Professional Documents
Culture Documents
Posterior canal benign paroxysmal posterior positional vertigo (PC-BPPV) disebabkan oleh keadaan patologis berupa degenerasi debris otokonia pada kupula semisirkularis atau pada cairan endolimfe disekitarnya yang ditandai dengan serangan vertigo yang berat,singkat, serta disertai nystagmus. Pengarang membandingkan ke efektifan dari tatalaksana diri dengan modified Semont Maneuver (MSM) dan modified Epley procedures (MEP). Analisis statistik dilakukan pada 70 pasien dengan positional canal benign paroxysmal vertigo. Keberhasilan tatalaksana setelah 1 minggu, digambarkan sebagai ketidakhadiran dari positional vertigo dan ketidakhadiran dari nystagmus pada uji posisi. Pada evaluasi follow up setelah 1 minggu, 35 37 pasien di dalam kelompok MEP tidak memiliki gejala dan menunjukkan uji posisi yang negatif, pada kelompok MSM hanya 19 dari 33 pasien yang telah sembuh. Dua kelompok tersebut tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada penatalaksanaan tersebut terkait efek samping. Tujuh dari 37 pasien di kelompok MEP dan 12 dari 33 pasien di kelompok MSM dilakukannya maneuver yang salah. Pada study ini menunjukkan bahwa penatalaksanaan diri dengan MEP lebih efektif menghilangkan PC- BPPV dalam 1 minggu, dibandingkan dengan penatalaksanaan diri dengan MSM. Dimana BPPV dapat disembuhkan pada 95% pasien yang di aplikasikan dengan MEP. MSM hanya bisa menyembuhkan 58% pasien. Ke efektifan MEP dibandingkan dengan Epley dan Semont maneuver, dengan tingkat kesuksesan dari 70% pada saat aplikasi pertama sampai dengan mendekati 100% setelah diaplikasikan secara berulang. MEP lebih efektif dibandingkan dengan MSM dalam mengobati BPPV, pengarang merekomendasikan MEP sebagai penatalaksanaan diri pilihan utama.
Is Posttraumatic Benign Paroxysmal Positional Vertigo Different From the Idiopathic Form?
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan bentuk umum dari vertigo yang disebabkan oleh lepasnya otoconia dari utrikel yang sebagian besar menuju ke kanal semisirkularis posterior. Diagnosis dari BPPV ini terbendung dari kanal semisirkularis posterior akan mudah terbentuk pada posisi tidur dengan uji posisi Dix- Hallpike. Terbentuknya diagnosis dari BPPV ini sangat menguntungkan pada saat di berikan penatalaksanaan dengan manauvers fisik yang relatif sederhana tanpa perlu menambahkan penyelidikan lanjut ataupun terapi obat. Berdasarkan sebagian besar dari pasien dengan BPPV , terjadinya kelainan pada otokonia disebabkan oleh cedera kepala dan penyakit telinga bagian dalam seperti viral neurolabyrinthisis dan penyakit Meniere. Pengarang meninjau ulang rekaman medis dari 247 pasien dengan BPPV kanal posterior. Setiap pasien menjalani pemeriksaan neurologikal secara lengkap dan dilakukan okular motor secara detail dan tahapan pemeriksaan neuro-otologikal menurut pada Zee dan Fletcher. Seluruh pasien yang memiliki penonjolan klinis ditukar dengan BPPV kanal posterior yang telah dikonfirmasi oleh uji Dix- Hallpike. Pasien dengan onset positional vertigo dalam 3 hari yang telah terdokumentasi cedera kepala didiagnosa dengan t-BPPV. Sedangkan dalam kelompok i-BPPV terdiri dari pasien tanpa riwayat cedera kepala yang diberikan penatalaksanaan yang sama dan follow-up di klinik neuro-otology selama periode waktu yang sama. Pasien dengan riwayat penyakit telinga bagian dalam, migren, atau penyakit serebrovaskuler tidak dimasukkan pada kelompok manapun. Seluruh pasien diberikan tatalaksana dengan particle repositioning maneuver (PRM). Pemeriksaan ulang dilakukan setelah 1 minggu untuk menentukan keefektifan PRM. Apabila hasil dari uji Dix- Hallpike positive terhadap vertigo, pemeriksaan ulang PRM akan dilakukan setelah 1 minggu. Dan pasien dengan hasil negatif terhadap vertigo, diberikan pemeriksaan ulang setelah 3, 6, dan 12 bulan. Dua puluh satu dari 247 pasien BPPV memenuhi kriteria diagnostik dan riwayat untuk t-BPPV. Terdiri dari 11 wanita dan 10 pria. Dan untuk i-BPPV terdiri dari 32 wanita dan 10 pria. Pada 12 kasus, penyebab dari cedera kepala yaitu di sebabkan oleh kecelakaan sepeda motor dan 6 dari pasien menambahkan adanya cedera leher. Hanya 2 pasien dengan kecelakaan sepeda motor mengalami kehilangan kesadaran. 67 % pasien dengan t- BPPV diperlukan pengulangan tatalaksana fisik untuk melengkapi tanda dan gejala dalam perbandingan pada 14% pasien dengan i-BPPV. T- BPPV bertanggung jawab terhadap 15%
sampai 20% dari semua kasus BPPV. Pasien dengan riwayat penyakit telinga bagian dalam, migren, dan penyakit serebrovaskuler sangat berpengaruh pada hasil penelitan. Pada studi tertentu, BPPV dengan cedera tanpa bukti adanya kerusakan telinga bagian dalam akan diklasifikasi sebagai idiopatik. Hanya 2 dari 21 pasien terdiagnosa BPPV. Pengarang merekomendasikan apabila setiap pasien mengeluh pusing akibat cedera kepala harus segera dilakukan pemeriksaan menggunakan uji Dix- Hallpike. Data dari pengarang menunjukkan bahwa t-BPPV lebih sulit ditangani dibandingkan dengan i-BPPV.
lengkap di dalam saluran tanpa adanya residu. Pada studi ini, pengarang telah mencapai tingkat kesuksesan tinggi selama penatalaksanaan BPPV tanpa menggunakan mastoid oscillation. Dalam 2 penelitian, dimana batasan postural tidak mempengaruhi kesuksesan dari CRP, pengarang merekomendasikan untuk menghindari perggerakan kepala yang mendadak, diusulkan batasan gerak antar pasien tanpa disertain batasan gerak. Dalam penelitian ini, pengarang yakin dengan pergerakan yang tidak dibatasi, akan membawa tingkat kesuksesan yang rendah. Kebanyakan pasien dengan vertigo jangka panjang akan memunculkan rasa kekakuan di dalam leher dan memodifikasi aktifitas mereka untuk menghindari perputaran kepala secara mendadak dan menahan rasa sakit dari sisi yang sakit. Pengarang yakin bahwa diperlukan waktu untuk otolithic debris melekat pada organ reseptor macula. Dalam penelitian ini, 8 pasien dengan gejala verigo tanpa disertai bukti klinis mengenai nistagmus yang khas didiagnosa sebagai BPPV tanpa nistagmus dan di follow up dalam kelompok yang terpisah. Semua dari pasien tersebut akan sembuh setelah maneuver tunggal. Banyak variabel mempengaruhi kesuksesan pada penatalaksanaan antar pasien dengan posterior SCC BPPV. Menurut Epley, masalah yang paling umum yaitu butir partikel yang gagal menyilangkan ujung pada kanal, yang paling sering ketika kepala tidak cukup di ekstensikan pada saat posisi pertama maupun pada posisi kedua. Pengarang menujukan tingkat kesuksesannya untuk menilai ekstensi yang cukup dan menunggu selama 3 menit. Batasan postural
meningkatkan efek pengobatan dari reposisi kanalis dalam penatalaksanaan dari BPPV kanal semisikularis posterior.
diketahui dari statistik nasional. BPPV dapat mendorong ke arah morbiditi, dampak psikososial, dan biaya medis.