You are on page 1of 19

Peranan Sistem Transportasi Udara Dalam Integrasi Nasional

Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi. Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompokkelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu : - Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu. - Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu. Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsurunsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk dimana bangsa yang majemuk akan menghasilkan kebudayaan majemuk yang merupakan interaksi sosial dan politik dari orang-orang yang cara hidup dan cara berfikirnya berbeda dalam suatu masyarakat. Indonesia juga merupakan suatu bangsa yang telah berdiri secara legal sejak proklamasi. Para pejuang revolusi telah mengupayakan berbagai cara mulai dari diplomatis hingga koersif untuk mencapai sebuah titik kemerdekaan. Di saat kemerdekaan diraih, sebenarnya apa yang akan membuat masyarakat Indonesia tetap terikat di dalamnya?[1]. Berbagai ahli pemerintahan, politikus, negarawan, dan akademisi cenderung mengkonsepsikannya dengan istilah integrasi, yaitu pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat[2] bahkan mengaitkannya dengan kata nasional Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut : - Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar). - Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial. Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok. Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilainilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.

A.

Penunjang Dan Pendorong Stabilitas Wilayah Perbatasan Indonesia

Mulai dari buku pengantar di Sekolah Dasar (SD) sampai buku-buku ensiklopedia berbahasa asing kita dapat dengan mudah memperoleh berbagai informasi tentang Indonesia. Seluruh dunia tahu bahwa Indonesia merupakan negara besar yang tersusun dari lebih 17 ribu pulau kecil dan besar, baik yang sudah memiliki nama maupun yang belum. Luas wilayah Indonesia

termasuk Zona Ekonomi Exklusif (ZEE) yang mencapai 7,7 juta KM persegi, dengan perbandingan luas lautan dan daratannya adalah 3:1 sudah kita hapal di luar kepala. Akan tetapi setidaknya sampai saat ini kita belum pernah mendapatkan literatur yang khusus membahas tentang wilayah udara Indonesia yang juga merupakan salah satu dari tiga unsur wilayah kita. Walaupun UUD 1945 telah menyebutkan bahwa wilayah nasional meliputi darat, laut dan udara, namun wilayah udara yang memiliki ruang terluas nyaris luput dari perhatian (Kompas, 8 Desember 2003). Penyebab utamanya adalah karena wilayah udara dipandang tidak memiliki sumber daya yang bisa dijual untuk dikelola pihak asing. Tidak seperti Ambalat misalnya yang ditaksir menyimpan kekayaan sebesar Rp. 4.200 triliun, sehingga wajar bila mendapat perhatian lebih. Padahal sejatinya wilayah udara ini memiliki banyak sekali intangible potention, baik itu positif maupun sebaliknya negatif yang dapat muncul apabila tidak ditangani dengan benar. Wilayah udara nasional adalah aset negara yang sangat berharga dan memiliki nilai strategis di bidang ekonomi dan pertahanan keamanan. Salah satu potensi positif terbesarnya adalah kegunaan ruang udara sebagai MEDIA TRANSPORTASI. Kemampuan transportasi udara yang dapat menempuh ribuan mil dalam hitungan detik serta daya jelajahnya yang mampu mencapai seluruh tempat memang sangat dibutuhkan oleh Indonesia yang memiliki wilayah sangat luas dan berpencar-pencar dalam bentuk kepulauan. Berangkat dari hal inilah kita akan membahas PERANAN SISTEM TRANSPORTASI UDARA DALAM INTEGRASI NASIONAL INDONESIA, dimana lebih spesifik membahas perannya dalam menjaga dan mengembangkan wilayah perbatasan termasuk didalamnya pulau-pulau terluar Indonesia.

1.

Sekilas Kondisi Perbatasan Kita

Ketika berbicara tentang perbatasan mungkin yang teringat oleh kita hanyalah permasalahan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan atau perseteruan di blok Ambalat yang sedang hangat-hangatnya. Padahal sebenarnya masalah perbatasan lainnya juga sudah menumpuk dan telah menjelma menjadi bom waktu yang siap meledak apabila tidak segera ditangani dengan serius. Hal ini disebabkan secara fisik Indonesia merupakan negara terbesar kelima di dunia dan berbatasan secara langsung di laut dengan 10 negara tetangga, dan di darat dengan 3 negara tetangga. Tentu saja kita tidak boleh lupa kalau ini berarti di udara kita berbatasan dengan 13 negara atau bahkan mungkin lebih. Indonesia di darat berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini dan Timor Larose. Walaupun sudah terdapat peraturan-peraturan dan kesepakatan bersama menyangkut batas darat ini, akan tetapi sampai saat ini masih ada saja permasalahan-permasalahan yang muncul. Salah satunya adalah masalah kaburnya perbatasan dengan Malaysia di Pulau Kalimantan akibat dirusaknya patok-patok batas, sehingga ratusan hektar wilayah kita masuk menjadi wilayah Malaysia (Waluyo, 2005). Sedangkan untuk wilayah laut yang berbatasan dengan 10 negara, kondisinya lebih ironis, dimana baru sebagian kecil saja batas laut yang telah ditegaskan. Sebagian perbatasan yang telah dibahas antara lain adalah dengan Malaysia, Singapura, Australia, PNG, Thailand dan India (Tarmansyah, 2003). Menurut data dari Departemen Kelautan dan Perikanan, Indonesia memiliki 92 pulau terluar yang tersebar di 19 provinsi. Sebanyak 67 pulau di antaranya berbatasan langsung dengan negara lain dan 12 pulau di antaranya rawan diklaim oleh negara lain [Husodo, 2005]. Kondisi demografi daerah perbatasan juga sangat memprihatinkan, dimana sebagian daerah perbatasan Indoensia tidak berpenghuni sehingga sangat rawan untuk dicaplok diam-diam oleh pihak asing. Selain itu keadaan ini menjadikan gangguan dari luar seperti penyelundupan barang-

barang yang dilindungi sampai obat bius dan senjata api sangat rawan terjadi. Kawasan-kawasan yang berpenghuni pun tidak luput dari berbagai masalah. Seperti yang terjadi di Kalimantan, dimana kemiskinan akibat keterisolasian kawasan menjadi pemicu tingginya keinginan masyarakat setempat menjadi pelintas batas ke Malaysia. Hal ini sangat manusiawi apabila melihat perbatasan negara tetangga tersebut telah dikelilingi oleh jalan HOTMIX yang mulus, dengan lampu jalan yang terang benderang, dan pendapatan penduduk yang cukup tinggi serta bangunan yang teratur layaknya sebuah kota (Hamid , 2002). Menyadari kenyataan tersebut maka untuk menangani masalah perbatasan ini tidak cukup hanya dengan mengandalkan pendekatan keamanan (security approach), tetapi juga harus ditunjang dengan pendekatan kesejahteraan dan pembangunan (prosperity / development approach). Salah satu solusinya adalah ketersediaan transportasi udara yang tepat dan dikelola dengan baik sehingga dapat berfungsi maksimal sebagai SARANA PENGHUBUNG, KATALIS PEMBANGUNAN dan sekaligus sebagai MEDIA PENUNJNG KEAMANAN SERTA INTEGRASI BANGSA.

2.

Kenapa Harus Transportasi Udara ?

Sebagaimana transportasi pada umumnya, transportasi udara mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai unsur penunjang (servicing sector) dan unsur pendorong (promoting sector) (Abubakar, 2000). Peran transportasi udara sebagai unsur penunjang dapat dilihat dari kemampuannya menyediakan jasa transportasi yang efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan sektor lain, sekaligus juga berperan dalam menggerakan dinamika pembangunan. Pendapat selama ini yang mengatakan bahwa biaya yang dikeluarkan apabila menggunakan transportasi udara sangat besar, saat ini sudah terjawab dengan munculnya maskapai-maskapai baru yang menawarkan layanan transportasi udara yang prima dengan harga yang sangat kompetitif. Malahan apabila dilihat dari teori ekonomi fakta yang muncul bisa sebaliknya. Hal ini dikarenakan transportasi udara khususnya pesawat terbang mampu memberikan nilai tambah berupa kecepatan, sehingga memungkinkan peredaran uang yang lebih cepat dan tentunya hal ini berarti penekanan biaya produksi. Sedangkan sebagai unsur pendorong, transportasi udara juga sudah terbukti mampu menjadi jasa transportasi yang efektif untuk membuka daerah terisolasi dan juga melayani daerah-daerah dan pulau-pulau terpencil. Tersedianya transportasi yang dapat menjangkau daerah pelosok termasuk yang ada di perbatasan sudah pasti dapat memicu produktivitas penduduk setempat, sehingga akhirnya akan meningkatkan penghasilan seluruh rakyat dan tentunya juga pendapatan pemerintah. Perkembangan pembangunan di daerah perbatasan secara tidak langsung akan menciptakan mutiplier effect yang positif, seperti pemerataan penduduk, penciptaan lapangan kerja baru serta stabilitas dan keutuhan wilayah. Kita seharusnya dapat belajar dari pengalaman pahit lepasnya Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ke tangan Malaysia. Dari penjelasan media diketahui bahwa ICJ/MI dalam mengambil keputusan akhir mengenai status kedua pulau tersebut ternyata tidak menggunakan materi hukum umum yang diajukan oleh Indonesia maupun Malaysia. Kaidah yang digunakan adalah dengan menggunakan kriteria pembuktian lain, yaitu continuous presence, effective occupation, maintenance and ecology preservation. Kemenangan Malaysia dikarenakan kedua pulau tersebut secara lokasi memang tidak begitu jauh dari Malaysia dan ditambah lagi dengan adanya fakta bahwa Malaysia telah membangun beberapa prasarana pariwisata di kedua pulau tersebut (Djalal, 2003). Adapun peran langsung transportasi udara dalam masalah pertahanan dan keamanan juga sangat banyak. Salah satunya adalah digunakannya radar penerbangan sipil untuk membantu radar militer yang saat ini belum mampu mengawasi seluruh wilayah udara Indonesia. Selain itu, walaupun masih

diperdebatkan tetapi secara teori memungkinkan pesawat sipil untuk memiliki fungsi ganda sebagai alat transportasi biasa dan sekaligus sebagai pesawat pengintai atau patroli tidak tetap. Frekuensi penerbangan pesawat sipil yang sangat tinggi dapat dimamfaatkan untuk melaporkan keadaan udara, bahkan darat dan laut. 3. Upaya Memaksimalkan Peran Transportasi Udara

Peran transportasi udara yang sangat besar ini tentu saja hanya dapat diperoleh dengan dukungan berbagai pihak. Sudah saatnya transportasi udara menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan pelayanan prasarana transportasi dan komunikasi di daerah-daerah perbatasan. Keyakinan bahwa banyak investor yang dalam hal ini pengusaha transportasi udara yang berminat membuka jalur penerbangannya ke daerahdaerah perbatasan apabila faktor kebutuhannya juga tersedia. Faktor kebutuhan yang dimaksud disini sudah pasti adalah tersedianya lapangan terbang yang memadai serta berjalannya kegiatan ekonomi atau lainnya seperti pariwisata yang memungkinkan adanya kebutuhan transportasi dari dan ke daerah tersebut. Dan yang tidak kalah penting adalah kemauan pemerintah sebagai pengambil keputusan untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tepat menyangkut TRANSPORTASI UDARA. Seluruh potensi high cost economy di sektor transportasi udara harus dievaluasi dan dibenahi. Karena kalau tidak, maka percuma saja langkah efisiensi yang mati-matian dilakukan oleh pelaku usaha (Pikiran Rakyat, 28 Juli 2003). Selain itu perlu juga dikaji dan diteliti kemungkinan lain berupa inovasi-inovasi dalam transportasi udara. Inovasi disini tidak hanya menyangkut pembuatan pesawat sebagaimana yang dilakukan oleh IPTN, namun lebih luas dari itu termasuk juga didalamnya adalah pembuatan roadmap penerbangan dalam negeri yang dapat menciptakan efisiensi dan keteraturan penerbangan nasional. Dalam hubungannya dengan daerah-daerah perbatasan dapat juga dilakukan pengkajian secara ekonomi untuk menggunakan sarana transportasi udara alternatif seperti misalnya seaplane atau yang lebih dikenal dengan pesawat amphibi untuk transportasi dari dan ke pulau-pulau kecil.

B. 1.

Kajian Sejarah Pelabuhan Udara di Indonesia Sejarah Bandara Soekarno-Hatta

Menara ATC Bandara Soekarno-Hatta

Gerbang utama Bandara Soekarno-Hatta

Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta (IATA: CGK, ICAO: WIII) merupakan sebuah bandar udara utama yang melayani kota Jakarta di pulau Jawa, Indonesia. Bandar udara ini diberi nama seperti nama Presiden Indonesia pertama, Soekarno, dan wakil presiden pertama, Muhammad Hatta.

Bandar udara ini sering disebut Cengkareng, dan menjadi kode IATA-nya, yaitu CGK. Antara 19281974, Bandar Udara Kemayoran yang ditujukan untuk penerbangan domestik dianggan terlalu dekat dengan basis militer Indonesia, Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Penerbangan sipil di area tersebut menjadi sempit, sementara lalu lintas udara meningkat cepat, yang mana mengancam lalu lintas internasional. Pada awal tahun 1970-an, dengan bantuan USAID, delapan lokasi berpotensi dianalisa untuk bandar udara internasional baru, yaitu Kemayoran, Malaka, Babakan, Jonggol, Halim, Curug, Tangerang Selatan dan Tangerang Utara. Akhirnya, Tangerang Utara dipilih dan ditandai juga Jonggol dapat digunakan sebagai bandara alternatif. Sementara itu, pemerintah memulai upgrade terhadap Bandar Udara Halim Perdanakusumah untuk melayani penerbangan domestik. Antara tahun 1974-1975, sebuah konsorsium konsultan Kanada mencakup Aviation Planning Services Ltd., ACRESS International Ltd., dan Searle Wilbee Rowland (SWR), memenangkan tender untuk proyek bandara baru. Pembelajaran dimulai pada 20 Februari 1974 dengan total biaya 1 juta Dollar Kanada. Proyek satu tahun tersebut disetujui oleh mitra dari Indonesia yang diwakili oleh PT Konavi. Pada akhir Maret 1975, pembelajaran ini menyetujui rencana pembangunan 3 landasan pacu, jalan aspal, 3 bangunan terminal internasional, 3 terminal domestik dan 1 terminal Haji. Terminal domestik bertingkat tiga dibangun antara 19751981 dengan biaya US$465 juta dan sebuah terminal domestik termasuk apron dari 1982-1985 dengan biaya US$126 juta. Sebuah proyek terminal baru, diberi nama Jakarta International Airport Cengkareng (kode: JIA-C), dimulai. 1.1. Tahun 1975 1977: Untuk membuka lahan dan mengatur perbatasan provinsi dibutuhkan waktu. Schiphol Amsterdam ditanyai pendapatnya yang mana menurut mereka agak mahal dan overdesign. Biayanya meningkat karena penggunaan sistem desentralisasi. Sistem sentralisasi menjadi yang terbaik. Tim tersebut masih menggunakan sistem desentralisasi. Sistem awal Bandar Udara Orly West, Lyon Satolas, Hanover-Langenhagen dan Kansas City digunakan karena simpel dan efektif. 1.2. Tanggal 12 November 1976 : Undangan Tender kepada konsultan Perancis dengan pemenangnya Aeroport de Paris. 1.3. Tanggal 18 Mei 1977 : Kontrak akhir ditandatangani antara Pemerintah Indonesia dengan Aeroport de Paris dengan biaya 22,323,203 franc dan Rp 177.156.000 yang ekuivalen dengan 2,100,000 Franc. Waktu yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut adalah 18 bulan, dan pemerintah menunjuk PT Konavi sebagai mitra lokal. Hasilnya adalah: a. Dua (2) landasan pacu termasuk taxiway. Jalan aspal, yaitu : 1 (satu) di timur, yang lainnya di barat untuk layanan bandara. Jalan barat ditutup untuk publik. b. Tiga (3) terminal yang dapat menangani 3 juta penumpang per tahun. Satu (1) terminal untuk penerbangan internasional dan 2 (dua) untuk domestik. c. Kebun di dalam bandara dipilih sebagai gambaran. 1.4. Tanggal 20 Mei 1980 : Pekerjaan dimulai dengan biaya untuk 4 tahun. Sainraptet Brice, SAE, Colas bersama PT Waskita Karya sebagai pembangun.

1.5. Tanggal 1 Desember 1980 : Pemerintah Indonesia menandatangani perjanjian senilai Rp 384.8 miliar dengan pembangun. Biaya struktur tersebut mencapai Rp 140.450.513.000 dari APBN, 1,223,457 Franc disumbang oleh Perancis dan US$15,898,251 dari pemerintah. 1.6. Tanggal 1 Desember 1984 : Bandar udara ini secara fisik selesai. 1.7. Tanggal 1 Mei 1985 : Terminal selesai pada tanggal 11 Mei 1992. kedua dimulai pembangunannya dan

1.8. Pada tanggal 23 Desember 1986, Kepres No. 64 Tahun 1986 mengenai kontrol udara dan daratan di sekitar Bandar Udara Soekarno-Hatta dikeluarkan. Letaknya sekitar 20 km barat Jakarta, di Kabupaten Tangerang, Banten. Operasinya dimulai pada 1985, menggantikan Bandar Udara Kemayoran (penerbangan domestik) di Jakarta Pusat, dan Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur. Bandar Udara Kemayoran telah ditutup, sementara Halim Perdanakusuma masih beroperasi, melayani penerbangan charter dan militer. Terminal 2 dibuka pada tahun 1992. Soekarno-Hatta memiliki luas 18 KM, memiliki dua landasan paralel yang dipisahkan oleh dua taxiway sepanjang 2.400 M. Terdapat dua bangunan terminal utama: Terminal 1 untuk semua penerbangan domestik kecuali penerbangan yang dioperasikan oleh Garuda Indonesia dan Merpati Nusantara Airlines, dan Terminal 2 melayani semua penerbangan internasional juga domestik oleh Garuda dan Merpati. Setiap bangunan terminal dibagi menjadi 3 concourse. Terminal 1A, 1B dan 1C digunakan (kebanyakan) untuk penerbangan domestik oleh maskapai lokal. Terminal 1A melayani penerbangan oleh Lion Air, Wings Air dan Indonesia AirAsia. Terminal 2D dan 2E digunakan untuk melayani semua penerbangan internasional maskapai luar. Terminal 2D untuk semua maskapai luar yang dilayani oleh PT Jasa Angkasa Semesta, salah satu kru darat bandara. Terminal 2E untuk maskapai internasional yang dilayani oleh Garuda, termasuk semua penerbangan internasional Garuda dan Merpati. Terminal 2F untuk penerbangan domestik Garuda Indonesia dan Merpati Nusantara Airlines. Bandar udara ini dirancang oleh arsitek Perancis Paul Andreu, yang juga merancang bandar udara Charles de Gaulle di Paris. Salah satu karakteristik besar bandara ini adalah gaya arsitektur lokalnya, dan kebun tropis di antara lounge tempat tunggu. Bagaimanapun, karena perawatannya yang kurang, lokasinya tidak strategis dan pendapatan kurang, bandar udara ini lebih rendah daripada bandara internasional lainnya di daerah itu. Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta memiliki 150 loket checkin, 30 pengklaiman bagasi dan 42 gerbang. Setiap sub-terminal memiliki 25 loket check-in, 5 pengklaiman bagasi dan 7 gerbang. Angkasa Pura II sedang merencanakan pembangunan terminal baru dengan fitur desain yang modern. Terminal 3 dibangun untuk maskapai bertarif rendah. Terdapat sebuah rencana besar untuk membangun 5 terminal penumpang + 1 terminal haji dan 4 landasan pacu. Fasilitas Fasilitas Terminal, terdiri dari : Terminal 1A a. Indonesia Air Asia (Balikpapan, Batam, Denpasar/Bali, Medan, Padang, Surabaya). b. Dirgantara Air Service

c.

d.

Lion Air (Ambon, Balikpapan, Banda Aceh, Banjarmasin, Batam, Bau Bau, Bengkulu, Bima, Denpasar/Bali, Gorontalo, Jambi, Kaimana, Kendari, Kupang, Makassar, Manado, Mataram, Medan, Padang, Palu, Pangkal Pinang, Pekanbaru, Semarang, Solo, Sorong, Sumbawa, Surabaya, Tahuna, Tarakan, Tual, Yogyakarta). Wings Air (Denpasar/Bali, Fak Fak, Luwuk, Manado, Mataram, Medan, Palembang, Pekanbaru, Sorong, Ternate, Yogyakarta).

Terminal 1B a. Batavia Air (Balikpapan, Banjarmasin, Denpasar/Bali, Jambi, Kupang, Manado, Medan, Padang, Palembang, Pangkalpinang, Pekanbaru, Pontianak, Semarang, Surabaya, Tarakan, Yogyakarta) . b. Kartika Airlines (Balikpapan, Batam, Ipoh, Johor Bahru, Medan, Surabaya, Tarakan). c. Sriwijaya Air (Balikpapan, Bandar Lampung, Banjarmasin, Batam, Bengkulu, Denpasar/Bali, Gorontalo, Jambi, Malang, Medan, Padang, Palangkaraya, Palembang, Pangkal Pinang, Pekanbaru, Pontianak, Semarang, Solo, Surabaya, Tanjung Pandan, Yogyakarta). Terminal 1C a. Air Efata (Biak, Jayapura, Surabaya, Timika). b. Airfast Indonesia (rute domestik). c. Mandala Airlines (Ambon, Balikpapan, Banda Aceh (dimulai pada 1 Oktober 2007), Banjarmasin, Batam, Denpasar, Jambi, Makassar, Malang, Manado, Medan, Padang, Pekanbaru, Semarang, Surabaya, Tarakan, Yogyakarta). d. Eks-pengguna Adam Air (Ijin perhubungan udara dicabut). Citilink (Ditutup sementara sampai pertengahan 2008).

Gedung Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta Terminal 2, maskapai berikut menggunakan Terminal 2 tetapi tidak jelas concourse yang mana yang digunakan. Terminal 2A a. Garuda Indonesian Airways (rute domestik). Terminal 2B a. Garuda Indonesian Airways (rute domestik). Terminal 2C a. Cebu Pacific (Manila). Terminal 2D a. Air Asia (Kuala Lumpur). b. Air China (Beijing, Xiamen). c. Air India (Mumbai, Singapore). d. Asiana Airlines (Seoul-Incheon).

e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r. s. t. u. v. w. x. y. z.

Cathay Pacific (Hong Kong). China Airlines (Hong Kong, Taipei-Taiwan, Taoyuan). China Southern Airlines (Guangzhou). Emirates (Colombo, Dubai, Kuala Lumpur, Singapore). Etihad Airways (Abu Dhabi). EVA Air (Taipei-Taiwan, Taoyuan). Japan Airlines (Tokyo-Narita). KLM (Amsterdam, Kuala Lumpur). Korean Air (Seoul-Incheon). Kuwait Airways (Kuala Lumpur, Kuwait). Lufthansa (Frankfurt, Singapore). Malaysia Airlines (Kuala Lumpur). Mandala Airlines (Penang). Philippine Airlines (Manila, Singapore). Qantas (Perth, Sydney). Saudi Arabian Airlines (Jeddah, Kuala Lumpur, Riyadh). Singapore Airlines (Singapore). Thai Airways International (Bangkok-Suvarnabhumi, Singapore). Valuair (Singapore). Viva Macau (Macau). Yemenia (Dubai, Kuala Lumpur, Sana'a). Eks-pengguna Adam Air (Ijin perhubungan udara dicabut).

Terminal 2E a. Batavia Air (Guangzhou, Kuching). b. Garuda Indonesia (Bangkok-Suvarnabhumi, Beijing, Chennai, Guangzhou, Ho Chi Minh City, Hong Kong, Jeddah, Kuala Lumpur, Nagoya, OsakaKansai, Perth, Riyadh, Shanghai-Pudong, Singapore, Tokyo-Narita). c. Air Asia Indonesia Kuala Lumpur, Johor Bahru). d. KLM Royal Dutch Airlines (Amsterdam, Kuala Lumpur). e. Lion Air (Ho Chi Minh City dimulai tanggal 18 April 2008, Kuala Lumpur, Penang, Singapore). f. Merpati Nusantara Airlines (international routes). g. Qatar Airways (Doha, Kuala Lumpur, Singapore). h. Royal Brunei (Bandar Seri Begawan). Terminal 2F a. Merpati b. Garuda Batam, Padang, Timika, Nusantara Airlines (rute domestic). Indonesia (Ampenan, Balikpapan, Banda Aceh, Banjarmasin, Biak, Denpasar/Bali, Jayapura, Makassar, Manado, Medan, Palangkaraya, Palembang, Pekanbaru, Semarang, Solo, Surabaya, Yogyakarta).

Gedung Terminal 2 Bandara SoekarnoHatta

Gedung Terminal dengan kebun/taman Bandara Soekarno-Hatta

Pada 2009, bandara ini akan terhubung dengan Stasiun Manggarai (stasiun pusat Jakarta masa depan) oleh kereta api. Bandar udara ini membebankan pajak sebesar Rp 100.000 ($9 USD/8 Euro) untuk setiap penumpang internasional dan Rp 30.000 untuk setiap penumpang domestik. Semenjak 2010 bandara Sukarno-Hatta adalah bandara yang melayani penumpang terbanyak di Asia tenggara. Pada 2011 bandara Sukarno-Hatta melayani penumpang terbanyak nomor 4 di Asia setelah bandara Beijing, Tokyo dan Hongkong serta menduduki ranking nomor 12 di dunia. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Penumpang (Orang) 11,818,047 14,830,994 19,702,902 26,083,267 27,947,482 30,863,806 ..... 32,172,114 37,143,719 44,355,998 47,513,248 Kargo (Ton) 281,765 306,252 310,131 322,582 336,113 384,050 ..... ..... ..... ..... ..... Pergerakan Pesawat 123,540 144,765 186,695 233,501 241,846 250,303 ..... ..... ..... ..... .....

Sumber : Airports Council International Lounge Terdapat 4 (empat) lounge kelas utama dan bisnis di Lounge Transit di area keberangkatan. Jasa Angkasa Semesta (JAS) Lounge, tersedia untuk penumpang kelas utama dan bisnis Qantas, Lufthansa, Gulf Air, EVA Air, Saudi Arabian Airlines, Singapore Airlines dan Cathay Pacific. Pura Indah Lounge, tersedia untuk penumpang kelas utama dan bisnis Singapore Airlines (hanya kelas utama), KLM, Malaysia Airlines, Cathay Pacific dan China Airlines. Lounge kelas utama eksekutif Aerowisata Catering Services (ACS), tersedia hanya untuk penumpang internasional Garuda Indonesia. Lounge ini juga menerima pemegang kartu GECC. Lounge Garuda Indonesia tersedia untuk penumpang domestik kelas utama dan bisnis dan pemegang kartu GECC. Transportasi Darat, terdiri dari : Bus Bus DAMRI tersedia menuju ke pusat kota, termasuk ke stasiun kereta Gambir dan stasiun lain. Juga tersedia bus untuk pindah terminal, dari terminal 1, 2, 3 termasuk juga terminal keberangkatan/kedatangan internasional. Rute rute yang dilayani oleh Bus dari Bandar Udara International Soekarno-Hatta : a. Damri : Tujuan Bekasi, Blok M, Bogor, Cikarang, Gambir, Kampung Rambutan, Lebak Bulus, Mangga Dua, Pasar Minggu, Rawamangun, Serang, Tanjung Priok. b. Primajasa : Tujuan Bandung. c. Cipaganti : Tujuan Bandung. d. X-trans : Serpong , Bintaro. Kereta api Direncanakan mulai tahun 2013, tersedia hubungan rel langsung ke Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan.

Taksi Tersedia banyak taksi, mulai dari Blue Bird Grup (Blue Bird, Pusaka Biru, Pusaka Sentra, Pusaka Nuri, Morante, Silver Bird (VIP), dll), Express Grup (Express, Express VIP), Transcab, Yellow Cab, Celebrity Grup, Mersindo, Golden Taxi, Putera, dan lain-lain. Dikenakan biaya surcharge berkisar antara Rp. 9,000 - 11,000 untuk setiap taksi yang keluar dari bandara. Perlu diperhatikan bahwa banyak taksi yang beroperasi tidak menggunakan argo melainkan tawar menawar langsung dengan pengemudinya, pastikan bahwa argo menyala sebelum taksi mulai berjalan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sewa Mobil Banyak pilihan persewaan mobil termasuk TRAC, Hertz, Avis, Cipaganti, dan lain-lain. Taksi Gelap Taksi gelap yang dioperasikan perorangan juga banyak ditemui ketika keluar dari terminal kedatangan baik domestik maupun internasional. Taksi gelap ini menawarkan harga yang konon lebih murah dibanding dengan taksi resmi, tetapi tentunya belum tentu lebih murah dan tidaklah dianjurkan karena keselamatan tidak terjamin. Tetapi kebanyakan terdapat taksi gelap yang menawarkan tarif belasan bahkan puluhan kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan taksi resmi.

2.

Sejarah Bandara Polonia

Gambar skematis Bandara Polonia Medan Bandara Polonia merupakan sedikit dari nama bandara yg tidak memakai nama para Pahlawan. Nama Bandara Polonia ini bermula dari tahun 1872, ketika itu pengusaha partikelir asal Polandia, Baron Michalsky mendapatkan konsesi tanah untuk kebun tembakau di Sumatera Timur. Tanah konsesi dari pemerintah Hindia Belanda inilah yg kemudian kemudian menjadi cikal bakal bandara. Baron menamai tanahnya ini POLONIA, sesuai dengan tanah kelahirannya, Polandia. Polonia merupakan nama latin untuk Polandia itu sendiri. Namun tahun 1879 tanah konsesi milik Baron ini berpindah tangan ke perusahaan perkebunan Deli Maatschappij. Saat terdengar kabar ada penerbangan pesawat Fokker ke Hindia Belanda oleh pionir pernerbangan berkebangsaan Belanda, Van der Hoop akan menerbangkan pesawat kecilnya Fokker dari Eropa ke wilayah Hindia Belanda dalam waktu 20 jam terbang. Deli Maatschappij menyediakan sebidang tanah di Polonia untuk menjadikan landasan bagi pesawat tersebut. Pada tahun 1924, setelah berita pertama tentang kedatangan pesawat udara itu tidak terdengar, maka rencana kedatangan pesawat udara kembali terdengar. Mengingat waktu itu sangat pendek, persiapan untuk lapangan terbang tidak dapat dikejar, akhirnya pesawat kecil yang diawaki van der

10

Hoop yang menumpangi pesawat Fokker, bersama VN Poelman dan van der Broeke mendarat di lapangan pacuan kuda yakni Deli Renvereeniging, disambut Sultan Deli Sulaiman Syariful Alamsyah. Setelah pesawat pertama mendarat di Medan, maka Asisten Residen Sumatera Timur Mr. CS Van Kempen mendesak pemerintah Hindia Belanda di Batavia, agar mempercepat dropping dana untuk menyelesaikan pembangunan lapangan terbang Polonia. Akan tetapi baru pada tahun 1928 lapangan terbang Polonia resmi digunakan untuk pesawat milik Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM), anak perusahaan Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM) yang ditandai dengan mendaratnya enam pesawat udara milik KNILM, anak perusahaan KLM, pada landasan yang masih darurat, berupa tanah yang dikeraskan. Mulai tahun 1930, perusahaan penerbangan Belanda KLM serta anak perusahaannya KNILM membuka jaringan penerbangan ke Medan secara berkala. Pada tahun 1936 lapangan terbang Polonia untuk pertama kalinya melakukan perbaikan yaitu pembuatan landasan pacu (runway) sepanjang 600 meter.Itulah sejarah singkat asal kata bandara Polonia dan saat kemerdekaan RI nama bandara itu tetap dipertahankan sampai sekarang (Kompas, 27 September 2010). Saat ini lahan bandara Polonia menjadi milik TNI AU. Namun sekarang bandara ini sudah `dikepung` oleh perumahan mewah. Sekitar pada awal tahun 1990-an ada banyak lapangan sepak bola di sekitar landas pacu yang bersebelahan dengan hangar (tempat parker pesawat) Bandara Polonia-Medan. Sekarang ini sudah jadi perumahan elit. Pada tahun 1975, berdasarkan keputusan bersama Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Perhubungan dan Departemen Keuangan, pengelolaan pelabuhan udara Polonia menjadi hak pengelolaan bersama antara Pangkalan Udara AURI dan Pelabuhan Udara Sipil. Dan mulai 1985 berdasarkan Peraturan Pemerintah No 30 Tahun 1985, pengelolaan pelabuhan udara Polonia diserahkan kepada Perum Angkasa Pura yang selanjutnya mulai 1 Januari 1994 menjadi PT. Angkasa Pura II (Persero).

Bandara Polonia di tahun 1879 2.1.Perkembangan Muatan Penumpang di Bandara Polonia (Januari-Juli) Penumpang Penumpang No. Tahun Penerbangan Domestik Penerbangan Mancanegara (Orang) (Orang) 1. 2002 400.100 170.900 2. 2003 603.300 157.400 3. 2004 825.000 210.900 4. 2005 956.900 251.700 5. 2006 1.062.300 248.300 6. 2007 1.176.200 253.200 7. 2008 1.190.200 262.700 8. 2009 1.190.300 248.100 Sumber : Informasi dan Penerangan Bandara Polonia Medan

11

Bandara Polonia mempunyai luas sebesar 144 hektar. Panjang landasan pacu saat ini adalah 2.900 meter, sementara yang dapat digunakan sepanjang 2.625 meter (sehingga terdapat displaced threshold sebesar 275 meter). Hal ini terjadi karena banyaknya benda yang menghalang di sekitar tempat lepas landas dan mendarat. Polonia juga memiliki 4 taxiway dan apron seluas 81.455 meter. Polonia dirancang untuk dapat memuat maksimum sekitar 900.000 penumpang. Dari tahun ke tahun arus penumpang Polonia cenderung mengalami peningkatan antara 15 hingga 20 persen. Pada tahun 2003, arus penumpang mencapai sebesar 2.736.332 orang, naik dari 2.090.519 orang pada tahun sebelumnya. Jumlah pergerakan pesawat adalah 36.359 pada tahun 2003, naik dari 29.894 pada tahun 2002. Tercatat ada 13.713 penerbangan domestik dan 4.387 penerbangan internasional dari Polonia pada 1998. Pada 2004 jumlahnya telah mencapai 35.100 penerbangan domestik dan 8.266 penerbangan internasional. Dari segi jumlah penerbangan, pada 1998 terdapat 56 penerbangan dalam sehari, namun pada tahun 2005 telah meningkat antara 125 hingga melebihi 150 penerbangan perhari, dengan penumpang lebih kurang 3,8 juta orang pertahun, baik domestik dan internasional. Di bidang transportasi barang, pada tahun 2005 pergerakan kargo di Polonia mencapai 31.347 ton. 2.2.Terminal

Terminal keberangkatan domestik Polonia sebelum terbakar pada Desember 2007.

Bandara Polonia tidak mempunyai garbarata sehingga para penumpang harus berjalan melalui tarmac untuk mencapai pesawat.

12

Terdapat dua terminal penumpang di Polonia, satu terminal keberangkatan dan satu untuk kedatangan, dan jika ditotal luasnya mencapai 13.811 meter.[7] Keduanya juga masing-masing dibagi untuk penerbangan domestik dan internasional. Terminal domestik Polonia mempunyai luas 7.941 meter dan saat ini (laporan Januari 2006) menampung 1.810 orang yang datang bersamaan, sehingga setiap penumpang mempunyai luas 4m, kurang dari standar sebesar 14m yang ditetapkan pemerintah. Mulai 1 Oktober 2006, menyusul peristiwa penyimpangan muatan barang di Bandara Soekarno-Hatta pada September 2006, dioperasikan pula sebuah terminal kargo satu pintu yang diharapkan dapat menertibkan pergerakan kargo dan mencegah terjadinya manipulasi muatan barang. Sebuah kebakaran menghanguskan seluruh dari terminal kedatangan internasional pada 9 Maret 2006, namun tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Sebab kebakaran diduga adalah arus pendek. Kebakaran kembali terjadi pada 1 Desember 2007 namun kali ini terjadi di terminal keberangkatan domestik. Hampir seluruh gedung terminal terbakar dalam peristiwa ini. Pada tanggal 7 Mei 2008, Polonia kembali beroperasi penuh setelah terminal keberangkatan domestik baru selesai dibangun. Akibat letaknya yang sangat dekat dengan pusat kota sekitar 2 km bandara ini menyebabkan bangunan-bangunan di Medan dibatasi jumlah tingkatnya. Dampak dari peraturan ini adalah sedikitnya jumlah bangunan tinggi di Medan. Selain itu, bandara ini juga diperkirakan sudah atau hampir melebihi kapasitasnya. Sejak pemberian izin penerbangan diringankan di Indonesia pada tahun 2000-an, jumlah penerbangan yang melayani Polonia meningkat tajam. Menurut rencana, bandara ini dalam beberapa tahun ke depan akan dipindahkan ke Kuala Namu, di Kabupaten Deli Serdang. Pada 29 Juni 2006, wakil presiden Indonesia, Jusuf Kalla, meresmikan pembangunan Bandara Kuala Namu. Setelah Kuala Namu mulai beroperasi, Polonia direncanakan akan dialihkan fungsinya menjadi sebuah central business district (CBD) serta 40% lahannya diperuntukkan bagi sebuah kebun raya.

13

2.2.1. Terminal Domestik a. b. c. d. e. f. g. h. Indonesia Air Asia (Bandung, Surabaya). Batavia Air (Banda Aceh, Batam, Jakarta). Garuda Indonesia (Banda Aceh, Jakarta). Lion Air (Banda Aceh, Batam, Padang, Pekanbaru, Jakarta). Wings Air (Aek Godang, Gunung Sitoli, Lhokseumawe, Meulaboh, Sibolga) Merpati Nusantara Airlines (Aek Godang, Gunung Sitoli, Meulaboh, Sibolga, Sinabang). Sriwijaya Air (Banda Aceh, Batam, Jakarta, Padang, Pekanbaru). Susi Air (Aek Godang (Padang Sidempuan), Blang Pidie, Silangit (Siborong-Borong), Sinabang, Meulaboh).

Terminal domestik Bandara Polonia Medan 2.2.2. Terminal Internasional a. b. c. d. e. f. g. h. AirAsia (Kuala Lumpur, Penang). Indonesia AirAsia (Kuala Lumpur, Bangkok, Penang). Valuair (Singapura). Lion Air (Penang). Malaysia Airlines (Kuala Lumpur, Penang). Firefly (Penang, Kuala Lumpur-Subang, Ipoh). Silk Air (Singapura). Sriwijaya Air (Penang).

Terminal internasional Bandara Polonia Medan

14

2.3. Kecelakaan Telah terjadi beberapa kecelakaan di Polonia atau di sekitarnya: a. 11 Juli 1979 - Fokker F28-100 milik Garuda Indonesia menabrak Gunung Pertektekan; 64 orang tewas. b. 4 April 1987 - Sebuah pesawat DC-9 milik Garuda Indonesia PK-GNQ jatuh dan terbakar di landasan bandara; 26 awak dan penumpang tewas serta 19 orang luka berat. Penyebabnya, saat berada di ketinggian 1.700 kaki menjelang mendarat, pesawat mengalami gangguan dalam cuaca buruk, hujan, kilat dan angin berkecepatan 4 knot. c. 20 September 1981 - DC-9 Porong Garuda mendarat darurat akibat kerusakan mesin. Sewaktu mendarat kedua ban belakang kiri pecah mengakibatkan pelek ban menghunjam landasan hingga sulit dipindahkan, namun 38 penumpang dan awaknya selamat. d. 20 November 1985 - Pesawat C-130H-MP Hercules milik TNI AU bernomor AI-1322 jatuh menjelang pendaratan setelah menabrak dinding pegunungan Sibayak, menewaskan 10 awaknya. Pesawat tersebut sedang melakukan patroli udara di Lanud Padang dan Lanud Medan. e. 30 Januari 1993 - Pesawat SC-7 Skyvan Pan Malaysia Air Transport beregistrasi 9M-PID, hilang 35 menit setelah lepas landas dari Polonia. Pesawat dengan 11 penumpang dan lima awak tersebut jatuh di kawasan hutan Aceh Timur. f. 26 September 1997 - Garuda Indonesia Penerbangan GA 152 jenis Airbus A300-B4-200 jatuh sekitar pukul 13.30 WIB di kawasan perladangan warga di Desa Buah Nabar, Kec. Sibolangit, Kab. Deli Serdang, sekitar 50 kilometer dari Medan, Indonesia; 222 penumpang dan 12 awak pesawat tewas. Penyebab jatuh diduga karena kesalahan petugas air traffic control (ATC) saat membimbing pilot Hance Rahmowiyogo keluar dari kabut asap 15 menit sebelum mencapai Bandara Polonia dalam penerbangannya dari Jakarta. Bukannya keluar dari kabut, pesawat justru menabrak perbukitan dan menewaskan seluruh penumpang dan awak, yakni 234 orang. g. 5 September 2005 - Boeing 737 milik Mandala Airlines dengan nomor penerbangan RI 091 jenis Boeing 737-200, jatuh di tengah jalan raya di Jalan Jamin Ginting, Padang Bulan, Medan, satu menit setelah lepas landas. Menelan korban 145 orang tewas termasuk Gubernur Sumut Rizal Nurdin. h. 1 Desember 2007 Terminal keberangkatan domestik terbakar, menyebabkan aktivitas bandara terganggu.

C. 1.

Perkembangan Industri Penerbangan di Indonesia Sebelum Kemerdekaan

Perkembangan transportasi udara di Indonesia tidak terlepas dari sejarah transportasi udara Belanda yang pada waktu itu menjajah Indonesia. Sesudah Perang Dunia I, negara di Eropa (termasuk Belanda) berlomba-lomba menghubungkan daerah jajahan mereka dengan negerinya. Dalam rangka untuk menghubungkan negerinya dengan daerah jajahannya tersebut (K. Marsono SH, LLM, Transtel Indonesia 1996:32), Belanda mengadakan penerbangan pertama ke Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1924 yang dilakukan oleh kapten penerbang A. N. G. Thomassen. Penerbangan tersebut mendarat di Cililitan, yang sekarang bernama Halim Perdana Kusuma Internasional Airport pada tanggal 24 November 1924 dengan menggunakan pesawat uadara jenis Fokker 7b. Penerbangan komersial pertama dilakukan oleh KLM yang kembali ke Netherlands pada tanggal 23 Juli 1927, dimana penerbangan tersebut digunakan untuk mengangkut surat-surat dan kartu natal. Perusahaan ini (KLM) mempunyai tugas untuk menghubungkan Netherlands dan East Indies

15

(Indonesia) sebagai angkutan udara internasional. Untuk angkutan udara dalam negeri East Indies (Indonesia), sebuah perusahaan penerbangan The Royal Air Transportation Company diberi konsesi untuk mendirikan Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM) yang diberi hak monopoli untuk melakukan angkutan udara di Indonesia, KNILM didirikan pada tanggal 15 Februari 1928.

2.

Sesudah Kemerdekaan

Pada tahun 1947, Direktorat penerbangan Sipil, Seksi Angkutan Udara Republik Indonesia yang dikepalai oleh A.R. Soehoed, mengirim R 1001 Seulawah ke Calcutta, India. Pengiriman tersebut dimaksudkan untuk menambah tanki bensin agar dapat melakukan penerbangan lebih jauh. Karena keadaan perang pada waktu itu, pesawat tersebut tidak mungkin kembali ke Indonesia, maka pesawat udara tersebut diterbangkan ke Birma untuk dioperasikan di sana. Kegiatan operasi penerbangan di Birma sepenuhnya merupakan penerbangan niaga dengan konsesi penerbangan carter. Penerbangan inilah yang merupakan angkutan udara komersial pertama yang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia, pesawat tersebut kembali ke Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 1950 didirikan perusahaan penerbangan dengan nama Garuda Indonesia Airways N. V. (K. Martono SH, LLM., dalam tulisannya Sistem Penyelenggaraan Angkutan Udara di Indonesia, Transtel Indonesia, 1996 : 33). Perusahaan penerbangan tersebut didirikan dengan modal gabungan antara pemerintah Republik Indonesia dengan KLM. Dalam perkembangan selanjutnya perusahaan penerbangan tersebut dinasionalisasikan oleh pemerintah. Disamping Garuda Indonesia Airways, pemerintah Indonesia pada tahun 1962 mendirikan pula sebuah perusahaan penerbangan bernama PN (sekarang PT) Merpati Nusantara Airlines yang ditugaskan terutama untuk melakukan penerbangan dalam negeri (lokal). Sesuai dengan kebijaksanaan multi airlines system (sistem banyak perusahaan penerbangan) sejak tahun 1971, lahirlah perusahaan-perusahaan penerbangan nasional, baik penerbangan berjadwal maupun tidak berjadwal. Walaupun permintaan transportasi udara telah terpenuhi, namun armada perlu lebih ditingkatkan lagi. Oleh karena itu, pemerintah membuka kesempatan bagi penerbangan umum untuk melayani kebutuhan angkutan udara perusahaan bersangkutan. Di samping penerbangan reguler tersebut, terdapat pula penerbangan haji untuk menunjang kebebasan beragama, transmigrasi untuk membantu program nasional penyebaran penduduk, penerbangan perintis untuk membuka daerah terisolir dan penerbangan individu maupun olahraga untuk mengembangkan kesadaran udara.

3.

Perkembangan Rute Penerbangan

Sebagaimana ditetapkan pada Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 126 tahun 1990 tentang rute penerbangan, pembagian rute penerbangan bagi perusahaan angkutan udara berjadwal ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Dasar pertimbangan pembagian rute penerbangan antara lain status atau sifat perusahaan, keseimbangan supply dan demand, kepemilikan atau penguasaan pesawat subsidi silang, pangkalan induk (home base), dan kemampuan bandara. Pada pasar jasa penerbangan di Indonesia, dewasa ini menghadapi persaingan yang semakin ketat. Dengan adanya deregulasi di bidang penerbangan, kenaikan harga minyak, serta bayangan resesi, menambah tingkat persaingan untuk bekerja dengan lebih efisien lagi. Rute penerbangan merupakan satu hal yang vital bagi perusahaan penerbangan, karena dari segi pengoperasian rute penerbangan inilah didapat revenue perusahaan. Dengan demikian, perusahaan dituntut untuk melakukan

16

penanganan yang lebih serius dalam penentuan rute yang harus dilaluinya dengan jenis pesawat yang akan dipergunakan dalam melayani rute tersebut. Jalur atau rute penerbangan di Indonesia terdiri dari jalur penerbangan dalam negeri (domestik), jalur penerbangan perintis dan jalur penerbangan luar negeri. Jalur penerbangan dalam negeri yang dilayani perusahaan penerbangan berjadwal menghubungkan semua kota-kota besar di seluruh Indonesia. Setiap perusahaan penerbangan berjadwal melayani jalur penerbangan yang berbeda dari jalur penerbangan perusahaan penerbangan berjadwal lain. Jadwal yang sesuai dengan kebutuhan penumpang merupakan salah satu hal yang penting. Sebagai dasar bagi mereka untuk melakukan pemilihan pemakaian penerbangan. Untuk itu perusahaan penerbangan harus dapat mengatur penerbangan hingga dapat memberikan kepuasan kepada penumpang, yaitu berupa kesempatan yang lebih besar untuk melakukan perjalanan sesuai dengan waktu yang diperlukan yang dapat memberikan keuntungan maksimum kepada perusahaan penerbangan tersebut. Sejalan dengan meningkatnya keperluan akan jasa transportasi udara, yaitu jalur penerbangan dalam negeri terus ditambah dari 115 rute pada tahun 1974 menjadi 240 rute pada akhir tahun 1992, yang menghubungkan 27 ibukota propinsi, 228 kota kabupaten dan 246 kota kecamatan. Beberapa jalur penerbangan perintis yang telah berkembang dijadikan bagian dari jaringan penerbangan dalam negeri. Penerbangan antara kota-kota yang lalu lintas penumpangnya padat dapat dilakukan dengan penerbangan shuttle, yaitu pesawat terbang yang berdinas atau melakukan perjalanan pulangpergi, seperti antara Jakarta-Surabaya, Jakarta-Semarang, Jakarta-Medan, dan Jakarta-Palembang. Dengan kepadatan jumlah penumpang pada jalur-jalur tertentu seperti tersebut di atas, maka frekuensi penerbangan ditambah menjadi lebih dari tiga kali sehari atau lebih dari lima kali sehari apabila pada waktu libur. Pada saat ini terdapat tidak kurang dari dua puluh sembilan perusahaan penerbangan nasional yang diberi konsesi penerbangan berjadwal. Dua buah perusahaan berjadwal adalah milik pemerintah (Garuda Indonesia Airways dan Merpati Nusantara Airlines), sedangkan sisanya milik perusahaan penerbangan nasional. Sejalan dengan meningkatnya keperluan akan jasa transportasi udara, jaringan penerbangan dalam negeri terus ditambah, beberapa jalur penerbangan perintis yang telah berkembang dijadikan bagian dari jaringan penerbangan dalam negeri. Penerbangan antara kota-kota lain yang lalu lintas penumpangnya padat dilakukan dengan penerbangan shuttle, seperti rute penerbangan Rute Jakarta-Palembang. Dimana pada rute penerbangan Rute Jakarta-Palembang, jumlah penumpangnya terus meningkat sehingga frekuensi penerbangan ditambah menjadi lima kali dalam satu hari. Sesuai dengan kebijaksanaan yang diambil Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, pada prinsipnya pihak swasta diberi kesempatan untuk lebih banyak dalam penyediaan kapasitas angkutan udara. Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 126 tahun 1990 tentang rute penerbangan bagi perusahaan angkutan udara berjadwal ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Jalur penerbangan perintis yang dilayani oleh perusahaan penerbangan milik pemerintah (BUMN) seperti PT. Garuda Indonesia dan PT. Merpati Nusantara memiliki frekuensi dan kemampuan penerbangan lebih besar dibandingkan dengan perusahaan penerbangan swasta yang tidak berjadwal. Jalur penerbangan perintis dibuka dibeberapa daerah yang semula terisolasi, seperti Irian Jaya, Maluku, Kalimantan, NTT, NTB dan pantai barat Sumatera. Penerbangan perintis antar daerah hampir tidak ada, sebab penerbangan antar daerah sudah dilayani penerbangan berjadwal, dan sudah lebih dari delapan puluh lokasi dicakup dalam jaringan penerbangan perintis.

17

D.

Penutup

Dengan memprioritaskan tranportasi udara bukan berarti kita melupakan sejarah bahwa kita adalah bangsa pelaut yang besar dan menjadi besar karena memiliki pelaut-pelaut yang tangguh. Perlu dicermati bahwa para pendahulu kita dapat dikatakan terdepan dalam teknologi transportasi pada masanya yang memang pada saat itu berada dalam era maritim. Namun saat ini tidak dapat disangkal lagi kalau merupakan era dari transportasi udara. Tentunya kita juga tidak akan mengabaikan transportasi-tranportasi lain, yang dalam hal ini adalah transportasi darat dan laut. Solusi paling bijak harus dicari agar tidak ada pihak yang dirugikan, salah satunya adalah dengan redesign jalur-jalur transportasi agar dapat saling menunjang dan tidak sebaliknya saling menjatuhkan. Tetapi satu yang pasti adalah kita harus dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi termasuk dalam bidang transportasi udara agar dapat menjaga dan memelihara apa yang telah diwariskan oleh para pendahulu kepada kita.

18

Daftar Pustaka
1. 2. Abubakar I., 2000, Pengembangan Transportasi Darat Nasional Memasuki Milenium Ketiga, Disampaikan pada Seminar Sehari Sekolah Tinggi Manajemen Transport Trisakti Jakarta, 26 Januari 2000. Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Strategi Dan Konsepsi Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara, Bahan Rapat Kebijakan dan Program Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perbatasan, Bappenas, 8 Agustus 2002. Djalal H., 2003, Penyelesaian Sengketa Sipadan Ligitan, Interpelasi?, SK Kompas, Jakarta, 13 Januari 2003. Hamid, 2002, Pengembangan Kawasan Perbatasan Kalimantan, Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol.4, No.4 (Juli 2002), hal. 30-41 /HUMASBPPT/ANY. Http://www.flytrain.web.id/index.php?lang=indo. Husodo S. Y., 2005, Rapuhnya Perbatasan Wilayah NKRI, SK Kompas, Jakarta, 25 April 2005. Surat Kabar Kompas, Indonesia Belum Miliki Batas Ruang Udara, Jakarta, 8 Desember 2003. Surat Kabar Pikiran Rakyat, Buruk Rupa Wajah Transportasi Kita, Bandung, 18 Desember 2004. Tarmansyah U. S., 2003, Lepasnya P. Sipadan dan Ligitan Sebuah Pelataran Kewaspadaan, Available, http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor =10&mnorutisi=6. Utama A. N., 2005, 7 Negara Incar Pulau Indonesia, Available, http://www.mailarchive.com/undip@pandawa.com/msg04514.html, 7 Maret 2005. Waluyo L., 2005, Siapkah TNI Melaksanakan Perang ?, SK Media Indonesia, Jakarta, 23 Maret 2005. Informasi Bandar Udara, World Aero Data untuk WIMM. Informasi Bandar Udara Untuk MES, di Great Circle Mapper. Sumber: DAFIF. Biro Pusat Statistik, "Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Nasional Bulan Juli 2006", No. 45/IX/1 September 2006. Biro Pusat Statistik, "Number of Domestic Passenger of Air Transportation, 2006-2007 (Persons)", diakses 15 September 2007. Biro Pusat Statistik, "Number of International Passenger of Air Transportation at Main Airport in Indonesia (Polonia, Sukarno Hatta, Juanda and Ngurahrai (2006-2007) (Persons)", diakses 15 September 2007. Biro Pusat Statistik, "Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Nasional Bulan Juli 2009", hal. 9, 1 September 2009, diakses 9 Januari 2010. "Ground breaking Bandara Baru Medan", 29 Juni 2006. Angkasa Pura II, "Air Traffic Statistics (Annual)", diakses 28 September 2006. Waspada, "Terminal Polonia Hancur - Penumpang Luar Negeri Masuk Lewat Ruang Darurat", 10 Maret 2006. "Bandara Tetap Beroperasi", Kompas, 1 Desember 2007. "Terminal Domestik Bandara Polonia Dioperasikan", Waspada 8 Mei 2008. Hutabarat, Hendrik "Eks Bandara Polonia Dijadikan Central Business District", Medan Bisnis, 1 November 2006. http://www.lionair.co.id/route_map.htm. http://www.lionair.co.id/route_map.htm. http://www.sriwijayaair-online.com/mapdomestic.php. http://www.susiair.com/scheduled_sumatera.htm.

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.

19

You might also like