You are on page 1of 5

Faktor - Faktor yang Berpengaruh Terhadap Densitas Larva Nyamuk Aedes aegypti di Kota Pekalongan

Nila Oktaviani Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Pekalongan ABSTRACT
Background: Pekalongan regency is one of dengue endemic areas with geographical temperature conditions ranges between 23-350C. Larvae of A. aegypti avaible to live in the temperature between 32 340C on the air and 25 -300 C water temperature. This study aimed to know the environmental factors are its main factor to the density of larvae stage of A. aegypti in Pekalongan regency. Method: Research methods was used survey conducted in stratified random sampling technique. Four districts with a total of 10 villages were divided into 3 classes. Endemic classes village chosen 3 member of villages, 4 villages of saprodis classes and 3 classes of potential wards. Each village drawned randomly by 10 houses and set of the sampling point. Result: The results of the multivariate variance analysis showed Based on the results, can be concluded that the most influence key factors to the density are larvae stage of A. aegypti is the temperature and humidity respectively contributed 59.2% and 58.5%. Based on the conclusions, to avoid puddle from high precipitation that could raise the humidity and influencing the temperature is a strategy to reduce the density of each stage of the mosquito A. aegypti. Keyword : Density larvae, Aedes aegypti Lintang Selatan dan 10903955 10904219 Bujur Timur adalah dataran rendah pantai Utara Pulau Jawa dengan ketinggian 1 meter di atas permukaan laut (Badan Pusat Statistik, 2006). Berdasarkan kondisi geografis tersebut maka hampir sepanjang tahun, temperaturnya berkisar antara 23 350C, curah hujan berkisar antara 0 474 mm, dan kelembaban udara berkisar antara 51 92% (Badan Meteorologi dan Geofisika, 2007). Meskipun demikian, tidak seluruh wilayah kota Pekalongan tergolong daerah endemis DBD. Wilayah Kecamatan Pekalongan Selatan tidak termasuk daerah endemis DBD dibandingkan 3 wilayah kecamatan yang lain, yaitu kecamatan Pekalongan Barat, Pekalongan Timur dan Pekalongan Utara. Perubahan iklim dapat kematangan, mempengaruhi lamanya hidup perpindahan, dari agen perkembangbiakan, tingkah laku, kecepatan

PENDAHULUAN
Aktivitas dan metabolisme nyamuk Aedes aegypti dipengaruhi secara langsung oleh faktor lingkungan yaitu : temperatur, kelembaban udara, tempat perindukan, dan curah hujan. Nyamuk A. aegypti membutuhkan rata-rata curah hujan lebih dari 500 mm per tahun dengan temperatur ruang 32 340C dan temperatur air 25 300C, pH air sekitar 7 dan kelembaban udara sekitar 70% (Eritja, et al. 2005 dalam Cristo, et al. 2006). Keberhasilan perkembangan nyamuk A. aegypti ditentukan oleh tempat perindukan yang dibatasi oleh temperature tiap tahunnya dan perubahan musim (Otero et al., 2005). Berdasarkan persyaratan kondisi tersebut, maka kota Pekalongan termasuk wilayah yang memenuhi persyaratan optimal bagi kehidupan nyamuk A. aegypti. Secara georafis Kota Pekalongan terletak di antara 605042 605544

penginfeksi (Georgina. 1999; dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2006); dan seperti vektor nyamuk lainnya populasi A. aegypti sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan densitas, peningkatan fecunditas dan fertilitas yang tinggi, juga waktu generasi yang pendek (Regis et al., 2008). Berdasarkan sratifikasi endemisitas DBD dari data DINKES Kota Pekalongan (2008), wilayah Kota Pekalongan dapat dibagi menjadi 3 daerah yaitu daerah endemis, sporadis dan potensial. Daerah endemis adalah daerah yang selama tiga tahun berturut-turut terdapat kasus DBD. Daerah sporadis adalah daerah yang selama 3 tahun terdapat kasus DBD namun tidak berurutan, sedangkan daerah potensial merupakan daerah yang selama 3 tahun tidak terdapat kasus DBD tetapi Angka Bebas Jentik (ABJ) kurang dari 95%. Berdasarkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kepadatan stadium larva nyamuk A. aegypti sebagaimana dikemukakan sebelumnya maka diduga bahwa faktor temperatur, kelembaban, pH air, curah hujan dan tempat penampungan air dapat menjadi salah satu atau beberapa faktor kunci yang menentukan kepadatan stadium larva nyamuk A. aegypti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor lingkungan mana yang menjadi faktor kunci terhadap densitas untuk stadium larva nyamuk A. aegypti di Kota Pekalongan.

dipakai untuk menangkap nyamuk A. aegypti dewasa. Metode penelitian dilakukan secara survei. Berdasarkan stratifikasi endemisitas, maka teknik pengambilan sampel adalah stratified random sampling. Dalam teknik sampling ini, dari ke 4 kecamatan dengan total 10 kelurahan yang terbagi dalam 3 strata, yaitu strata endemis yang terdiri atas 3 kelurahan, strata saprodit 4 kelurahan, sedangkan strata potensial 3 kelurahan. Setiap kelurahan diambil secara acak sebanyak 10 rumah dan ditetapkan sebagai titik pengambilan sampel maka keseluruhan sampel berjumlah 100 rumah. Setiap titik pengambilan sampel diambil data kepadatan tahap larva, pupa dan dewasa nyamuk A. aegypti. Pengambilan data dilakukan selama 3 bulan dari bulan Desember 2008 sampai Februari 2009. Selain Semua data yang diperoleh dianalisis berdasarkan analisis variansi multivariat, pada tingkat signifikan 0,05. Data yang diperoleh berupa densitas stadium larva, pupa, dan dewasa nyamuk A. Aegypti keterkaitannya dengan faktor-faktor lingkungan yaitu temperatur, curah hujan, kelembaban dan tempat perindukan. Mengukur temperatur dan kelembaban di setiap titik pengambilan alat sampel dengan Alat menggunakan termohigrometer.

dipasang pada ruangan / tempat yang terdapat

METODE PENELITIAN
Materi penelitian adalah nyamuk A. aegypti stadium larva, pupa dan dewasa yang berada di rumah warga dan sekitarnya. Alat yang digunakan adalah termohigrometer Termohigrometer dan jaring serangga. untuk mengukur dipakai

nyamuk A. aegypti pada stadium larva, pupa, dan dewasa selama kurang lebih 5 10 menit. Sedangkan data curah hujan diperoleh Badan Meteorologi dan Geofisika, Tegal, Jawa Tengah yang dilakukan setiap hari.Semua data yang diperoleh dianalisis berdasarkan analisis variansi multivariat, pada tingkat signifikansi 0,10 dan 0,20. Data yang diperoleh berupa

temperatur dan kelembaban udara. Jaring serangga

densitas

stadium

larva,

nyamuk

A.

Aegypti dan

diperoleh

dari

Badan

Meteorologi

dan

keterkaitannya dengan faktor-faktor lingkungan yaitu temperatur, curah hujan, kelembaban tempat perindukan.

Geofisika, Tegal, Jawa Tengah. Faktor kunci yang berpengaruh terhadap densitas stadium larva Aedes aegypti adalah temperatur dan kelembaban.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil analisis variansi multivariat

menunjukkan bahwa faktor kunci yang berpengaruh itu, dilakukan pencatatan jumlah tempat perindukan nyamuk, temperatur, kelembaban. Data curah hujan
Tabel 1. Analisis Variansi Multivariat Pengaruh Beberapa Faktor Lingkungan Terhadap Densitas Stadium larva, pupa dan dewasa Aedes aegypti
Source LARVA Dependent Variable Kecamatan a Temperature b Kelembaban c curah hujan d tempat perindukan e Type III Sum of Squares R Squared = ,526 (Adjusted R Squared = ,115) R Squared = ,592 (Adjusted R Squared = ,238) R Squared = ,585 (Adjusted R Squared = ,225) R Squared = ,494 (Adjusted R Squared = ,054) R Squared = ,443 (Adjusted R Squared = -,040) F 1,193 3,520 3,801 ,392 1,272 Sig. ,325 ,008 ,005 ,852 ,290

Dalam penelitian ini, temperatur lokasi penelitian berkisar antara 26 sampai 34 C, suatu kisaran oleh temperatur Swaina et al. yang sesuai untuk perkembangan larva sebagaimana dikemukakan (2008). Sedangkan, kelembaban udara dalam penelitian ini berkisar 69% sampai 95%. Krebs, (2001) mengemukakan bahwa kisaran temperatur antara 25 sampai 27 C dan kelembaban udara berkisar antara 80 90,5% merupakan kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan larva A. aegypti. Ini berarti bahwa temperatur dan kelembaban di kota Pekalongan masih dapat dikatakan sebagai tempat yang sesuai untuk perkembangan larva nyamuk. Fathi, et al (2005) menjelaskan bahwa daya tahan hidup A. aegypti yang rendah lebih disebabkan oleh proses metabolisme yang lambat akibat temperatur dan kelembaban yang rendah sehingga
0 0 0

dapat mengakibatkan kematian larva. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa temperatur menyumbang sebesar 59,2%;dan kelembaban sebesar 58,5% (table 4.1); kondisi lingkungan di kota Pekalongan sangat sesuai untuk pertumbuhan nyamuk A. aegypti. Menurut Sudia, (1952) parameter ekologi yang berhubungan nyata dengan kepadatan populasi larva nyamuk A. aegypti adalah kelembaban ruangan, intensitas cahaya dan temperatur air. Temperature berperan sebagi penentu untuk kerhasilan pertumbuhan stadium larva stadium pupa dan stadium larva stadium dewasa. Disebutkan pula bahwa pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila temperatur kurang dari 100C atau lebih dari 400C (Yotopronoto, et.al. 1998 dalam Krebs, (2001).

Gambar 1. Hasil Pengamatan stadium larva A. aegypti

panas, sehingga ketika hujan untuk pertama kalinya maka temperature akan naik dan ini merupakan tanda bagi populasi nyamuk A. aegypti untuk tumbuh sehingga kepadatan menjadi tinggi di bulan Januari sampai Agustus (Regis et al., 2008).

1 mm

SIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa factor kunci yang paling berpengaruh terhadap densitas nyamuk A. aegypti pada stadium larva di Kota Pekalongan adalah temperatur dan kelembaban ( P<0,05), masing-masing menyumbang sebesar 59,2%;dan 58,5%.

Lebih jauh, dijelaskan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, (2006) bahwa perubahan iklim juga mengakibatkan terjadinya ekspansi geografi dari nyamuk A. aegypti. Faktor kunci merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kepadatan nyamuk A. aegypti yang antara lain temperature, curah hujan, kelembaban dan tempat perindukan. Curah hujan akan berpengaruh terhadap banyaknya tempat perindukan serta naik turunnya temperatur dan kelembaban. Habitat alami larva di akuatik biasanya dikelilingi oleh tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk melindungi dari cahaya sehingga temperatur menjadi sesuai untuk stadium larva (Swaina et al., 2008). Lingkungan yang berubahubah menyebabkan tempat perindukan nyamuk A. aegypti selalu dinamis (Duque et al., 2006). Selain itu iklim juga ikut mempengaruhi perkembangbiakan dan densitas dari nyamuk A. aegypti, maka ketika memasuki musim penghujan nyamuk berkembangbiak sangat cepat sehingga densitas nyamuk A. aegypti juga meningkat (Ansari et.al., 1998). Densitas larva nyamuk A. aegypti akan meningkat setelah hujan ini disebabkan terjadinya akumulasi telur yang menempel di dinding container selama musim

SARAN
Berdasarkan simpulan yang diperoleh maka menghindari genangan air akibat curah hujan yang tinggi yang dapat menaikkan untuk kelembaban udara dan berpengaruh terhadap temperature merupakan strategi menurunkan tingkat densitas setiap stadium nyamuk A. aegypti.

DAFTAR PUSTAKA
Ansari, M. A., and R. K. Razdan. 1998. Seasonal Prevalence of Aedes aegypti in Five Localities of Delhi, India. Dengue Bulletin 22. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). 2007. Data Klimatologi Tahun 2007. Badan Pusat Statistik (BPS), 2006. Kota Pekalongan dalam Angka. Beketov, Mikhail A. and Matthias Liess. 2007. Predation Risk Perception and Food Scarcity of the Mosquito Culex pipien. Ecologycal Entomology, 32, 405 410. Cristo, Benedetto., Laura Loru, Antonio Sassu, and Roberto A. Pantaleoni. 2006. The Asian Tiger Mosquito Again in Sardinia. Bulletin of Insectology 59(2): 161 162. DINKES Kota Pekalongan. 2008. Stratifikasi Endemisitas DBD Kota Pekalongan Tahun 2008. Duque, Jonny E. L., and Gregorio G. Carbajal A. 2006. Dynamics of Breeding Containers Formation of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) Larvae. EGnosis/on/me/ 4( 4). Fathi, Soedjajadi Keman., dan Chatarina Umbul Wahyuni. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2(1): 1 10. Krebs, Charles J. 2001. Ecology : The Experimentak Analysis of Distribution and Abundance. An imprint of addison Wesley Longman, Inc. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2006. Demam Berdarah Dengue. Otero, Marcelo., Hernan G Solari, Nicolas Schweigmann. 2005. A Stochastic Population

Dynamics Model for Aedes Aegypti: Formulation and Application to a City with Temperate Climate. Facultad de Ciencias Exactas y Naturales, Universidad de Buenos Aires. Preprint submitted to Elsevier Science. Regis, Leda., Antonio Miguel Monteiro, Maria Alice Varjal de Melo-Santos, Jose Constantino Silveira Jr., Andre Freire Furtado, Ridelane Veiga Acioli, Gleice Maria Santos, Mitsue Nakazawa, Marillia Sa Carvalho, Paulo Justiniano Ribeiro Jr., and Wayner Vieira de Souza. 2008. Devoloping New Approaches for Detecting and Preventing Aedes Aegypti Population Outbreaks: Basis for Surveillance, Alert and Control System. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, 103(1): 50 59. Sudia, William D. 1952. The Effect of Flowing Water on Mortality Rates of Aedes aegypti (L.) Larvae. The Ohio Journal of Science 52(2):76. Strickman, Daniel.. 2006. Longevity of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) Compared in Cages and Field Under Ambient Conditions in Rural Thailand. Thailand Southeast Asian J Trop Med Public Health 37 (3). Supartha, I Wayan. 2008. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse)(Diptera: Culicidae). Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar. Susanna, Dewi., A. Rahman, dan Eram Tunggul Pawenang. 2003. Potensi Daun Pandan Wangi Untuk Membunuh Larva Nyamukaedes Aegypti. Jurusan Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Swaina, V., S.S. Mohantyb, and K. Raghavendrab. 2008. Sunlight Exposure Enhances Larva Mortality Rate in Culex quinguefasciatus Say. J Vektor Borne Dis 45: 70 -72.

You might also like