You are on page 1of 32

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Keracunan dapat terjadi karena banyak hal, salah satunya disebabkan oleh bahan kimia. Banyak bahan kimia yang dilarang, ditambahkan ke dalam makanan akan menyebabkan keracunan (Yuliarti, 2007). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.1168 tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 722 tahun 1988, ada beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan antara lain Asam borat, formalin, dietilpirokarbonat, kalium klorat (Menteri Kesehatan, 1999). Angka yang pasti dari kejadian keracunan di Indonesia belum diketahui, meskipun banyak dilaporkan kejadian-kejadian keracunan dibeberapa rumah sakit tetapi angka ini tidak menggambarkan kejadian yang sebenarnya didalam masyarakat. Lebih kurang 60% dari paparan keracunan yang dilaporkan terjadi pada anak berumur < 6 tahun, dengan kematian < 4%.

B. Tujuan a. Tujuan Umum Dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang cepat, tepat dan efektif bagi pasien dengan diagnose keracunan.

b. Tujuan Khusus 1. Mampu menidentifikasi jenis keracunan. 2. Mampu melakukan intervensi yang tepat pada pasien dengan diagnose keracunan. 3. Mampu melaukan Asuhan keperawatan yang professional.

BAB II TINJUAN PUSTAKA

A. Definisi Keracunan adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan fungsi organ tubuh yang terjadi karena kontak dengan bahan kimia atau masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis sesuai dengan macam, dosis dan cara pemberiannya. Sedangkan korosi adalah degradasi atau penurunan mutu logam akibat reaksi kimia suatu logam dengan lingkungannya. Bahan penyebab keracunan itu sendiri disebut dengan korosif. Bahan penyebab keracunan itu ada 2 yaitu bahan korosif dan non korosif.

B. Etiologi Bahan penyebab keracunan dapat diklasifikasikan menjadi: a. Obat-obatan ( amfetamin, opioid, parasetamol dan lain-lain) b. Bahan kimia industri dan rumah tangga (bahan korosif, hidrokarbon, alkohol dan glikol, logam, gas beracun, dan lain-lain) c. Pestisida (organososfat dan karbamat, organklorin, pestisida yang mengandung arsen) d. Racun alam ( racun tanaman dan sengatan binatang berbisa)

C. Manifestasi Klinis Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktifitas kelenjar ludah, keringat dan gangguan saluran pencernaan, serta kesukaran bernafas. a. Gejala ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor pada lidah, kelopak mata, pupil miosis. b. Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram perut, bradikardi.

c. Keracunan berat : diare, reaksi cahaya negatif, sesak nafas, sianosis, edema paru, inkontenesia urine dan feces, koma.

D. Patofisiologi Botulisme adalah suatu bentuk keracunan yang spesifik, sebagai akibat penyerapan toksin yang dikeluarkan oleh clostridium botulinum. Toksin botulinum mempunyai efek farmakologis yang sangat spesifik yaitu menghambat hantaran pada serabut saraf kolinergik. Pada penyelidikan diperlihatkan bahwa sejumlah kecil toksin mengganggu hantaran saraf di dekat percabangan akhir dan di ujung serabut saraf dan menghambat dan menginaktivasikan enzim asetilkolinesterase. Enzim secara normal

menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, ganglion autonom, ujung ujung saraf simpatis dan ujung ujung saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat tempat tersebut. Pada susunan saraf pusat, perangsangan permulaan akan segera di ikuti dengan depresi sel-sel yang menyebabkan kekejangan (konvulsi).yang kemudian di ikuti dengan gangguan / penurunan kesadaran.rangsangan permulaan dan di ikuti dengan hambatan pada ganglion autonom menyebabkan gangguan / disfungsi yang bervariasi dan multiple alat-alat tubuh yang dipersyarafi oleh system syaraf autonom. Penumpukan asetilkolin pada ujung syaraf simpatis menyebabkan konstriksi pupil, penglihatan kabur, stimulasi otot-otot intestinal, kontriksi otot-otot bronchial dengan gejala-gejala gangguan pernapasan: penekakan aktifitas cardiac pace maker.

E. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Laboratorium rutin (darah, urine, feses, lengkap)tidak banyak membantu. b. Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di bawah

50 %. Kadar meth- Hb darah : keracunan nitrit. Kadar barbiturat plasma : penting untuk penentuan derajat keracunan barbiturate. c. Pemeriksaan toksikologi : a) Penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk visum et repertum b) Bahan diambil dari : 1) Muntuhan penderita / bahan kumbah lambung yang pertama (100 ml) 2) Urine sebanyak 100 ml 3) darah tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml.

F. Penatalaksanaan a. Resusitasi. Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 1520 tts/menit .,nafas

buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag valve mask. b. Eliminasi. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.

Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila

keracunan terjadi kurang dari 4 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pnemonia. c. Anti dotum (penawar racun) Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan. a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg b) Dilanjutkan dengan 0,5 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala atropinisasi ( muka merah,mulut pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi

kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis). c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 4 6 8 dan 12 jam. d) Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian a. Pengkajian. Pengkajian difokusakan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa,adanya gangguan asam basa,keadaan status jantung,status kesadran. Riwayat kesadaran : riwayat keracunan,bahan racun yang

digunakan,berapa lama diketahui setelah keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya. b. Intervensi. a) Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi : tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup,mencegah penyerapan dan penawar racun ( antidotum ) yan meliputi resusitasi, : Air way, breathing, circulasi eliminasi untuk menghambat absorsi melalui pencernaaan dengan cara kumbah lambung,emesis, ata katarsis dan kerammas rambut. b) Berikan anti dotum sesuai advis dokter minimal 2 x 24 jam yaitu pemberian SA. c) Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak samapi demamatau mengigil,monitor perubahan-perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat,distress pernafasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian.Monitir vital sign setiap 15 menit untuk bebrapa jam dan laporkan perubahan segera kepada dokter.Catat tanda-tanda seperti muntah, mual, dan nyeri abdomen serta monotor semua muntah akan adanya darah. Observasi fese dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan dokter.
6

d) Jika pernafasan depresi, berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bisa diperlukan. e) Jika keracunan sebagai uasaha untuk mebunuh diri maka lakukan safety precautions . Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian, reaksi depresi, psikosis neurosis, mental retardasi dan lain-lain. B. Analisa Data No. Data data (subjektif-objektif) Etiologi Masalah keperawatan 1. DS : pasien mengatakan nyeri DO: 1. Muka topeng 2. Skala nyeri (0-10) 3. Tingkah laku berhatihati 4. Gerakan melindungi 2. DS : pasien mengatakan sesak Nyeri nafas DO : 1. Nafas pendek 2. Dypsnea 3. Menggunakan otot pola nafas tidak efektif Agen kimia cedera Nyeri

pernapasan tambahan 4. Pernafasan rata/minimal Bayi : < 25 atau > 60 Usia 1-4 : < 20 atau > 30 Usia 5-14 : < 14 rata-

atau > 25 Usia > 14 : < 11 atau > 24

3.

DS : pasien mengatakan luka Kerusakan nya merah DO : 1. Luka terlihat kemerahan 2. Sprei kotor jaringan

Risiko infeksi

C. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera kimia b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri c. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan

D. Rencana Asuhan Keperawatan No. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri b.d agen NOC : cedera kimia
Pain Level, Pain control, Comfort level Kriteria Hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu NIC : Pain Management Lakukan pengkajian nyeri secara

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari

penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk

ketidaknyamanan Gunakan teknik komunikasi terapeutik

mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, menggunakan manajemen

untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau Bantu pasien dan keluarga untuk mencari

intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal

dan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri

(farmakologi, non farmakologi dan inter personal) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Monitor penerimaan pasien tentang

manajemen nyeri

10

Analgesic Administration Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang diperlukan atau

kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan

11

gejala (efek samping)

2.

Pola nafas tidak NOC : efektif b.d nyeri


Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway patency Vital sign Status Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu

NIC : Airway Management Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang

normal, tidak ada suara nafas abnormal) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

12

keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea Pertahankan jalan nafas yang paten Atur peralatan oksigenasi Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi pasien Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,

13

dan setelah aktivitas Monitor kualitas dari nadi Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor suara paru Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,

peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3.

Resiko b.d

infeksi NOC : kerusakan


Immune Status Knowledge : Infection control Risk control Kriteria Hasil :

NIC : Infection Control (Kontrol infeksi) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain Pertahankan teknik isolasi

jaringan

14

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Mendeskripsikan proses penularan

Batasi pengunjung bila perlu Instruksikan pada pengunjung untuk

mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum Gunakan kateter intermiten untuk

penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya, Menunjukkan kemampuan untuk

mencegah timbulnya infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal Menunjukkan perilaku hidup sehat

menurunkan infeksi kandung kencing Tingktkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection

Protection

(proteksi

terhadap

15

infeksi) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Monitor hitung granulosit, WBC Monitor kerentanan terhadap infeksi Batasi pengunjung Saring menular Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kuliat pada area epidema Inspeksi kulit dan membran mukosa pengunjung terhadap penyakit

terhadap kemerahan, panas, drainase Ispeksi kondisi luka / insisi bedah Dorong masukkan nutrisi yang cukup Dorong masukan cairan Dorong istirahat Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep

16

Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara menghindari infeksi Laporkan kecurigaan infeksi Laporkan kultur positif

17

BAB IV KASUS
Tn. A berumur 40 th di bawa ke RS Mahardika oleh keluarga dalam keadaan tidak sadarkan diri. Keluarga mengatakan klien sedang membersihkan kamar mandi menggunakan napoclean, kemudian tiba-tiba mengeluh nyeri pada jari-jari tangan tidak lama kemudian pingsan. Dari data pemeriksaan fisik diperoleh TD: 90/70 mmHg, P: 80x/m, R: 26x/m, S: 37C, snoring. Tindakan apa yang harus dilakukan perawat?

18

RESUME ASUHAN KEPERWATAN GAWAT DARURAT PADA Tn.A DENGAN GANGGUAN AKIBAT KERACUNAN KONTAK A. PENGKAJIAN a. Biodata 1. Identitas klien Nama Umur Jenis Kelamin Suku bangsa No. Medrek Tgl Masuk Tgl pengkajian Diagnosa Medis Alamat : Tn. A : 40 th : laki-laki : sunda : 2342 : 31 mei 2013 : 31 mei 2013 : intoksikasi : kuningan

2. Identitas penangung jawab Nama Umur Jenis Kelamin Hub. Dengan pasien Alamat : Ny. H : 39 th : perempuan : istri : kuningan

b. Riwayat kesehatan 1. ANAMNESA KOMPAK 1) Keluhan 2) Obat : nyeri : tidak ada

3) Makanan terakhir : puasa 4) Penyakit penyerta : tidak ada 5) Alergi obatan : tidak ada riwayat alergi makanan dan obat-

19

6) Kejadian : Tn. A berumur 40 th di bawa ke RS Mahardika oleh keluarga dalam keadaan tidak sadarkan diri. Keluarga mengatakan klien sedang membersihkan kamar mandi menggunakan napoclean, kemudian tibatiba mengeluh nyeri pada jari-jari tangan tidak lama kemudian pingsan. Skala nyeri 8 (0-10). c. Initial assessment 1. Primary survey Airway : terdengar snoring

Breathing : R: 26x/m Circulation: bengkak di jari-jari tangan dan berwarna biru, P: 80x/m, akral teraba dingin Disability : berespon terhadap rangsangan nyeri (pain) Exposure : tidak ada jejas 2. pemeriksaan fisik keadaan umum kesadaran : lemah : somnolen ( E : 2 M: 5 V:5)

Tanda-tanda vital : TD : 90/70x/m P : 80x/m R : 26x/m S : 37C 1) Kepala dan wajah dan kepala, 2) Rambut dan kulit : distribusi rambut banyak, : tidak ada lesi pada wajah

terdapat warna biru dan bengkak pada kulit jari-jari tangan 3) Leher : tidak ada peningkatan JVP,

tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

20

4) Dada

: normal chest, suaran nafas

vesikuler, timpani diseluruh lapang paru, pekak di ICS 2-4. 5) Abdomen : tidak ada bekas oprasi,

bising usus 7x/m, dullness di kuadran 1,3,4 timpany di kuadran 2. 6) Ekstremitas atas dan bawah 3 4 3 4 : kekuatan otot ekstremitas

Terdapat odema pada jari-jari tangan, berwarna biru.

3. Diagnosa keperawatan 1) Nyeri b.d agen injuri kimia. 2) Pola nafas tidak efektif b.d nyeri 3) Risiko infeksi b.d kerusakan jaringan

21

4. Rencana asuhan keperawatan No. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri b.d agen injuri NOC : kimia
Pain Level, Pain control, Comfort level Kriteria Hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab menggunakan nyeri, mampu tehnik frekuensi dan tanda NIC : Pain Management Lakukan pengkajian nyeri secara

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan Gunakan teknik komunikasi terapeutik

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah

untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau Bantu pasien dan keluarga untuk mencari

22

nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal

dan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri

(farmakologi, non farmakologi dan inter personal) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Monitor penerimaan pasien tentang

manajemen nyeri

23

Analgesic Administration Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang diperlukan atau

kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan

24

gejala (efek samping)

2.

Pola

nafas

tidak NOC :
Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway patency Vital sign Status Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu sputum, (mampu mampu

NIC : Airway Management Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

efektif b.d nyeri

mengeluarkan

bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,

25

pernafasan)

keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea Pertahankan jalan nafas yang paten Atur peralatan oksigenasi Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi pasien Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,

26

dan setelah aktivitas Monitor kualitas dari nadi Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor suara paru Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,

peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3.

Resiko infeksi b.d NOC : kerusakan jaringan


Immune Status Knowledge : Infection control Risk control Kriteria Hasil :

NIC : Infection Control (Kontrol infeksi) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain Pertahankan teknik isolasi

27

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Mendeskripsikan proses penularan penyakit, mempengaruhi factor penularan yang serta

Batasi pengunjung bila perlu Instruksikan pada pengunjung untuk

mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum Gunakan kateter intermiten untuk

penatalaksanaannya, Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal Menunjukkan perilaku hidup sehat

menurunkan infeksi kandung kencing Tingktkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection

Protection

(proteksi

terhadap

28

infeksi) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Monitor hitung granulosit, WBC Monitor kerentanan terhadap infeksi Batasi pengunjung Saring menular Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kuliat pada area epidema Inspeksi kulit dan membran mukosa pengunjung terhadap penyakit

terhadap kemerahan, panas, drainase Ispeksi kondisi luka / insisi bedah Dorong masukkan nutrisi yang cukup Dorong masukan cairan Dorong istirahat Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep

29

Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara menghindari infeksi Laporkan kecurigaan infeksi Laporkan kultur positif

30

BAB V PENUTUP

4.1 Kesimpulan Keracunan adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan fungsi organ tubuh yang terjadi karena kontak dengan bahan kimia atau masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis sesuai dengan macam, dosis dan cara pemberiannya. Ada beberapa etiologi, salah satu nya adalah zat kimia (bahan korosif, hidrokarbon, alkohol dan glikol, logam, gas beracun, dan lain-lain). Bahan ini sangat berbahaya apabila disalah gunakan.

4.2 Saran Jika terjadi keracunan, baik itu obat, zat kimia, segeralah minta pertolongan pada pelayanan kesehatan terdekat. Dengan penanganan yang cepat, tepat, dan efektif, diharapkan kerusakan bisa di minimalisir.

31

DAFTAR PUSTAKA

Bresler, Michael Jay.2006. Manual kedokteran Darurat. Jakarta : EGC. Brunner and Suddarth.2002.Keperawatan Medikal Bedah.vol.3.Jakarta:EGC. Mohammad, Kartono.1993. Pertolongan Pertama. Jakarta: PT Gramedia. Putra, Tjok Raka.1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC. Widodo, Djoko.2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Pustaka.

32

You might also like