You are on page 1of 21

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia Paranoid 2.1.

1 Definisi Skizofrenia adalah gangguan mental atau kelompok gangguan yang ditandai oleh kekacauan dalam bentuk dan isi pikiran (contohnya delusi atau halusinasi), dalam mood (contohnya afek yang tidak sesuai), dalam perasaan dirinya dan hubungannya dengan dunia luar serta dalam hal tingkah laku.2 Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni subtipe paranoid, terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan residual. Untuk istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah gangguan deterioratif sederhana.3 Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-III skizofrenia dibagi ke dalam 6 subtipe yaitu katatonik, paranoid, hebefrenik, tak terinci (undifferentiated), simpleks, residual dan depresi pasca skizofrenia. 4

2.1.2. Epidemiologi Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara, namun dan hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada orang dewasa dalam rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk. Ini merupakan temuan utama dari penelitian di 10-negara yang dilakukan oleh WHO. Untuk prevalensi atau insiden skizofrenia di Indonesia belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga untuk tiap-tiap subtipe skizofrenia.5 Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset yang lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin daripada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif dan wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenik wanita adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenia lakilaki. Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara historis, prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat adalah lebih tinggi dari daerah lainnya.3
1

2.1.3. Etiologi Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun berbagai teori telah berkembang seperti model diastesis-stres dan hipotesis dopamin. Model diastesis stres merupakan satu model yang mengintegrasikan faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang yang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diastesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stres, memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia. Komponen lingkungan dapat biologis (seperti infeksi) atau psikologis (seperti situasi keluarga yang penuh ketegangan). Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut muncul dari dua pengamatan. Pertama, kecuali untuk klozapin, khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe 2. Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik (seperti amfetamin) merupakan salah satu

psikotomimetik. Namun belum jelas apakah hiperaktivitas dopamin ini karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin atau terlalu banyaknya reseptor dopamin atau kombinasi kedua mekanisme tersebut. Namun ada dua masalah mengenai hipotesa ini, dimana hiperaktivitas dopamin adalah tidak khas untuk skizofrenia karena antagonis dopamin efektif dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien teragitasi berat. Kedua, beberapa data elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan obat antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien skizofrenia mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.3 Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin yaitu: 1. Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya gejala positif pada penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways memproyeksikan badan sel dopaminergik ke bagian ventral tegmentum area (VTA) di batang otak kemudian ke nukleus akumbens di daerah limbik. Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Antipsikotik bekerja melalui blokade reseptor dopamin ksususnya reseptor dopamin D2. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin pathways menyebabkan gejala positif meningkat. 2. Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke daerah serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal dopamin pathways adalah
2

3 sebagai mediasi dari gejala negatif dan kognitif pada penderita skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif disebabkan terjadinya penurunan dopamin di jalur mesokortikal terutama pada daerah dorsolateral prefrontal korteks. Penurunan dopamin di mesokortikal dopamin pathways dapat terjadi secara primer dan sekunder. Penurunan sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang berlebihan pada jalur ini atau melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D2. Peningkatan dopamin pada mesokortikal dapat memperbaiki gejala negatif atau mungkin gejala kognitif. 3. Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia nigra pada batang otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini merupakan bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal. Penurunan dopamin di nigostriatal dopamin pathways dapat menyebabkan gangguan pergerakan seperti yang ditemukan pada penyakit parkinson yaitu rigiditas, bradikinesia dan tremor. Namun hiperaktif atau peningkatan dopamin di jalur ini yang mendasari terjadinya gangguan pergerakan hiperkinetik seperti korea, diskinesia atau tik. 4. Tuberoinfundibular dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah hipotalamus ke hipofisis anterior. Dalam keadaan normal tuberoinfundibular dopamin pathways mempengaruhi oleh inhibisi dan penglepasan aktif prolaktin, dimana dopamin berfungsi melepaskan inhibitor pelepasan prolaktin. Sehingga jika ada gangguan dari jalur ini akibat lesi atau penggunaan obat antipsikotik, maka akan terjadi peningkatan prolaktin yang dilepas sehingga menimbulkan galaktorea, amenorea atau disfungsi seksual.4

Selain dopamin, neurotransmiter lainnya juga tidak ketinggalan diteliti mengenai hubungannya dengan skizofrenia. Serotonin contohnya, karena obat antipsikotik atipikal mempunyai aktivitas dengan serotonin. Selain itu, beberapa peneliti melaporkan pemberian antipsikotik jangka panjang menurunkan aktivitas noradrenergik.3

2.1.4. Gejala dan Diagnosis Gejala dari skizofrenia paranoid berupa gejala positif dan negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.5 Gejala waham dan halusinasi dapat muncul dan terutama waham curiganya.3

4 Terlebih dahulu akan dibahas mengenai penegakan diagnosa skizofrenia. Adapun menurut DSM-IV sebagai berikut: A. Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil): 1) Waham 2) Halusinasi 3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau inkoherensi) 4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas 5) Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition) Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengomentari perilaku atau pikiran pasien atau dua lebih suara yang saling bercakap-cakap satu sama lainnya. B. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan). C. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Pada 6 bulan tersebut, harus termasuk 1 bulan fase aktif (yang memperlihatkan gejala kriteria A) dan mungkin termasuk gejala prodormal atau residual. D. Penyingkiran gangguan skizoafektif atau gangguan mood: gangguan skizoafektif atau gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: (1) tidak ada episode depresif berat, manik atau campuran yang telah terjadi bersama-sama gejala fase aktif atau (2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual. E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif 3 Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-III sebagai berikut: Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas): a) thought eco = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan walaupun isinya sama tapi kualitasnya berbeda.
4

5 thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; b) delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, atau delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan atau penginderaan khusus); delusion perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat; c) Halusinasi auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilkau pasien, atau Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara) atau Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh pasien d) Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa e) Perjalanan gangguan skizofrenik dapat diklasifikasikan dengan menggunakan kode lima karakter berikut3. F20.x0 F20.x1 F20.x2 F20.x3 F20.x4 F20.x5 F20.x8 F20.x9 Berkelanjutan Episodik dengan kemunduran progresif Episodik dengan kemunduran stabil Episodik berulang Remisi tidak sempurna Remisi sempurna Lainnya Periode pengamatan kurang dari satu tahun

Untuk pedoman diagnostik khusus skizofrenia paranoid sebagai berikut3. 1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
5

6 2. Sebagai tambahan: a. suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing). b. halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol. c. waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity, dan kenyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas. 3. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata atau menonjol. 2.1.5. Diagnosa Banding Skizofrenia residual merupakan salah satu diagnosa banding dari skizofrenia paranoid. PPDGJ-III memberikan pedoman diagnostik untuk skizofrenia residual yakni harus memenuhi semua kriteria dibawah ini untuk suatu diagnosis yang meyakinkan: a. Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk. b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia. c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia.5 Menurut Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III (2003), diagnosis banding untuk skizofrenia paranoid sebagai berikut. 1. Epilepsi dan psikosis yang diinduksi obat-obatan. 2. Keadaan paranoid involusional (F22.8) Kategori gangguan menetap lainnya dengan kriteria diagnostik sebagai berikut. a. Kategori sisa untuk gangguan-gangguan waham menetap yang tidak

memenuhi kriteria untuk gangguan waham (F22.0).

7 b. Gangguan waham yang berlangsung kurang dari 3 bulan lamanya, tidak

memenuhi kriteria skizofrenia, harus dimasukkan dalam kode F23.- (gangguan psikotik akut dan sementara), walaupun untuk sementara. 3. Paranoia (F22.0) Adapun kriteria pedoman diagnostik untuk gangguan waham (F22.0), termasuk paranoia, psikosis paranoid, keadaan paranoid, dan parafrenia sebagai berikut. a. waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu sistem waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi (personal) dan bukan budaya setempat. b. gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresi yang lengkap atau full blown (F32.-) mungkin terjadi secara intermiten, dengan syarat bahwa waham-waham tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu. c. tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak. d. tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat sementara. e. tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar pikiran, penumpulan afek, dan sebagainya). Terapi A. Terapi Somatik (Medikamentosa) Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi, dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan clozaril (clozapine)4. 1. Antipsikotik Konvensional Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik

konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain2,4. a. Haldol (haloperidol)
7

8 b. Prolixin (fluphenazine) c. Stelazine (trifluoperazine) d. Mellaril (thioridazine) e. Thorazine (chlorpromazine) f. Navane (thiothixene) g. Trilafon (perphenazine) Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic2,4. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic2,4. 2. Newer Atypcal Antipsycotic Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain2,4. a. Risperdal (risperidone) b. Seroquel (quetiapine) c. Zyprexa (olanzopine) Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan skizofrenia2,4. 3. Clozaril Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara
8

9 reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil. Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet trihexyphenidyl 3-4 x 2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari2,4. Pemilihan obat untuk episode (serangan) pertama Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk penderita skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)2,4. Pemilihan obat untuk keadaan relaps (kambuh) Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah2,4. Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensional dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan di atas gagal2,4. Pengobatan selama fase penyembuhan Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum obat setelah episode pertama skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipsikotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia skizofrenia lebih dari satu episode, atau belum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit2,4.
9

10 Efek samping obat-obat antipsikotik Penderita skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional berupa gangguan (kekakuan) pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini2,4. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal2,4. Obat-obat untuk skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit2,4. Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita skizofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini2,4. Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera2,4. B. Terapi Psikososial 1. Terapi perilaku Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau

10

11 menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan1. 2. Terapi berorintasi-keluarga Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya1. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga efektif dalam menurunkan relaps. Dalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga1. 3. Terapi kelompok Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia1. 4. Psikoterapi individual Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alat membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercaya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien1. Hubungan antara dokter dan pasien berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan serta kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati.
11

12 Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi1. C. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization) Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, perilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar1. Tujuan utama perawatan di rumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia1. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup1. Selain anti psikosis, terapi psikososial juga ada terapi lainnya yang dilakukan di rumah sakit, yaitu elektro konvulsif terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti (18871963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang terputus-putus. Tegangan yang digunakan 100-150 volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik1. 2.1.6. Prognosis Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang. Perbedaan prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor prognosis spesifik di Tabel 2.13. Prognosis Baik Onset lambat Prognosis Buruk Onset muda

12

13 Faktor pencetus yang jelas Onset akut Tidak ada faktor pencetus Onset tidak jelas

Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan pramorbid yang baik Gejala gangguan mood pramorbid yang buruk (terutama Perilaku menarik diri, autistik

gangguan depresif) Gejala positif Riwayat keluarga gangguan mood Sistem pendukung yang baik Gejala negatif Riwayat keluarga skizofrenia Sistem pendukung yang buruk Tanda dan gejala neurologis Riwayat trauma prenatal Tidak ada remisi dalam 3 tahun Banyak relaps Riwayat penyerangan

Walaupun skizofrenia bukanlah penyakit yang fatal, namun rata-rata kematian orang yang menderita skizofrenia dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Tingginya angka kematian berkaitan dengan kondisi buruk di institusi perawatan yang berkepanjangan yang menyebabkan tingginya angka Tuberkulosis dan penyakit menular lainnya. Namun, penelitian baru-baru ini pada orang-orang skizofrenia yang hidup dalam masyarakat, menunjukkan bunuh diri dan kecelakaan lain sebagai penyebab utama kematian di negara berkembang maupun negara-negara maju. Bunuh diri, khususnya, telah muncul sebagai masalah yang mekhawatirkan, karena risiko bunuh diri pada orang dengan gangguan skizofrenia selama hidupnya telah diperkirakan di atas 10%, sekitar 12 kali lebih tinggi dari populasi umum. Sepertinya ada sebuah peningkatan mortalitas untuk gangguan kardiovaskular juga, mungkin terkait dengan gaya hidup yang tidak sehat, pembatasan akses perawatan kesehatan atau efek samping obat antipsikotik.6 2.2 Pendekatan Kedokteran Keluarga Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan

komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran, dan mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan

13

14 usia, gender, ataupun jenis penyakit. Dikatakan pula bahwa dokter keluarga adalah dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut. Tanpa membedakan ras, budaya, dan tingkatan sosial. Secara klinis, dokter ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan memerhatikan latar belakang budaya, sosioekonomi, dan psikologis pasien. Dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya5. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, di mana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak boleh oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja5. 2.2.1 Karakteristik Pelayanan Kedokteran Keluarga

Pelayanan dokter keluarga mempunyai beberapa karakteristik salah satunya menurut Ikatan Dokter Indonesia melalui Muktamar ke-18 di Surakarta tahun 1982 sebagai berikut5. a. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang per orang, tetapi sebagai

anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya. b. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan

perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang disampaikan. c. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan

seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobati penyakit sedini mungkin. d. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha

memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya. e. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama

dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan. 2.2.2 Azas-azas / Prinsip-prinsip Pelayanan Kedokteran Keluarga Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti anjuran WHO dan WONCA. Prinsip-prinsip ini juga merupakan simpulan untuk dapat meningkatkan kualitas layanan dokter primer dalam melaksanakan pelayanan kedokteran. Prinsip pelayanan atau pendekatan kedokteran keluarga adalah memberikan atau mewujudkan sebagai berikut5. a. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
14

15 b. Pelayanan yang kontinu. c. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan. d. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif. e. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari keluarganya. f. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat tinggalnya. g. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum. h. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan. i. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu. 2.2.3 Pola Pikir dan Pola Tindak Dokter Keluarga / Dokter Layanan Primer Dokter keluarga bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan mitranya, dan ia berhubungan dengan mitranya di kala sehat maupun di kala sakit. Tanggung jawab ini mengharuskan dokter keluarga menyediakan program pemeliharaan kesehatan bagi mitranya yang sehat, dan program pengobatan atau pemulihan bagi mitranya yang sedang jatuh sakit. Program ini harus spesifik dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap mitranya. Hal ini dapat dipenuhi bila pola pikir dan pola tindaknya mengacu pada pendekatan Medifa yang menata alur pelayanan dokter keluarga dalam 4 kegiatan (assessment targeting intervention monitoring) yang membentuk satu siklus pelayanan terpadu6. A. Penilaian profil kesehatan pribadi (Assessment) Dokter keluarga mengawali upaya pemeliharaan mitranya dengan melakukan penilaian komprehensif terhadap faktor risiko dan kodisi kesehatan dengan tujuan memperoleh profil kesehatan pribadi dari mitranya6. B. Penyusunan program kesehatan spesifik (Targeting) Tersedianya profil kesehatan ini memberi kesempatan kepada dokter keluarga untuk mempelajari masalah kesehatan yang dimiliki mitranya, sehingga dokter keluarga dapat menyusun program kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik setiap mitra6. C. Intervensi proaktif (Intervention) Dengan demikian setiap mitra, apakah ia dalam kondisi sehat, menyandang faktor risiko atau sakit, secara proaktif akan diajak mengikuti program pemeliharaan kesehatan yang sepesifik dengan kebutuhannya. Melalui program proaktif ini diharapkan mitra yang sehat dapat tetap sehat, yang saat ini menyandang faktor risiko dapat dikurangi kemungkinan jatuh sakit berat di kemudian hari, dan yang saat ini menderita suatu

15

16 penyakit dapat segera pulih, dicegah terjadinya komplikasi, atau diupayakan agar kecacatan seminimal mungkin. Bila diperlukan si mitra akan dirujuk ke spesialis6.

D. Pemantauan kondisi kesehatan (Monitoring) Selanjutnya pelaksanaan program dan hasilnya akan dipantau dan dievaluasi terus menerus dan menjadi masukan bagi dokter keluarga untuk meningkatkan kualitas program dan memotivasi mitranya (monitoring)6. Upaya

pemeliharaan yang sinambung ini dapat dilakukan berkat penerapan teknologi informasi yang tepat sebagai alat kerja dokter keluarga6. 2.3. Bentuk dan Fungsi Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-sitri, atau suami-istri dan anak, atau ayah dengan anak atau ibu dengan anak7. Bentuk keluarga dibagi menjadi 9 macam menurut Goldenberg (1980) sebagai berikut8. 1) Keluarga inti (nuclear family) Keluarga yang terdiri dari suami, istri, serta anak-anak kandung. 2) Keluarga besar (extended family) Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak kandung, juga terdiri dari sanak saudara lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit) dan ataupun menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang dapat berasal dari pihak suami atau istri.
16

17 3) Keluarga campuran (blended family) Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta anak-anak tiri. 4) Keluarga menurut hukum umum (common law family) Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama. 5) Keluarga orang tua tunggal (single parent family) Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah, serta anak-anak mereka tinggal bersama. 6) Keluarga hidup bersama (commune family) Keluarga yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak yang tinggal bersama, berbagi hal dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama. 7) Keluarga serial (serial family) Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan mungkin telah mempunyai anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-masing, semuanya mengganggap sebagai satu keluarga. 8) Keluarga gabungan (composite family) Keluarga yang terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-anaknya atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya yang hidup bersama. 9) Keluarga tinggal bersama (whabilation family) Pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan. Sedangkan Sussman (1970) membagi bentuk keluarga menjadi 2, yaitu keluarga tradisional dan keluarga non tradisional. Bentuk keluarga yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi keadaan kesehatannya, sebaliknya bentuk keluarga juga dapat dipengaruhi oleh keadaan kesehatan anggota keluarganya8. Fungsi keluarga harus dipahami oleh dokter keluarga untuk membantu menegakkan diagnosis masalah kesehatan yang dihadapi oleh para anggota keluarga dan juga dalam mengatasi masalah kesehatan setiap anggota keluarga tersebut. Fungsi keluarga di Indonesia menurut PP No. 21 tahun 1994 sebagai berikut9. a. Fungsi keagamaan b. Fungsi budaya c. Fungsi cinta kasih d. Fungsi melindungi
17

18 e. Fungsi reproduksi f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan g. Fungsi ekonomi h. Fungsi pembinaan lingkungan 2.3.1. Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Keluarga Tahapan keluarga sejahtera dibedakan atas 5 tingkatan menurut BKKBN (2011) sebagai berikut. A. Keluarga pra sejahtera Keluarga-keluarga yang belum dapat memenui kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan agama, pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keluarga berencana. B. Keluarga sejahtera tahap I Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya, seperti kebutuhan akan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. C. Keluarga sejahtera tahap II Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan fisik dan sosialpsikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan informasi. D. Keluarga sejahtera tahap III Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebuthan fisik, sosialpsikologis, dan pengembangan, namun belum dapat memberikan sumbangan secara teratur kepada masyarakat sekitarnya, misalnya dalam bentuk sumbangan materil dan keuangan, serta secara aktif menjadi pengurus lembaga di masyarakat yang ada. E. Keluarga sejahtera tahap III plus Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya serta memiliki kepedulian dan kesertaan yang tinggi dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga disekitarnya. 2.3.2. Penentuan Sehat/Tidaknya Keluarga (APGAR) Tingkat kepuasan anggota keluar dapat dinilai dengan APGAR keluarga. APGAR keluarga merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengukur sehat tidaknya

18

19 suatu keluarga yang dikembangkan oleh Rosen, Geyman, dan Leyton. Lima fungsi pokok yang dinilai dalam tingkat kesehatan keluarga sebagai berikut8. a. Adaptasi (Adaptation) Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang diperlukannya dan anggota keluarga lainnya. b. Kemitraan (Partnership) Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap berkomunikasi, turun rembuk dalam mengambil keputusan dan atau menyelesaikan suatu masalah yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga lainnya. c. Pertumbuhan (Growth) Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau kedewasaan setiap anggota keluarga. d. Kasih sayang (Affection) Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga. e. Kebersamaan (Resolve) Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar keluarga. 2.3.3. Keluarga dan Kesehatan Kesehatan dan penyakit selalu berhubungan dengan keempat hal berikut8. a. Kepribadian b. Gaya hidup c. Lingkungan fisik d. Hubungan antar manusia Dalam hal ini, keluarga adalah tempat pembentukan individu, sehingga keempat hal tersebut dimulai dalam keluarga. Menurut Freeman (1970), arti dan kedudukan keluarga sebagai berikut8. a. Merupakan unit terkecil dalam masyarakat. b. Sebagai suatu kelompok yang berperan penting dalam masalah kesehatan. c. Masalah kesehatan keluarga paling terkait dengan berbagai masalah keluarga lainnya. d. Sebagai pusat pengambilan keputusan kesehatan yang terpenting.

19

20 e. Sebagai wadah paling efektif untuk berbagai upaya atau penyampaian pesan-pesan kesehatan. Arti dan kedudukan keluarga adalah sebagai tempat bertanya pertama (reference group) dan mempunyai pengaruh yang amat besar dalam berbagai tindakan kedokteran seperti diagnosis, pencegahan, pengobatan, dan perawatan8. 2.3.4. Pengaruh Keluarga Terhadap Kesehatan

A. Penyakit keturunan 1. Interaksi antara faktor genetik (fungsi reproduksi) dan faktor lingkungan (fungsi-fungsi keluarga lainnya). 2. Muncul dalam perkawinan (tahap awal dan siklus kehidupan keluarga). 3. Perlu marriage counseling dan screening B. Perkembangan bayi dan anak Jika dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan fungsi-fungsi yang sakit akan mengganggu perkembangan fisik dan perilaku. C. Penyebaran penyakit 1. Penyakit infeksi 2. Penyakit neurosis D. Pola penyakit dan kematian Hidup membujang atau bercerai mempengaruhi angka kesakitan dan kematian. E. Proses penyembuhan penyakit Penyembuhan penyakit kronis pada anak-anak pada keluarga dengan fungsi keluarga yang sehat lebih baik dibandingkan pada keluarga dengan fungsi keluarga sakit. 2.3.5. Pengaruh Kesehatan Terhadap Keluarga A. Bentuk keluarga 1. Infertilitas membentuk keluarga inti tanpa anak 2. Penyakit jiwa (kelainan seksual seperti homoseksual), jika membentuk keluarga akan terbentuk keluarga non-tradisional B. Fungsi keluarga 1. Jika kesehatan kepala keluarga (pencari nafkah) terganggu, akan mengganggu fungsi ekonomi dan atau fungsi pemenuhan kebutuhan fisik keluarga. 2. Jika kesehatan ibu rumah tangga terganggu, akan mengganggu fungsi afektif dan atau fungsi sosialisasi.

20

21 C. Siklus kehidupan keluarga 1. Infertilitas akan mengalami siklus kehidupan keluarga yang tidak lengkap. 2. Jika kesehatan suami-istri memburuk, kematian cepat masuk ke dalam tahap lenyapnya keluarga. 2.3.6. Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Keluarga Tahapan keluarga sejahtera dibedakan atas 5 tingkatan menurut BKKBN sebagai berikut.12 1) Keluarga pra sejahtera Keluarga-keluarga yang belum dapat memenui kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan agama, pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keluarga berencana. 2) Keluarga sejahtera tahap I Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya, seperti kebutuhan akan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. 3) Keluarga sejahtera tahap II Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan fisik dan sosialpsikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan informasi. 4) Keluarga sejahtera tahap III Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebuthan fisik, sosialpsikologis, dan pengembangan, namun belum dapat memberikan sumbangan secara teratur kepada masyarakat sekitarnya, misalnya dalam bentuk sumbangan materil dan keuangan, serta secara aktif menjadi pengurus lembaga di masyarakat yang ada. 5) Keluarga sejahtera tahap III plus Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya serta memiliki kepedulian dan kesertaan yang tinggi dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga disekitarnya.

21

You might also like