You are on page 1of 72

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari Pembangunan Nasional yang pada hakekatnya merupakan upaya untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasl 28 ayat (1) dan Undang -Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu melalui pembangunan kesehatan salah satu hak dasar masyarakat yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dapat dipenuhi. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai investasi untuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)yang dapat diukur melalui Index Pembangunan Manusia (IPM). Kesehatan merupakan salah komponen utama dalam IPM yang dapat mendukung terciptanya SDM yang sehat, cerdas, terampil dan ahli menuju keberhasilan Pembangunan Kesehatan. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan telah dilakukan perubahan cara pandang (mindset) dari paradigma sakit menuju paradigma sehat sejalan dengan Visi Indonesia Sehat 2010. Seiring dengan visi tersebut, maka Visi Pembangunan Kesehatan di Kota Semarang yang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah adalah Terwujudnya Masyarakat Kota Pantai Metropolitan yang Sehat Didukung dengan Profesionalisme dan Kinerja yang Tinggi. Dalam rangka memberikan gambaran situasi kesehatan di Kota Semarang Tahun 2007 perlu diterbitkan Buku Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007. Media Profil Kesehatan Kota Semarang merupakan salah satu sarana untuk menilai pencapaian kinerja pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan Kota Semarang Sehat 2010. Profil Kesehatan menyajikan berbagai data dan informasi diantaranya meliputi data kependudukan, fasilitas kesehatan, pencapaian program program kesehatan, masalah kesehatan dan lain-lain. Tersusunnya Buku Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007 didukung oleh pengelola data dan informasi Dinas Kesehatan Kota Semarang, Puskesmas, Instalasi Perbekalan Farmasi, juga lintas sektor terkait (Badan Pusat Statistik, ASKES,
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

JAMSOSTEK, BKKBN, POLWILTABES Kota Semarang). 1.2. Tujuan Tujuan disusunnya Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007 adalah tersedianya data / informasi yang relevan, akurat, tepat waktu dan sesuai kebutuhan dalam rangka meningkatkan kemampuan manajemen kesehatan secara berhasilguna dan berdayaguna sebagai upaya menuju Kota Semarang yang Sehat. 1.2.2. Khusus Secara khusus tujuan penyusunan Profil Kesehatan adalah : 1.2.2.1. Diperolehnya Data / informasi umum dan lingkungan yang meliputi lingkungan fisik dan biologi, perilaku masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, data kependudukan dan sosial ekonomi; 1.2.2.2. Diperolehnya Data / informasi tentang status kesehatan masyarakat yang meliputi angka kematian, angka kesakitan dan status gizi masyarakat; 1.2.2.3. Diperolehnya Data / informasi tentang upaya kesehatan, yang 1.2.2.4. 1.2.2.5. 1.2.2.6. meliputi cakupan kegiatan dan sumber daya kesehatan. Diperolehnya Data / informasi untuk bahan penyusunan perencanaan kegiatan program kesehatan; Tersedianya alat untuk pemantauan dan evaluasi tahunan program program kesehatan; Tersedianya wadah integrasi berbagai data yang telah dikumpulkan oleh berbagai sistem pencatatan dan pelaporan yang ada di Puskesmas, Rumah Sakit maupun Unit-Unit Kesehatan lainnya; 1.2.2.7. Tersedianya alat untuk memacu penyempurnaan sistem pencatatan dan pelaporan kesehatan. 1.3. Sistematika Penulisan Untuk lebih menggambarkan situasi derajat kesehatan, peningkatan upaya kesehatan dan sumber daya kesehatan di Kota Semarang pada Tahun 2007, maka diterbitkanlah Buku Profil Kesehatan Kota Semarang yang

1.2.1. U mum

3 disusun dengan sistematika sebagai berikut : BAB BAB BAB BAB BAB I II III IV V PENDAHULUAN GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN KESIMPULAN DAN SARAN

LAMPIRAN

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

BAB II GAMBARAN UMUM DAN LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN MASYARAKAT 2.1. Keadaan Geografis Kota Semarang terletak antara garis 650 - 710 Lintang Selatan dan garis 10935 - 11050 Bujur Timur. Dibatasi sebelah Barat dengan Kabupaten Kendal, sebelah Timur dengan Kabupaten Demak, sebelah Selatan dengan Kabupaten Semarang, dan sebelah Utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,6 Km. Ketinggian Kota Semarang terletak antara 0,75 sampai dengan 348,00 di atas garis pantai. 2.1.2. Luas Wilayah Kota Semarang

2.1.1. Letak

Dengan luas wilayah sebesar 373,70 km2 , Kota Semarang terbagi dalam 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Dari 16 kecamatan yang ada, kecamatan Mijen (57,55 km2) dan Kecamatan Gunungpati (54,11 km2), dimana sebagian besar wilayahnya berupa persawahan dan perkebunan. Sedangkan kecamatan dengan luas terkecil adalah Semarang Selatan (5,93 km2) dan kecamatan Semarang Tengah (6,14 km2), sebagian besar wilayahnya berupa pusat perekonomian dan bisnis Kota Semarang, seperti bangunan toko/mall, pasar, perkantoran dan sebagainya.
2.2 Kependudukan 2.2.1. Pertumbuhan Perpindahan 2.2.1.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk Kota Semarang menurut registrasi sampai dengan akhir Desember tahun 2007 sebesar : 1.454.594. jiwa, terdiri dari 722.026 jiwa penduduk laki-laki dan 732.568 jiwa penduduk perempuan. Dengan jumlah Tengah. Tabel 1 : Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Tahun 2003 - 2007 sebesar itu Kota Semarang termasuk dalam 5 besar Kabupaten/Kota yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Jawa Penduduk, Persebaran dan Kepadatan Penduduk, Komposisi Penduduk, Kelahiran, Kematian dan

5 Tahun Jumlah Penduduk Tingkat pertumbuhan Setahun ( % ) 2003 2004 2005 2006 2007 1.378.193 1.399.133 1.419.478 1.434.132 1.454.594 2,09 1,52 1,45 2,03 2,37

Sumber data : Kantor BPS Kota Semarang Perkembangan dan pertumbuhan penduduk selama 5 tahun terakhir menunjukkan hasil yang bervariasi. Hal ini dapat dilihat pada tabel diatas, dimana selama kurun waktu tahun 2004 2007 terjadi peningkatan pertumbuhan penduduk dengan rata-rata sebesar 0.35%. 2.2.1.2. Persebaran dan Kepadatan Penduduk Penyebaran penduduk yang tidak merata perlu mendapat perhatian karena berkaitan dengan daya dukung lingkungan yang tidak seimbang. Secara daerah dan geografis dataran wilayah Kota Semarang terbagi menjadi dua yaitu rendah ( Kota Bawah ) dan daerah perbukitan (Kota Kota Atas lebih banyak dimanfaatkan untuk

Atas). Kota Bawah merupakan pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan industri, sedangkan perkebunan, persawahan, dan hutan. Sedangkan ciri masyarakat Kota Semarang terbagi dua yaitu masyarakat dengan karakteristik perkotaan dan masyarakat dengan karakteristik pedesaan. Sebagai salah satu kota metropolitan, Semarang boleh dikatakan belum terlalu padat. Pada tahun 2007 kepadatan penduduknya sebesar 3.892 jiwa per km2. Bila dilihat menurut Kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk paling kecil adalah Kecamatan Mijen sebesar 819 jiwa per km2, diikuti dengan Kecamatan Tugu 832 jiwa per km2 dan Kecamatan Gunungpati 1.168 jiwa per km2. Ketiga Kecamatan tersebut merupakan daerah pertanian dan perkebunan, sehingga sebagian wilayahnya banyak terdapat areal persawahan dan perkebunan, Namun sebaliknya untuk Kecamatan-Kecamatan yang terletak di pusat kota, dimana luas wilayahnya tidak terlalu besar tetapi jumlah
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

masih

penduduknya

sangat

banyak,

kepadatan

penduduknya

sangat tinggi.

Yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Semarang Selatan 14.444 jiwa/km2, kemudian Kecamatan Candisari 12.318 jiwa/km2 Kecamatan Semarang Tengah 12.158 Semarang Utara 11.468 jiwa/km2 . Bila dikaitkan dengan banyaknya keluarga atau rumah tangga, maka dapat dilihat bahwa rata-rata setiap keluarga di Kota Semarang memiliki 4,13 atau 4 (empat) anggota keluarga, dan kondisi ini terjadi pada hampir seluruh Kecamatan yang ada . jiwa/km2 jiwa/km2, diteruskan dengan dan Kecamatan Gayamsari 11. 270

2.2.1.3.

Komposisi Penduduk Untuk dapat menggambarkan tentang keadaan penduduk secara khusus dapat dilihat dari komposisinya, salah satunya adalah penduduk menurut jenis kelamin. Dari 1.454.594 penduduk Kota Semarang pada tahun 2007 terdiri dari 722.026 jiwa penduduk laki-laki dan 732.568 jiwa penduduk perempuan . Indikator dari variabel jenis kelamin adalah rasio jenis kelamin yang merupakan angka perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan. Rasio jenis kelamin pada tahun 2007 di Kota Semarang adalah 986 yang berarti jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki, dimana setiap 100 penduduk perempuan, terdapat pula 986 penduduk laki-laki.

2.2.1.4.

Kelahiran, Kematian dan Perpindahan Potensi permasalahan jumlah penduduk yang besar dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduk yang dimiliki. Bila jumlah penduduk yang besar sedangkan tingkat pertumbuhannya tinggi, maka beban untuk mencukupi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya menjadi sangat berat. Tingkat pertumbuhan penduduk dibedakan atas tingkat pertumbuhan alamiah dan tingkat pertumbuhan karena migrasi. Tingkat pertumbuhan alamiah secara sederhana dihitung dengan membandingkan jumlah penduduk yang lahir dan mati. Pada periode waktu tertentu digambarkan

7 dengan Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Rate ( CBR ) dan Angka Kematian Kasar atau Crude Death Rate ( CDR ) yang merupakan perbandingan antara jumlah kelahiran dan kematian selama 1 tahun dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Selama periode 5 tahun terakhir perkembangan kelahiran dan kematian penduduk di Kota Semarang terlihat cukup berfluktuasi. Hal ini dilihat bahwa untuk CBR periode 2003 2007 mengalami kenaikan yang cukup berarti yaitu menjadi 16,06/1.000 penduduk. Sedangkan CDR juga mempunyai pola yang sama berfluktuasi selama periode 2003 2006 mengalami peningkatan dan menurun pada tahun 2007 menjadi 7,04/1.000 penduduk. Data selengkapnya pada tabel berikut : Tabel 2: Perkembangan Kelahiran dan Kematian Penduduk Kota Semarang Periode 2003 2007 Tahun Jml Penduduk CBR CDR (/1000 pddk) (/1000 pddk) 2003 2004 2005 2006 2007 1.378.193 1.399.133 1.419.478 1.434.132 1.454.594 12,56 12,64 15,23 15,46 16,06 5,09 5,27 6,41 7,56 7 , 0 4

Sebagai gambaran pada tahun 2007 Angka Kelahiran Kasar ( CBR ) sebesar 16,06 per 1.000 penduduk yang berarti bahwa setiap 1.000 penduduk jumlahnya bertambah karena kelahiran sebanyak 16,06 atau bila dibulatkan sebesar 16 orang. Sedangkan Angka Kematian Kasar (CDR)-nya sebesar 7,04 per 1.000 penduduk yang artinya setiap 1.000 penduduk
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

selama setahun jumlah penduduknya berkurang karena meninggal sebanyak 7 orang. Dengan demikian selisih dari keduanya adalah 9 orang per 1.000 penduduk.

2.3.

PENDIDIKAN Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang berperan meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi pendidikan suatu masyarakat, semakin baik kualitas sumber dayanya. Sebagai gambaran tingkat pendidikan penduduk Kota Semarang pada tahun 2007 adalah sebagai berikut : Tabel 3 : Prosentase Tingkat Pendidikan di Kota Semarang Tahun 2007
No Tingkat Pendidikan Laki-laki dan Perempuan Jumlah %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Tdk / blm pernah sekolah Tidak / belum tamat SD S D/MI S L T P/MTs S L T A/MA Akademi Universitas Jumlah:

91.786 286.062 320.899 284.641 296.172 61.003 63.311 1.403.874

6,53 20,3 7 22,8 5 20,2 7 21,0 9 4,34 4,51 100, 00

Sumber data : BPS Kota Semarang Menurut Badan Pusat Statistik Kota Semarang bahwa perkembangan tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk Kota Semarang selama 5 ( lima ) tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup berarti. Yang paling menonjol adalah peningkatan penduduk yang pendidikannya tamatan SLTA ke atas ( D I, II, III, dan D IV/ S1/ S2/ S3 ), kenaikan ini terjadi baik untuk penduduk laki-laki maupun perempuan.

Tabel 4 : Prosentase Sarana Pendidikan di Kota Semarang Tahun 2007 No 1. 2. 3. 4. Jenis Sarana Pendidikan TK / Diniyah SD / MI SLTP / MTs SLTA / SMK / MA Jumlah Jumlah 594 640 164 148 1.546 % 38,42 41,39 10,60 9,57 100,0 0

Sumber data : BPS Kota Semarang 2.4. SOSIAL EKONOMI Prosentase jenis mata pencaharian penduduk Kota Semarang pada tahun 2007, adalah sebagai berikut : Tabel 5 : Prosentase Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kota Semarang Tahun 2007 No 1. Jenis Mata Pencaharian Petani sendiri Jumlah 26.494 (%) 4, 3 0 3, 0 8 2 4, 7 9 1 1, 5 7 0, 4 0

2.

Buruh tani

18.992

3.

Buruh Industri

152.557

4.

Buruh bangunan

71.328

5.

Nelayan

2.506

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

6.

Pengusaha

51.304

8, 3 3 1 1, 9 3 3, 6 0 1 4, 1 2 1 7, 8 0 1 0 0, 0 0

7.

Pedagang

73.431

8.

Angkutan

22.187

9.

PNS/ TNI/ POLRI

86.918

10.

Lain-lain

109.512

Jumlah:

615.229

Sumber data : BPS Kota Semarang

2.5.

SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN Tabel 6 : Prosentase Sarana dan Prasarana di Kota Semarang Tahun 2006 - 2007 A. SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN 1. Rumah Sakit Umum : a. Rumah Sakit Swasta b. Rumah Sakit Umum Daerah c. Rumah Sakit Umum Pusat 8 2 1 9 2 1 2006 2007

11 d. Rumah Sakit TNI / POLRI e. Rumah Sakit Khusus, terdiri dari : 2. 3. RS Jiwa RS Bedah Plastik Rumah Sakit Ibu dan Anak ( RSIA ) Rumah Sakit Bersalin ( RSB ) 3 10 1 1 4 4 23 37 11 26 33 37 1.446 1.442 310 31 13 42 20 73 165 31 6 7 30 50 14 49 12 3 10 1 1 4 4 23 37 11 26 33 37 1.454 1.454 316 33 13 46 20 78 186 38 7 11 33 64 15 53 13

Rumah Bersalin ( RB ) / BKIA Puskesmas , terdiri dari : a. Puskesmas Perawatan b. Puskesmas Non Perawatan

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.

Puskesmas Pembantu Puskesmas Keliling Posyandu yang ada Posyandu Aktif Apotik Laboratorium Kesehatan Swasta Klinik Spesialis Optik Klinik 24 Jam Toko Obat BP Umum BP Gigi PBDS Tabib ( yang memiliki Wajib Daftar ) Sinshe ( yang memiliki Wajib Daftar ) Akupunktur (yang memiliki Wajib Daftar) Pijat Urut ( yang memiliki Wajib Daftar ) Terapi Zona (yang memiliki Wajib Daftar) Rei Ki ( yang memiliki Wajib Daftar )

Sumber data : Sie Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Semarang

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

BAB III PEMBANGUNAN KESEHATAN KOTA 3.1 DASAR Dasar pembangunan kesehatan adalah nilai kebenaran dan aturan pokok yang menjadi landasan untuk berfikir dan bertindak dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Dasar-dasar berikut ini merupakan landasan dalam penyusunan visi, misi dan strategi serta sebagai petunjuk pokok pelaksanaan pembangunan kesehatan: 3.1.1 Perikemanusiaan Setiap kegiatan proyek, program kesehatan harus berlandaskan

perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 3.1.2 Pemberdayaan dan Kemandirian Individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya bukan saja sebagai obyek namun sekaligus pula subyek kegiatan, proyek, program kesehatan. Segenap komponen bangsa bertangggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya. Setiap kegiatan, proyek, program kesehatan harus mampu membangkitkan peran serta individu, keluarga dan masyarakat sedemikian rupa sehingga setiap individu, keluarga dan masyarakat dapat menolong dirinya sendiri. Dengan dasar ini, setiap individu, keluarga dan masyarakat melalui kegiatan, proyek, program kesehatan difasilitasi agar mampu mengambil keputusan yang tepat ketika membutuhkan pelayanan kesehatan. Warga masyarakat harus mau bahu membahu menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongan agar dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang sesuai kebutuhan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Di lain pihak, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada perlu terus diberdayakan agar mampu memberikan pertolongan kesehatan yang berkualitas, terjangkau, sesuai dengan norma sosial budaya setempat serta tepat waktu. 3.1.3 Adil dan Merata Setiap individu, keluarga dan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sehingga dapat

13 mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kesempatan untuk

memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas, terjangkau dan tepat waktu, tidak boleh memandang perbedaan ras, golongan, agama, dan status sosial individu, keluarga dan masyarakat. Pembangunan kesehatan yang cenderung urban-based harus terus diimbangi dengan upaya-upaya kesehatan yang bersifat rujukan, bersifat luar gedung maupun yang bersifat satelit pelayanan. Dengan demikian pembangunan kesehatan dapat menjangkau kantong-kantong penduduk beresiko tinggi yang merupakan penyumbang terbesar kejadian sakit dan kematian. Kelompok-kelompok penduduk inilah yang sesungguhnya lebih membutuhkan pertolongan karena selain lebih rentan terhadap penyakit, kemampuan membayar mereka jauh lebih sedikit. 3.1.4 Pengutamaan dan Manfaat Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kedokteran dan atau kesehatan dalam kegiatan, proyek, program kesehatan harus mengutamakan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Kegiatan, proyek dan program kesehatan diselenggarakan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan deajat kesehatan masyarakat. Kegiatan, proyek dan program kesehatan diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab, sesuai dengan standar profesi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh kebutuhan dan kondisi spesifik daerah. 3.2 3.2.1 VISI DAN MISI VISI Gambaran masyarakat Semarang di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah Terwujudnya masyarakat kota metropolitan yang sehat didukung dengan profesionalisme dan kinerja yang tinggi Visi tersebut mengandung dua filosofi pokok yang akan dilaksanakan perwujudannya, yaitu masyarakat kota metropolitan yang sehat dan upaya pelayanan kesehatan dilakukan secara profesional dan didukung oleh tenaga yang memiliki kinerja yang tinggi. Masyarakat kota metropolitan yang sehat adalah masyarakat yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajad kesehatan yang setinggi-tingginya.
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

Upaya pelayanan kesehatan secara profesional adalah tatanan dari stake holder kesehatan di kota Semarang yang memiliki kemampuan cipta, rasa, karsa dan karya yang tinggi dengan karakteristik mandiri, kreatif, berbudaya, partisipatif dan menguasi ilmu pengetahuan teknologi sehingga mampu memberikan upaya pelayanan kesehatan masyarakat maupun perorangan yang prima. 3.2.2 MISI

Misi mencerminkan peran, fungsi dan kewenangan seluruh jajaran organisasi kesehatan di seluruh wilayah Kota Semarang, yang bertanggung jawab secara teknisterhadap pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan Kota Semarang. Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan misi yang diemban oleh seluruh jajaran petugas kesehatan di masing-masing jenjang administarsi pemerintahan, yaitu : 1. Memberi perlindungan kesehatan dan memberi pelayanan kesehatan paripurna yang terbaik kepada seluruh lapisan masyarakat agar tercapai derajat kesehatan yang optimal 2. Melibatkan peran serta masyarakat melalui upaya di bidang kesehatan dengan cara efektif dan efisien 3.2.3 TUJUAN 1. Meningkatkan mutu upaya pelayanan kesehatan yang berhasil guna, beradya guna dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. (Misi 1) 2. Menyediakan 3. Meningkatkan pelayanan kualitas kefarmasian manajemen yang upaya memenuhi pelayanan persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. (Misi 1) kesehatan dalam mendukung pencapaian derajad kesehatan masyarakat yang optimal. (Misi 1) 4. Memberdayakan individu, kelompok masyarakat di bidang kesehatan untuk memelihara, meningkatkan, melindungi kesehatannya sendiri dan lingkungannya menuju masyarakat yang sehat, mandiri, produktif. (Misi 2) 3.2.4. SASARAN 1. Menurunnya angka kesakitan, kematian akibat penyakit menular dan tidak

15 menular serta penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sehingga dapat mencegah penyebaran penyakit. 2. Tersedianya pelayanan kesehatan dasar & rujukan baik pemerintah dan swasta yang bermutu menuju peningkatan derajad kesehatan masyarakat yang optimal. 3. Meningkatnya derajad kesehatan ibu, ibu maternal, bayi, balita, anak prasekolah, masyarakat. 4. Meningkatnya kualitas air, lingkungan pemukiman, tempat umum, tempat pengelolaan makanan yang lebih sehat sehingga dapat melindungi masyarakat dari penyakit yang ditularkan melalui lingkungan. 5. Tersedianya kebutuhan obat pelayanan kesehatan dasar yang bermutu, aman dan efektif sesuai kebutuhan tardisional dan kosmetika. 6. Meningkatnya fungsi perencanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan yang didukung tersedianya sistem informasi yang handal serta kapasitas sumber daya manusia kesehatan yang memadai. 7. Tersedianya sarana prasarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah yang memadai untuk pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat 8. Meningkatnya perilaku hidup bersih sehat dan peran aktif masyarakat dalam memelihara, meningkatkan, melindungi kesehatan diri dan lingkungannya. medis masyarakat serta meningkatnya keamanan, khasiat obat yang beredar termasuk obat remaja, usia lanjut serta meningkatnya status gizi

3.2.5 STRATEGI KEBIJAKAN Program yang telah disusun dan ditetapkan sebagai strategi kebijakan Dinas Kesehatan Kota Semarang terdiri dari 8 (delapan) program, antara lain 1. Pelayanan Kesehatan 2. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 3. Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat 4. Lingkungan Sehat 5. Pemberdayaan Masyarakat 6. Manajemen Kesehatan dan Perijinan
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

7. Obat dan Perbekalan Kesehatan 8. Peningkatan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan 3.3 SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG TAHUN 2007 Kinerja dinas yang ingin diwujudkan/ dicapai dalam tahun 2007 (target) tercermin dalam sasaran-sasaran beserta indikatornya sebagai berikut : I. Menurunnya angka kesakitan, kematian akibat penyakit menular dan tidak menular serta penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sehingga dapat mencegah penyebaran penyakit. 1. Kasus demam berdarah yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 48 jam : 30% 2. Kasus demam berdarah yang difogging sesuai standar < 2 minggu : 60% 3. Penderita demam berdarah yang ditangani : 100% 4. Incident rate demam berdarah : 20/10.000 penduduk 5. Case fatality rate demam berdarah : 2 % 6. Kesembuhan penderita TB BTA + (cure rate) : > 85% 7. Penemuan kasus TB BTA + (case detection rate) : 55% 8. Angka kesakitan diare : 16,24/1000 penduduk 9. Balita dengan diare yang ditangani : 100% 10. Angka kematian diare : < 1/10.000 penduduk 11. Cakupan penemuan pnemoni balita : 25% 12. Cakupan balita dengan pnemoni yang ditangani : 100% 13. Angka kesakitan pnemoni balita : 11,25/10.000 penduduk 14. Klien yang mendapat penanganan HIV-AIDS : 75% 15. Kasus infeksi menular seksual yang diobati : 100% 16. Prevalensi HIV-AIDS : < 1/10.000 penduduk 17. Darah donor diskrining HIV-AIDS : 100% 18. Penderita kusta yang selesai berobat (RFT rate) : > 90% 19. Kelurahan mengalami KLB PD3I & keracunan makanan yang ditangani < 24 jam : 85% 20. Kelurahan mengalami KLB penyakit bersumber binatang yang ditangani < 24 jam : 35% 21. Acute flacid paralysis rate < 15 tahun : 2/100.000 penduduk 22. Jejaring deteksi surveilens PTM di RS & puskesmas yang mantap :

17 80% 23. Puskesmas yang melakukan deteksi dini PTM tertentu : 80% 24. Ketepatan laporan surveilens penyakit menular : 80% 25. Kelengkapan laporan surveilens penyakit menular : 90% 26. Ketepatan laporan penyakit tidak menular : 65% 27. Kelengkapan laporan penyakit tidak menular : 80% 28. Kelurahan mencapai Universal Child Imunization (UCI) : 78% 29. Cakupan BIAS : 95% 30. Imunisasi TT ibu hamil : 70% 31. Imunisasi calon jemaah haji : 100% 32. Pelacakan K3JH : 90%

II.

Tersedianya pelayanan kesehatan dasar & rujukan baik pemerintah dan swasta yang bermutu menuju peningkatan derajad kesehatan masyarakat yang optimal 1. Cakupan rawat jalan di sarana kesehatan dasar (puskesmas) : 65% 2. Cakupan rawat inap di sarana kesehatan dasar (puskesmas) : 0,27% 3. Pelayanan bencana : 4. Cakupan rawat jalan di sarana kesehatan rujukan : 15% 5. Cakupan rawat inap di sarana kesehatan rujukan : 1,5% 6. Pemenuhan darah di Rumah Sakit : 80% 7. Sarana kesehatan dengan kemampuan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat : 100% 8. Pelayanan gangguan jiwa di sarana pelayanan kesehatan umum : 0,4% 9. Pembinaan di laboratorium kesehatan swasta : 100% 10. Pembinaan 100% di laboratorium puskesmas : kesehatan kepada korban

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

11. Pembinaan di laboratorium rumah sakit : 100% 12. Pembinaan di optik : 40% 13. Perijinan sarana kesehatan yang selesai diproses : - Balai pengobatan : 30 buah - Balai pengobatan gigi : 3 buah - klinik 24 jam : 3 buah - laboratorium klinik swasta : 2 buah - optic : 4 buah - praktek bersama dokter spesialis : 1 buah - klinik spesialis : 2 buah - rumah bersalin : 2 buah - toko obat : 12 buah - toko obat tradisional : 1 buah - rumah sakit : 1 buah 14. Jumlah perijinan tenaga kesehatan yang selesai diproses : - dokter umum : 205 orang - dokter gigi : 150 orang - dokter spesialis : 130 orang - dokter gigi spesialis : 14 orang - apoteker : 20 orang - bidan : 15 orang - perawat : 50 orang - asisten apoteker : 50 orang - pengobat tradisional : 5 orang III. Meningkatnya derajad kesehatan ibu, ibu hamil, bayi, balita, anak prasekolah, remaja, usia lanjut. 1. Kunjungan ibu hamil 1 : 95% 2. Kunjungan ibu hamil 4 : 87% 3. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan : 87% 4. Deteksi risiko tinggi oleh tenaga kesehatan : 20% 5. Deteksi risiko tinggi oleh masyarakat : 10%

19 6. Jumlah pemeriksaan papsmear : 375 orang ibu 7. Ibu hamil dengan risiko tinggi yang dirujuk : 45% 8. Ibu hamil dengan risiko tinggi yang ditangani : 100% 9. Ibu hamil komplikasi yang ditangani : 90% 10. Neonatal risiko tinggi /komplikasi yang ditangani : 80% 11. Cakupan kunjungan neonatus : 87% 12. Cakupan kunjungan bayi : 87% 13. Cakupan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) : 0,8% 14. Cakupan BBLR yang ditangani : 100% 15. Cakupan Deteksi Dini Tumbuh Kembang balita & anak prasekolah : 68% 16. Cakupan peserta KB aktif : 78,81% 17. Cakupan pelayanan kesehatan usila : 55% 18. Kelompok usila aktif : 80% 19. Jaminan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin & masyarakat rentan: V. Meningkatnya status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan balita. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Balita yang datang dan ditimbang (D/S) : 74% Balita yang naik berat badannya (N/D) : 72% Balita bawah garis merah (BGM) : 1,8% Prevalensi gizi kurang balita : 16,70% Prevalensi gizi buruk balita : 1,8% Ibu hamil mendapat 90 tablet Fe : 84% Bayi yang mendapat kapsul vit A 1 kali/th : 92% Balita yang mendapat kapsul vit A 2 kali/th : 92% Ibu nifas yang mendapat kapsul vit A: 84%

10. Anemi gizi besi ibu hamil : 25% 11. Pemberian makanan pendamping ASI pada bayi BGM dari gakin : 80% 12. Ibu hamil KEK : 8% 13. Balita gizi buruk mendapat perawatan : 100% 14. Bayi mendapat ASI eksklusif : 35% 15. Keluarga sadar gizi : 62% 16. Kelurahan dengan garam beriod baik : 66%
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

20. Kecamatan bebas rawan gizi : 50% V. Meningkatnya kualitas air, lingkungan pemukiman, tempat umum, tempat pengelolaan makanan yang lebih sehat sehingga dapat melindungi masyarakat dari penyakit yang ditularkan melalui lingkungan. 1. Cakupan air bersih : 92,6% 2. Kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan : 80,8% 3. Kualitas air bersih yang memenuhi syarat kesehatan : 64% 4. Rumah sehat : 80,44% 5. Penduduk yang memanfaatkan jamban : 83,94% 6. Rumah yang mempunyai SPAL : 72,14% 7. TPA-TPS yang memenuhi syarat kesehatan : 75% 8. Institusi yang dibina : 77% 9. Tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan : 71% 10. Tempat pengelolaan pestisida sehat : 85% 11. Industri rumah tangga makanan minuman yang memenuhi syarat kesehatan : 71,15% 12. Tempat pengelolaan makanan sehat : 69,15% VI. Tersedianya kebutuhan obat pelayanan kesehatan dasar yang bermutu, aman dan efektif sesuai kebutuhan termasuk obat tradisional dan kosmetika. a. Ketersediaan obat sesuai kebutuhan : 90% b. Pengadaan obat esensial : 90% c. Pengadaan obat generik : 95% d. Ketersediaan narkotika, psikotropika sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan : 100% e. Pengelolaan & peredaran obat di sarana distribusi obat : Puskesmas : 100% Apotek : 50% Toko obat : 80% BP/RB : 85% medis masyarakat serta meningkatnya keamanan, khasiat obat yang beredar

21 f. Industri Kecil Obat Tradisional : 15% Toko kosmetik : 30%

Penerapan pengobatan rasional di puskesmas : 70% toko obat, BP/RB, toko kosmetik) : 3%

g. Pelanggaran distribusi obat di sarana distribusi obat swasta (apotek, h. Penulisan resep obat generik : 90% i. j. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) yang menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional Benar : 100% Upaya penyuluhan pencegahan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA oleh petugas kesehatan : 10%

VII.

Meningkatnya

fungsi

perencanaan

dan

evaluasi

pelayanan

kesehatan yang didukung tersedianya sistem informasi yang handal serta kapasitas sumber daya manusia kesehatan yang memadai. 1. Penyusunan rencana kinerja tahunan dan pengukuran kinerja kegiatan : 100% 2. Monitoring evaluasi kegiatan : 12 kali per tahun 3. Data dan informasi kesehatan yang akurat, lengkap, tepat waktu : 4. Pelaksanaan diklat teknis fungsional 5. Pelayanan pemberian izin belajar pendidikan formal 6. Pengetahuan tenaga fungsional tentang angka kredit 7. Pengetahuan SDM tentang administrasi kepegawaian VIII. Tersedianya sarana prasarana pelayanan kesehatan dasar

pemerintah yang memadai untuk pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat 1. Tersedianya prasarana/bangunan fisik pelayanan kesehatan dasar pemerintah yang memenuhi syarat : 2. Tersedianya alat kesehatan medis yang memadai yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan : IX. Meningkatnya perilaku hidup bersih sehat dan peran serta aktif

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

masyarakat dalam memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatan diri dan lingkungannya. 1. 2. 3. 4. Rumah tangga sehat (sehat utama & paripurna) : 56% Posyandu purnama : 36% Posyandu mandiri : > 2% Sekolah sehat : 81% 5. Cakupan penduduk yang menjadi peserta jaminan pemeliharaan kesehatan pra bayar : 13% 6. 7. 8. Kelompok upaya kesehatan kerja : 20 buah Rumah bebas jentik nyamuk aedes (ABJ) : 88% Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD & setingkat (kelas 1) oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih (guru UKS, dokter kecil) : 100% 9. 10. Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa TK oleh tenaga kesehatan : 50% dari sasaran Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SLTP oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih (guru UKS) : 30% 11. Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SLTA oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih (guru UKS) : 30%

23 BAB IV PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN Gambaran masyarakat Kota Semarang masa depan yang ingin dicapai oleh segenap komponen masyarakat melalui pembangunan kesehatan Kota Semarang adalah : Kota Semarang Sehat 2010 yang mandiri dan bertumpu pada potensi daerah. Terdapat beberapa keterkaitan dari beberapa aspek yang dapat mendukung meningkatnya kinerja yang dihubungkan dengan pencapaian pembangunan kesehatan, diantaranya adalah : (1) indikator derajat kesehatan sebagai hasil akhir, yang terdiri atas indikator mortalitas, morbiditas dan status gizi. (2) indikator hasil antara, yang terdiri atas indikator keadaan lingkungan, perilaku hidup masyarakat, akses mutu pelayanan kesehatan serta (3) indikator proses dan masukan yang terdiri atas indikator pelayanan kesehatan, sumber daya kesehatan, manajemen kesehatan dan kontribusi sektor terkait. IV. 1 Situasi Derajat Kesehatan IV.1.1. Kematian Kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu dapat menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar, kondisi/ tingkat permasalahan kesehatan, kondisi lingkungan fisik dan biologik secara tidak langsung. Selain itu dapat pula digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan : IV.1.1.1 Kematian Bayi dan Balita Angka kematian bayi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006 yaitu sebesar 7,50 per 1.000 kelahiran hidup. Untuk tahun 2007, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Daerah (SURKESDA) jumlah kematian bayi yang terjadi di Kota Semarang sebanyak 466 dari 24.746 kelahiran hidup, terdiri dari 226 kematian bayi yang berasal dari laporan Puskesmas se-Kota Semarang dan 240 kematian bayi di tingkat Rumah Sakit, sehingga didapatkan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 18,8 per 1.000 KH. Berdasarkan pencapaian tersebut maka terdapat penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 483 bayi dari 24.498 kelahiran hidup. Hal ini dapat disebabkan karena tersedianya berbagai fasilitas atau faktor aksesibilitas bagi pelayanan kesehatan ibu dan anak serta dukungan kemampuan dari tenaga medis yang
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

0700000001000000400000000400000048000000080000005800000012000000680000000c000000800000000d0000008c000 4864601d4385e9a161808d4eaa5868f99028c9502448ef72af94aee1f672048ff30845c2bd85480d02b809e8e6fa208c2134e8281 2a2a28282827262633343522364344451f46474859585a5b5c5d5e5f606188898a8b8c8d8e8f909192939495969798999a072d terampil dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Selain itu 0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0c0c0f11111212121212131401010101010101010101 000000c0acc1000016c108849d430030fd432a40000024000000180000000000803f00000000000000000000803f02e4824408 sistem pencatatan serta pelaporan yang semakin baik dan tepat waktu turut 0000000000002a40000024000000180000000402013a00000000000000000402013a00000442000004422a400000240000001 mendukung pencapaian indikator tersebut. 80000000000803f00000000000000000000803f020aad4404b03544214007000c000000000000002a40000024000000180000 Sedangkan untuk kematian Balita di Kota Semarang Tahun 2007 0000000803f00fce843048c3b442a40000024000000180000000000803f00000000000000000000803f00fce843048c3b442a4
sebanyak 113 anak terdiri dari 47 balita (laporan Puskesmas) dan 66 balita (laporan Rumah Sakit), sehingga diperoleh Angka Kematian Balita (AKABA) Kota Semarang sebesar 4,6 per 1.000 KH. IV.1.1.2 Kematian Ibu Maternal (AKI) Angka kematian ibu dapat diperoleh dari berbagai macam studi yang dilakukan dalam bentuk survey dengan cakupan wilayah terbatas. Angka kematian ibu yang berasal dari kegiatan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2002/2003 yaitu sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup merupakan angka nasional yang tidak dapat diuraikan di tingkat Kabupaten / Kota. AKI di Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 yaitu sebesar 101 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan laporan Puskesmas jumlah kematian ibu maternal di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 20 orang dengan jumlah kelahiran hidup sebanyak 24.746 orang.

Kematian tersebut umumnya terjadi di tempat pelayanan kesehatan ibu dan anak seperti Bidan Praktek Swasta (BPS) serta tempat pelayanan kesehatan rujukan, yaitu di Rumah Sakit akibat keterlambatan rujukan dari pelayanan dasar tersebut. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi faktor penyebab yaitu kualitas ketrampilan pelayanan Bidan Praktek Swasta dalam pemeriksaan kehamilan (ANC) dan pertolongan persalinan yang sesuai standar Asuhan Persalinan Normal (APN), kecepatan dan ketanggapan

25

00001000000400000000400000048000000080000005800000012000000680000000c000000800000000d0000008c00000013 dalam menangani masalah kegawat daruratan pada saat persalinan maupun c020e000140012000000f5ff200000f40000000000000000c020e0001400000000000100230000100000000000000000c02093 0001000000000000000100000000000000010000000000000001000000000000000100000000000000010000000000000001 pasca persalinan, dimana hal ini berpengaruh terhadap penentuan diagnosa 000000010000004c0065007400740065007200000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000 maupun dalam pengambilan keputusan klinik. Faktor lainnya yang turut 0000000a0000400030004009e0818009e08000000000000000000000400000000000200000000000a00000009081000000610 menentukan adalah keteraturan ibu hamil memeriksakan kehamilannya 04b006f00740061002000530065006d006100720061006e00670020000a0054006100680075006e0020003100390039003800 2f3e3c613a63732074797065666163653d22417269616c222f3e3c2f613a6465665250723e3c2f613a7050723e3c613a656e645 (ANC) di petugas kesehatan, deteksi dini terhadap resiko tinggi dan 003410000025102000020201000000000013070000660e0000320100003a010000000008000a000000331000004f101400020
komplikasi kehamilan ataupun persalinan, serta dukungan keluarga dalam memperoleh pelayanan kehamilan, persalinan maupun rujukan kegawatdaruratan. Disamping itu mulai membaiknya sistem pencatatan dan pelaporan baik di sarana pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit dan Puskesmas turut membantu dalam pendataan kematian ibu maternal. Kejadian kematian ibu maternal paling banyak terjadi pada masa nifas sebesar 60%, kemudian pada persalinan 25% dan masa kehamilan 15%. Sebagai upaya untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), telah dilaksanakan berbagai pelatihan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak diantaranya Pelatihan Asuhan Persalihan Normal (APN) yang merupakan standar pertolongan persalinan dan pendampingan persalinan dukun bayi oleh tenaga kesehatan, Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) dan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) serta yang lainnya.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

IV.1.2. Penyakit Menular

IV.1.2.1. Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 08002b27b3d930000000a40000000700000001000000400000000400000048000000080000005c000000120000006c000000 03e5692006a6a680da5f56ea8329d3a6ca73626a84064ad1808c859e9d5d39a353f9fdf0f0781b99b6c5ca18aa2a094597bf1477a a. Angka Kesakitan 18f45f8589469f6409533a134302542fd701b4226f6e7c0a4fe1916e16351a6d90335648369225422543d02f35e69113e166502 Penyakit DBD di Kota Semarang pada tahun 2007 mengalami fffffffff80ff7fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff80ff7fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 1.845 kasus menjadi 2.924 fffffffffffffffffff80003fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff80007fffffffffffffffffffffffffffffffff 12121212121212100343131313131313131302e2f2f2f2f2f2f2f2f2c373b3b3b3b3b3b3b3b392b2a2a2a2a2a2a2a2a2a2a2a282 kasus. Hal yang serupa juga terdapat pada kelurahan dengan katagori a2a2a2a2a2a281f212121212121212100191c1c1c1c1c292a2a2a2a2a2a2a2a2a2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2a2a2a2a2a2a2a2a2a2 endemis meningkat dari tahun sebelumnya (143 kelurahan) menjadi 154 2121212121212121001c1c1c1c1c1c15070707070707070707070707070707070707070707070707070707070707070707070 kelurahan, sedangkan kelurahan non endemis/sporadis sebanyak 22 kelurahan dan kelurahan potensil 1 kelurahan dan tidak ada kelurahan yang bebas DBD. Berdasarkan data pada tabel 10, angka kesakitan DBD pada tahun 2007 mencapai 19,64 per 10.000 penduduk, meningkat dari tahun 2006 (12,99 per 10.000 penduduk),

Berdasarkan grafik diatas, angka kesakitan (incidence rate = IR) Kota Semarang mulai tahun 2002 2007 rata-rata diatas target nasional (IR = 2/100.000 penduduk) maupun target Kota Semarang sendiri yaitu 7/10.000 penduduk. Jumlah penderita DBD tahun 2007 merupakan tahun dengan

27 jumlah penderita terbanyak apabila dibandingkan data 5 tahun terakhir. b. Angka Kematian Pada tahun 2007, jumlah kematian akibat DBD menurun menjadi 32 orang dari 42 orang pada tahun 2006, sehingga diperoleh CFR sebesar 1,1%, dimana angka tersebut masih dibawah target Kota Semarang dan SPM yaitu < 2%. Penurunan CFR menunjukkan semakin baiknya pelayanan medis penderita DBD pada Rumah Sakit di Kota Semarang. Pencapaian CFR tertinggi terdapat pada Puskesmas Karangmalang (16,7%) dan CFR terendah pada Puskesmas Kedungmundu (0.4%). Dan terdapat 16 puskesmas dengan CFR = 0%.

IV.1.2.2. Pemberantasan Penyakit Malaria a. Keadaan kasus Berdasarkan laporan Puskesmas, jumlah kasus malaria pada tahun 2007 ditemukan 34 orang (API = 0.02 pddk) meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 27 orang (API = 0.02 pddk). Semuanya merupakan kasus import karena berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi yang dilakukan diketahui bahwa sebelumnya penderita pernah mengunjungi daerah endemis malaria. Kecamatan dengan kasus malaria (+) tertinggi pada tahun 2007 adalah Bugangan 15 kasus. b. Pelayanan terhadap Penderita Bentuk pelayanan yang diberikan terhadap penderita malaria adalah pemeriksaan darah dan pengobatan. Pemeriksaan darah dilakukan terhadap penderita klinis sedangkan pengobatan dilakukan terhadap baik penderita klinis maupun yang positif malaria. Pemeriksaan darah dilakukan untuk menegakkan diagnosa. Seorang penderita klinis baru dinyatakan positif malaria apabila sediaan darah yang diperiksa terdapat plasmodium. Selain dilakukan pemeriksaan darah, semua penderita klinis memperoleh pengobatan klinis. Sedangkan untuk yang positif malaria diberikan pengobatan radikal. Dengan demikian semua penderita malaria yang ditemukan di Kota Semarang diberikan pengobatan (100%) IV.1.2.3. Pemberantasan Penyakit TB Paru
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

a. Penemuan Penderita Baru (CDR) Penemuan suspek tahun 2007 sebanyak 8.437 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2006 (10.012 suspek). Begitu pula untuk penemuan penderita TB Paru BTA positif pada tahun 2007 sebanyak 747 orang mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2006 (901 orang). Hal ini kemungkinan disebabkan karena beberapa UPK belum memenuhi target program. Angka penemuan penderita baru (CDR) tahun 2007 sebesar 49% mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2006 (59%). Selain itu pencapaian ini juga masih belum memenuhi target Kota Semarang (55%). Hal ini dikarenakan belum semua Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) belum mencapai target yang ditetapkan. b. Angka kesembuhan (Cure Rate) Pencapaian angka kesembuhan TB Paru di Kota Semarang pada tahun 2006 sebesar 67% mengalami penurunan sebesar 3% dari tahun 2005 yang mencapai 70% dan masih belum memenuhi target yang ditetapkan yaitu 85%. Hal ini kemungkinan disebabkan masih ada follow up di akhir pengobatan yang tidak dapat diperiksa. Angka kesembuhan tertinggi di Puskesmas Karangayu, Rowosari, Pudak Payung, Sekaran, Purwoyoso dan Karanganyar sebesar 100%. Sedangkan angka kesembuhan terendah (0%) di Puskesmas Karang Malang. IV.1.2.4. Pemberantasan Penyakit Diare a. Angka Kesakitan Penderita diare di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 29.943 penderita dengan angka kesakitan sebesar 20,11 per 1.000 penduduk, dimana terdapat peningkatan dari tahun sebelumnya. Cakupan penderita diare tertinggi ditemukan pada golongan umur > 5 tahun yaitu sebanyak 17.530 orang sedangkan pada golongan umur < 5 tahun sebanyak 12.413 penderita. Untuk Case Fatality rate (CFR) dihitung berdasarkan jumlah penderita yang meninggal akibat penyakit Diare yang berobat di Puskesmas dan berdasarkan data 5 tahun terakhir tidak ada laporan mengenai penderita yang meninggal (CFR = 0)

29

IV.1.2.5. Pemberantasan Penyakit Pneumonia Sampai saat ini diketahui 80 90%, penyebab kematian bayi dan balita adalah pneumonia dan merupakan peringkat pertama penyebab kematian bayi dan balita menurut Survei Kesehatan Nasional (2001). Kasus pneumonia di Kota Semarang pada tahun 2007 mencapai 3.230 penderita, meningkat dari tahun 2006 yang hanya mencapai 2.286 penderita, sehingga diperoleh IR untuk tahun 2007 sebesar 219,88 per 10.000 balita. Namun apabila dilihat dari cakupan penemuan penderita Pneumonia yang dilaporkan di Kota Semarang pada tahun 2007 cenderung mengalami penurunan apabila dibandingkan tahun 2006 yaitu dari 35,02% menjadi 31%. Adanya peningkatan kasus pneumonia dapat disebabkan oleh semakin meningkatnya tingkat pencemaran di wilayah Kota Semarang dan status gizi balita yang kurang baik, dikarenakan makanan yang dikonsumsi balita tidak mengandung cukup gizi yang diperlukan oleh balita serta daya tahan tubuh Balita yang menurun akibat status gizi kurang ataupun buruk. Untuk pelayanan dan penanganan penderita pneumonia, dari 3.230 penderita yang ditemukan, seluruhnya (100%) mendapatkan penanganan sesuai dengan prosedur penanganan penderita yang ada. Oleh karena itu, kasus pneumonia maupun pneumonia berat yang ditemukan tidak sampai menyebabkan terjadinya kematian ( CFR = 0 ) IV.1.2.6. Pemberantasan Penyakit Kusta Pada tahun 2007, penderita kusta di Kota Semarang yang dilaporkan dari 16 kecamatan sebanyak 34 orang mengalami peningkatan dari 14 orang pada tahun 2006, yaitu terdiri dari penderita Kusta tipe MB = 27 orang dan PB = 7 orang. Prevalensi kusta tahun 2007 sebesar 0,2 per 10.000 penduduk, mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang mencapai 0,15 per 10.000 penduduk. Penderita yang ditemukan di Puskesmas masih rendah, hal ini disebabkan karena banyak penderita yang berobat ke RS Tugu. Dari seluruh penderita kusta yang ditemukan, 5 orang RFT PB (57%) dan RFT MB (13,04%) dinyatakan telah selesai berobat (RFT, Releasing From Treatment ). Namun jumlah ini masih belum memenuhi target yang ditetapkan dalam SPM yaitu >90%.
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

IV.1.2.7. Pemberantasan Penyakit Infeksi Menular Seksual a. Infeksi Menular Seksual (IMS) Jumlah kasus Infekasi Menular Seksual (IMS) di Kota Semarang pada tahun 2007 berdasarkan laporan Puskesmas mencapai 550 kasus. Dari jumlah tersebut, 436 kasus (79,27%) 4 (empat) sudah mendapatkan yang penanganan/pengobatan. Terdapat puskesmas

melaporkan cakupan pelayanan pengobatan kasus IMS, yaitu Puskesmas Halmahera (75 kasus), Puskesmas Bugangan ( 20 kasus) dan Puskesmas Gunungpati (4 kasus) serta Puskesmas Mangkang (451 kasus). Sedangkan hasil kegiatan di klinik IMS tahun 2007, terdapat beberapa IMS yang mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2006, diantaranya Servisitis, Kandidiasis, Kandiloma ,Trichomonas vaginalis Herpes Simplex. Sedangkan yang meningkat adalah Gonorhoe, Siphilis dan Penyakit Radang Panggul. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada Tahun 2007 ada kegiatan PPT ( Periodic Presumtive Treatment) yang dilaksanakan di semua klinik IMS di Kota Semarang. b. HIV/AIDS Jumlah kasus HIV (+) yang ditemukan tahun 2007 sebanyak 18 orang menurun apabila dibandingkan tahun 2006 yaitu sebesar 19 orang. Cakupan HIV/AIDS didapat dari hasil skrining sero survei pada kelompok perilaku resiko tinggi sebanyak 363 orang terdiri dari Wanita Penjaja Seks (WPS). Sedangkan dari hasil kegiatan VCT tahun 2007 ditemukan 195 kasus (120 orang dari klinik VCT, 42 orang BP4 dan 33 orang dari LSM). Jumlah ini meningkat 16 orang dibandingkan tahun sebelumnya (179 kasus). Sedangkan untuk kasus AIDS ditemukan sebanyak 33 kasus meningkat dari tahun 2006 yang mencakup 25 kasus, Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang HIV / AIDS sehingga meningkat pula kunjungan ke klinik VCT. Dari hasil skrining darah di PMI terhadap virus HIV selama tahun 2007 telah diperiksa darah donor sejumlah 47.059 orang. Dari jumlah tersebut yang positif HIV/AIDS sebanyak 62 (0,13%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa HIV/AIDS tidak hanya menjangkiti kelompok resiko

31 tinggi saja tetapi juga sudah mengenai masyarakat umum. Namun demikian darah tersebut sudah langsung dimusnahkan sehingga semua pasien yang akan menerima darah donor bebas dari virus HIV. Berikut ini data 10 besar penyakit yang ada di Kota Semarang pada tahun 2007 berdasarkan laporan dari Puskesmas dan Rumah Sakit: Tabel 6 : Data 10 Besar Penyakit di RS dan Puskesmas Tahun 2007
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Rumah Sakit (Rawat Inap) Demam Berdarah Dengue Diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu Demam tifoid dan paratifoid Diabetes mellitus YTT Pneumonia Infeksi saluran nafas bagian atas akut lainnya Peny. System kemih lainnya Katarak dan gangguan lensa lainnya Cedera intracranial Hipertensi esensial Jumlah 733 727 589 195 133 116 116 114 110 107 Puskesmas Infeksi akut saluran nafas Faringitis Influensa Hipertensi esensial Diare Peny. Pulpa Peripikal Gastritis Osteoporosis Gangguan otot lainnya Nyeri kepala dan Jar. lain pada Jumlah 181.953 41.993 34.363 28.304 27.368 22.972 22.456 20.674 17.953 15.113

Sumber data : Laporan SP3 dan SP2RS IV.1.2.8. Surveilans Acute Flaccid Paralysis (SAFP) Untuk membebaskan Indonesia dari penyakit polio, maka pemerintah telah melaksanakan program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri dari pemberian imunisasi polio secara rutin, pemberian imunisasi massal pada anak balita melalui PIN (Pekan Imunisasi Nasional) dan Surveilans AFP. Surveilans AFP pada hakekatnya adalah pengamatan dan penjaringan semua kelumpuhan yang terjadi secara mendadak dan sifatnya flaccid (layuh), seperti sifat kelumpuhan pada poliomyelitis. Prosedur pembuktian penderita AFP terserang virus polio liar atau tidak adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pelacakan terhadap anak usia
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

sama atau kurang dari 15 tahun yang mengalami kelumpuhan layuh mendadak hari) menentukan diagnosa awal 2. Mengambil spesimen penderita tinja tidak (<14 dan

lebih dari 14 hari sejak kelumpuhan, sebanyak selang II > 24 jam 3. Mengirim laboratorium Farma dengan pengemasan khusus/baku 4. Hasil pemeriksaan spesimen virologis dalamnya 5. Diagnosa hari kelumpuhan. Pemeriksaan klinis akhir sejak ditentukan pada 60 tinja adanya akan menjadi bukti virus polio liar di kedua Bio specimen tinja ke Bandung 2 kali waktu

pengambilan I dan

33 ini dilakukan oleh dokter spesialis anak atau syaraf untuk menentukan adanya kelumpuhan tidak Kasus AFP yang ditemukan di Kota Semarang tahun 2007 sebanyak 11 kasus, meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 8 kasus, terbanyak pada golongan umur 5 -15 thn sebanyak 6 kasus, 1-4 thn sebanyak 5 kasus sehingga untuk tahun 2007 diperoleh AFP rate sebesar 2,75 per 100.000 ( target 2/100.000 penduduk ). Sumber penemuam kasus AFP ditemukan pada 7 Rumah Sakit, 2 praktek swasta, 2 dari masyarakat. atau

IV.1.3. PENYAKIT TIDAK MENULAR Saat ini di negara berkembang telah terjadi pergeseran penyebab kematian utama yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Kecenderungan transisi ini dipengaruhi oleh adanya berubahnya gaya hidup, urbanisasi dan globalisasi. Penyakit yang tergolong dalam penyakit tidak menular (degeneratif) yaitu : Neoplasma (Kanker), Diabetes Mellitus, Gangguan mental, Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, dan lain-lain. Neoplasma (Kanker), kanker adalah tumor ganas yang

ditandai dengan pertumbuhan abnormal sel-sel tubuh. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2002, kanker merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan stroke. Pada tahun 2007 di Kota Semarang berdasarkan laporan program yang berasal dari Rumah Sakit dan Puskesmas, kasus penyakit kanker yang ditemukan sebanyak 10.171, terdiri dari Kanker Payudara 4.844 kasus, Kanker Serviks 4.537 kasus, Kanker Hati dan Empedu 434 kasus, Kanker Bronkus dan Paru 256 kasus. Diabetes Mellitus (Kencing Manis), Kencing manis adalah
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

suatu keadaan dimana terjadi kelebihan kadar gula darah (glukosa) dalam darah. Kencing manis dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti kegemukan, makan makanan yang berlebihan, penyakit infeksi atau juga dapat disebabkan oleh faktor keturunan yang mengganggu hormon insulin. Data laporan program tahun 2007 untuk kasus Diabetes Mellitus adalah sebanyak 50.129 kasus, terdiri atas 4.084 Diabetes tergantung insulin dan 46.063 kasus Diabetes non insulin. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, merupakan penyakit yang mengganggu sistem pembuluh darah atau lebih tepatnya menyerang jantung dan urat-urat darah, misalnya : Angina Pektoris, Acute Myocard Infark (AMI), Hipertensi dan Stroke. Pada tahun 2007 di Kota Semarang kasus Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah terdiri dari Angina Pektoris 3.807 kasus, AMI 2.088 kasus, Hipertensi Esensial 54.780 kasus dan Stroke Hemoragik 2.958 kasus. Kasus-kasus penyakit jantung dan pembuluh darah banyak yang menyebabkan terjadinya kematian. Menurut data pendukung yang ada, angka kematian karena penyakit tidak menular tahun 2007 meningkat tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Urutan lima besar penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian yaitu : 1. Hipertensi 2. Diabetes insulin 3. Hipertensi lain 4. Stroke Hemoragik 5. Asma bronkiale IV.1.4. Kejadian Luar Biasa Dilaporkan pada tahun 2007 di Kota Semarang terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) sebanyak 33 kejadian yaitu : Difteri (26 kejadian), Keracunan Makanan (5 kejadian), Meningitis ( 1 kejadian) dan Campak (1 kejadian). Dari kasus KLB yang ada, terjadi kematian akibat KLB Difteri (1 orang). Data secara lengkap dapat dilihat pada tabel 31. Dari 177 kelurahan yang ada di Kota Semarang terdapat 25 kelurahan yang terkena kejadian luar biasa (KLB). Dari jumlah tersebut seluruhnya (100%) telah dilakukan kegiatan penanganan/penanggulangan dengan cepat mellitus non

35 dalam waktu kurang dari 24 jam (data selengkapnya pada tabel 30).

IV.1.5. Keadaan Gizi IV.1.5.1 Status Gizi Bayi dan Balita Perkembangan keadaan gizi masyarakat dapat dipantau melalui hasil pencatatan dan pelaporan program perbaikan gizi masyarakat yang tercermin dalam hasil penimbangan bayi dan balita setiap bulan di posyandu. Pada tahun 2007 di Kota Semarang menunjukkan jumlah Bayi Lahir Hidup sebanyak 24.746 bayi dan jumlah Balita yang ada (S) sebesar 115.400 anak. Untuk kasus bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada tahun 2007 yaitu sebanyak 137 bayi (0,55%), meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 133 bayi (0,53%). Sedangkan jumlah Balita yang datang dan ditimbang (D) di posyandu dari seluruh balita yang ada 115.400 anak (S) yaitu sejumlah 93.272 anak (80,82%) dengan rincian jumlah balita yang naik berat badannya sebanyak 74.775 anak (80,17%) dan Bawah Garis Merah (BGM) sebanyak 897 anak (0,96%). Permasalahan gizi yang masih tetap ada dan jumlah cenderung bertambah adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk. Kurang gizi sangat dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat yang kurang, keadaan sosial ekonomi dan kejadian penyakit. Sedangkan untuk kasus gizi buruk ditemukan sebanyak 30 kasus. Dari seluruh kasus gizi buruk tersebut juga telah dilakukan intervensi khususnya upaya perbaikan gizi masyarakat dalam bentuk kegiatan pemberian PMT pemulihan selama 180 hari, perawatan serta pengobatan baik di puskesmas maupun di Rumah Sakit dengan bantuan dana program Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) dan APBD II. Hasil Pemantauan Status Gizi di Kota Semarang dari Tahun 2005 Tahun 2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 7 : Perkembangan Status Gizi Balita Tahun 2005 2007


Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

No

Status Gizi 2005

Prevalensi (kasus) 2006 1,73 14,00 80,97 3,30 2007 1,68 15,19 79,58 3,56

1. 2. 3. 4.

Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih

0,94 11,09 85,98 1,99

IV.1.5.2. ASI Ekslusif ASI (Air Susu Ibu) merupakan salah satu makanan yang sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal. Oleh sebab itu , pemberian ASI perlu diberikan secara ekslusif sampai umur 6 (enam) bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 (dua) tahun. Walaupun demikian masih terdapat kendala dalam pemantauan pemberian ASI Ekslusif karena belum ada sistem yang dapat diandalkan. Selama ini pemantauan tingkat pencapaian ASI Ekslusif dilakukan melalui laporan puskesmas yang diperoleh dari hasil wawancara pada waktu kunjungan bayi di Puskesmas. Berdasarkan hasil laporan puskesmas tahun 2007, pemberian ASI Ekslusif mengalami penurunan dari tahun 2006 40,07% (9.129 bayi ) yang hanya mencapai 4.281 bayi (38,44%). Jumlah ini masih belum memenuhi target yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu 80%. Terdapat beberapa hal yang menghambat pemberian ASI Ekslusif diantaranya adalah : rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya mengenai manfaat dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan, faktor sosial budaya, kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja dan gencarnya pemasaran susu formula. Untuk itu tingkat pencapaian dalam program ASI Ekslusif ini harus mendapatkan perhatian khusus dan memerlukan pemikiran dalam mencari upaya-upaya terobosan serta tindakan nyata yang harus dilakukan oleh provider di bidang kesehatan dan semua komponen masyarakat dalam rangka penyampaian informasi maupun sosialisasi guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat.

37

IV.2.

PERILAKU MASYARAKAT Menurut teori HL Blum salah satu faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah faktor perilaku. Dengan mewujudkan perilaku yang sehat diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan suatu penyakit dan angka kematian ibu dan anak akibat terlambatnya/kurangnya kesadaran dalam mengunjungi sarana pelayanan kesehatan. Dalam rangka merubah perilaku masyarakat kepada perilaku yang sehat, maka telah dilaksanakan kegiatan pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Dalam kegiatan PHBS terdiri dari beberapa sasaran kegiatan yaitu PHBS tatanan institusi, tempat-tempat umum dan rumah tangga, dimana tatanan daya rumah ungkit tangga paling dianggap besar merupakan tatanan yang mempunyai terhadap perubahan perilaku

IV.2.1. Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

masyarakat secara umum. Pada tahun 2007 di Kota Semarang dari sampling 84.480 rumah tangga yang diperiksa diperoleh hasil yaitu Rumah Tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat sebanyak 68.67%, terdiri dari strata utama 63.083 RT (75%) strata paripurna 4.725 RT (5,59%). IV.2.2. Posyandu Purnama dan Mandiri Salah satu Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang turut mendukung pelaksanaan program kesehatan di masyarakat adalah pos pelayanan terpadu (Posyandu) yang dilaksanakan oleh para kader yang berasal dari masyarakat dengan pembinaan dari tenaga kesehatan di puskesmas. Dalam perkembangannya ternyata posyandu mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Namun demikian tanggapan positif dari masyarakat belum dibarengi dengan meningkatnya mutu pelayanan karena masih banyak faktor yang menyebabkan mutu pelayanan posyandu masih rendah antara lain : Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki masih sangat rendah, banyak kader posyandu yang droup out, sarana dan prasarana yang belum memadai. Saat ini Posyandu yang ada di Kota Semarang berjumlah 1.464 buah, terdiri dari 639 posyandu purnama (43,65%) dan 307 Posyandu mandiri (20,97%) sehingga jumlah total posyandu yang tergolong purnama dan
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

mandiri adalah 946 posyandu (64,61%). Dari tabel 47 dapat dilihat bahwa Kecamatan yang banyak memilki Posyandu dengan katagori Mandiri yaitu Semarang Barat sebanyak 44 posyandu (14,33%) dan masih terdapat 8 (delapan) Puskesmas yang sama sekali tidak memiliki posyandu mandiri diantaranya: Puskesmas Bugangan, Lamper Tengah, Gayamsari, Candilama, Genuk, Pudak Payung, Gunungpati, dan Sekaran. IV.2.3 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Salah satu kepedulian pemerintah terhadap kesehatan masyarakat dalam pelayanan kesehatan adalah melalui pelaksanaan program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (JPKM). JPKM merupakan upaya pemeliharaan kesehatan secara paripurna, terstruktur yang dijamin kesinambungan dan mutunya, dimana pembiayaannya dilaksanakan secara pra-upaya. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada JPKM bertujuan untuk memelihara kesehatan para peserta, bukan hanya sekedar menyembuhkan penyakit tetapi dituntut untuk aktif berusaha meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah peserta agar tidak jatuh sakit. Berdasarkan laporan puskesmas, jumlah penduduk yang tercakup dalam dalam berbagai JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan) sebesar 254.869 jiwa (20,62%) dari total jumlah penduduk , dengan perincian : Peserta ASKES Peserta BAPEL Peserta JAMSOSTEK Peserta Dana Sehat : 239.482 jiwa (19,92%) : 35.972 jiwa (2,99%) : 65.237 jiwa (5,43%) : 15.380 jiwa (1,28%)

Apabila dibandingkan dengan target Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pelayanan JPKM sebesar 30%, maka cakupan JPKM di Kota Semarang masih belum memenuhi target.

39 IV.2.4. Pelayanan Kesehatan pada Keluarga Miskin Salah satu faktor yang menentukan bagi keberhasilan pelaksanaan pembangunan kesehatan adalah kemudahan di dalam akses terhadap pelayanan kesehatan yang ada. Kemampuan setiap penduduk dalam hal ini berbeda-beda dimana dalam kondisi krisis moneter seperti saat ini, terdapat sebagian besar penduduk yang tidak mampu untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang ada. Untuk itu pemerintah memberikan bantuan/subsidi untuk pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin atau Maskin. Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan Keluarga Miskin dan Masyarakat Rentan terlindungi oleh JPK (subsidi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) di satu wilayah tertentu. Masyarakat miskin yang terlindungi oleh JPK adalah masyarakat miskin yang telah mempunyai kartu sehat atau Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin (Askeskin). Di Kota Semarang sampai dengan tahun 2007 terdapat masyarakat miskin dan yang memiliki kartu ASKESKIN baru mencapai 175.716 jiwa (69,75%) dari 252.579 masyarakat miskin yang ada. Pemanfaatan Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN) oleh masyarakat miskin dalam pelayanan kesehatan meningkat dari tahun sebelumnya, dimana untuk tahun 2007 jumlah masyarakat miskin yang dengan kartu ASKESKIN yang mendapat pelayanan kesehatan mencapai 79,69% dibandingkan tahun 2006 ( 70,73%). Cakupan pelayanan kesehatan pada maskin berupa kunjungan rawat jalan sebanyak 194.686 orang (110,99%) dan rawat inap 922 orang (0,53%).

IV.3.

PENYEHATAN LINGKUNGAN Upaya penyehatan lingkungan dilaksanakan dengan lebih diarahkan pada peningkatan kualitas lingkungan yaitu melalui kegiatan bersifat promotif, preventif dan protektif. Adapun pelaksanaannya bersama-sama dengan masyarakat, diharapkan secara epidemiologi akan mampu memberikan kontribusi yang bermakna terhadap derajat kesehatan masyarakat. Namun demikian pada umumnya yang menjadikan permasalahan utama adalah masih rendahnya jangkauan program. Hal ini lebih banyak

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

diakibatkan

oleh

keterbatasan yang

sumber

daya

kesehatan. adalah

Sedangkan partisipasi

permasalahan

utama

dihadapi

masyarakat

masyarakat terhadap upaya penyehatan lingkungan yang masih sangat rendah. Lingkungan sehat merupakan salah satu pilar utama dalam pencapaian Indonesia Sehat 2010. IV.3.1 Rumah Sehat Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Oleh karena itu rumah haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan produktivitas hidup. Kota Semarang pada tahun 2007, jumlah rumah yang ada sebanyak 294.351 buah, sedangkan kategori rumah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 33.846 rumah (82,77%) dari 40.892 rumah yang dilakukan pemeriksaan. Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi beberapa kriteria, diantaranya adalah bebas dari jentik nyamuk. Arti bebas disini terutama pada bebas jentik nyamuk Aedes aegypti yang merupakan vektor dari penyakit demam berdarah dengue (DBD). Nyamuk Aedes aegypti ini hidup dan berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak langsung behubungan dengan tanah seperti bak mandi/wc, air tandon, gentong, kaleng, ban bekas, dan lain-lain. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di wilayah kota Semarang, untuk itu diperlukan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular untuk menurunkan resiko penularan dan kejadian sakit. Salah satu upaya tersebut adalah program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (menguras, mengubur, dan menutup) pada tempat-tempat yang potensial sebagai sarang nyamuk baik yang ada di dalam rumah maupun di lingkungan sekitarnya. Tahun 2007 di Kota Semarang terdapat rumah/gedung. Dimana dari jumlah tersebut yang dilakukan pemeriksaan mengenai bebas jentik nyamuk Aedes hanya sejumlah 31.276 buah (10,63%). Hal ini disebabkan karena keterbatasan alokasi dana, waktu, dan tenaga guna menjangkau seluruh bangunan yang ada. Namun demikian hasil yang didapatkan cukup baik dan sudah memenuhi target yaitu sebanyak 27.115 buah rumah/bangunan dinyatakan bebas jentik nyamuk Aedes atau sejumlah 86,70% dari

41 rumah/bangunan yang dilakukan pemeriksaan. IV.3.2 Tempat Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan ( TTU dan TUPM) Tempat-tempat umum adalah tempat kegiatan bagi umum yang disediakan oleh badan badan pemerintah, swasta atau perorangan yang langsung digunakan oleh masyarakat yang mempunyai tempat dan kegiatan tetap, memiliki fasilitas sanitasi (jamban, tempat pembuangan sampah dan limbah) untuk kebersihan dan kesehatan di lingkungan. Tempat-tempat umum yang sehat berpengaruh cukup besar di masyarakat karena masyarakat kepentingan. Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan untuk mewujudkan kondisi tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan agar masyarakat pengunjung terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak menjadi sarang vektor penyakit yang dapat menimbulkan menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya. Pengawasan sanitasi tempat umum meliputi sarana wisata, sarana ibadah, sarana transportasi, sarana ekonomi dan sosial. Pengawasan sanitasi tempat umum dan pengelolaan makanan (TUPM) di Kota Semarang meliputi hotel, restoran/rumah makan dan pasar. Jumlah hotel : 83 buah, jumlah diperiksa 69 buah, jumlah sehat 58 buah (84,06%) Jumlah pasar : 51 buah, jumlah diperiksa 50 buah, jumlah sehat 30 buah (60,00%) Jumlah restoran/rumah makan: 383 buah, jumlah diperiksa 250 buah, jumlah sehat 191 buah (76,40%) Jumlah TUPM lainnya : 1.564 buah, jumlah diperiksa 1.169 buah, jumlah sehat 979 buah (83,75%) Jumlah tempat - tempat umum dan tempat pengelolaan makanan di Kota Semarang Tahun 2007 sebanyak 2.081 buah, jumlah diperiksa 1.538 buah dan jumlah yang sehat 1.258 buah atau 81,79%. Data selengkapnya pada tabel 50. IV.3.3. Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

menggunakan

fasilitas

umum

tersebut

untuk

berbagai

IV.3.3.1 Persediaan Air Bersih Air bersih memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia karena diperlukan untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan hidup manusia. Oleh karena itu air bersih harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan (syarat fisik, kimiawi, dan bakteriologi). Pada tahun 2007 jumlah KK yang memiliki persediaan air bersih sebanyak 327.902 KK (92,91 %) dari 352.929 KK yang ada. Apabila dibandingkan dengan target Renstra Kota Semarang ( 92,6%) maka target tersebut sudah dapat tercapai. Upaya peningkatan kualitas air bersih akan meningkat apabila diikuti upaya perbaikan sanitasi (sarana pembuangan kotoran manusia, sampah, air limbah ). Selain itu adanya peran serta dan kesadaran sektor swasta penyedia air bersih yang meningkat berkenaan dengan kualitas air bersih. Secara umum sumber penyediaan air bersih di Kota Semarang ini berasal dari ledeng / PDAM (60,21%), sumur gali (27,61%), sumur pompa tangan (10,00%), dan lainnya (1,66%), dimana sebagian besar pengelolaan sumber air bersih dilakukan oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Kota Semarang. IV.3.3.2 Jamban Keberadaan jamban keluarga sangat penting dalam sebuah keluarga. Pengelolaan sebuah jamban yang memenuhi syarat kesehatan diperlukan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penularan penyakit. Berdasarkan laporan puskesmas, pada tahun 2007 diketahui bahwa 46.936 KK telah memanfaatkan jamban keluarga dan 44.191 KK telah memenuhi syarat jamban yang sehat (94,15%) dari 49.324 KK yang dilakukan pemeriksaan. Apabila dibandingkan dengan target Rencana Strategik tahun 2007 yaitu 83,94%, maka cakupan keluarga yang telah memiliki jamban keluarga sudah memenuhi target tersebut. Faktor yang turut mendukung pencapaian target tersebut yaitu meningkatnya pembangunan dan pengembangan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan.

43

0000000b000000880000000c000000940000000d000000a000000013000000ac00000002000000e40400001e0000000800000 IV.3.3.3 Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga 000000017352474200aece1ce90000000467414d410000b18f0bfc6105000000206348524d00007a26000080840000fa0000008 d9fd5ce6ce03af218d5c8708771e6968887b488707978ead2ee761eea698dda26699420ba3769902b78198b66aaf9aae03f078e0 Dalam upaya mendukung terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat 000000ffffff000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000003fffffffffffffffffffffff diperlukan pengelolaan air limbah yang sesuai standar dan memenuhi fffffffffffffffffffffffffffffffffff800001ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff000000fffffffffffffffffffffffffffffff syarat kesehatan. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) adalah suatu 4a524a524a524a524a524a524a524a524a524a292500000000ff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7f0000ff7 a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a00002f3194419545944195419441 bangunan yang digunakan untuk membuang air buangan kamar mandi, 6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f66f84d000095459441954194419545944195416510bf7fb
tempat cuci, dapur dan lain-lain bukan dari jamban atau peturasan. SPAL yang sehat hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut : Tidak mencemari sumber air bersih (jarak dengan sumber air bersih minimal 10 meter Tidak menimbulkan genangan air yang dapat dipergunakan sarang nyamuk (diberi tutup yang cukup rapat) Tidak menimbulkan bau (diberi tutup yang cukup rapat) Tidak menimbulkan becek atau pandangan yang tidak menyenangkan (tidak bocor sampai meluap) Pengelolaan limbah di rumah tangga yang diperiksa pada tahun 2007 sebanyak 46.649 KK dan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 41.487 KK (88,93%). Jumlah ini telah melebihi target yang telah ditentukan dalam renstra 2007 (72,14%). untuk

IV.3.3.4 Pembinaan Kesehatan Lingkungan pada Institusi Lingkungan merupakan salah faktor yang dapat berperan dalam peningkatan derajat kesehatan. Oleh karena itu upaya pembinaan
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

kesehatan lingkungan selain dilakukan pada rumah tangga dan tempattempat umum, juga dilaksanakan pada beberapa institusi/sarana seperti: sarana kesehatan sejumlah 386 tempat, dan yang telah dilakukan pembinaan sebanyak 308 tempat atau 79,79%. sarana pendidikan sejumlah 909 tempat, dan yang telah dilakukan pembinaan sebanyak 867 tempat atau 95,38%. sarana ibadah sejumlah 896 tempat, dan yang telah dilakukan pembinaan sebanyak 670 tempat atau 74,77%. perkantoran sejumlah 186 tempat, dan yang telah dilakukan pembinaan sebanyak 162 tempat atau 87,09%. Dan sarana lain sejumlah 234 tempat, dan yang telah dibina sebanyak 167 tempat atau 71,36%. Apabila dibandingkan dengan target pada renstra tahun 2007 yaitu 77%, maka pembinaan pada institusi telah memenuhi target tersebut (pencapaian 85,83%).

IV.4.

AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN Cakupan pelayanan kesehatan oleh penduduk dapat diperoleh dari data kunjungan rawat jalan dan rawat inap Puskesmas maupun Rumah Sakit. Pada tahun 2007 di Kota Semarang jumlah penduduk yang memanfaatkan pelayanan kesehatan rawat jalan di Puskesmas sebanyak 18.387 per 100.000 penduduk, sedangkan untuk rawat inap Puskesmas yaitu sebesar 296 per 100.000 penduduk. Sedangkan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat jalan di Rumah Sakit yaitu sebanyak 24.437 per 100.000 penduduk dan rawat inap 10.277 per 100.000 penduduk Untuk cakupan rawat jalan di Kota Semarang pada tahun 2007 yaitu sebesar 42,82%. Cakupan ini sudah memenuhi target SPM Tahun 2005 sebesar 10%. Sedangkan untuk cakupan rawat inap (kunjungan pasien baru) di sarana pelayanan kesehatan pada tahun 2007 yaitu sebesar 10,57%, dimana jumlah ini sudah melampaui target SPM Prop. Jawa Tengah Tahun 2005 yaitu 1% untuk kunjungan rawat inap di sarana kesehatan (Puskemas dan Rumah Sakit). Peningkatan pencapaian cakupan ini didukung dengan adanya penambahan jumlah tenaga medis dan paramedis di sarana

IV.4.1. Cakupan Pelayanan Kesehatan

45 kesehatan, biaya yang terjangkau dalam pelayanan kesehatan (baik rawat jalan maupun rawat inap) yang disertai juga dengan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang sesuai standar pelayanan yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk data pemanfaatan Rumah Sakit di Kota Semarang dapat dilihat dari beberapa indikator kinerja Rumah Sakit yang meliputi : a. Bed Occupation Rate (BOR), standar yang ideal untuk suatu Rumah Sakit adalah antara 70% s.d 80%. Manfaat Angka Penggunaan Tempat Tidur (BOR ) adalah untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur Rumah Sakit. Prosentase BOR yang digunakan pada penderita Rawat Inap di Rumah Sakit se- Kota Semarang pada tahun 2007 mencapai 75,10% dengan jumlah tempat tidur sebanyak sebesar sebanyak 3.434 buah. Apabila dibandingkan dengan BOR tahun 2006 sebesar 61,39%, maka terdapat peningkatan penggunaan tempat tidur di RS, dimana angka ini sudah dapat mencapai standar yang ideal untuk Rumah Sakit. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan tempat tidur pada Rumah Sakit di Kota Semarang telah dimanfaatkan secara optimal. b. Length Of Stay ( LOS) adalah rata-rata dalam 1 (satu) tempat tidur dihuni oleh 1 (satu) penderita rawat inap yang dihitung dalam hari dengan standar ideal antara 6 9 hari. Manfaat LOS adalah untuk mengukur efisiensi pelayanan Rumah Sakit, dan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit. Pencapaian LOS RS tahun 2007 mencapai 6,3, dimana angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2006 (LOS = 5,43). Cakupan pencapaian tersebut dapat diartikan bahwa penggunaan tempat tidur di RS di Kota Semarang sudah memenuhi standar ideal. RS yang nilai LOS 1-5 hari sebanyak 14 RS, 2 RS dengan LOS lebih dari 10 hari dan 3 RS tidak melaporkan data tersebut. c. Turn of Interval (TOI) adalah rata-rata tempat tidur tidak ditempati dengan standar ideal antara 1 3 hari. TOI untuk Kota Semarang pada tahun 2006 sebesar 2,1 menurun dari
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

tahun 2006 yaitu 3,42 namun angka ini masih dalam batas standar ideal yang ditetapkan. Hal ini dapat menggambarkan bahwa pemakaian tempat tidur di Rumah Sakit sudah optimal.

d. Gross Death Rate (GDR), adalah angka kematian untuk tiaptiap 1000 penderita keluar maksimum adalah 45. Manfaat GDR (Gross Death Rate) untuk mengetahui mutu pelayanan / perawatan Rumah Sakit. Angka ini bisa untuk menilai mutu pelayanan jika angka kematian kurang dari 48 jam rendah. GDR Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar 3,5 menurun dari tahun 2006 yang mencapai 3,73. e. Neath Death Rate (NDR), manfaat NDR adalah untuk mengetahui mutu pelayanan / perawatan Rumah Sakit. Semakin rendah NDR suatu Rumah Sakit, berarti bahwa mutu pelayanan / perawatan Rumah Sakit makin baik. NDR yang masih dapat ditolerir adalah kurang dari 25 per 1000 penderita keluar. Pencapaian NDR di Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar 2,00 menurun dari tahun 2006 yaitu 2,18, namun demikian secara keseluruhan pelayanan rumah sakit di Kota Semarang telah tergolong baik. IV.4.2. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak IV.4.2.1. Pelayanan Kesehatan Antenatal Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil K1 untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat kali (K4) dengan distribusi sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga. Pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan pada ibu hamil yang berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan atau antenatal care (ANC) meliputi penimbangan berat badan, pemeriksaan kehamilannya, pemberian tablet besi, pemberian imunisasi TT dan konsultasi. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 Kota Semarang pada tahun 2007 adalah 24.274 bumil (89,04%) dimana pencapaian ini juga telah

47 melampaui target yang ditetapkan dalam Renstra Tahun 2007 yaitu 86%. Faktor pendukung dalam hal ini dapat disebabkan oleh meningkatnya kesadaran ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke sarana pelayanan kesehatan yang ada dan adanya dukungan peningkatan kualitas pelayanan ANC oleh petugas puskesmas. Cakupan K4 Puskesmas dari rentang antara yang terendah Puskesmas Mangkang (43,08%) dengan yang tertinggi Puskesmas Bulu Lor (105,99%). Pencapaian melebihi target dikarenakan mobilitas penduduk di Kota Semarang yang cukup tinggi sehingga banyak penduduk luar wilayah yang menggunakan pelayanan kesehatan yang ada di wilayah tersebut. Bila dibandingkan dengan target SPM Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 sebesar 78%, maka pencapaian K4 di Kota Semarang sudah melampaui target tersebut. Anemi (kekurangan zat gizi besi) pada ibu hamil merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kematian pada ibu melahirkan dan kematian bayi karena terjadinya perdarahan pada waktu melahirkan. Kasus anemia ibu hamil di Kota Semarang pada tahun 2007 yaitu sebanyak 1.436 bumil (19,04%) dari 7.543 bumil yang diperiksa. Namun angka ini masih dibawah target Renstra Kota Semarang tahun 2007 sebesar 25%. Untuk itu diperlukan adanya upaya pencegahan dan penanganan terhadap permasalahan tersebut, salah satunya melalui pemberian tablet besi (Fe)1 dan tablet besi (Fe)3. Pada tahun 2007 cakupan pemberian tablet (Fe)1 sebanyak 28.069 bumil (102,96%) dan cakupan untuk tablet (Fe)3 sebanyak 24.240 bumil (88,91%). Hal ini menunjukkan bahwa penjaringan pertama pada ibu hamil sudah dapat dilaksanakan sesuai target namun untuk penjaringan selanjutnya (Fe)3 90 tablet tidak dapat mencakup jumlah tersebut. Secara keseluruhan angka tersebut telah memenuhi target yang telah ditentukan, yaitu untuk tablet Fe1 90% dan tablet Fe3 82%. Keberhasilan pencapaian target tersebut dapat disebabkan oleh adanya persediaan tablet Fe yang mencukupi kebutuhan dan juga pelaksanaan kegiatan melalui koordinasi dan kerjasama dengan lintas program dan sektor terkait. Dalam pelayanan ibu hamil (antenatal) baik pada K1 maupun K4 ibu hamil selain diberikan tablet Fe juga diberikan imunisasi TT sebagai upaya perlindungan ibu dan bayinya dari kemungkinan terjadinya Tetanus pada waktu persalinan. Oleh karena itu pemberian TT merupakan keharusan
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

pada setiap ibu hamil. Pemberian imunisasi TT pada Bumil mencakup TT1 sebesar 20.090 bumil (71,86%), masih belum memenuhi target yang ditentukan yaitu 95%, imunisasi TT2 sebesar 18.189 bumil (65,06%), telah mencapai target yaitu 65%, imunisasi TT3 sebanyak 2.543 bumil, imunisasi TT4 sebanyak 1.926 (6,98%) dan imunisasi TT5 hanya mencapai 1.108 bumil (3,96%). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa untuk pelayanan imunisasi TT1 TT2 pada Bumil di Tahun 2007 terjadi penurunan (Tahun 2006 TT1 TT2 masing-masing 92% dan 85%), akan tetapi untuk TT3 TT5 untuk Tahun 2007 terdapat peningkatan dari Tahun 2006 ( TT3 TT5 masing-masing 3% - 3% - 2%). Hal ini disebabkan pemberian imunisasi TT pada Bumil dan juga pada Wanita Usia Subur (WUS) lebih diarahkan pada pemberian TT 5 dosis. Sedangkan untuk cakupan TT bagi Wanita Usia Subur (WUS) usia 15-39 tahun sebanyak 5 dosis dengan interval tertentu di Kota Semarang pada tahun 2007 yaitu TT1 2.943 orang (10,53%), TT2 1.552 orang (5,55%), TT3 309 orang (1,11%), TT4 256 orang (0,92%) dan TT5 384 orang (1,37%) dari 27.958 WUS yang ada. Secara keseluruhan cakupan TT1 TT5 WUS Tahun 2007 mengalami peningkatan apabila dibandingkan tahun sebelumnya. IV.4.2.2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Upaya untuk menurunkan Angka Kematian Bayi dan Ibu Maternal, salah satunya melalui persalinan yang sehat dan aman, yaitu persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan, dan perawat bidan) maupun dengan dukun terlatih yang didampingi oleh tenaga kesehatan. Jumlah persalinan dengan pertolongan tenaga kesehatan di Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar 22.155 (85,14%) dari jumlah perkiraan persalinan sebesar 26.021 kelahiran. Angka ini sudah dapat memenuhi target Renstra yang telah ditentukan sebesar 86,00%. Pencapaian ini didukung dengan tersedianya Bidan di seluruh Puskesmas dengan perbandingan Puskesmas dan Bidan yaitu 1 : 4. Disamping itu jumlah Rumah Sakit dan Rumah Bersalin di Kota Semarang yang telah mencukupi. IV.4.2.3 Ibu Hamil Resiko Tinggi dan Komplikasi

49 Yang dimaksud dengan risiko tinggi pada ibu hamil adalah keadaan ibu hamil yang mengancam kehidupannya maupun janinnya, misalnya umur, paritas, interval dan tinggi badan. Prosentase sasaran ibu hamil risiko tinggi adalah 20% dari ibu hamil yang ada di masyarakat. Pada tahun 2007 ibu hamil risiko tinggi/ komplikasi yang ditemukan di Kota Semarang sebesar 3.366 orang dan bumil risti/ komplikasi yang dirujuk yaitu sebanyak 885 orang (26,29%). Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2006 yaitu ibu hamil risti / komplikasi yang ditemukan mencapai 2.547 orang, dan 820 ibu hamil risti yang dirujuk (32,19%). Apabila dibandingkan dengan target Renstra tahun 2007 (100%), maka cakupan untuk ibu hamil risti yang dirujuk masih belum terpenuhi sesuai target. Hal ini bisa disebabkan beberapa faktor seperti : Adanya bumil risiko tinggi yang langsung ditangani di rumah sakit sehingga tidak tercatat di puskesmas, Bumil risiko tinggi dengan katagori ringan ditangani sendiri oleh puskesmas, dimana seharusnya bumil risiko tinggi seluruhnya dirujuk. Berdasarkan data yang ada, ibu hamil risiko tinggi yang dirujuk seluruhnya (100%) telah mendapatkan penanganan. IV.4.2.4. Pemberian Vitamin A Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan. Salah satu dampak kekurangan Vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadai pada anak usia 6 bulan 59 bulan yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang. Salah satu program penanggulangan KVA yang telah dijalankan adalah dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi 2 kali per tahun pada Balita dan Ibu Nifas (Bufas)untuk mempertahankan bebas buta karena KVA dan mencegah berkembangnya kembali masalah Xerofthalmia dengan segala manifestasinya (gangguan penglihatan, buta senja, dan bahkan kebutaan sampai kematian). Disamping itu pemantapan program distribusi kapsul Vitamin A dosis tinggi juga dapat mendorong tumbuh kembang anak serta meningkatkan daya tahan anakterhadap penyakit infeksi, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak. Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul Vitamin A
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

adalah bayi berumur 6 11 bulan dan anak umur 12 59 bulan yang mendapat kapsul Vitamin A dosis tinggi. Kapsul Vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul Vitamin A biru dengan dosis 100.000 SI yang diberikan pada bayi berumur 6 11 bulan dan kapsul Vitamin A berwarna merah diberikan pada anak umur 12 59 bulan dan diberikan pada bulan Februari dan Agustus setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas, diketahui bahwa cakupan pemberian suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi sebanyak 28.634 bayi (100%), Balita sebanyak 93.600 anak (100%) serta Bufas 25.178 orang (96,76%). Cakupan tersebut seluruhnya sudah memenuhi target Renstra Kota Semarang Tahun 2007 yaitu cakupan Vitamin A untuk bayi dan balita sebesar 92% dan untuk Bufas sebesar 84%. IV.4.2.5. Pelayanan Kesehatan Neonatal, Bayi dan Balita a. sebesar 23.643 Kunjungan Neonatus (0 28 hari) (95,54%), dimana jumlah ini meningkat apabila Cakupan kunjungan neonatus tingkat Kota Semarang tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2006 sebanyak 23.125 anak (94,40%).

Apabila dibandingkan dengan target Renstra Tahun 2007 yaitu 87%, maka angka ini sudah melebihi target tersebut. Keberhasilan pencapaian ini disebabkan : meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan neonatus, peningkatan pelayanan kesehatan terutama kesehatan anak (neonatus, bayi, balita) di Puskesmas, dan adanya pemeriksaan kunjungan ke rumah oleh tenaga kesehatan bagi neonatus yang tidak dapat berkunjung ke puskesmas serta sistem pencatatan dan pelaporan (PWS KIA) yang sudah berjalan dengan baik. Cakupan kunjungan neonatus dengan rentang antara yang terendah 65,79% (Puskesmas Karanganyar) dengan rentang tertinggi 123,18% (Puskesmas Mangkang). b. Kunjungan Bayi (1 - 12 bulan)

Kunjungan bayi adalah kunjungan bayi (1 12 bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, paling sedikit 4 kali. Hasil cakupan kunjungan bayi di Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar 22.987 (92,89%) dimana jumlah ini

51 mengalami penurunan dari tahun 2006 yaitu 23.487 bayi (95,87%) namun cakupan ini sudah memenuhi target Renstra Kota Semarang Tahun 2007 sebesar 87%. Pada tahun 2007 ditemukan 14 (empat belas) Puskesmas dengan cakupan kunjungan bayi sama dengan atau lebih dari 100% (data terlampir pada tabel 15). Cakupan yang melebihi jumlah sasaran bayi (100%) dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pada saat penentuan jumlah sasaran melalui kegiatan pemantauan wilayah setempat (PWS) KIA belum mencakup jumlah seluruh bayi yang ada di wilayah tersebut atau karena penentuan target sasaran bayi terlalu rendah. c. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita dan Pra Sekolah Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) anak balita dan pra sekolah adalah anak umur 1 6 tahun yang dideteksi dini tumbuh kembang sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, paling sedikit 2 kali. Pelayanan DDTK anak balita dan prasekolah meliputi kegiatan deteksi dini masalah kesehatan anak menggunakan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), monitoring pertumbuhan menggunakan Buku KIA/KMS dan pemantauan perkembangan (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan sosialisasi dan kemandirian), penanganan penyakit sesuai MTBS, penanganan masalah pertumbuhan, stimulasi perkembangan anak balita dan prasekolah, pelayanan rujukan ke tingkat yang lebih mampu. Hasil cakupan deteksi dini tumbuh kembang (DDTK) anak balita dan pra sekolah di tingkat Kota Semarang pada tahun 2007 yaitu 68,91%. Apabila dibandingkan dengan target Rencana Strategik Tahun 2007 (68%), maka cakupan DDTK anak balita dan prasekolah di Kota Semarang sudah mencapai target tersebut, dan target SPM Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005 yaitu sebesar 65%. Data secara terperinci dapat dilihat pada tabel 18.

IV.4.3.

Pelayanan Imunisasi Untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi serta anak balita perlu dilaksanakan program imunisasi untuk penyakitpenyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti penyakit

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

00700000001000000400000000400000048000000080000005800000012000000680000000c000000800000000d0000008c0 c86a2765a54388d8d944b989a7f6ed721b0162b8e313ea3a7f252fe5f5456ddcf34eac6aec4b0c44d0f4970ac4ed3e75938432a16 fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffe00007ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffe00007fffffffffffffffffffff TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Polio dan campak. Idealnya c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c282b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2a2d38343434343434343434343434343 bayi harus mendapat imunisasi dasar lengkap terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 424242424043232323232323232323232323232323232323232323232323232001c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1 kali, Polio 4 kali, HB 3 kali dan campak 1 kali. 1212121212121212121b1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1d2a2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2 50e0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a06010100000001310d08080808080808080808080808080808080707 Untuk menilai kelengkapan imunisasi dasar bagi bayi, biasanya 424240e0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a001c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c
dilihat dari cakupan imunisasi DPT3, Polio 4 dan Campak 80%. Cakupan bayi yang diimunisasi DPT3 pada tahun 2007 sebesar 23.472 anak (92,37%), Polio 4 sebanyak 21.864 anak (86,04%) dan bayi yang telah memperoleh imunisasi campak sebesar 23.274 (91,59%) dari sasaran sejumlah 25.412 bayi. Dari data tersebut maka cakupan imunisasi di Kota Semarang pada bayi telah dilaksanakan secara lengkap dan memenuhi target yang ada. Program imunisasi dapat berjalan secara efektif dan memberikan dampak penurunan kejadian penyakit apabila kelengkapan imunisasi telah terlaksana dan mutu pelayanan imunisasi diterapkan sesuai standar, terutama dalam penangan col chain. Strategi operasional pencapaian cakupan tinggi dan merata dapat dilihat dari pencapaian Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan. Tahun 2007 jumlah desa/kelurahan yang sudah mencapai UCI dengan kriteria cakupan DPT 3, polio 4 dan Campak 80% sebanyak 139 kelurahan (78,53%) dari 177 kelurahan yang ada, jumlah ini meningkat dari Tahun 2006 yaitu 136 kelurahan (76,80%). Selain itu angka ini juga telah memenuhi target Renstra Kota Semarang Tahun 2007 sebesar 78%. Untuk mengukur manajemen program / efisiensi program menggunakan angka drop out dengan menghitung selisih cakupan imunisasi DPT1 dengan cakupan imunisasi Campak. Angka Drop Out (DO) imunisasi dasar lengkap di Kota Semarang Tahun 2007 sebesar 7,73, menurun dari Tahun 2006 yang mencapai 8,63%, dan angka ini masih belum melampaui batas maksimal DO yaitu 10%.

53

Selain imunisasi rutin, program imunisasi juga melaksanakan program imunisasi tambahan seperti Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Hasil pelaksanaan BIAS tahun 2007 di Kota Semarang meliputi BIAS Campak dan BIAS DT dan TT. BIAS Campak dilaksanakan pada bulan Agustus dengan sasaran siswa kelas I dengan hasil sebanyak 26.551 (97%) telah memenuhi target minimal yaitu 85%. BIAS DT dan TT dilaksanakan pada bulan Nopember dengan sasaran siswa kelas I divaksinasi DT dan kelas II dan III divaksinasi TT, dengan hasil : kelas I 26.214 siswa (97,02%); kelas II 25.841 siswa (97,27%); kelas III 23.607 siswa (97,85%) dimana seluruhnya juga telah memenuhi target yang ditentukan sebesar 95%.

IV.4.4

Pelayanan Kesehatan Pra Usia Lanjut (Usila) dan Usia Lanjut Pelayanan kesehatan pra usila dan usila yang dimaksudkan adalah penduduk usia 45 tahun ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar oleh tenaga kesehatan baik di puskesmas maupun di Posyandu Kelompok Usia Lanjut. Hasil kegiatan pelayanan kesehatan Pra Usila dan Usila di Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar 69.840 orang (80,25) terdiri atas pra usila (45 59 thn) sebanyak 40.803 orang dan Usila ( 60 thn) sebanyak 29.037 orang, jumlah ini meningkat dari tahun 2006 sebanyak 32.381 (66,82%). Apabila dibandingkan dengan target SPM Tahun 2005 (20%) dan Renstra Tahun 2007 (55%) maka cakupan pelayanan kesehatan pada Pra Usila dan Usila di Kota Semarang sudah bisa melampaui target tersebut. Keaktifan petugas puskesmas dalam melakukan pembinaan dan pelayanan di dalam dan luar gedung terhadap kelompok usia lanjut turut mendukung pencapaian indikator tersebut.

IV.4.5

Keluarga Berencana

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

30000000a40000000700000001000000400000000400000048000000080000005c000000120000006c0000000c00000084000 b38e404a4bee09520bfb6b5fda4647ea5ed3734ac9010198ba3acf33288f1efd44972f4753e94a9d663219c9ea202b03ad15e44c3 495859a96e6f6f7071727395969798999a4343434200010101015678797a7b9b9c9d9e9fa0a1a2a3a4a5a6a7a88a8bad8d8e7d8 000024000000180000000000803f00000000000000000000803f0000000000000000214007000c000000000000002b4000000 3d930000000a40000000700000001000000400000000400000048000000080000005c000000120000006c0000000c00000084 0880400000000000000c01e46020000000000000002000000000000000000803f0210c0db00000000000000ff08400c032c000 de4b4391548a8fcd209129c8dcea5645e32a26eae50ac1e8f6b45a7722d5fad38ca02240993490cc8a9166756ae478594f7d08a9 00000000000003e22803f11ea564491d220440400000023000000200000008e12803f00000000000000003e22803f11ea56449 Salah satu program pemerintah dalam upaya mengendalikan jumlah 10101010101010101010001b50100010101010101010101b65a5b6768696a6b6c6d8182838485868788898a8b8ca3a4a5a6a7 001000000180000000c000000000000025400000058000000d60100008702000003020000b50200000200000000000000000 0000000000001e4006000c00000000000000214005000c00000000000000344000000c000000000000001e4005000c0000000 kelahiran dan mewujudkan keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu 0442a40000024000000180000000000803f00000000000000000000803fab95f64200f820442b4000000c000000000000001e4 0000e0010000454d462b2b4000000c000000000000001e4006000c00000000000000214005000c0000000000000034400000
melalui konsep pengaturan jarak kelahiran dengan program Keluarga

000000000000000803fe8793c443cbe40440400000023000000200000000000803f00000000000000000000803fe8793c443cb Berencana (KB). 5000c0000000000000008400204280000001c0000000210c0db0000000000000010000004420000044276e7a344c1b45d4434 000002a40000024000000180000000402013a00000000000000000402013a0000044200000442214007000c0000000000000 1. Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS)
Pada tahun 2007, jumlah PUS yang ada sebanyak 243.194. Yang menjadi peserta KB baru sebanyak 33.874 (13,93%). Sedang jumlah peserta KB aktif yang telah dibina sebesar 188.309 (77,43%) 2. Peserta KB Baru Dari 33.874 peserta KB Baru (13,93%), secara rinci mix kontrasepsi yang digunakan adalah sebagai berikut : - Suntik - Pil - Kondom - IUD - Implant - MOP/MOW : 61,92% : 20,39% : 3,82% : 5,16% : 4,69% : 5,43% 3. Peserta KB Aktif Hasil pembinaan peserta KB Aktif selama tahun 2007 sebesar 188.309 (77,43%) dengan mix kontrasepsi sebagai berikut : - Suntik - Pil - IUD - Implant - Kondom - MOP/MOW : 42,13% : 12,06% : 6,33% : 5,33% : 4,48% : 7,09%

Dari keseluruhan peserta KB baru selama tahun 2007, pemakaian kontrasepsi suntik merupakan yang tertinggi karena sifatnya yang praktis dan juga cepat dalam mendapatkan pelayanannya. Apabila dibandingkan dengan data tahun 2006, kontrasepsi suntik masih menduduki peringkat teratas, sedangkan kontrasepsi pria merupakan yang paling sedikit digunakan yaitu kondom dan MOP. Hal ini disebabkan banyak suami

55

menganggap bahwa istri saja yang mempunyai kewajiban untuk 0000090000000130000009c00000002000000e40400001e0000000700000053704f6f4b7900001e0000000900000066405241 menggunakan kontrasepsi sebagai upaya pengaturan kelahiran. 02d010c0004000000f0010d0007000000fc0200004d1a33000000040000002d010d0004000000f00106000500000009024d1a3 0000f00106000500000009024d4d80000500000001024d4d80000e00000024030500cc03ed02cc03eb01d103e701d103ea02cc 0012001c0012000b001200120012000900140012001200040000002d01030004000000f0010c001c000000fb02dfff000084038 0611001100040000002d010b00040000002d01080004000000f0010600040000002d010200040000002701ffff030000001e00 0000300000000000000000000000100020003000000000005000500000003000000030000000200000003000000000000000 0000000000080c0d64003020e00040001000000000000008085d14003020e00050000000000000000000044c54003020e000 33100000a00004000100010064100800000001000000010032100400000002003310000007100c00000000000000ffff09004

IV.4.6 Kesehatan Kerja dan Kesehatan Institusi a. Pelayanan Kesehatan Pekerja Pelayanan kesehatan pada pekerja merupakan upaya untuk pemeliharaan kesehatan yang dapat mendukung peningkatan produktivitas pekerja, dimana biasanya pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertahap yaitu berupa pemeriksaan awal bagi calon pekerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan pada akhir masa kerja. Hal ini dimaksudkan agar kesehatan pekerja senantiasa terpelihara mulai awal bekerja hingga nanti pada akhir masa kerjanya sehingga dapat terhindar dari resiko penyakit akibat kerja (PAK). Umumnya pembinaan dan pelayanan kesehatan pada pekerja khususnya pekerja formal dilaksanakan oleh klinik perusahaan atau bekerja sama dengan sarana pelayanan kesehatan yang ada (Puskesmas,
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

Rumah Sakit). Sedangkan untuk pekerja sektor informal masih belum banyak mendapatkan perhatian terutama dalam hal pelayanan kesehatan karena umumnya mereka bekerja secara mandiri diluar tanggung jawab suatu perusahaan/instansi. Apabila dibandingkan prosentase jumlah pekerja, maka sektor informal merupakan bagian terbesar dari angkatan kerja. Selama ini mereka hanya memperoleh pelayanan kesehatan secara umum, namun belum dikaitkan dengan pekerjaannya. Cakupan pelayanan kesehatan pekerja pada industri formal di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 240.753 orang (79,14% dari 304.196 pekerja formal yang ada). Jumlah ini diperoleh dari pekerja sektor formal yang datang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas dengan fasilitas asuransi berupa ASKES maupun Jamsostek. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan pada pekerja sektor informal dari 665.530 pekerja yang terdata, yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 551.838 pekerja (82,92%). Walaupun pekerja informal tidak berada dalam tanggung jawab suatu badan/instansi seperti pada pekerja formal, tetapi mereka tetap mendapatkan pelayanan kesehatan dengan cara membayar sendiri ataupun melalui kartu sehat maupun asuransi kesehatan keluarga miskin (Askeskin). b. P3 NAPZA Berdasarkan data laporan puskesmas, kegiatan penyuluhan, pencegahan dan penanggulangan dan penyalahgunaan NAPZA tahun 2007 sasarannya tidak hanya pada sekolah dan masyarakat saja melainkan juga pada masyarakat umum. Cakupan pelayanan NAPZA pada tahun 2007 berupa kegiatan penyuluhan NAPZA oleh tenaga kesehatan, baru mencapai 375 kegiatan (21,61%) dari 1.735 kegiatan penyuluhan keseluruhan. Apabila dibandingkan dengan target Kota Semarang (20%), angka ini masih jauh berada di bawah target tersebut. Kondisi ini dapat disebabkan antara lain karena pada sebagian besar puskesmas kegiatan penyuluhan NAPZA yang dilaporkan yang hanya dilaksanakan pada forum resmi dengan sasaran anak sekolah/remaja saja sedangkan yang sifatnya non formal pada masyarakat yang berkunjung di puskesmas belum dilaporkan secara lengkap. Kaitan Narkoba dengan anak sekolah/pelajar dewasa ini semakin meningkat, dimana 88% pengguna narkoba menggunakan ganja, 36%

57 menggunakan jarum suntik (data ILO 2005, dikutip dari majalah forum edisi 6 Juli 2005). Penggunaan jarum suntik bersama dan bergiliran berpotensi untuk menularkan penyakit seperti HIV/AIDS, Hepatitis C. Apabila kondisi tersebut tidak segera mendapatkan penanganan yang serius dan berkelanjutan maka jumlah kasus yang ada akan semakin meningkat. Data dari pemelitian Country AHRN Indonesia ,sekolah merupakan tempat yang aman untuk mendapatkan serta mengkonsumsi narkoba. Untuk itu perlu adanya peningkatan kerja sama dan koordinasi dari jajaran instansi terkait, salah satunya seperti yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang bersama dengan Badan Narkotika Kota (BNK), dimana Dinas Kesehatan Kota Semarang juga termasuk dalam keanggotaan BNK dan berkoordinasi dengan BNK dalam kegiatan penyuluhan yang bekerja sama dengan tenaga puskesmas dan ibu-ibu PKK. Selain itu bentuk dukungan kegiatan lainnya dapat berupa : pentas seni, lomba poster, maupun deteksi dini tes urine. Selain itu juga perlu adanya dukungan dari lintas sektor di tingkat Provinsi dan Pusat. c. Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah Pelayanan Kesehatan Anak Sekolah meliputi pemeriksaan kesehatan siswa yang dilakukan oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih (guru UKS/dokter kecil) melalui penjaringan kesehatan, paling sedikit 1 kali. Penjaringan kesehatan pada anak sekolah meliputi pemeriksaan umum seperti : TB, BB, kulit, ketajaman mata, pendengaran, gigi dan mulut). Hasil cakupan pelayanan kesehatan pada anak sekolah (siswa TK, SLTP dan SLTA)pada tahun 2007 di Kota Semarang mencapai 99.729 siswa (97,08%). Apabila dibandingkan dengan target SPM tahun 2005 Propinsi Jawa Tengah (75%) dan Renstra tahun 2006 (60%), maka cakupan pelayanan tersebut telah memenuhi target. Hal ini dapat disebabkan karena partisipasi dari Guru UKS dan kader kesehatan (dokter kecil) sudah jauh lebih baik dalam pelayanan kesehatan di sekolah dan tenaga kesehatan yang ada juga telah berperan secara aktif dalam upaya pembina Usaha Kesehatan Sekolah. Selain itu keterlibatan dan kerja sama lintas sektor yang erat antara Dinas Kesehatan dengan Dinas Pendidikan serta Kantor Departemen Agama juga turut mendukung keberhasilan program tersebut.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

IV.4.4 Upaya Kesehatan Khusus IV.4.4.1 Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Gawat Darurat Sarana kesehatan dengan kemampuan gawat darurat yang dapat diakses oleh masyarakat di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 62 sarana kesehatan (58,06%) yaitu 15 Rumah Sakit Umum (100%), 1 RS Jiwa (100%), 9 RS Khusus (100%) dan 11 puskesmas (29,73%). Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 29. Apabila dibandingkan dengan target SPM 2005 (40%), maka jumlah ini sudah mencapai target tersebut. IV.4.4.2 Pelayanan Kesehatan Jiwa Selain menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara umum, sarana kesehatan yang ada juga memberikan pelayanan terhadap kesehatan jiwa. Target Renstra untuk pelayanan kesehatan jiwa pada tahun 2007 yaitu 0,4% dari kunjungan kasus di sarana kesehatan. Pelayanan kesehatan jiwa pada Puskesmas dan Rumah Sakit di Kota Semarang pada tahun 2007 menunjukkan pencapaian sebesar 0,42%. Pelayanan kesehatan jiwa di Kota Semarang pada umumnya telah memenuhi target yang telah ditetapkan, hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya yaitu : Peningkatan kemampuan dokter dan tenaga medis dalam pelayanan kesehatan jiwa dalam bentuk pelatihan dan refreshing Petugas kesehatan telah memiliki pengetahuan dan kemampuan melakukan deteksi dini dari gejala yang menjurus pada gangguan kejiwaan. Perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi program kesehatan jiwa Adanya klinik kesehatan jiwa di sarana kesehatan (Rumah Sakit Umum) IV.4.4.3 Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan di puskesmas pada tahun 2007 yaitu tumpatan gigi tetap sebanyak 9.590 dengan rata-rata per bulan sebesar 799 tindakan dan pencabutan gigi

59 tetap sebanyak 10.250 dengan rata-rata per bulan sebesar 854, dengan rasio untuk tambal dibandingkan pencabutan gigi sebesar 0,94. Di dalam pelayanan UKGS di sekolah dasar, dilaksanakan pemeriksaan kesehatan gigi pada 41.317 siswa (26,52%), terdapat 8.182 siswa perlu perawatan dan yang telah mendapatkan perawatan sebanyak 5.114 siswa (62,50%). Apabila dibandingkan dengan target tahun 2007 perbandingan tumpatan dan pencabutan gigi tetap minimal > 1, maka pencapaian pelayanan kesehatan gigi dan mulut belum mencapai target. Hal ini disebabkan kesehatan gigi dan mulut masih belum menjadi alasan penting masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Selain itu pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan gigi dan mulut masih belum terlaksana dengan baik sehingga sering terjadi keterlambatan dalam pelaporannya. Untuk itu perlu adanya peningkatan pelayanan kesehatan gigi mulut khususnya pada upaya kesehatan secara promotif dan preventif, peningkatan kemampuan tenaga kesehatan serta peningkatan kualitas pencatatan dan pelaporan yang ada. IV.4.4.4 Pelayanan Transfusi Darah Target SPM Prop. Jawa Tengah tahun 2005 untuk kegiatan pelayanan transfusi darah dalam hal pemenuhan kebutuhan permintaan darah yaitu 90%. Hasil kegiatan pelayanan transfusi darah di Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar 66.489 (92,96%) kantong darah dari kebutuhan 71.526 kantong darah. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang mencapai 88,63%, namun angka tersebut juga belum memenuhi target yang telah ditetapkan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan belum tercapinya target untuk pelayanan transfusi darah, yaitu : Belum adanya program upaya pelayanan kesehatan di Dinas Kesehatan yang menangani secara langsung bidang/ unit tansfusi darah, selain PMI. Rumah sakit yang memiliki Bank Darah Rumah Sakit masih terbatas Partisipasi masyarakat sebagai pendonor masih relatif terbatas sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan darah yang ada.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

IV.5.

OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN LAINNYA Berdasarkan data ketersediaan obat pada tahun 2007 yang berasal dari laporan Instalasi Perbekalan Farmasi Kota Semarang bersumber dari laporan 37 Puskesmas se-Kota Semarang, jumlah jenis obat yang dibutuhkan oleh Puskesmas rata-rata 129 item, sedangkan jenis obat yang tersedia di Puskesmas rata-rata 145 item. Jika dibandingkan antara kebutuhan obat dengan persediaan yang ada diperoleh ketersediaan obat secara keseluruhan sebesar 112,87%. Berarti secara umum kebutuhan obat di Kota Semarang telah terpenuhi (tersedia). Khusus untuk obat generik, kebutuhan total jenis obat generik seluruh Puskesmas Tahun 2007 adalah rata-rata 131 item. Sedangkan jumlah total jenis obat generik yang tersedia sebanyak 145 item. Jika dibandingkan dengan kebutuhan obat generik maka pemenuhannya sebesar 110,55%. Artinya secara umum kebutuhan obat generik di Puskesmas seluruhnya dapat dipenuhi (tersedia).

IV.5.1. Ketersediaan dan Kebutuhan Obat Esensial dan Obat Generik

IV.5.2. Penulisan Resep Obat Generik Berdasarkan laporan dari Rumah Sakit milik Pemerintah, diketahui bahwa jumlah penulisan resep obat generik di fasilitas sarana kesehatan tersebut sebesar 52.816 (55,81%) dari total penulisan resep yang ada yaitu sejumlah 94.639 resep. Apabila dibandingkan dengan target SPM Provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar 80%, maka pencapaian ini masih belum memenuhi target. Hal dapat disebabkan cakupan yang ada masih belum bisa menggambarkan kegiatan penulisan resep obat generik yang dilakukan oleh Rumah Sakit Pemerintah se-Kota Semarang, dimana data yang ada hanya berasal dari Rumah Sakit milik Pemerintah Kota Semarang yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Semarang, sedangkan data dari Rumah Sakit Pemerintah lainnya belum tercakup dalam pelaporan yang ada. IV.5.3. Ketersediaan Obat Narkotika dan Psikotropika Data yang dilaporkan untuk ketersediaan obat narkotika dan psikotropika berasal dari 37 puskesmas. Jumlah seluruh kebutuhan obat narkotika dan psikotropika di Kota Semarang tahun 2007 yaitu rata-rata 3 item per Puskesmas sedangkan untuk ketersediaan obat narkotika dan

61 psikotropika yaitu sebesar 4 item. Apabila dibandingkan antara kebutuhan dan ketersediaan obat narkotika dan psikotropika maka diperoleh capaian rata-rata sebesar 122,32%. Hal ini berarti untuk obat golongan narkotika dan psikotropika di Puskesmas dapat terpenuhi sesuai kebutuhan.

IV.6. SUMBER DAYA KESEHATAN IV.6.1. Tenaga Kesehatan Penyelenggaraan upaya kesehatan tidak akan berjalan dengan baik jika tidak didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Sesuai dengan Visi Dinas Kesehatan Kota Semarang yaitu Terwujudnya Masyarakat Kota Metropolitan yang Sehat Didukung dengan Profesionalisme dan Kinerja yang Tinggi maka diperlukan peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) dibidang kesehatan, yang diharapkan mampu bekerja secara profesional dan selalu berusaha untuk mengembangkan kemampuannya dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal pada masyarakat. Informasi tenaga kesehatan diperlukan bagi perencanaan dan pengadaan tenaga serta pengelolaan kepegawaian. Kesulitan memperoleh data ketenagaan yang mutakhir disebabkan antara lain karena sifat data ketenagaan yang selalu berubah terus-menerus sehingga sistem pencatatan dan pelaporan belum dapat ditampilkan secara lengkap, akurat dan sistematis. Sebagai gambaran hasil pendataan tenaga kesehatan melalui Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007 yang berada di Puskesmas, Rumah Sakit, dan Dinas Kesehatan Kota Semarang sebagai berikut: Tabel m : Data Tenaga Kesehatan di Kota Semarang Tahun 2007
No Jenis Tenaga Kesehatan Unit Kerja Jumlah

DKK

Puskesmas

RSU/RS RSB Khusus Lainnya

Institusi Diknakes /Diktat

Sarana Kesh Lain 662 1.552

1 2

Dokter Spesialis Dokter Umum

0 5

2 106

577 312

24 71

59 1.058

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

P erbandingan T enaga K esehatan B erdasar J enisnya T ahun 2006

0000000d0000009400000013000000a000000002000000e40400001e00000009000000416c6c2075736572000020001e00000 433 3 Dokter Gigi 5 62 90 1 275 01340188013301880133018d013101920130019201300198012e019d012d019d012d01a2012b01a2012b01a8012a01ae01280 022002f0022002f0022002e8021f02e8021f02e0021f02d8021f02d8021f02d0021f02c8021f02c8021f02c1021e02b9021e02b9 2.469 00040000002d010d00050000000102ffffff00050000000902000000000700000016044c04930600000000040000002d010000 4 Perawat 4 132 2.211 48 74 2d403d70205000000090200000000040000000201010013000000320acb03f4020800000041706f74656b6572160012001100 Sarjana 85 22596573223b224e6f221e041a00a5001500002254727565223b2254727565223b2246616c7365221e041400a6000f0000224f 5 Keperawatan 0 1 82 2 0 0000000000000000261002000c0051100800000100000000000034100000241002000300251020000202010000000000d8fff 8021000000000000e000e010000000000010f2008021000010000000e00ff000000000000010f0008021000020000000e00ff00 548
6 7 8 9 10 11 12 13 Bidan 3 6 3 8 28 4 158 43 0 36 5 43 205 269 37 23 86 96 28 12 34 0 0 12 154 135 277 0 0 0 12 0 465 351 67 119 155 66 343

Tenaga Farmasi Sarjana Farmasi & Apoteker Tenaga Sanitarian Kesehatan Masy. Tenaga Gizi

Tenaga Terapi Fisik 0 0 54 0 Tenaga Keteknisian Medik 0 42 301 0 Sumber : Sub Bag Kepegawaian dan Seksi Perijinan Tenaga Kesehatan

Rasio tenaga kesehatan Kota Semarang (puskesmas, Rumah Sakit dan

63 Dinas Kesehatan Kota Semarang) dibandingkan dengan jumlah penduduk kota Semarang tahun 2007 dapat diperoleh data sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. jumlah Dokter Umum sebesar 107 per 100.000 penduduk jumlah Dokter Spesialis sebesar 46 per 100.000 penduduk jumlah Dokter Gigi sebesar 30 per 100.000 penduduk jumlah Perawat sebesar 175 per 100.000 penduduk jumlah Bidan sebesar 37 per 100.000 penduduk jumlah Tenaga Farmasi sebesar 57 per 100.000 penduduk jumlah Tenaga Gizi sebesar 11 per 100.000 penduduk jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat sebesar 8 per 100.000 penduduk (target IS 2010 : 40/100.000 penduduk) i. j. jumlah Tenaga Sanitasi sebesar 4 per 100.000 penduduk jumlah tenaga teknisi medis sebesar 28 per 100.000 penduduk Dari data tersebut diatas maka dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kesehatan rata-rata sudah memenuhi target yang ditetapkan dalam Indonesia Sehat 2010 seperti : Tenaga Medis (Dokter Umum, Dokter Spesialis, Dokter Gigi), Tenaga Keperawatan, Tenaga Kefarmasian. Namun juga masih terdapat tenaga kesehatan yang jumlahnya masih belum sesuai dengan target (kebutuhan) yang ada yaitu : Tenaga Bidan, Tenaga Kesehatan Masyarakat, Tenaga Gizi dan Tenaga Sanitasi. Data secara lengkap dapat dilihat pada tabel 54 tabel 59. IV.6.2 Sarana Kesehatan Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat perlu didukung oleh adanya sarana kesehatan yang memadai
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

(target IS 2010 : 40/100.000 penduduk) (target IS 2010 : 6/100.000 penduduk) (target IS 2010 : 11/100.000 penduduk) (target IS 2010 : 117,5/100.000 penduduk) (target IS 2010 : 100/100.000 penduduk) (target IS 2010 : 10/100.000 penduduk) (target IS 2010 : 22/100.000 penduduk)

(target IS 2010 : 40/100.000 penduduk)

dan memiliki kualitas pelayanan yang baik. Sarana kesehatan dasar yang ada di Kota Semarang pada tahun 2006 terdiri dari : 15 Rumah Sakit Umum, 1 Rumah Sakit Jiwa, 4 Rumah Sakit Bersalin, 4 Rumah Sakit Ibu dan Anak, 37 Puskesmas (11 Puskesmas Perawatan dan 26 Puskesmas Non Perawatan), 33 Puskesmas Pembantu, 37 Puskesmas Keliling, 264 Balai Pengobatan/Klinik 24 Jam, 316 Apotek, 78 Toko Obat, 20 praktek dokter bersama spesialis, 2.541 praktek dokter swasta perorangan dan 220 praktek pengobat tradisional. Data secara lengkapnya dapat dilihat pada tabel 61. Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Laboratorium Kesehatan dan 4 spesialis dasar, dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat, telah terdapat beberapa sarana pelayanan kesehatan yang telah dilengkapi oleh fasilitas laboratorium kesehatan dan 4 (empat) spesialis dasar. Kondisi yang ada di Kota Semarang pada tahun 2007, diketahui bahwa sarana kesehatan yang memiliki laboratorium kesehatan sebanyak 62 buah (100%) dan yang memberikan pelayanan 4 spesialis dasar sebesar 15 buah (24,19%). Sarana kesehatan tersebut terdiri dari : 15 Rumah Sakit Umum dengan fasilitas laboratorium kesehatan dan 4 spesialis dasar; Rumah Sakit Khusus 5 buah yang memiliki laboratorium kesehatan serta 37 puskesmas se-Kota Semarang telah seluruhnya dilengkapi oleh fasilitas laboratorium kesehatan sederhana Sarana kesehatan dengan kemampuan gawat darurat yang dapat diakses oleh masyarakat di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 62 sarana kesehatan (58,06%) yaitu 15 Rumah Sakit Umum (100%), 1 RS Jiwa (100%), 9 RS Khusus (100%) dan 11 puskesmas (29,73%). Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 29. Apabila dibandingkan dengan target SPM 2005 (40%), maka jumlah ini sudah mencapai target tersebut. Desa Siaga, merupakan desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan secara mandiri. Sebuah desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Jumlah desa siaga yang ada di Kota Semarang Tahun 2007 sebanyak 48 desa. Kedepan desa siaga akan terus dikembangkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas guna memeratakan pelayanan kesehatan dasar kepada

65 masyarakat dan pada akhirnya diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah kesehatan yang ada. IV.6.3. Anggaran Kesehatan Alokasi anggaran kesehatan untuk Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar Rp. 98.773.163.758,- meningkat dari tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 74.573.915.000,-. Alokasi dana ini terbagi atas: sumber APBD Kota Semarang sebesar Rp. 94.073.730.300,- (95,24%); sumber APBD Propinsi Rp. 276.500.500,- (0,28%); sumber APBN sebesar Rp. 3.404.463.000,(3,44%). Total APBD Dinas Kesehatan dari total APBD Kota Semarang sebesar Rp. 1.326.309.254.272,- yaitu 7,09%. Data secara lengkap dapat dilihat pada tabel 60.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

BAB V KESIMPULAN
Berbagai upaya yang telah dilaksanakan dalam pembangunan kesehatan, antara lain upaya peningkatan dan perbaikan terhadap derajat kesehatan masyarakat, upaya pelayanan kesehatan, sarana kesehatan dan sumber daya kesehatan. Hasil-hasil kegiatan pembangunan kesehatan di 16 kecamatan di Kota Semarang selama periode 1 (satu) tahun tergambar dalam Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2007. Secara umum upaya-upaya yang telah dilakukan dalam pembangunan kesehatan telah menunjukkan hasil yang cukup baik, namun masih ada beberapa program kesehatan yang belum mencapai hasil yang optimal. Keberhasilan maupun kekurangan dalam pencapaian upaya-upaya pembangunan kesehatan di Kota Semarang selama tahun 2007 adalah sebagai berikut : a. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Daerah (SURKESDA) jumlah kematian bayi yang terjadi di Kota Semarang Tahun 2007 sebanyak 466 dari 24.746 kelahiran hidup,sehingga didapatkan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 18,8 per 1.000 KH. Sedangkan untuk kematian Balita di Kota Semarang Tahun 2007 sebanyak 113 anak sehingga Angka Kematian Balita (AKABA) Kota Semarang diperoleh sebesar 4,6 per 1.000 KH. b. Berdasarkan laporan Puskesmas dan Rumah Sakit jumlah kematian ibu maternal di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 20 orang dengan jumlah kelahiran hidup sebanyak 24.746 orang. c. Penyakit DBD di Kota Semarang pada tahun 2007 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 1.845 kasus menjadi 2.924 kasus sehingga diperoleh angka kesakitan DBD sebesar 19,64 per 10.000 penduduk. d. Berdasarkan laporan Puskesmas, jumlah kasus malaria pada tahun 2007 ditemukan 34 orang (API = 0.02 pddk) meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 27 orang (API = 0.02 pddk). e. Berdasarkan data laporan triwulan (Puskesmas, BP4 dan Rumah Sakit) penemuan penderita TB Paru BTA positif pada tahun 2007 sebanyak 747 orang mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2006 (901 orang) f. Penderita diare di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 29.943 penderita dengan angka kesakitan sebesar 20,11 per 1.000 penduduk,

67 dimana terdapat peningkatan dari tahun sebelumnya. g. Kasus pneumonia di Kota Semarang pada tahun 2007 mencapai 3.230 penderita, meningkat dari tahun 2006 yang hanya mencapai 2.286 penderita, sehingga diperoleh IR untuk tahun 2007 sebesar 219,88 per 10.000 balita h. Pada tahun 2007, penderita kusta di Kota Semarang yang dilaporkan dari 16 kecamatan sebanyak 34 orang mengalami peningkatan dari 14 orang pada tahun 2006, yaitu terdiri dari penderita Kusta tipe MB = 27 orang dan PB = 7 orang. i. Jumlah kasus Infekasi Menular Seksual (IMS) di Kota Semarang pada tahun 2007 berdasarkan laporan Puskesmas mencapai 550 kasus. Jumlah kasus HIV (+) yang ditemukan tahun 2007 sebanyak 18 orang dan dari hasil kegiatan VCT tahun 2007 ditemukan 195 kasus (120 orang dari klinik VCT, 42 orang BP4 dan 33 orang dari LSM). Sedangkan untuk kasus AIDS ditemukan sebanyak 33 kasus meningkat dari tahun 2006 yang mencakup 25 kasus. j. Kasus AFP yang ditemukan di Kota Semarang tahun 2007 sebanyak 11 kasus, meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 8 kasus, terbanyak pada golongan umur 5 -15 thn sebanyak 6 kasus, 1-4 thn sebanyak 5 kasus sehingga untuk tahun 2007 diperoleh AFP rate sebesar 2,75 per 100.000 ( target 2/100.000 penduduk ) k. Jumlah kasus penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi tertinggi yaitu Campak 343 kasus, dan Difteri 29 kasus,Hepatitis B 457 kasus sedangkan untuk penyakit lainnya seperti Pertusis, Tetanus, Tetanus Neonatorum dan Polio di Kota Semarang Tahun 2007 adanya kasus. l. Data kasus penyakit tidak menular tahun 2007 di Kota Semarang : Kasus penyakit kanker yang ditemukan sebanyak 10.171 kasus ( Kanker Payudara 4.844 kasus, Kanker Serviks 4.537 kasus, Kanker Hepar 434 kasus, Kanker Paru 256 kasus) ; Diabetes Mellitus sebanyak 50.129 kasus ; kasus Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah ( Angina Pektoris 3.807 kasus, AMI 2.088 kasus, Hipertensi 54.780 kasus dan Stroke 2.958 kasus ) m. Dilaporkan pada tahun 2007 di Kota Semarang terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) sebanyak 33 kejadian yaitu : Difteri (26 kejadian), Keracunan Makanan (5 kejadian), Meningitis ( 1 kejadian) dan Campak (1 kejadian).
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

tidak ditemukan

Dari kasus KLB yang ada, terjadi kematian akibat KLB Difteri (1 orang). n. Pada tahun 2007 di Kota Semarang menunjukkan jumlah Bayi Lahir Hidup sebanyak 24.746 bayi dan jumlah Balita yang ada (S) sebesar 115.400 anak. Untuk kasus bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada tahun 2007 yaitu sebanyak 137 bayi (0,55%), meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 133 bayi (0,53%). Sedangkan jumlah Balita yang datang dan ditimbang (D) di posyandu dari seluruh balita yang ada 115.400 anak (S) yaitu sejumlah 93.272 anak (80,82%) dengan rincian jumlah balita yang naik berat badannya sebanyak 74.775 anak (80,17%) dan Bawah Garis Merah (BGM) sebanyak 897 anak (0,96%) o. Berdasarkan hasil laporan puskesmas tahun 2007, pemberian ASI Ekslusif mengalami penurunan dari tahun 2006 40,07% (9.129 bayi ) yang hanya mencapai 4.281 bayi (38,44%). p. Pada tahun 2007 di Kota Semarang dari sampling 84.480 rumah tangga yang diperiksa diperoleh hasil yaitu Rumah Tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat sebanyak 68.67%, terdiri dari strata utama 63.083 RT (75%) strata paripurna 4.725 RT (5,59%) q. Posyandu yang ada di Kota Semarang berjumlah 1.464 buah, terdiri dari 639 posyandu purnama (43,65%) dan 307 Posyandu mandiri (20,97%) sehingga jumlah total posyandu yang tergolong purnama dan mandiri adalah 946 posyandu (64,61%) r. Berdasarkan laporan puskesmas, jumlah penduduk yang tercakup dalam dalam berbagai JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan) sebesar 254.869 jiwa (20,62%) dari total jumlah penduduk , dengan perincian : Peserta ASKES Peserta BAPEL Peserta JAMSOSTEK Peserta Dana Sehat : 239.482 jiwa (19,92%) : 35.972 jiwa (2,99%) : 65.237 jiwa (5,43%) : 15.380 jiwa (1,28%)

s. Di Kota Semarang sampai dengan tahun 2007 terdapat masyarakat miskin dan yang memiliki kartu ASKESKIN baru mencapai 175.716 jiwa (69,75%) dari 252.579 masyarakat miskin yang ada t. Pada tahun 2007 Kota Semarang jumlah rumah yang ada sebanyak 294.351 buah, sedangkan kategori rumah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 33.846 rumah (82,77%) dari 40.892 rumah yang dilakukan pemeriksaan

69 u. Jumlah tempat - tempat umum dan tempat pengelolaan makanan di Kota Semarang Tahun 2007 sebanyak 2.081 buah, jumlah diperiksa 1.538 buah dan jumlah yang sehat 1.258 buah atau 81,79%. v. Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar yaitu : persediaan air bersih sebanyak 327.902 KK (92,91 %) dari 352.929 KK yang ada; 46.936 KK telah memanfaatkan jamban keluarga dan 44.191 KK telah memenuhi syarat jamban yang sehat (94,15%) dari 49.324 KK yang dilakukan pemeriksaan; Pengelolaan limbah di rumah tangga yang diperiksa sebanyak 46.649 KK dan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 41.487 KK (88,93%); w. Pada tahun 2007 di Kota Semarang jumlah penduduk yang memanfaatkan pelayanan kesehatan rawat jalan di Puskesmas sebanyak 18.387 per 100.000 penduduk, sedangkan untuk rawat inap Puskesmas yaitu sebesar 296 per 100.000 penduduk. Sedangkan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat jalan di Rumah Sakit yaitu sebanyak 24.437 per 100.000 penduduk dan rawat inap 10.277 per 100.000 penduduk. Untuk cakupan rawat jalan di Kota Semarang pada tahun 2007 yaitu sebesar 42,82%. Sedangkan untuk cakupan rawat inap (kunjungan pasien baru) di sarana pelayanan kesehatan pada tahun 2007 yaitu sebesar 10,57%. x. Pencapaian hasil kinerja Rumah Sakit di Kota Semarang meliputi : BOR (67,20) ; LOS (5,60) ;TOI (2,7) ; GDR (3,5) ; NDR (2,00). y. Pelayanan kesehatan Ibu dan Anak : Cakupan kunjungan ibu hamil K4 Kota Semarang pada tahun 2007 adalah 24.274 bumil (89,04%) Cakupan pemberian tablet (Fe)1 sebanyak 28.069 bumil (102,96%) dan cakupan untuk tablet (Fe)3 sebanyak 24.240 bumil (88,91%) Pemberian imunisasi TT pada Bumil mencakup TT1 sebesar 20.090 bumil (71,86%), imunisasi TT2 sebesar 18.189 bumil (65,06%), imunisasi TT3 sebanyak 2.543 bumil, imunisasi TT4 sebanyak 1.926 (6,98%) dan imunisasi TT5 mencapai 1.108 bumil (3,96%) Cakupan TT bagi Wanita Usia Subur (WUS) yaitu TT1 2.943 orang (10,53%), TT2 1.552 orang (5,55%), TT3 309 orang (1,11%), TT4 256 orang (0,92%) dan TT5 384 orang (1,37%) dari 27.958 WUS yang ada
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

Jumlah persalinan dengan pertolongan tenaga kesehatan di Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar 22.155 (85,14%) dari jumlah perkiraan persalinan sebesar 26.021 kelahiran

Pada tahun 2007 ibu hamil risiko tinggi/ komplikasi yang ditemukan di Kota Semarang sebesar 3.366 orang dan bumil risti/ komplikasi yang dirujuk yaitu sebanyak 885 orang (26,29%)

Cakupan pemberian suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi sebanyak 28.634 bayi (100%), Balita sebanyak 93.600 anak (100%) serta Bufas 25.178 orang (96,76%).

Cakupan kunjungan neonatus tingkat Kota Semarang tahun 2007 sebesar 23.643 (95,54%) Hasil cakupan kunjungan bayi di Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar 22.987 (92,89%) Hasil cakupan deteksi dini tumbuh kembang (DDTK) anak balita dan pra sekolah di tingkat Kota Semarang pada tahun 2007 yaitu 68,91%.

z. Cakupan bayi yang diimunisasi DPT3 pada tahun 2007 sebesar 23.472 anak (92,37%), Polio 4 sebanyak 21.864 anak (86,04%) dan bayi yang telah memperoleh imunisasi campak sebesar 23.274 (91,59%) dari sasaran sejumlah 25.412 bayi Hasil kegiatan pelayanan kesehatan Pra Usila dan Usila di Kota Semarang pada tahun 2005 sebesar 19.321 (41,61%) terdiri atas pra usila (45 59 thn) sebanyak 9.665 (39,99%) dan Usila ( 60 thn) sebanyak 9.656 (43,39%) aa. Pada tahun 2007, jumlah PUS yang ada sebanyak 243.194. Yang menjadi peserta KB baru sebanyak 33.874 (13,93%). Sedang jumlah peserta KB aktif yang telah dibina sebesar 188.309 (77,43%) bb. Cakupan pelayanan kesehatan pekerja pada industri formal di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 240.753 orang (79,14% dari 304.196 pekerja formal yang ada). Sedangkan untuk pelayanan kesehatan pada pekerja sektor informal dari 665.530 pekerja yang terdata, yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 551.838 pekerja (82,92%) cc. Cakupan pelayanan NAPZA pada tahun 2007 berupa kegiatan penyuluhan NAPZA oleh tenaga kesehatan, baru mencapai 375 kegiatan (21,61%) dari 1.735 kegiatan penyuluhan keseluruhan

71 dd. Hasil cakupan pelayanan kesehatan pada anak sekolah (siswa TK, SLTP dan SLTA)pada tahun 2007 di Kota Semarang mencapai 99.729 siswa (97,08% ee. Sarana kesehatan dengan kemampuan gawat darurat yang dapat diakses oleh masyarakat di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 62 sarana kesehatan (58,06%) yaitu 15 Rumah Sakit Umum (100%), 1 RS Jiwa (100%), 9 RS Khusus (100%) dan 11 puskesmas (29,73%) ff. Pelayanan kesehatan jiwa pada Puskesmas dan Rumah Sakit di Kota Semarang pada tahun 2007 menunjukkan pencapaian sebesar 0,42%. gg. Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan di puskesmas pada tahun 2007 yaitu tumpatan gigi tetap sebanyak 9.590 dengan rata-rata per bulan sebesar 799 tindakan dan pencabutan gigi tetap sebanyak 10.250 dengan rata-rata per bulan sebesar 854, dengan rasio untuk tambal dibandingkan pencabutan gigi sebesar 0,94 hh. Hasil kegiatan pelayanan transfusi darah di Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar 66.489 (92,96%) kantong darah dari kebutuhan 71.526 kantong darah ii. Data ketersediaan obat pada tahun 2007 bersumber dari laporan 37 Puskesmas se-Kota Semarang, jumlah jenis obat yang dibutuhkan oleh Puskesmas rata-rata 129 item, sedangkan jenis obat yang tersedia di Puskesmas rata-rata 145 item sehingga diperoleh ketersediaan obat secara keseluruhan sebesar 112,87%. Untuk obat generik, kebutuhan total jenis obat generik seluruh Puskesmas Tahun 2007 adalah rata-rata 131 item. Sedangkan jumlah total jenis obat generik yang tersedia sebanyak 145 item, sehingga diperoleh pemenuhan sebesar 110,55%. jj. Jumlah penulisan resep obat generik di fasilitas sarana kesehatan tersebut sebesar 52.816 (55,81%) dari total penulisan resep yang ada yaitu sejumlah 94.639 resep. kk. Jumlah seluruh kebutuhan obat narkotika dan psikotropika di Kota Semarang tahun 2007 yaitu rata-rata 3 item per Puskesmas sedangkan untuk ketersediaan obat narkotika dan psikotropika yaitu sebesar 4 item ll. Rasio tenaga kesehatan Kota Semarang (puskesmas, Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kota Semarang) dibandingkan dengan jumlah penduduk kota Semarang tahun 2007 dapat diperoleh data sebagai berikut: jumlah Dokter Umum sebesar 107 per 100.000 penduduk

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007

(target IS 2010 : 40/100.000 penduduk) jumlah Dokter Spesialis sebesar 46 per 100.000 penduduk (target IS 2010 : 6/100.000 penduduk) jumlah Dokter Gigi sebesar 30 per 100.000 penduduk (target IS 2010 : 11/100.000 penduduk) jumlah Perawat sebesar 175 per 100.000 penduduk (target IS 2010 : 117,5/100.000 penduduk) jumlah Bidan sebesar 37 per 100.000 penduduk (target IS 2010 : 100/100.000 penduduk) jumlah Tenaga Farmasi sebesar 57 per 100.000 penduduk (target IS 2010 : 10/100.000 penduduk) jumlah Tenaga Gizi sebesar 11 per 100.000 penduduk (target IS 2010 : 22/100.000 penduduk) jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat sebesar 8 per 100.000 penduduk (target IS 2010 : 40/100.000 penduduk) jumlah Tenaga Sanitasi sebesar 4 per 100.000 penduduk (target IS 2010 : 40/100.000 penduduk) jumlah tenaga teknisi medis sebesar 28 per 100.000 penduduk mm.Sarana kesehatan dasar yang ada di Kota Semarang pada tahun 2007 terdiri dari : 15 Rumah Sakit Umum, 1 Rumah Sakit Jiwa, 4 Rumah Sakit Bersalin, 4 Rumah Sakit Ibu dan Anak, 37 Puskesmas (11 Puskesmas Perawatan dan 26 Puskesmas Non Perawatan), 33 Puskesmas Pembantu, 37 Puskesmas Keliling, 264 Balai Pengobatan/Klinik 24 Jam, 316 Apotek, 78 Toko Obat, 20 praktek dokter bersama spesialis, 2.541 praktek dokter swasta perorangan dan 220 praktek pengobat tradisional nn. Alokasi anggaran kesehatan untuk Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar Rp. 98.773.163.758 meningkat dari tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 74.573.915.000,-.

You might also like