You are on page 1of 4

QUALITY ASSURANCE PBL-1 VISUAL INSPECTION DAN REJECT ANALYSIS

Disusun oleh: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Arnefia Mei Yusnida Aulia Narindra Muhtar Basuki Budi Raharjo Cory Amelia Dita Kesumayadi Nur Paramita Nira Mulyono Puput Khusniatul Majidah Ryan Widhianto

PROGRAM S-1 LINTAS JALUR FISIKA MEDIS FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013

INSPEKSI VISUAL DAN REJECT ANALYSIS

A. Learning Objective 1. Inspeksi Visual a. Mengetahui definisi inspeksi b. Mengidentifikasi tujuan Inspeksi visual c. Mengidentifikasi prosedur Inspeksi visual 2. Reject Analysis a. Mengetahui definisi analisis reject Program b. Mengidentifikasi tujuan RAP c. Mengidentifikasi penyebab penolakan citra d. Melakukan prosedur RAP e. Melakukan perhitungan analisis RAP

B. Materi 1. Inspeksi Visual a. Definisi Inspeksi dari bahasa Belanda (inspectiae) yang artinya memeriksa. Secara umum inspeksi adalah merupakan proses observasi dengan menggunakan mata. Secara khusus inspeksi visual di bidang Radiologi adalah suatu kegiatan penilaian terhadap fasilitas peralatan pencitraan diagnostik secara rutin agar dapat bekerja secara optimal. b. Tujuan Untuk mengontrol kinerja fasilitas peralatan pencitraan diagnostik agar dapat bekerja secara optimal. c. Prosedur Inspeksi visual dilakukan setiap hari oleh fisikawan medik dengan membuat daftar pengecekan untuk setiap peralatn pencitraan. 2. Reject Analysis a. Definisi Aspek penting dari program manajemen kualitas adalah prosedur analisa pengulangan film. Ini adalah suatu proses secara sistematis penggolongan gambar yang ditolak dan menentukan sebab dari pengulangan tersebut sehingga pengulangan foto dapat dikurangi atau dihilangkan kedepannya. Reject analysis

menyediakan data penting tentang kinerja alat, prosedur kerja, dan tingkat kemampuan pekerja. Reject Analysis adalah suatu prosedur untuk mengetahui tingkat kesalahan teknik dalam melakukan pemeriksaan atau kesalahan yang timbul oleh peralatan yang dinilai terhadap film-film yang terbuang dengan siasia. Reject analysis program adalah metode yang digunakan untuk menentukan film yang ditolak dalam menghasilkan radiograf yang berkualitas.

b. Tujuan Tujuan dari reject analisis adalah untuk mengukur dan memantau reject rate secara berkala, mencari faktor penyebab penolakan dan upaya untuk mengurangi angka penolakan, membuat standar untuk program QA dan kemudian memantau sebuah keefektifan dari suatu program.

c. Faktor-Faktor penolakan Posisi Pasien Faktor Eksposi Processing film Pergerakan Pasien Film Fog Artefak Lain-lain atau kesalahan yang tidak teridentifikasi

Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan sesuai kebutuhan di setiap instalasi radiologi.

d. Prosedur Prosedur yang melaksanakan reject analisis adalah seorang fisikawan medik akan tetapi jika suatu rumah sakit tidak memiliki fisikawan medik dialihkan kepada radiografer yang berkompeten dalam melaksanakan reject analisis. Lakukan survey terhadap 1) Jumlah film yang belum terekspose di ruang prosesing termasuk dlm kaset. 2) Jumlah film yang belum terekspose di masing-masing ruang pemeriksaan 3) Tentukan jumlah dari film yang di reject untuk masing-masing kategori

Underexposure overexposure Positioning Motion Processing Equipment miscellaneous (kesalahan yg tdk teridentifikasi)

4) Masing-masing ruang mencatat jumlah film yang digunakan dan jumlah film yang ditolak 5) Tim analisis melakukan pengumpulan data dari masing-masing ruang seminggu sekali, 6) Film yang ditolak disortir dan dilakukan kategorisasi dilakukan identifikasi tiap pemeriksaan (jika memungkin

e. Perhitungan Tim analisis melakukan pengumpulan data dari masing-masing ruangan seminggu sekali, film yang ditolak disortir dan dilakukan kategorisasi (jika memungkinkan dilakukan identifikasi pada setiap pemeriksaan). Perhitungan angka reject dapat dihitung dengan cara menggunakan rumus sebagai berikut Zewdeneth dkk (2008): Total Reject Rate = Untuk mengetahui persentase berdasarkan penyebab (causal reject rate) menurut Causal reject rate %

Tingkat penolakan bervariasi besarnya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan tingkat penolakan sebesar 5%. Tetapi menurut Keputusan Menteri Kesehatan (2008) nomor 129/Menkes/SK/II/2008 sebesar 2%. tentang

standar pelayanan minimal radiologi menyatakan bahwa tingkat penolakan

You might also like