melalui droplet aerosol dari lesi orofaringeal.

8. Kerentanan dan Kekebalan: Semua orang yang belum divaksinasi rentan terhadap infeksi virus cacar. 9. Cara-cara Pemberantasan Pemberantasan cacar didasarkan pada pemberian vaksinasi dengan virus vaccinia. Jika menemukan penderita yang menyerupai cacar dan bukan cacar air: SEGERA LAPORKAN HAL INI KEPADA DINAS KESEHATAN SETEMPAT. Di Amerika Serikat vaksin cacar (vaccinia

virus) dan Human Vaccinia Immune globulin untuk mengobati efek samping vaksinasi cacar tersedia di CDC - Atlanta pada Bagian Layanan Farmasi nomer telpon (404) 639-3670; jaringan hotline koordinasi penanggulangan bisterorisme di CDC Atlanta pada nomor (404) 639-0385. 7.Herpes Simpleks

Mikrograf TEM virus herpes simpleks. Klasifikasi virus Kelas: Famili: Upafamili: Genus: Kelas I (dsDNA) Herpesviridae Alphaherpesvirinae Simplexvirus

Species Virus Herpes simplex 1 (HSV-1) Virus Herpes simplex (HSV-2) Virus herpes simpleks 1 dan 2 (HSV-1 dan HSV-2) adalah dua virus dari famili herpesvirus, Herpesviridae, yang menyebabkan infeksi pada manusia.[1] HSV-1 dan 2 juga merujuk pada virus herpes manusia 1 dan 2 (HHV-1 dan HHV-2). Setelah infeksi, HSV menjadi tersembunyi, selama virus ada pada sel tubuh saraf. Selama reaktivasi, virus diproduksi di sel dan dikirim melalui sel saraf akson menuju kulit.[2] Kemampuan HSV untuk menjadi tersembunyi menyebabkan infeksi herpes kronik' setelah beberapa infeksi terjadi, gejala herpes secara periodik muncul di dekat tempat infeksi awal.

8.Cytomegalovirus

Cytomegalovirus adalah genus dari kelompok virus Herpes. Pada manusia ini dikenal sebagai HCMV atau Human Herpesvirus 5 (HHV-5). CMV termasuk ke subfamily Betaherpesvirinae dari Herpesviridae, yang juga termasuk Roseolovirus. Semua herpesviruses memiliki kemampuan untuk tetap tersembunyi (tanpa menimbulkan gejala) di dalam tubuh manusia. Infeksi HCMV sering dikaitkan dengan kelenjar air liur, meskipun mereka dapat ditemukan di seluruh tubuh. Infeksi HCMV juga dapat mengancam kehidupan bagi para pasien yang immunocompromised (misalnya pasien dengan HIV, penerima transplantasi organ, dan bayi). Virus CMV lainnya dapat ditemukan pada beberapa jenis mamalia, tetapi mereka terisolasi pada tubuh hewan dan dari struktur genomic-nya berbeda dengan HCMV. Tentu saja CMV pada tubuh hewan ini (sampai saat ini) tidak bisa menular ke manusia. Pathogenesis Kebanyakan orang sehat yang terinfeksi oleh HCMV setelah lahir tidak memiliki gejala. Beberapa dari HCMV tadi mengembangkan suatu mononucleosis (suatu kondisi dimana terdapat proliferasi (perkembangbiakan) monosit yang luar biasa di dalam darah) menular dengan gejala demam berkepanjangan, dan hepatitis ringan, dan sakit tenggorokan. Setelah infeksi, virus tetap tersembunyi di dalam tubuh manusia. HCMV jarang menimbulkan penyakit parah kecuali jika kekebalan tubuh tertekan oleh obat-obatan, infeksi atau usia tua. CMV dapat menular melalui (pertukaran) cairan tubuh misal air seni, air liur, darah, air mata, air mani, dan air susu ibu. Penularan virus ini berlangsung cepat tanpa tanda-tanda atau gejala. Infeksi HCMV menjadi penting untuk kelompok risiko tinggi. Tergolong beresiko terinfeksi yaitu ibu saat sebelum atau sesudah kelahiran bayi, penerima transplantasi organ, orang dengan leukemia, dan mereka yang terinfeksi HIV. Sebuah studi hubungan dengan infeksi CMV untuk tekanan darah tinggi di tikus putih, menunjukkan hasil bahwa infeksi CMV pada sel darah merah manusia menjadi penyebab utama timbulnya atherosclerosis. Riset juga menemukan bahwa ketika sel terinfeksi CMV, saat itu pula sel tersebut membuat protein yang disebut renin yang diketahui berkontribusi pada tekanan darah tinggi. Transmisi dan pencegahan Transmisi HCMV terjadi dari orang ke orang melalui cairan tubuh. Infeksi memerlukan kontak kedekatan(intim). CMV dapat menular lewat hubungan seksual dan juga dapat ditularkan melalui air susu ibu, transplanted organ, dan jarang melalui transfusi darah. Untuk menghindari cairan saat berhubungan seks dapat menggunakan kondom. Penularan virus seringkali terjadi pada anak-anak balita karena mereka paling sering bersentuhan saat berkumpul dan bermain, cairan tubuh dari seorang anak dapat tertempel pada tangan dan kemudian diserap melalui hidung atau mulut anak lain yang rentan. Karena itu, penjagaan dan kewaspadaan harus dilakukan ketika menangani anak-anak dan barang-barang seperti ember mandi bayi/balita (yang dipakai bergantian anak). Mencuci tangan dengan sabun dan air merupakan cara efektif untuk menghilangkan virus dari tangan.

Infeksi HCMV tidak menunjukkan gejala yang umum pada bayi dan anak-anak muda. Pasien Immunocompromised Infeksi CMV lebih utama terjadi pada pasien dengan sistem kekebalan yang rendah karena dapat mengakibatkan penyakit serius. Namun, ini kembali pada seberapa latent-nya virus tersebut. Pada pasien dengan sistem kekebalan yang tertekan (rendah), Penyakit yang berhubungan dengan CMV mungkin dapat lebih agresif. CMV hepatitis dapat menyebabkan kegagalan hati secara tiba-tiba dan cepat. Penyakit lainnya terdapat pada orang-orang yang menderita cytomegalovirus retinitis (radang pada retina mata) dan cytomegalovirus colitis (radang usus besar). Infeksi CMV adalah penyebab utama timbulnya berbagai penyakit dan kematian pada pasien dengan immunocompromised (imun rendah), termasuk penerima transplantasi organ, pasien yang mengalami hemodialysis, pasien kanker, pasien penerima immunosuppressive narkoba dan pasien HIV. Pasien tanpa infeksi CMV yang menerima transplantasi organ dari donor yang terinfeksi CMV harus diberi pengobatan penangkal valganciclovir atau ganciclovir dan memerlukan pemantauan serologi untuk mendeteksi keberadaan CMV. Diagnosis Sebagian besar infeksi dengan CMV tidak didiagnosis karena virus biasanya hanya sedikit menghasilkan tanda. Jikapun muncul gejala, itu nantinya cenderung akan kembali menjadi tanpa bergejala. Namun, orang yang telah terinfeksi CMV mengembangkan antibodi terhadap virus dalam tubuhnya, dan antibodi ini berada di dalam tubuh untuk masa lama sehingga memungkinkan untuk bisa dideteksi. Selain itu, virus dapat dideteksi dari contoh yang diperoleh dari air seni, dan cairan tenggorokan Lainnya, harap ditanyakan pada dokter ahli dan laboratorium medis. Pengobatan Harap bertanya pada dokter/medis tentang pengobatan ini, untuk dokter/medis yang ingin mempelajari bisa dicek di alamat Wikipedia (paling bawah) yang sudah diberi link ke alamat bersangkutan (tampaknya masih diperlukan tambahan literatur).

9. Parvovirus B19 Parvovirus B19 itu apa?

Parvovirus B19 adalah virus yang umumnya, dan hanya menimpa manusia. Sekitar separuh orang dewasa pasti pernah terkena mungkin selama masa kanak-kanak atau remajanya. Tersebarnya infeksi bagaimana? Virus ini tersebar lewat lendir pernapasan orang yang terkena misalnya dari batuk, serta dari bunda ke bayi kandungannya. Masa inkubasi tidak tentu di antara 4-20 hari terhitung dari infeksi sampai berkembangnya gelegata yang khas atau gejala lainnya. Orang bisa menulari meskipun gelegata belum timbul. Bisa menyebabkan sakit apa saja? Penyakit yang paling umum ditimbulkan oleh infeksi Parvovirus B19 adalah Fifth Disease yaitu gelagata ringan yang terjadi paling sering pada anak. Gelegata anak yang sakit itu seolah-olah bekas ditempeleng di pipinya dan di tubuhnya seperti tali renda merah. Ada kalanya gelegata itu gatal, anaknya biasanya tidak terlalu sakit dan gelegatanya membaik dalam 7-10 hari. Setelah anak sembuh dari infeksi Parvovirus, dia memiliki kekebalan dan selanjutnya terlindung dari infeksi di kemudian hari. Seorang dewasa yang terkena Parvovirus B19 mungkin tidak mengalami gejala atau hanya gelegata, sendi sakit atau bengkak. Gejala sendi tulang ini biasanya membaik dalam 1-2 minggu tapi bisa juga lebih lama. Fifth Disease biasanya cuma ringan dan membaik tanpa ada pengobatan pada anak dan orang dewasa yang sehat kuat. Dampaknya terhadap kehamilan? Biasanya tidak ada kerumitan luar biasa bagi wanita hamil atau bayinya setelah berhubungan dengan orang yang terkenanya. Separuh dari wanita malah sudah kebal terhadap Parvovirus B19 dan wanita demikian itu beserta bayinya terlindung dari infeksi dan sakitnya. Kalaupun seorang wanita rentan dan mendapat infeksi Parvovirus B19, dia biasanya hanya mengalami sakit ringan. Begitu pula, bayi kandungannya biasanya takkan mendapat masalah yang bisa dikaitkan dengan infeksi ini. Namun ada kalanya infeksi Parvovirus B19 dapat menyebabkan bayi di kandungan kekurangan darah merah dan bayinya gugur. NSW Multicultural Health Communication Service Website: http://mhcs.health.nsw.gov.au e-mail: mhcs@sesahs.nsw.gov.au Page 2 of 3 Parvovirus B19 and Fifth Disease Angka kejadiannya di bawah 5% dari semua wanita hamil yang terkena Parvovirus B19 dan lebih cenderung terjadi sebelum hamilnya setengah jalan. Tak ada bukti nyata bahwa infeksi Parvovirus B19 menyebabkan kecacatan lahir atau mental. Tidak ada penanganan umum yang disarankan guna memantau wanita hamil yang telah dinyatakan terkena infeksi Parvovirus B19. Ada dokter

yang memperlakukan wanita hamil yang terkena Parvovirus B19 seolaholah cuma menghadapi bahaya kecil dan meneruskan layanannya sama dengan wanita lain. Ada pula yang menyuruhnya lebih sering datang, mengambil contoh darah dan memantau bayinya dengan Ultrasound USG. Namun, dalam hal ini keuntungan ujicobanya tidak begitu jelas. Kalau si bayi rupanya sakit, ada diagnosa khusus dan peluang pengobatan yang tersedia dan dokter kandungan akan membicarakan hal ini dengan Anda beserta kemungkinan untung ruginya. Ujicoba darah untuk Parvovirus B19 Ujicoba darah untuk Parvovirus B19 bisa menunjukkan: 1. kekebalan terhadap Parvovirus B19 dan tidak ada infeksi, 2. bahwa Anda tak kebal dan mungkin terkena infeksi, atau 3. bahwa Anda belum lama terkena infeksi. Mencegah infeksi Parvovirus B19 Tidak ada vaksin atau obat yang bisa mencegah infeksi Parvovirus B19. Sering mencuci tangan telah dianjurkan sebagai cara praktis dan baik guna mengurangi tersebarnya Parvovirus. Menjauhkan orang-orang yang terkena dari tempat kerja, penjagaan anak, sekolah atau pusat lain tidak cenderung mencegah tersebarnya Parvovirus B19, sebab penderitanya pun bisa menulari sebelum gelegatanya timbul. Wanita hamil tak perlu harus disuruh menjauhi tempat kerja yang terkena rebakan Fifth Disease berhubung dengan hal tersebut di atas. Apakah dalam hal ini harus menjauhi dulu tempat kerjanya adalah keputusan wanita itu sendiri setelah mempertimbangkanya dengan keluarga, dokter dan majikannya. 10.Torque Teno Virus (TTV) Virus apa itu? Begitu rata-rata pertanyaan rekan ketika mendengar nama virus tersebut. Virus ini memang kalah terkenal dibandingkan HIV, virus Influensa, virus hepatitis, herpes dan sebagainya. Virus ini ditemukan tahun 1997 di serum pasien penderita hepatitis yang tidak disertai tanda keberadaan penyebab hepatitis lainnya (hepatitis A-G). Oleh karena itu, sebagian peneliti menyebut virus ini sebagai transfusion-transmitted virus. Singkatan TT pada TTV sebenarnya berasal dari inisial pasien hepatitis tersebut. Nama Torque (kalung) Teno (tipis) Virus sendiri baru dikenalkan tahun 2000. Virus ini adalah virus dengan genom untai negatif tunggal sirkular pertama yang ditemukan menginfeksi manusia. Oleh karena itu, virus ini sempat dimasukkan ke dalam famili Circoviridae. Pada tahun 2007, virus ini mulai dikeluarkan dari famili Circoviridae, dan mungkin akan membentuk famili sendiri, Anneloviridae. Yang membuat virus ini kurang terkenal adalah peran virus ini dalam proses patogenesis penyakit pada manusia masih belum diketahui. Publikasi tentang virus ini juga masih terbatas pada laporan ditemukannya virus ini pada penyakit-penyakit tertentu dan laporan studi epidemiologi molekular. Sedangkan bagaimana sifat alami virus ini, cara dia bereplikasi, dan peranannya dalam proses penyakit (kalau ada) masih belum banyak diketahui. Penyebabnya adalah patogenitas virus ini kurang jelas, variasi genomik strain TTV sangat luas, virus ini terdeteksi di hampir lebih dari 90% populasi, dan sampai sekarang belum dapat dibiakkan

di laboratorium. Karena belum dapat dibiakkan, para peneliti mencoba menggunakan virus lain, yaitu Chicken Anemia Virus, sebagai model untuk mempelajari TTV.

VIRUS RNA : 1.HIV/AIDS Hasil pemeriksaaan positif HIV membuat pengidapnya cemas, takut bahkan depresi. Tidak hanya mempengaruhi psikologis penderita, tapi juga fisiknya. Salah satu indikatornya, berat badan menurun/anjlok. Sistem kekebalan ODHA umumnya turun. Bukan hanya itu, fungsi organ dan jaringan tubuh pun ikut menurun. Termasuk. Sistem pencernaan dan ditambah pengaruh psikis. Beragram kondisi tersebut ikut berperan menurunkan berat badan ODHA. Jika dibiarkan berlarut-larut, bukannya semakin sehat, ODHA akan semakin terpuruk. Berbagai penyakit dengan mudah muncul dan menginfeksi. Dari situ, diperlukan dukungan nutrisi yang baik bagi pengidap HIV/AIDS. Nutrisi yang baik berarti asupan makanan tercukupi serta berat badan terjaga. Efek yang diharapkan, kadar imunitas tubuh meningkat/terdongkrak. Salah satu syaratnya, konsumsi gizi yang seimbang. ODHA harus mendapatkan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak dan antioksidan. Disini lemak yang dipilih bukan lemak yang jenuh. Melainkan lemak tak jenuh atau asam omega 3. alpukat misalnya. Lemak berfungsi untuk meningkatkan energi. Selain itu, orang yang terinfeksi HIV biasanya mengalami beberapa gejala lain. Diantaranya : diare, demam, mual dan, muntah. Diare bisa dicegah dengan mengkonsumsi tempe. Selain itu, tempe merupakan sumber protein. Bagi ODHA yang sering mual dan muntah, ada baiknya memilih makanan yang segar dan enek. Misalnya : sayuran hijau atau buah. Selain disajikan dalam bntuk potongan, buah bisa dijus. Misalnya kombinasi wortel, apel atau jeruk. Selain segar, buah-buahan tersebut kaya antioksidan. Untuk penyajian sayur-sayuran, bisa dengan cara dioseng ataupun direbus. Pola makan pengidap HIV mmang tak jauh berbeda dari yang tidak terserang HIV. Namun ada baiknya mereka tidak mengkonsumsi makanan yang pedas, asam atau makanan yang merangsang pencernaan. Semakin pedas atau asam, dikhawatirkan bisa merusak pencernaan. Pilih makanan yang biasa saja. Artinya bukan maknan yang mrangsang lambung.

2.Poliomielitis ?Poliovirus

Klasifikasi virus Golongan: Familia: Genus: Spesies: Golongan IV ((+)ssRNA) Picornaviridae Enterovirus Poliovirus

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).

Etimologi Kata polio berasal dari [bahasa Yunani] atau bentuknya yang lebih mutakhir, dari "abu-abu" dan "bercak". Sejarah Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah. Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu yang berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya. Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut momok semua orang tua, karena menjangkiti anak-anak

terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membiarkan anak mereka keluar rumah, gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja tutup. Virus polio Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari. Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak antarmanusia. Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus. Jenis Polio Polio non-paralisis Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh. Polio paralisis spinal Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik -- yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat -- menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia. Polio bulbar

Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian. Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal. Anak-anak dan polio Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami gejala ringan dan menjadi kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk di daerah yang memiliki sanitasi baik justru menjadi lebih rentan terhadap polio karena tidak menderita polio ketika masih kecil. Vaksinasi pada saat balita akan sangat membantu pencegahan polio di masa depan karena polio menjadi lebih berbahaya jika diderita oleh orang dewasa. Orang yang telah menderita polio bukan tidak mungkin akan mengalami gejala tambahan di masa depan seperti layu otot; gejala ini disebut sindrom postpolio. Vaksin efektif pertama Vaksin efektif pertama dikembangkan oleh Jonas Salk. Salk menolak untuk mematenkan vaksin ini karena menurutnya vaksin ini milik semua orang seperti halnya sinar matahari. Namun vaksin yang digunakan untuk inokulasi masal adalah vaksin yang dikembangkan oleh Albert Sabin. Inokulasi pencegahan polio anak untuk pertama kalinya diselenggarakan di Pittsburgh, Pennsylvania pada 23 Februari 1954. Polio hilang di Amerika pada tahun 1979. Usaha pemberantasan polio

Pada tahun 1938, Presiden Roosevelt mendirikan Yayasan Nasional Bagi Kelumpuhan AnakAnak, yang bertujuan menemukan pencegah polio, dan merawat mereka yang sudah terjangkit. Yayasan itu membentuk March of Dimes. Ibu-ibu melakukan kunjungan dari rumah ke rumah, anak-anak membantu melakukan sesuatu untuk orang lain, bioskop memasang iklan, semuanya bertujuan minta bantuan satu dime, atau sepuluh sen. Dana yang masuk waktu itu digunakan untuk membiayai penelitian Dokter Jonas Salk yang menghasilkan vaksin efektif pertama. Tahun 1952, di Amerika terdapat 58 ribu kasus polio. Tahun 1955 vaksin Salk mulai digunakan. Tahun 1963, setelah puluhan juta anak divaksin, di Amerika hanya ada 396 kasus polio. Pada tahun 1955, Presiden Dwight Eisenhower mengumumkan bahwa Amerika akan mengajarkan kepada negara-negara lain cara membuat vaksin polio. Informasi ini diberikan secara gratis, kepada 75 negara, termasuk Uni Soviet. Tahun 1988, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mensahkan resolusi untuk menghapus polio sebelum tahun 2000. Pada saat itu masih terdapat sekitar 350 ribu kasus polio di seluruh dunia. Meskipun pada tahun 2000, polio belum terbasmi, tetapi jumlah kasusnya telah berkurang hingga di bawah 500. Polio tidak ada lagi di Asia Timur, Amerika Latin, Timur Tengah atau Eropa, tetapi masih terdapat di Nigeria, dan sejumlah kecil di India dan Pakistan. India telah melakukan usaha pemberantasan polio yang cukup sukses. Sedangkan di Nigeria, penyakit ini masih terus berjangkit karena pemerintah yang berkuasa mencurigai vaksin polio yang diberikan dapat mengurangi fertilitas dan menyebarkan HIV. Tahun 2004, pemerintah Nigeria meminta WHO untuk melakukan vaksinasi lagi setelah penyakit polio kembali menyebar ke seluruh Nigeria dan 10 negara tetangganya. Konflik internal dan perang saudara di Sudan dan Pantai Gading juga mempersulit pemberian vaksin polio. Meskipun banyak usaha telah dilakukan, pada tahun 2004 angka infeksi polio meningkat menjadi 1.185 di 17 negara dari 784 di 15 negara pada tahun 2003. Sebagian penderita berada di Asia dan 1.037 ada di Afrika. Nigeria memiliki 763 penderita, India 129, dan Sudan 112. Pada 5 Mei 2005, dilaporkan terjadi ledakan infeksi polio di Sukabumi akibat strain virus yang menyebabkan wabah di Nigeria. Virus ini diperkirakan terbawa dari Nigeria ke Arab dan sampai ke Indonesia melalui tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Arab atau orang yang bepergian ke Arab untuk haji atau hal lainnya. 3.Virus Rubella Rubella atau campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan suatu virus RNA dari golongan Togavirus. Penyakit ini relatif tidak berbahaya dengan morbiditas dan mortalitas yang rendah pada manusia normal. Tetapi jika infeksi didapat saat kehamilan, dapat menyebabkan gangguan pada pembentukan organ dan dapat mengakibatkan kecacatan. Sejarah Epidemi Sebelum dilakukan imunisasi massal mulai tahun 1969, di Amerika terjadi epidemi rubella tiap 6 9 tahun dengan epidemi terakhir pada tahun 1964 dengan perkiraan sebanyak lebih dari 20.000 kasus sindroma rubella kongenital dan 11.000 kasus keguguran. Insidens tertinggi adalah pada umur 5 9 tahun sebanyak 38,5 % dari kasus pada tahun 1966-1968. Meskipun insiden rubella

turun sampai 99 % antara 1966-1968, 32 % dari semua kasus terjadi pada umur 15-29 tahun. Tanpa imunisasi, 10 % - 20% populasi di Amerika dicurigai terinfeksi rubella. Tujuan imunisasi adalah eradikasi infeksi rubella kongenital. Jumlah kasus sindroma rubella kongenital yang dilaporkan turun sampai 99 % sejak tahun 1969. Setelah penurunan yang tajam dari insiden sindroma rubella kongenital, insiden mendatar sekitar 0.05 per 100.000 kelahiran hidup selama10 tahun terakhir karena infeksi rubella tetap berlanjut pada wanita usia subur. Bila semua wanita ini telah divaksinasi (idealnya) insiden sindroma rubella kongenital pasti akan turun sampai nol. Penyebaran Penularan virus rubella adalah melalui udara dengan tempat masuk awal melalui nasofaring dan orofaring. Setelah masuk akan mengalami masa inkubasi antara 11 sampai 14 hari sampai timbulnya gejala. Hampir 60 % pasien akan timbul ruam. Penyebaran virus rubella pada hasil konsepsi terutama secara hematogen. Infeksi kongenital biasanya terdiri dari 2 bagian : viremia maternal dan viremia fetal. Viremia maternal terjadi saat replikasi virus dalam sel trofoblas. Kemudian tergantung kemampuan virus untuk masuk dalam barier plasenta. Untuk dapat terjadi viremia fetal, replikasi virus harus terjadi dalam sel endotel janin. Viremia fetal dapat menyebabkan kelainan organ secara luas. Bayi- bayi yang dilahirkan dengan rubella kongenital 90 % dapat menularkan virus yang infeksius melalui cairan tubuh selama berbulan-bulan. Dalam 6 bulan sebanyak 30 50 %, dan dalam 1 tahun sebanyak kurang dari 10 %. Dengan demikian bayi - bayi tersebut merupakan ancaman bagi bayi-bayi lain, disamping bagi orang dewasa yang rentan dan berhubungan dengan bayi tersebut. Gejala klinis Gambaran klinis infeksi rubella serupa dengan penyakit lain dan kadang-kadang tidak tampak gejala dan tanda infeksi. Pada orang dewasa mula-mula terdapat gejala prodromal berupa malaise, mialgia dan sakit kepala. Pada anak-anak sering tidak diketahui gejala prodromal ini, atau apabila ada sangat minimal. Onset dari gejala prodromal sering dilaporkan dengan munculnya limfadenopati postaurikuler, yang biasanya dilanjutkan dengan munculnya ruam setelah 6-7 hari. Bercak-bercak berupa exanthema yang khas yaitu makulo papular yang sentrifugal mulai dari dada atas, abdomen kemudian ekstremitas yang akan menghilang dalam 3 hari. Kadang-kadang timbul arthralgia yang tergantung dari virulensi virus. Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada trimester I.. Mula-mula replikasi virus terjadi dalam jaringan janin, dan menetap dalam kehidupan janin, dan mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga menimbulkan kecacatan atau kelainan yang lain. Infeksi ibu pada trimester kedua juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada organ. Menetapnya virus dan dan interaksi antara virus dan sel di dalam uterus dapat menyebabkan kelainan yang luas pada periode neonatal, seperti anemia hemolitika dengan hematopoiesis ekstra meduler, hepatitis, nefritis interstitial, ensefalitis, pankreatitis interstitial dan osteomielitis.

Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori : 1. Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu : a. Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum umur kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul. b. Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan stenosis katup pulmonal. c. Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri. d. Retardasi mental dan beberapa kelainan lain antara lain: e. Purpura trombositopeni ( Blueberry muffin rash ) f. Hepatosplenomegali, meningoensefalitis, pneumonitis, dan lain-lain 2. Extended sindroma rubella kongenital.. Meliputi cerebral palsy, retardasi mental, keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus dan gangguan imunologi ( hipogamaglobulin ). 3. Delayed - sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe-1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun kemudian. Diagnosis Diagnosis infeksi rubella sangat sulit karena gejalanya yang tidak khas. Timbulnya ruam selama 2-3 hari dan adanya adenopati postaurikuler dapat sebagai diagnosis awal kecurigaan infeksi rubella, tetapi untuk diagnosis pastinya diperlukan konfirmasi serologi atau virologi. Virus rubella dapat ditemukan pada struktur jaringan yang dapat diambil dari hapusan orofaring, tetapi tindakan ini sulit dilakukan. Antibodi rubella biasanya lebih dahulu muncul saat timbul ruam. Diagnosis rubella ditegakkan bila titer meningkat 4 kali saat fase akut, dan biasanya imunitas menetap lama. Apabila pasien diperiksa beberapa hari setelah timbul ruam, diagnosis dapat ditegakkan dengan analisis antibodi IgM anti rubella dengan menggunakan sistem ELISA. IgM spesifik rubella dapat terlihat 1 2 minggu setelah infeksi primer dan menetap selama 1 - 3 bulan. Adanya antibodi IgM menunjukkan adanya infeksi primer, tetapi bila negatif belum tentu tidak terinfeksi. Diagnosis prenatal dilakukan dengan memeriksa adanya IgM dari darah janin melalui CVS ( chorionoc villus sampling ) atau kordosentesis. Konfirmasi infeksi fetus pada trimester I dilakukan dengan menemukan adanya antigen spesifik rubella dan RNA pada CVS. Metode ini adalah yang terbaik untuk isolasi virus pada hasil konsepsi. Berdasarkan gejala klinik dan temuan serologi, sindroma rubella kongenital (CRS, Congenital Rubella Syndrome) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. CRS confirmed. Defek dan satu atau lebih tanda/ gejala berikut : * Virus rubella yang dapat diisolasi.

* Adanya IgM spesifik rubella * Menetapnya IgG spesifik rubella.. 2. CRS compatible. Terdapat defek tetapi konfirmasi laboratorium tidak lengkap. Didapatkan 2 defek dari item a , atau masing-masing satu dari item a dan b. a. Katarak dan/ atau glaukoma kongenital, penyakit jantung kongenital, tuli, retinopati. 1. Purpura, splenomegali, kuning, mikrosefali, retardasi mental, meningo ensefalitis, penyakit tulang radiolusen. 3. CRS possible. Defek klinis yang tidak memenuhi kriteria untuk CRS compatible. 4. CRI ( Congenital Rubella Infection ). Temuan serologi tanpa defek. 5. Stillbirths. Stillbirth yang disebabkan rubella maternal 6. Bukan CRS. Temuan hasil laboratorium tidak sesuai dengan CRS: Tidak adanya antibodi rubella pada anak umur < 24 bulan dan pada ibu.. Kecepatan penurunan antibodi sesuai penurunan pasif dari antibodi didapat. Pencegahan Penanggulangan infeksi rubella adalah dengan pencegahan infeksi salah satunya dengan cara pemberian vaksinasi. Pemberian vaksinasi rubella secara subkutan dengan virus hidup rubella yang dilemahkan dapat memberikan kekebalan yang lama dan bahkan bisa seumur hidup. Vaksin rubella dapat diberikan bagi orang dewasa terutama wanita yang tidak hamil. Vaksin rubella tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil dalam 3 bulan setelah pemberian vaksin. Hal ini karena vaksin berupa virus rubella hidup yang dilemahkan dapat berisiko menyebabkan kecacatan meskipun sangat jarang. Tidak ada preparat kimiawi atau antibiotik yang dapat mencegah viremia pada orang-orang yang tidak kebal dan terpapar rubella. Bila didapatkan infeksi rubella dalam uterus, sebaiknya ibu diterangkan tentang risiko dari infeksi rubella kongenital. Dengan adanya kemungkinan terjadi defek yang berat dari infeksi pada trimester I, pasien dapat memilih untuk mengakhiri kehamilan, bila diagnosis dibuat secara tepat. 4.Gondong Apa itu gondong? Gondong merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus gondong. Pada masa lalu, infeksi gondong umum sekali di kalangan anak-anak. Oleh karena imunisasi, penyakit ini telah menjadi jarang di Australia. Apa gejalanya? Gejala umum gondong adalah demam, hilang nafsu makan, lelah dan sakit kepala diikuti dengan pembengkakan dan rasa sakit pada kelenjar liur. Satu atau lebih banyak kelenjar liur parotid (yang terletak dalam pipi, dekat garis rahang, di bawah telinga) paling sering terlibat. Hampir sepertiga dari orang yang terinfeksi tidak memperlihatkan gejala apapun. Gondong biasanya suatu penyakit yang lebih parah di kalangan penderita yang terinfeksi setelah akil balig. Komplikasi dari gondong jarang terjadi dan dapat termasuk peradangan otak (ensefalitis), selaput otak dan tulang punggung (meningitis), buah pelir (orkitis), ovari (ooforitis), payudara

(mastitis), keguguran spontan dan kehilangan pendengaran. Kemandulan (tidak mampu beranak) pada kaum pria amat jarang. Bagaimana penyakit ini ditularkan? Gondong ditularkan sewaktu seseorang menyedot virus gondong yang telah dibatukkan atau dibersinkan ke udara oleh seseorang yang dapat menularkan penyakit. Virus gondong juga ditularkan dari orang ke orang melalui kontak langsung dengan air liur yang terinfeksi. Penderita gondong dapat menularkan penyakit sampai tujuh hari sebelum dan sembilan hari setelah mulai pembengkakan kelenjar liur. Mumps - Indonesian Page 2 Penularan maksimum terjadi antara 2 hari sebelum dan 4 hari setelah gejala timbul. Waktu dari saat eksposur pada virus ini dan jatuh sakit dapat berkisar antara 12 sampai 25 hari tetapi paling umum dari 16 sampai 18 hari. Siapa saja yang menghadapi risiko? Siapa saja yang berada dalam kontak dengan gondong yang dapat menular dapat terkena gondong, kecuali jika telah terinfeksi pada masa lalu atau telah diimunisasi. Bagaimana penyakit ini dicegah? Penderita gondong harus tetap tinggal di rumah selama sembilan hari setelah pembengkakan mulai untuk membantu menghentikan virus dari sampai ke orang lain. Vaksin MMR melindungi terhadap gondong, campak dan rubela dan merupakan bagian dari jadwal vaksinasi standar. Vaksin MMR harus diberikan kepada anak-anak pada usia 12 bulan dan sekali lagi pada usia empat tahun. Orang yang lahir setelah tahun 1965 harus memastikan bahwa telah menerima dua dosis vaksin MMR. Bagaimana penyakit ini didiagnosis? Dokter biasanya akan mendiagnosis gondong berdasarkan gejala dan tanda tanda saja. Tes darah atau sampel dari tenggorok, air seni atau cairan otak dapat mengkonfirmasikan diagnosis. Bagaimana penyakit ini dirawat? Tidak ada perawatan spesifik untuk gondong. Analgesik sederhana mungkin mengurangi rasa sakit dan demam. Paket panas dan dingin pada kelenjar yang bengkak mungkin meringankan gejala. Apa tanggapan kesehatan umum? Laboratorium, kepala sekolah dan direktur pusat penitipan anak harus melaporkan semua kasus gondong kepada unit kesehatan umum setempat. Laporan-laporan ini memberikan statistik untuk membantu memahami pola dalam kejadian gondong dalam masyarakat. Penderita gondong harus menjauhi dari penitipan anak, sekolah dan tempat kerja selama sembilan hari setelah pembengkakan mulai.

4.Ebola ?Ebola

Virus Ebola dilihat menggunakn mikroskop elektron Klasifikasi virus Kelas: Ordo: Famili: Genus: Tipe spesies Zare virus Species Ivory Coast ebolavirus Reston ebolavirus Sudan ebolavirus Kelas V ((-)ssRNA) Mononegavirales Filoviridae Ebolavirus

Ebola adalah sejenis virus dari genus Ebolavirus, familia Filoviridae, dan juga nama dari penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut. Penyakit Ebola sangat mematikan. Gejalagejalanya antara lain muntah, diare, sakit badan, pendarahan dalam dan luar, dan demam. Tingkat kematian berkisar antara 50% sampai 90%. Asal katanya adalah dari sungai Ebola di Kongo. Penyakit Ebola dapat ditularkan lewat kontak langsung dengan cairan tubuh atau kulit. Masa inkubasinya dari 2 sampai 21 hari, umumnya antara 5 sampai 10 hari. Saat ini telah dikembangkan vaksin untuk Ebola yang 100% efektif dalam monyet, namun vaksin untuk manusia belum ditemukan. 5.Rabies Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing, dan kera.

Penyebab Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. Banyak hewan yang bisa menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, dan rubah. Rabies pada anjing masih sering ditemukan di Amerika Latin, Afrika, dan Asia, karena tidak semua hewan peliharaan mendapatkan vaksinasi untuk penyakit ini. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas atau rabies jinak. Pada rabies buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total. Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar. Telah dilaporkan 2 kasus yang terjadi pada penjelajah yang menghirup udara di dalam goa yang terdapat banyak kelelawar. Gejala Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun. Masa inkubasi biasanya paling pendek pada

orang yang digigit pada kepala, tempat yang tertutup celana pendek, atau bila gigitan terdapat di banyak tempat. Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur. Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebankan rasa sakit luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum. Karena hal inilah, maka penyakit ini kadang-kadang juga disebut hidrofobia (takut air).

Diagnosa Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit harus diawasi. Immunofluoresensi (tes antibodi fluoresensi) yang dilakukan terhadap hewan tersebut. Tes tersebut dapat menunjukkan bahwa hewan tersebut menderita rabies. Biopsi kulit, pemeriksaan kulit leher dengan cara diperiksa dengan mikroskop, biasanya dapat menunjukkan adanya virus. Pengobatan 1. Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit hewan yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies. 2. Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan. 3. Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi. 4. Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka resiko menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2).

5. Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies. Pencegahan Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang beresiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu :

Dokter hewan. Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi. Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak ditemukan Para penjelajah gua kelelawar.

Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun. 6.Influenza Influenza DEFINISI Influenza (flu) adalah suatu infeksi virus yang menyebabkan demam, hidung meler, sakit kepala, batuk, tidak enak badan (malaise) dan peradangan pada selaput lendir hidung dan saluran pernafasan. PENYEBAB Virus influenza tipe A atau B. Virus ditularkan melalui air liur terinfeksi yang keluar pada saat penderita batuk atau bersin; atau melalui kontak langsung dengan sekresi (ludah, air liur, ingus) penderita. GEJALA Influenza berbeda dengan common cold. Gejalanya timbul dalam waktu 24-48 jam setelah terinfeksi dan bisa timbul secara tiba-tiba. Kedinginan biasanya merupakan petunjuk awal dari influenza. Pada beberapa hari pertama sering terjadi demam, bisa sampai 38,9-39,4?Celsius.

Banyak penderita yang merasa sakit sehingga harus tinggal di tempat tidur; mereka merasakan sakit dan nyeri di seluruh tubuhnya, terutama di punggung dan tungkai. Sakit kepala seringkali bersifat berat, dengan sakit yang dirasakan di sekeliling dan di belakang mata. Cahaya terang bisa memperburuk sakit kepala. Pada awalnya gejala saluran pernafasan relatif ringan, berupa rasa gatal di tenggorokan, rasa panas di dada, batuk kering dan hidung berair. Kemudian batuk akan menghebat dan berdahak. Kulit teraba hangat dan kemerahan, terutama di daerah wajah. Mulut dan tenggorokan berwarna kemerahan, mata berair dan bagian putihnya mengalami peradangan ringan. Kadang-kadang bisa terjadi mual dan muntah, terutama pada anak-anak. Setelah 2-3 hari sebagian besar gejala akan menghilang dengan segera dan demam biasanya mereda, meskipun kadang demam berlangsung sampai 5 hari. Bronkitis dan batuk bisa menetap sampai 10 hari atau lebih, dan diperlukan waktu 6-8 minggu ntuk terjadinya pemulihan total dari perubahan yang terjadi pada saluran pernafasan. KOMPLIKASI Influenza merupakan penyakit serius, tetapi sebagian besar penderita akan kembali sehat dalam waktu 7-10 hari. Komplikasi bisa memperberat penyakit ini. Resiko tinggi terjadinya komplikasi ditemukan pada penderita yang sangat muda, usia lanjut dan penderita penyakit jantung, paru-paru atau sistem saraf. Kadang influenza menyebabkan peradangan saluran pernafasan yang berat disertai dahak berdarah (bronkitis hemoragik). Komplikasi yang paling berat adalah pneumonia virus; yang bisa berkembang dengan segera dan menyebabkan kematian dalam waktu 48 jam. Pneumonia virus kemungkinan akan terjadi selama wabah influenza A. Komplikasi lainnya dalah pneumonia bakteri yang terjadi karena adanya ganguan dalam kemampuan paru-paru untuk melenyapkan atau mengendalikan bakteri di dalam saluran pernafasan. Meskipun sangat jarang terjadi, virus influenza jgua dihubungkan dengan peradangan otak (ensefalitis), jantung (miokarditis) atau otot (miositis). Ensefalitis bisa menyebabkan penderita tampak mengantuk, bingung atau bahkan jatuh dalam keadaan koma. Miokarditis bisa menyebabkan murmur jantung atau gagal jantung. Sindroma Reye merupakan komplikasi serius dan bisa berakibat fatal, yang terjadi terutama pada anak-anak selama wabah influenza B. Sindroma Reye terutama terjadi jika anak-anak mendapatkan aspirin atau obat yang mengandung

aspirin. DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Beratnya penyakit dan adanya demam tinggi membedakan influenza dari common cold. Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pembiakan virus dari sekret penderita. PENGOBATAN Pengobatan flu yang utama adalah istirahat dan berbaring di tempat tidur, minum banyak cairan dan menghindari kelelahan. Tirah baring sebaiknya dilakukan segera setelah gejala timbul sampai 24-48 setelah suhu tubuh kembali normal. Untuk penyakit yang berat tetapi tanpa komplikasi, bisa diberikan asetaminofenn, aspirin, ibuprofen atau naproksen. Kepada anak-anak tidak boleh diberikan aspirin karena resiko terjadinya sindroma Reye. Obat lainnya yang biasa diberikan adalah dekongestan hidung dan penghirupan uap. Jika segera diberikan pada infeksi influenza A yang belum mengalami komplikasi, obat rimantadin atau amantadin bisa membantu mengurangi lama dan beratnya demam serta gejala pernafasan. Ribavirin (dalam bentuk obat hirup atau tablet) mampu memperpendek lamanya demam dan mempengaruhi kemampuan virus untuk berkembangbiak, tetapi pemakaiannya masih bersifat eksperimental. Ribavirin bisa diberikan untuk meringankan gejala pneumonia virus. Infeksi bakteri sekunder diobati dengan antibiotik. Pneumonia bakteri karena pneumokokus, bisa dicegah dengan memberikan vaksin yang mengandung pneumokokus. Tetapi vaksin ini tidak diberikan kepada seseorang yang telah menderita influenza. PENCEGAHAN Seseorang yang pernah terkana virus influenza, akan membentuk antibodi yang melindunginya terhadap infeksi ulang oleh virus tertentu. Tetapi cara terbaik untuk mencegah terjadinya influenza adalah vaksinasi yang dilakukan setiap tahun. Vaksin influenza mengandung virus influenza yang tidak aktif (dimatikan) atau partikel-partikel virus. Suatu vaksin bisa bersifat monovalen (1 spesies) atau polivalen (biasanya 3 spesies). Suatu vaksin monovalen bisa diberikan dalam dosis tinggi untuk melawan suatu jenis virus yang baru, sedangkan suatu vaksin polivalen menambah pertahanan terhadap lebih dari satu jenis virus.

Amantadin atau rimantadin merupakan 2 obat anti-virus yang bisa melindungi terhadap influenza A saja. Obat ini digunakan selama wabah influenza A untuk melindungi orang-orang yang kontak dengan penderita dan orang yang memiliki resiko tinggi-yang belum menerima vaksinasi. Pemakaian obat bisa dihentikan dalam waktu 2-3 minggu setelah menjalani vaksinasi. Jika tidak dapat dilakukan vaksinasi, maka obat diberikan selama terjadi wabah, biasanya selama 6-8 minggu. Oba ini bisa menyebabkan gelisah, sulit tidur dan efek samping lainnya, terutama pada usia lanjut dan pada penderita kelainan otak atau ginjal.

7.Enterititis Rota Virus 1. Identifikasi Penyakit ini muncul secara sporadis, musiman, kadang-kadang disertai dengan astroenteritis berat pada bayi dan anak kecil, ditandai dengan muntah, demam dan diare cair. Enteritis rotavirus kadang-kadang menyebabkan dehidrasi berat dan kematian pada anakanak usia muda. Kasus klinis sekunder pada orang dewasa diantara anggota keluarga dapat terjadi, walaupun biasanya infeksi lebih sering bersifat subklinis. Infeksi rotavirus kadangkadang menyerang penderita yang dirawat dibangsal anak dengan berbagai variasi gambaran klinis, namun infeksi virus ini diduga terjadi secara koinsidens dan sebagai penyebab utama. Rotavirus adalah penyebab utama diare nosokomial pada bayi dan neonatus. Walaupun diare yang disebabkan oleh rotavirus biasanya lebih parah daripada diare akut karena penyebab lain, namun penyakit yang disebabkan oleh rotavirus sulit dapat dibedakan dari penyakit yang disebabkan oleh virus enterik lain. Rotavirus dapat ditemukan pada spesimen tinja atau apus dubur dengan mikroskop electron (EM), ELISA dan LA serta dengan teknik pemeriksaan imunologi lain yang kitnya tersedia di pasaran. Bukti adanya infeksi rotavirus dapat dilihat dengan teknik serologis, tetapi diagnosa biasanya didasarkan pada adanya antigen rotavirus pada tinja. Reaksi false positive pada pemeriksaan ELISA sering terjadi pada bayi baru lahir; reaksi positif membutuhkan konfirmasi dengan teknik pemeriksaan lain.

2. Penyebab Penyakit Gastro enteritis akut ini disebakan oleh rotavirus berukuran 70 nm termasuk dalam familia Reoviridae. Grup A sering menyerang bayi dan grup B jarang menyerang bayi di China, sedangkan grup C jarang menyerang manusia. Grup A, B, C, D, E dan F dapat menyerang binatang. Ada 4 serotipe major dan paling sedikit 10 serotipe minor dari rotavirus grup A pada manusia. Pembagian serotipe ini didasarkan pada perbedaan antigen pada protein virus 7 (VP7), yaitu protein permukaan pada capsid bagian luar. Antigen ini merupakan neutralizing antigen yang utama. Protein lain pada capsid bagian luar yang disebut dengan VP4 berperan dalam tingkat virulensi dari virus dan juga berperan dalam netralisasi virus.

3. Distribusi Penyakit Baik di negara berkembang maupun di negara maju, rotavirus sebagai penyebab sekitar 1/3 kasus rawat inap diare pada bayi dan anak-anak di bawah usia 5 tahun. Infeksi rotavirus sering terjadi pada neonatal pada situasi tertentu, tetapi biasanya tanpa gejala. Anak-anak biasanya terinfeksi rotavirus pada usia 2-3 tahun pertama, dengan puncak insidensi klinis pada kelompok umur 6-24 bulan. KLB terjadi pada anak-anak di tempat penitipan anak-anak. Rotavirus lebih sering dikaitkan dengan diare berat daripada yang disebabkan oleh patogen enterik lainnya; di negara-negara berkembang, Rotavirus sebagai penyebab kematian sekitar 600.000 870.000 orang setiap tahun karena diare. Didaerah iklim sedang, diare yang disebabkan oleh rotavirus mencapai puncak selama musim dingin; sedangkan di daerah tropis kasus ditemukan sepanjang tahun, kadang-kadang dengan sedikit kenaikan pada musim kering yang lebih dingin. Infeksi pada orang dewasa biasanya subklinis, tetapi KLB dengan gejala klinis terjadi di ruang perawatan manula (geriatric). Rotavirus kadang-kadang menyerang para wisatawan dewasa travelers diarrhea dan menyerang orang-orang dengan daya tahan tubuh yang lemah (seperti pada penderita AIDS), orang tua dengan anak-anak yang menderita diare karena rotavirus dan manula.

4. Reservoir Kemungkinan manusia berperan sebagai reservoir. Virus pada binatang tidak menyebabkan penyakit pada manusia. Rotavirus kelompok B dan C yang ditemukan pada manusia berbeda dengan yang ditemukan pada binatang. 5. Cara-cara Penularan Cara penularan kemungkinan melaui rute fekal-oral atau kemungkinan penyebaran melalui pernafasan. Walaupun rotavirus tidak berkembang biak dengan baik pada saluran pernafasan, virus tersebut kemungkinan tertangkan didalam sekret saluran pernafasan. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa rotavirus mungkin juga terdapat pada air yang tercemar. 6. Masa Inkubasi Masa inkubasi rata-rata sekitar 24 jam sampai dengan 72 jam. 7. Masa Penularan Penularan dapat terjadi selama fase akut dan selanjutnya penularan terus dapat berlangsung selama didalam tubuh orang itu masih ditemukan ada virus. Rotavirus biasanya tidak ditemukan sesudah hari ke-8 sejak infeksi, walaupun virus masih ditemukan selama 30 hari atau lebih pada penderita dengan gangguan sistem kekebalan (immunocompromised). Gejala klinis akan hilang rata-rata setelah 4 6 hari. 8. Kerentanan dan Kekebalan Usia 6-12 bulan paling rentan terhadap infeksi. Pada saat mencapai usia 3 tahun, kebanyakan orang telah mempunyai antibodi terhadap rotavirus. Orang-orang dengan sistem kekebalan rendah mempunyai risiko secara terus menerus mengeluarkan antigen rotavirus dalam jangka waktu yang lama dan mempunyai risiko menderita diare akibat intermiten. Diare jarang terjadi apabila infeksi rotavirus terjadi pada bayi yang berusia kurang dari 3 bulan. 9. Cara-cara pemberantasan A. Upaya Pencegahan 1) Pada bulan Agustus 1998, vaksin rotavirus hidup, oral, tetravalent Rhesus based rotavirus vaccine (RRV-TV) telah diijinkan digunakan untuk bayi di Amerika

Serikat. Vaksin ini sebaiknya diberikan kepada bayi pada usia 6 minggu 1 tahun. Jadwal yang disarankan adalah 3 dosis yang diberikan secara berurutan pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Dosis pertama bisa diberikan pada usia 6 minggu 6 bulan dosis berikutnya diberikan dengan interval waktu 3 minggu. Dosis pertama sebaiknya tidak diberikan kepada anak usia 7 tahun keatas karena akan meningkatkan kemungkinan terjadi reaksi demam. Dosis kedua dan ketiga sebaiknya diberikan sebelum ulang tahun yang pertama. Pemberian imunisasi rutin dengan vaksin tersebut akan menurunkan jumlah pasien gastroenteritis yang dirawat akibat rotavirus secara bermakna, yaitu dapat mencegah paling sedikit 2/3 dari anak-anak yang dirawat di rumah sakit dan yang meninggal karena rotavirus. Intussuscepsi (gangguan pada usus yang menyebabkan salah satu bagian usus masuk kebagian lain) ditemukan pada satu trial sebelum vaksin RRV-TV diizinkan beredar sebagai satu masalah yang potensial yang dapat terjadi pada pemberian RRV-TV. Oleh karena laporan tentang terjadinya intussescepsi ini terus menerus datang, maka CDC pada bulan Juli 1999, menunda beberapa penelitian yang akan dilakukan dan merekomendasikan agar menunda pemberian RRV-TV pada anak-anak yang telah dijadwalkan untuk mendapatkan imunisasi sebelum bulan Nopember 1999. Rekomendasi ini termasuk ditujukan kepada mereka yang sudah mulai mendapat dosis awal RRV-TV. Semua kasus intussuscepsi yang terjadi setelah pemberian RRV-TV sebaiknya dilaporkan kepada Sistem Pelaporan Kejadian (Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)) (Vaccine Adverse Events Reporting System, VAERS, 800-8227967); www.fda.gov/cber/vaers/report htm). Sebagian besar vaksin yang direkomendasikan untuk boleh dipakai saat ini akan diumumkan di website Divisi Imunisasi CDC (http://www.cdc.gov/nip). Dan juga pada website CCDM (http://www.ccdm.org). 2) Efektifitas upaya-upaya pencegahan lain tidak diketahui dengan jelas. Perilaku hidup bersih dan sehat untuk mencegah penularan penyakit melalui jalan fekal-oral mungkin tidak efektif dalam mencegah penularan virus in, oleh karena virus dapat hidup untuk jangka waktu lama pada permukaan yang keras, pada air yang terkontaminasi dan di tangan. Rotavirus relatif kebal terhadap disinfektan yang umum digunakan tetapi dapat diinaktifvasi dengan Chlorin. 3) Di tempat-tempat penitipan anak, mengenakan baju yang dapat menutup seluruh bagian tubuh bayi termasuk menutupi popok bayi, diketahui dapat menurunkan angka penularan infeksi. 4) Cegah terjadinya pemajanan dari bayi dan anak kecil dengan orang yang menderita gastroenteritis akut di dalam lingkungan keluarga dan institusi (seperti di tempattempat penitipan anak/orang tua dan rumah sakit). Pencegahan dilakukan dengan standar sanitasi yang baik, sedangkan melarang anakanak untuk dititipkan tempat penitipan anak tidak diperlukan.

5)

Pemberian Imunisasi pasif dengan IG per oral terbukti memberikan perlindungan kepada BBLR dan anak dengan daya tahan tubuh rendah. Menyusui tidak menurunkan angka penularan, namun dapat mengurangi keparahan gastroenteritis.

B. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar 1) Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Laporan wajib diberikan bila terjadi wabah; tidak ada laporan individu, Kelas 4 (lihat Pelaporan tentang Penyakit Menular). 2) Isolasi: Tindakan pencegahan enterik dengan mewajibkan untuk melakukan cuci tangan berulang kali bagi mereka yang sedang merawat bayi. 3) Disinfeksi serentak: pembuangan popok bayi harus dilakukan dengan cara yang saniter, pakaikan baju yang dapat menutup seluruh badan bayi untuk mencegah terjadinya rembesan dari popok. 4) Karantina: Tidak perlu. 5) Imunisasi kontak: Tidak perlu. 6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Sumber infeksi sebaiknya dicari betul pada populasi risiko tinggi dan pada cohorted antigen excretter (sekelompok orang yang secara terus menerus mengeluarkan virus). 7) Pengobatan spesifik: Tidak dilakukan. Terapi rehidrasi oral dengan oralit saja sudah cukup memadai diberikan kepada kebanyakan kasus. Cairan parenteral diperlukan pada penderita dehidrasi berat (kolaps vaskuler) atau pada penderita dengan muntah yang berat (lihat Kolera, 9B7). Antibiotika dan obat antimotilitas merupakan kontraindikasi. C. Cara-cara Penanggulangan wabah: Cari sumber penularan dan cara-cara penularan dengan melakukan penelitian epidemiologis. D. Implikasi bencana: sangat potensial terjadi penularan pada hunian yang padat ditempattempat penampungan pengungsian. E. Tindakan Internasional: Manfaatkan Pusat-pusat Kerjasama WHO.

You might also like