You are on page 1of 16

1

KEGIATAN BELAJAR 1 ETIKA, ETIKET, ETOS DAN MORAL

2.1 Pengertian-pengertian...................................................................... 2.2 Prinsip-prinsip Etika.......................................................................... 2.3 Teori-teori Etika................................................................................ 2.4 Rangkuman...................................................................................... 2.5 Latihan 1...........................................................................................

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

Kegiatan belajar 1 Pemahaman Etika, Etiket, Etos, Moral


Untuk memahami etika dalam konteks organisasi pemerintah terlebih dahulu diperlukan pemahaman kata-kata yang hampir mirip dengan etika dalam komunikasi sehari-hari yaitu kata-kata etiket, etos, moral, moralitas, dan norma/kaedah. Untuk lebih memahami tentang etika dalam konteks organisasi pemerintah, maka dalam kegiatan belajar 1 ini diuraikan dan dibahas tentang pengertian, prinsip-prinsip, dan teori-teori tentang etika sehingga dapat memahami tentang etika dalam organisasi pemerintah. Adapun pemahaman etika, etiket, etos, moral, moralitas, dan norma/kaedah adalah sebagai berikut. 2.1.1 Etika Secara teori (K. Bertens) pengertian etika meliputi pengertian etika sebagai sistem nilai dan pengertian etika sebagai filsafat moral. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1997), etika diartikan sebagai sistem nilai, filsafat moral, dan sebagai kode etik. Istilah etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yakni ethos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam hal ini, etika berkaitan dengan adat istiadat atau kebiasaan hidup yang bagi diri seseorang atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi (Sonny Keraf, 2002). Etika sering dipahami sebagai ajaran tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia, sehingga etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan perintah yang harus dipatuhi karena tindakan tersebut baik dan benar, dan larangan yang harus dihindari atau tidak dilakukan karena tindakan tersebut salah. Adapun pemahaman tentang pengertian etika, sebagai sistem nilai, filsafat moral, dan sebagai kode etik adalah sebagai berikut. A. Etika sebagai Sistem Nilai Dalam pengertian etika sebagai sistem nilai, etika berkaitan dengan kebiasaan yang baik, tata cara hidup yang baik, baik bagi dirinya sendiri, bagi orang lain, masyarakat,

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

organisasi, dan lain-lain. Etika sebagai sistem nilai dipahami sebagai pedoman, petunjuk, arah bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia. Etika sebagai sistem nilai berisi nilai-nilai sebagai pedoman, petunjuk, perilaku yang baik, yaitu bagaimana berperilaku baik sebagai manusia. Etika sebagai sistem nilai berisi perintah yang harus dipatuhi karena tindakan tersebut baik dan benar dan larangan yang tidak boleh dilanggar karena tindakan tersebut akibatnya tidak baik atau merugikan. B. Etika sebagai Filsafat Moral Etika sebagai filsafat moral, sebagai salah satu cabang ilmu filsafat, yang mempelajari dan membahas tentang nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya. Etika sebagai filsafat moral mempunyai pengertian yang lebih luas dari pengertian etika sebagai sistem nilai, karena pengertian etika sebagai filsafat moral adalah ilmu yang membahas dan mengkaji persoalan benar atau salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkrit yang dilematis yaitu situasi yang sulit di mana kita harus memilih antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menguntungkan. Dalam situasi yang dilematis ini, kita hanya dapat memilih salah satu nilai saja yang kita anggap paling baik dan paling benar. Etika sebagai filsafat moral merupakan refleksi kritis untuk memungkinkan kita menentukan pilihan, untuk menentukan sikap, dan untuk bertindak benar sebagai manusia dalam situasi konkrit, dilematis, dan kritis. Untuk bertindak etis pada situasi tersebut tidak ditentukan oleh norma dan nilai moral saja, tetapi juga diperlukan suatu evaluasi kritis terhadap semua situasi yang terkait, sehingga etika sebagai filsafat moral bersifat situasional. Menurut K. Bertens (2000), dalam modul etika organisasi oleh Drs. Tony Rooswiyanto,M.Sc (2005:7-8), dinyatakan bahwa ada 3 (tiga) pendekatan dalam memandang etika, yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan meta etika. Etika deskriptif tidak dapat dikelompokkan sebagai cabang filsafat, karena etika deskriptif hanya menggambarkan, tidak mengevaluasi secara moral. Etika deskriptif hanya mempelajari

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

perilaku moral yang dilandasi oleh anggapan-anggapan tertentu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang dibolehkan dan apa yang tidak dibolehkan, dalam kalangan atau kelompok masyarakat tertentu. Selanjutnya etika normatif mengevaluasi apakah perilaku tertentu dapat diterima atau tidak dapat diterima berdasarkan normanorma moral yang menjunjung tinggi martabat manusia, yang menentukan benar atau tidaknya suatu perilaku berdasarkan argumentasi yang mengacu pada norma-norma moral. Etika normatif terfokus pada perumusan prinsip-prinsip moral yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Selanjutnya Meta etika membahas mengenai bahasa atau logika khusus yang digunakan di bidang moral sehingga perilaku etis dapat diuraikan secara analitis. Meta etika menilai perilaku baik dari sudut moral bukan sekedar karena perilaku itu membantu atau meningkatkan martabat orang lain, tetapi perilaku tersebut harus memenuhi suatu persyaratan moral tertentu. Etika deskriptif tidak dapat dimasukkan dalam kelompok filsafat. Sedangkan etika normatif dan meta etika dapat dimasukkan dalam kelompok etika sebagai cabang filsafat. C. Etika sebagai Kode Etik Pada hakekatnya kode etik diartikan sebagai nilai-nilai/norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1997). Menurut Dr. A. Sonny Keraf (2002), kode etik adalah seperangkat aturan moral dalam sebuah organisasi mengenai bagaimana semua anggota organisasi harus bersikap dan berperilaku, di mana kode etik sebagai pedoman bersikap dan berperilaku (code of conduct). Menurut Drs. Tony Rooswiyanto, M.Sc (2005:23), kode etik diartikan sebagai nilai-nilai, norma-norma, atau kaedah-kaedah untuk mengatur perilaku moral dari suatu profesi melalui ketentuanketentuan tertulis yang harus ditaati setiap anggota organisasi. 2.1.2 Moral Moral berasal dari Bahasa Latin mos (jamak: mores) yang berarti: kebiasaan, adat. Secara etimologi kata moral berarti adat istiadat kebiasaan. Moral dapat diartikan

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

sebagai semangat atau dorongan batin dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, yang dilandasi oleh nilai-nilai tertentu yang diyakini, sebagai sesuatu yang baik atau buruk oleh seseorang atau organisasi sehingga dapat membedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak seharusnya dilakukan. 2.1.3 Moralitas Moralitas dimaksudkan untuk menentukan seberapa jauh seseorang memiliki dorongan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip etika. Moralitas merupakan kesesuaian sikap dan perilaku seseorang dengan norma-norma yang ada, yang terkait dengan baik buruknya suatu perbuatan. Moralitas merupakan salah satu instrumen kemasyarakatan apabila suatu kelompok social menghendaki adanya penuntun tindakan (action guide) untuk segala pola hidup dan perilaku yang dikenal sebagai pola sikap dan perilaku yang bermoral. Selanjutnya moralitas dimaksudkan untuk menentukan sejauh mana seseorang memiliki dorongan untuk melakukan tindakan sesuai dengan prinsip etika-etika moral (Desi Fernanda, 2006:4-5.) 2.1.4 E t o s Dalam bahasa Inggris ethos berarti ciri-ciri atau sikap dari individu, masyarakat, atau budaya terhadap kegiatan tertentu. Apabila ada istilah etos kerja, maka ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri atau sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap kerja. Dalam etos kerja terkandung nilai-nilai positif dari pribadi atau kelompok yang melaksanakan kerja, seperti disiplin, tanggungjawab, dedikasi, integritas, transparansi, dan sebagainya. Menurut Magnis Suseno SJ (1992:120), etos dipandang sebagai semangat dan sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang terhadap kegiatan tertentu yang di dalamnya termuat nilai-nilai moral tertentu. Etos kerja merupakan sifat dasar seseorang dan sekelompok orang dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Etos kerja bisa kuat atau lemah, positif atau negatif, akan terlihat pada saat seseorang tersebut mengalami

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

hambatan atau tantangan dalam pekerjaannya. Etos kerja seorang individu akan sangat dipengaruhi oleh etos kelompok, yaitu etos orang-orang yang ada disekitarnya. Seorang pegawai yang pada awalnya memiliki etos kerja yang tinggi bisa berubah menjadi misalnya malas, tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, atau menghindari pekerjaan akibat terpengaruh oleh teman-teman kerjanya yang memiliki etos kerja rendah. Etos kerja di sini jelas menunjukkan suasana khas yang meliputi bidang kerja seseorang yang terbentuk oleh sifat dan sikap yang dapat dipahami secara moral. 2.1.5 Etiket Kata lain yang hampir sama dengan etika, yaitu etiket. Etiket berasal dari bahasa Inggris etiquette yang berarti aturan untuk hubungan formal atau sopan santun. Pemakaian kata etiket, misalnya tampak pada kombinasi etiket pergaulan, etiket makan, dan sebagainya. Etiket tidak sama dengan etika, meskipun ada kaitannya. Kaitan antara etiket dan etika adalah sama-sama mengacu pada norma atau aturan. Etika mengacu pada norma moral, sedangkan etiket mengacu pada norma kelaziman. Ada beberapa perbedaan yang sangat penting antara etika dan etiket. Bertens (2000:8-11) dalam modul etika organisasi pemerintah (Tonny Rooswiyanto, 2005:5-7) mengemukakan perbedaan yang mendasar antara etika dan etiket sebagai berikut: Etiket menunjukkan cara (yang dianggap tepat dan diterima) suatu tindakan yang harus dilakukan manusia dalam suatu kalangan tertentu. Sebaliknya, etika berkaitan dengan apakah suatu tindakan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan dalam suatu kehidupan manusia. Etiket hanya berlaku jika ada orang atau pihak lain yang menyaksikan suatu tindakan. Sebaliknya, etika berlaku ketika orang atau pihak lain menyaksikan maupun tidak menyaksikan.

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

Etiket bersifat relatif, sangat tergantung pada anggapan kalangan atau budaya yang memberlakukan etiket. Selanjutnya etika bersifat universal yang berlaku pada semua kalangan dan budaya.

2.2 Prinsip-prinsip Etika


Dalam buku Adler tertuang 6 prinsip dasar yang merupakan landasan prinsipil dari etika. Adler dalam bukunya The Great Ideas menetapkan 6 prinsip dasar tersebut merupakan 6 Idea Agung (The Six Great Ideas) yang merupakan landasan prinsipil dari etika, yang selanjutnya dikenal sebagai prinsip-prinsip etika. Prinsip-prinsip etika tersebut yang tertulis dalam modul etika birokrasi (Supriyadi,2001) secara garis besarnya adalah sebagai berikut : 2.2.1 Prinsip Keindahan (Beauty) Prinsip ini mengatakan bahwa hidup dan kehidupan manusia itu sendiri merupakan keindahan. Berdasarkan prinsip ini, etika manusia adalah berkaitan atau memperhatikan nilai-nilai keindahan, misalnya seseorang memerlukan penampilan yang serasi dan indah dalam berpakaian, pengelolaan kantor dilandasi oleh nilai-nilai keindahan yang meningkatkan semangat dalam bekerja bagi anggota organisasi. Prinsip ini mendasari bahwa kehidupan manusia sesungguhnya merupakan keindahan, misalnya adanya rasa kasih sayang antara sesama, kedamaian, berpenampilan indah, suasana yang kondusif, berpenampilan menarik, dan lain-lain, yang secara keseluruhan merupakan suatu keindahan dalam kehidupan manusia. 2.2.2 Prinsip Persamaan (Equality) Dalam prinsip persamaan, hakekat kemanusiaan menghendaki adanya persamaan antara manusia yang satu dengan yang lain. Setiap manusia yang lahir sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki hak dan kewajiban yang sama atau sederajat, karena kedudukan manusia adalah sama dihadapan Tuhan. Meskipun manusia terdiri dari

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

beberapa bangsa, ras, etnis, sikap, dan pola pikir yang beragam, tidak sama satu sama lain, namun semua perbedaan tersebut bukan merupakan alasan untuk memperlakukan tidak sama terhadap semua manusia sebagai ciptaan Tuhan yang mempunyai derajat yang sama dalam kehidupan. Etika yang dilandasi persamaan menghapuskan perilaku diskriminatif. Jadi, manusia harus diperlakukan sama, tidak diskriminatif. Etika yang dilandasi prinsip persamaan ini tidak membenarkan perilaku diskriminatif dalam berbagai aspek interaksi manusia. Pemerintah tidak dapat membedakan tingkat pelayanan terhadap masyarakat karena kedudukan mereka adalah sama. 2.2.3 Prinsip Kebaikan (Goodness) Secara umum kebaikan diartikan sebagai sifat atau karakterisasi dari sesuatu yang menimbulkan pujian. Sebagai contoh: kebaikan yang diterima umum, misalnya saling menghormati, saling berbuat baik, saling kasih-mengasihi, sayang sesama manusia, dan lain-lain. Prinsip kebaikan bersifat universal, karena prinsip kebaikan sangat erat kaitannya dengan hasrat dan cita manusia. Dalam pemerintahan, tujuan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan pada dasarnya adalah untuk menciptakan kebaikan dan perbaikan bagi rakyat/masyarakat. 2.2.4 Prinsip Keadilan (Justice) Secara umum keadilan dapat diartikan bahwa setiap orang menerima apa yang seharusnya diterima, sehingga merasa adil karena apa yang diterima sesuai apa yang seharusnya diterima. Keadilan ialah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang secara proporsional. 2.2.5 Prinsip Kebebasan (Liberty) Secara umum kebebasan dapat diartikan bahwa setiap orang berhak menentukan pilihannya, apa yang baik untuk dirinya. Setiap orang bebas melakukan atau tidak

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

melakukan sesuai pilihannya, dengan ketentuan jangan melanggar kebebasan orang lain. Tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab, artinya hak menentukan pilihan dalam hidupnya yang merupakan kebebasan harus dapat dipertanggungjawabkan, jangan sampai merugikan orang lain atau masyarakat. Semakin besar kebebasan yang dimiliki, akan semakin besar tanggung jawabnya. Dengan demikian kebebasan manusia mengandung pengertian, yaitu : Kemampuan untuk menentukan pilihan untuk dirinya sendiri. Kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan, kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri. Syarat-syarat yang memungkinkan manusia melaksanakan kebebasannya dalam menentukan pilihannya beserta konsekuensi atas kebebasannya tersebut.

Tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab, demikian pula tidak ada tanggung jawab tanpa kebebasan.
2.2.6 Prinsip Kebenaran (Truth) Kebenaran yang mutlak hanya dapat dibuktikan dengan keyakinan. Kebenaran harus dibuktikan kepada masyarakat agar masyarakat merasa yakin akan kebenaran tersebut. Untuk itu kita perlu menjembatani antara kebenaran dalam pemikiran (truth in mind), dengan kebenaran dalam kenyataan ( truth in reality) atau kebenaran yang terbuktikan. Betapapun doktrin etika tidak selalu dapat diterima apabila kebenaran yang terdapat didalamnya belum dapat dibuktikan. Namun adapula kebenaran mutlak yang dapat dibuktikan dengan keyakinan, bukan dengan fakta yang ditelaah oleh ilmu teologi dan ilmu agama. Keenam Ide Agung dari Adler, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Prinsip-prinsip Etika, mendasari hubungan antar manusia dengan lingkungannya, karena dalam etika harus menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang. Prinsip-prinsip etika tersebut merupakan landasan prinsipil dari etika.

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

10

2.3 Teori-teori Etika


Teori-teori etika akan memberi jawaban bagaimana kita harus bertindak etis ketika kita menghadapi situasi konkrit. Teori etika ini terdiri dari Etika Deontologi, Etika Teleologi, dan Etika Keutamaan. Menurut Dr. A. Sonny Keraf (2002), teori-teori etika tersebut adalah sebagai berikut: 2.3.1 Etika Deontologi Istilah Deontologi berasal dari kata Yunani deon, yang berarti kewajiban, sedangkan logos berarti pengetahuan. Menurut Etika Deontologi, suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma moral yang berlaku. Apabila suatu tindakan baik secara moral, maka menjadi kewajiban kita untuk melakukan, sebaliknya suatu tindakan buruk secara moral, maka menjadi kewajiban kita untuk menghindari atau tidak melakukannya. Etika deontologi menekankan motivasi, kemauan yang kuat untuk bertindak. Dengan demikian, Etika deontologi sama sekali tidak mempersoalkan apakah akibat dari tindakan tersebut baik atau tidak. Emmanuel Kant (1734-1804) berpendapat, tindakan yang baik atau tindakan yang memiliki moral adalah : (1) Tindakan yang dijalankan sesuai dengan kewajiban. Segala tindakan yang bertentangan dengan kewajiban merupakan tindakan yang tidak baik. (2) Tindakan yang dilakukan berdasarkan kewajiban tersebut harus didasarkan pada kemauan baik, bukan karena paksaan. Hukum moral menurut Kant adalah bersifat universal karena dianggap sebagai perintah tak bersyarat, artinya hukum moral itu berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat. Oleh karena itu hukum moral tertanam dalam hati nurani setiap orang sebagai makluk ciptaan Tuhan.

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

11

Ada 2 (dua) prinsip hukum moral yang bersifat universal merupakan perintah tidak bersyarat, yaitu : 1) Prinsip universalitas Bertindaklah hanya atas dasar perintah yang kamu sendiri kehendaki sehingga akan menjadi sebuah hukum universal, karena kita mempunyai kewajiban untuk mematuhi apa yang kita anggap benar, karena kita yakin bahwa apa yang kita anggap benar, juga dianggap benar oleh orang lain. 2) Prinsip hormat kepada manusia sebagai tujuan pada dirinya Bertindaklah sedemikian rupa agar kita memperlakukan manusia, apakah diri kita sendiri, maupun orang lain, berorientasi kepada tujuan pada dirinya sendiri dan tidak pernah hanya sebagai alat. Menurut Kant, manusia mempunyai harkat dan martabat yang luhur dan karena itu tidak boleh diperlakukan secara tidak adil, ditindas atau diperas demi kepentingan lain. Kita juga tidak boleh membiarkan diri kita diperalat, diperlakukan secara sewenangwenang, bahkan kita tidak boleh memperbudak diri kita demi uang atau kekuasaan karena ini bertentangan dengan prinsip hormat akan pribadi manusia sebagai tujuan pada dirinya sendiri. Menurut Etika Deontologi, lakukan apa yang menjadi kewajiban Anda, karena suatu tindakan yang bernilai moral, maka tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan, terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. 2.3.2 Etika Teleologi Teleologi berasal dari kata Yunani telos, yang berarti tujuan. Etika Teleologi berbeda dengan Etika Deontologi, karena Etika Teleologi tidak menilai perilaku atas dasar kewajiban, tetapi atas dasar tujuan atau akibat dari suatu tindakan. Jadi, Etika Teleologi

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

12

menilai suatu tindakan baik atau buruk berdasarkan tujuan atau akibat yang baik. Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk, apabila bertujuan atau berakibat buruk. Etika Teleologi dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu (1) egoisme etis dan (2) utilitarianisme yang penjelasannya adalah sebagai berikut : (1) Egoisme etis menilai bahwa suatu tindakan dianggap baik, apabila bertujuan atau berakibat baik bagi dirinya sendiri. Meskipun suatu tindakan dalam pandangan egoisme

etis bersifat egoistis, tindakan ini dipandang baik secara moral dengan alasan bahwa
setiap orang boleh memperoleh kebahagiaan atau memaksimumkan kesejahteraannya. Sebaliknya, suatu tindakan dipandang buruk secara moral, apabila sebagai akibat dari tindakan itu orang menderita atau sengsara, (2) Utilitarianisme menilai suatu tindakan baik, berdasarkan penilaian apakah perbuatan tersebut membawa akibat yang baik bagi banyak orang. Etika utilitarianisme dikembangkan pertama kali oleh Jeremy Bentam (1748-1832). Persoalan yang ada pada zaman tersebut adalah bagaimana mengevaluasi baik buruknya berbagai kebijakan secara moral. Misalnya, dalam menilai suatu kebijakan publik, kriteria apa yang dapat dipakai sebagai dasar penilaian. Hal ini penting karena kebijakan publik sangat mungkin dapat diterima oleh suatu kelompok karena dianggap menguntungkan, tetapi ditolak oleh kelompok lain karena dianggap merugikan. Bagi Bentam ada 3 (tiga) kriteria sebagai dasar obyektif yang dipakai untuk menilai suatu kebijakan publik tersebut baik dan buruk secara moral, sebagai berikut:

Kriteria pertama adalah manfaat, yaitu apakah kebijakan itu suatu tindakan yang
mendatangkan manfaat tertentu. Jadi kalau kebijakan publik itu mendatangkan manfaat, kebijakan publik itu dianggap baik dan benar secara moral.

Kriteria kedua manfaat yang lebih besar atau terbesar, yaitu suatu kebijakan
baik, apabila memberikan manfaat lebih besar atau terbesar dibandingkan dengan kebijakan atau tindakan lainnya. Atau dalam hal di mana semua kebijakan atau tindakan yang tersedia ternyata sama-sama mendatangkan kerugian, maka tindakan yang baik adalah tindakan yang mendatangkan kerugian yang terkecil.

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

13

Kriteria ketiga adalah manfaat lebih besar atau terbesar bagi sebanyak mungkin orang, yaitu kebijakan publik dinilai baik kalau manfaat terbesar yang dihasilkan
berguna bagi sebanyak mungkin orang. Semakin banyak orang mendapatkan manfaat, semakin baik kebijakan atau tindakan tersebut. Di antara beberapa kebijakan atau tindakan yang sama-sama memberikan manfaat, pilihlah yang manfaatnya terbesar, dan di antara yang manfaat terbesar, pilihlah yang manfaatnya dinikmati paling banyak orang. Prinsip yang dianut oleh utilitarianisme adalah berbuatlah sedemikian rupa agar tindakan itu mendatangkan manfaat yang lebih besar atau terbesar bagi sebanyak mungkin orang. 2.3.3 Etika Keutamaan Etika Keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, juga tidak mengacu kepada norma-norma dan nilai-nilai universal untuk menilai moral, karena etika keutamaan lebih memfokuskan pada pengembangan watak moral pada diri setiap orang. Nilai moral muncul dari pengalaman hidup teladan dari tokoh-tokoh besar dalam suatu masyarakat dalam menyikapi persoalan-persoalan hidup. Nilai moral bukan terbentuk atau muncul dalam bentuk adanya aturan berupa larangan atau perintah, tetapi muncul dalam bentuk teladan moral dari tokoh-tokoh suatu masyarakat seperti kejujuran, ketulusan, kasih sayang, kemurahan hati, rela berkorban, dan lain-lain. Menurut teori Etika Keutamaan, orang bermoral atau pribadi bermoral ditentukan oleh kenyataan seluruh hidupnya, yaitu bagaimana dia hidup baik sebagai manusia, jadi, bukan tindakan satu per satu yang menentukan kualitas moralnya. Pribadi bermoral adalah pribadi yang bersikap dan berperilaku terpuji sepanjang hidupnya dalam menyikapi semua situasi yang dihadapi. Menurut teori Etika Keutamaan, yang dicari adalah keutamaan, excellence, kepribadian moral yang menonjol, yaitu pribadi yang berprinsip, yang mempunyai integritas moral yang tinggi sebagaimana dipelajarinya dari tokoh-tokoh besar dalam hidupnya. Pribadi yang bermoral adalah orang yang adil sepanjang hidupnya, bukan sekedar melakukan tindakan yang adil dan baik, melainkan

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

14

selalu adil sepanjang hidupnya dan melakukan hal yang baik. Pribadi yang bermoral adalah orang yang berhasil mengembangkan sikap dan perilaku yang baik dan bermoral melalui kebiasaan hidup yang baik, artinya dia selalu bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral sepanjang hidupnya tetapi dia sehari-hari memang orang yang baik. Keunggulan Etika Keutamaan adalah bahwa moralitas dalam suatu masyarakat dibangun melalui sejarah atau cerita. Melalui sejarah atau cerita disampaikan pesanpesan moral, nilai-nilai, dan berbagai keutamaan moral agar dapat ditiru dan dihayati oleh semua anggota masyarakat. Masyarakat belajar moralitas melalui keteladanan nyata dari tokoh-tokoh, para pemimpin, orang yang dihormati dalam masyarakat. Keutamaan moral tidak diajarkan melalui indoktrinasi, perintah, larangan, tetapi melalui keteladanan dan contoh nyata, khususnya dalam menentukan sikap dalam situasi yang dilematis. Etika Keutamaan sangat menghargai kebebasan dan rasionalitas, yaitu setiap orang mempergunakan akal budinya untuk menafsirkan sendiri pesan moral tersebut, sehingga terbuka bagi setiap orang menerapkan moral yang khas bagi dirinya, dan ini akan membuat kehidupan moral akan menjadi kaya karena oleh berbagai penafsiran. Meskipun demikian, Etika Keutamaan memiliki kelemahan, yaitu ketika berbagai kelompok masyarakat memunculkan berbagai keutamaan moral yang berbeda-beda sesuai dengan pendapat masing-masing. Dalam masyarakat modern di mana cerita atau dongeng cenderung tidak lagi memperoleh tempat, maka moralitas dapat kehilangan relevansinya. Demikian juga, apabila di dalam masyarakat sulit ditemukan tokoh masyarakat yang baik dijadikan teladan moral, maka moralitas akan mudah hilang dari masyarakat tersebut. Dalam masyarakat kita sekarang, sangat sulit menemukan keteladanan moral dari tokoh-tokoh besar yang dihormati, sehingga yang kita dapatkan adalah keteladanan semu, sebagai contoh bagaimana menjadi kaya melalui cara yang tidak halal, atau berbisnis dengan keuntungan besar tetapi dengan cara tidak jujur.

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

15

Namun demikian, ada hal yang menarik dari Etika Keutamaan ini, yaitu menuntut kita untuk membangun watak, karakter, dan kepribadian moral berdasarkan keteladanan moral. Secara implisit aparatur pemerintah adalah sebagai pelayan publik maka diharapkan dapat memberikan keteladanan moral yang dapat diandalkan.

2.4 Rangkuman
Untuk memahami etika dalam konteks organisasi pemerintah, diuraikan dan dibahas kata-kata yang hampir mirip dengan etika dalam komunikasi sehari-hari yaitu etiket, etos, moral, moralitas. Etika dalam kehidupan diartikan sebagai nilai-nilai atau normanorma moral yang mendasari perilaku manusia. Sedangkan moralitas merupakan kesesuaian sikap dan perilaku seseorang dengan norma-norma yang ada, yang mempunyai kaitan dengan baik atau buruknya suatu perbuatan. Di sisi lain, etos berarti ciri-ciri dari suatu masyarakat atau budaya terhadap kegiatan tertentu, dan apabila ada istilah etos kerja diartikan sebagai ciri-ciri atau sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap kerja. Dalam etos kerja terkandung nilai-nilai positif dari pribadi atau kelompok yang melaksanakan kerja, seperti disiplin, tanggung jawab, dedikasi, integritas, transparansi, dan sebagainya. Selanjutnya kata yang hampir sama dengan etika yaitu etiket berarti hubungan formal atau sopan santun. Dalam pengertian ini, etiket mempunyai perbedaan yang mendasar bila dibandingkan dengan etika. Pertama, etiket menunjukkan suatu tindakan yang harus dilakukan dalam suatu kalangan tertentu, sedangkan etika berkaitan dengan norma moral, apakah suatu tindakan boleh dilakukan atau tidak dan berlaku umum. Kedua, etiket hanya berlaku ketika ada orang atau pihak lain yang menyaksikan suatu tindakan, sedangkan etika berlaku baik ketika ada orang atau pihak lain yang menyaksikan atau tidak. Ketiga, etiket lebih bersifat relatif, tergantung pada anggapan dari suatu kalangan atau budaya yang memberlakukan etiket, sebaliknya, etika lebih bersifat universal karena memberikan pedoman moral untuk semua kalangan atau budaya. Secara teori etika diartikan sebagai sistem nilai dan sebagai filsafat moral. Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), etika diartikan sebagai sistem nilai,

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

16

filsafat moral, dan sebagai kode etik. Etika sebagai sistem nilai adalah sebagai pedoman hidup atau petunjuk, arah bagaimana manusia hidup baik sebagai manusia. Etika sebagai filsafat moral yaitu etika sebagai refleksi kritis, bagaimana manusia harus bersikap dan bertindak dalam situasi konkrit, situasi dilematis, atau situasi kritis. Etika sebagai kode etik diartikan sebagai nilai-nilai, norma-norma, atau kaedah-kaedah untuk mengatur perilaku moral dari suatu profesi melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang harus dipenuhi dan ditaati setiap anggota profesi. Selain pengertian etika, juga diuraikan tentang teori-teori etika, yaitu etika deontologi, etika teologi, dan etika keutamaan, serta prinsip-prinsip etika dari Adler, yaitu: (1) Prinsip keindahan, (2) Prinsip persamaan, (3) Prinsip kebaikan, (4) Prinsip keadilan, (5) Prinsip kebebasan, dan (6) Prinsip kebenaran. 2.5 LATIHAN I 1. Uraikan secara garis besar tentang pengertian etika, etos, dan moral! 2. Jelaskan perbedaan yang mendasar antara etika dan etiket! 3. Uraikan secara garis besar pengertian etika sebagai sistem nilai, filsafat moral, dan sebagai kode etik! 4. Jelaskan tentang perbedaan teori-teori etika yaitu etika deontologi, etika teleologi, dan etika keutamaan! 5. Sebutkan prinsip-prinsip etika dari Adler!

MODUL ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2009

You might also like