You are on page 1of 16

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
ARAH KEBIJAKAN POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL DALAM HAJ ASASI MANUSIA

Disusun Oleh : Aprilia Moehnikasari 2EA27 19211332 Dosen : Sri Waluyo

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis limpahkan kehadirat Allah SWT, karena atas pertolongan Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktu yang telah direncanakan sebelumnya. Tak lupa sholawat serta salam Penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat, semoga selalu dapat menuntun Penulis pada ruang dan waktu yang lain.

Pada penulisan ilmiah ini penulis akan sedikit menjabarkan tentang Hak Asasi Manusia yang ada di Indonesia. Pengajaran hak asasi manusia di perguruan tinggi di Indonesia hingga saat ini masih sangat didominasi oleh pendekatan filosofis dan kultural. Dalam pendekatan yang demikian, pengajaran hak asasi manusia lebih ditekankan pada perbincangan mengenai isu-isu pendasaran konsep hak asasi manusia, asal-usul dan justifikasinya (baik segi legal maupun kultural) --yang tidak bisa dilepaskan dari konteks politik yang berkembang saat itu. Selain itu, mata kuliah tersebut diberikan atau diasuh oleh dosen filsafat atau dosen hukum tata negara. Orientasi pengajarannya, dengan demikian, lebih banyak melihat ke dalam (inward looking).

Artinya bahwa pengajarannya lebih difokuskan pada pencarian nilai-nilai di dalam negeri, ketimbang membicarakannya sebagai kode internasional untuk mengatur hubungan negara-negara setelah Perang Dunia II. Wacana yang dikembangkan dalam pengajaran yang demikian adalah mengontraskan nilai-nilai kultural yang ada di dalam negeri dengan nilai-nilai luar (asing), sehingga mengaburkan wacana hak asasi manusia yang berkembang dalam sejarah politik-hukum di Indonesia --sebagaimana akan dipaparkan dalam sub-bab di bawah ini. Keadaan yang dipaparkan di atas paling gamblang tampak pada pengajaran mata kuliah hak asasi manusia di fakultas-fakultas hukum di Indonesia. Sebelum pengajaran hak asasi manusia berdiri sendiri sebagai mata kuliah mandiri, di fakultas hokum pengajaran hak asasi manusia diberikan sebagai bagian

Pendidikan Kewarganegaraan

|1

dari mata kuliah hukum tata negara, bukan sebagai bagian dari mata kuliah hukum internasional. Karena diberikan sebagai bagian dari hukum tata negara, maka tak terelakkan kalau materi yang diajarkan juga terbatas sebagai aksesori hukum tata negara, yakni diajarkan sebagai salah satu elemen penting dari konsep negara hukum (rechtsstaat). Hal yang memprihatinkan adalah ketika terjadi proses menghidupkan kembali ide negara integralistik Soepomo dalam hukum tata negara yang dianggap sebagai alam pikiran kenegaraan Indonesia. Proses inilah yang kemudian menyebabkan pengajaran hak asasi manusia di fakultas - fakultas hukum diletakkan dalam perspektif negara integralistik tersebut, yang menempatkan hak asasi manusia ke dalam istilah hak warga negara (rights of the citizen).

Kita dapat menyimpulkan bahwa paham Hak Asasi Manusia merupakan unsure amat penting bagi kebutuhan manusia. Tidak dapat ditawar tawar lagi bahwa hokum maupun politik tidak boleh melanggar martabat seseorang atau sekelompok orang sebagai manusia. Keharusan itu dijamin dengan pengakuan konstitusional terhadap Hak Asasi Manusia. Maka amat pentinglah bahwa dalam masyarakat kesadaran akan Haka Asasi Manusia terus dikembangkan.

Penyusun Bekasi, 30 Mei 2013

Aprilia Moehnikasari

Pendidikan Kewarganegaraan

|2

DAFTAR ISI

COVER KATA PENGANTAR . 1 DAFTAR ISI 3

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG . 4 2. RUMUSAN MASALAH . 4 3. TUJUAN .. 5 BAB 2 ARAH KEBIJAKSANAAN POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL DALAM HAK ASASI MANUSIA .. 11 1. Isu Strategi Komnas HAM .. 12 2. Arah Kebijaksanaan dan Strategi Komnas HAM 13 BAB 3 PENUTUP 1. KESIMPULAN 15 2. REFERENSI 15

Pendidikan Kewarganegaraan

|3

BAB 2 ARAH KEBIJAKAN POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL DALAM HAJ ASASI MANUSIA

Sejak diratifikasi pada tahun 2005, Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik menjadi bagian dari sistem hukum nasional Indonesia, yang mengikat negara dan seluruh warga dengan kewajiban untuk mengakui, menghormati, dan memenuhi hak sipil dan politik setiap orang tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, status kelahiran atau status lainnya.

Hak Sipil dan Politik sebagaimana dimuat dalam Kovenan mencakup: 1) Hak untuk hidup; 2) Hak untuk tidak dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau kukuman lain yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat; 3) Hak untuk tidak diperbudak; 4) Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi; 5) Hak atas sistem penahanan yang manusiawi; 6) Hak untuk bebas dari penahanan atas dasar ketidakmampuan memenuhi kewajiban dalam suatu perjanjian; 7) Hak untuk kebebasan bergerak dan memilih tempat tinggal dalam suatu negara; 8) Hak untuk meninggalkan negara manapun; 9) Hak untuk memasuk negara sendiri; 10) Hak orang asing untuk bebas dari pengusiran secara semena-mena; 11) Hak atas proses pemeriksaan yang adil dan semustinya; 12) Hak atas kebebasan dari hukum pidana yang berlaku surut; 13) Hak atas pengakuan sebagai pribadi di hadapan hukum;
Pendidikan Kewarganegaraan

|4

14) Hak atas kebebasan dan keleluasaan pribadi; 15) Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama; 16) Hak untuk berpendapat; 17) Hak atas kebebasan dari propaganda perang, hasutan, dan kebencian; 18) Hak untuk berkumpul secara damai; 19) Hak atas kebebasan berserikat; 20) Hak lakilaki dan perempuan untuk membentuk keluarga; 21) Hak anak; 22) Hak untuk terlibat dalam urusan politik penyelenggaraan negara; 23) Hak atas kedudukan yang sama di hadapan hukum dan atas perlindungan oleh hukum; 24) Hak multikultural bagi kelompok minoritas berdasarkan etnis, agama, dan bahasa.

Kebebasan pers yang diberlakukan oleh pemerintah era Reformasi memungkinkan bangsa Indonesia untuk saling mengkomunikasikan gagasan, pendapat, dan informasi tanpa dihantui ketakutan seperti pada era sebelumnya. Proses demokratisasi juga memberikan masyarakat

kebebasan berkumpul dan berorganisasi. Selain kebebasan mendirikan partai politik sebagai kanal aspirasi politik, rakyat juga bebasa mendirikan organisasi-organisasi sosial-kemasyarakatan, seperti, Serikat Petani, Serikat Buruh, Perkumpulan Masyarakat Adat, dan lain sebagainya, yang pada gilirannya mendorong perkembangan civil society. Selama hampir sepuluh tahun terakhir ini rakyat Indonesia telah pula menikmati hak partisipasi dalam politik penyelenggaraan Negara melalui pemilihan langsung para anggota parlemen pusat dan daerah (DPR dan DPRD) pada tahun 1999 dan tahun 2004.

Kemajuan paling besar dalam sejarah demokrasi Indonesia tercatat pada tahun 2004 dan tahuntahun sesudahnya, di mana rakyat, untuk pertama kalinya, memilih secara langsung Presiden dan Wakil Presiden
Pendidikan Kewarganegaraan

|5

pada tingkat pusat dan selanjutnya Gubernur, Bupati, dan Walikota pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Kemajuan dalam hak sipil tampak dalam pengesahan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Undang Undang ini bertujuan mencegah terjadinya suatu peristiwa, di mana seseorang tidak mempunyai kewarganegaraan pada satu sisi dan, pada lain sisi, mencegah kewarganegaraan ganda. Pemerintah reformasi juga menerbitkan Undang Undang Nomor 23 Tentang Administrasi Kependudukan Tahun xxxx yang bertujuan memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang di alami Penduduk Indonesia, seperti, kelahiran, kematian, perpindahan, dan lain sebagainya, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

i) Tantangan Meskipun kebebasan sipil dan politik mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam satu dekade terakhir, upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak sipil dan politik di Indonesia dalam lima tahun ke depan menghadapai sejumlah tantangan sebagai berikut : Belum berfungsinya demokrasi sebagai kerangka penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia. Gagasan bahwa hak asasi akan terjamin dalam sistem politik demokratis dan sebaliknya demokrasi harus dilandaskan pada hak asasi belum berjalan. Demokrasi masih dipraktikkan sebagai cara daripada tujuan dan nilai. Aktoraktor dominan memakai demokrasi belum untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, melainkan lebih sebagai prosedur. Perumusan standar yang telah dilakukan juga belum diimbangi dengan penegakannya, terutama dalam

pengungkapan kebenaran maupun pemberian keadilan bagi korban. Hak asasi manusia belum ditempatkan dalam nilai dan

Pendidikan Kewarganegaraan

|6

tujuannya. Dalam praktik hak asasi menjadi komoditi politik elit kekuasaan di semua tingkatan.

Ancaman

Fundamentalisme

agama

dan

komunalisme

Terbentuknya alam kebebasan oleh proses demokratisasi Indonesia telah memberi ruang berkembang bagi gerakangerakan ini telah

fundamentalisme

agama.

Gerakan-gerakan

mengembangkan pemahaman, sikap, dan perilaku intoleran dan membenarkan tindak kekerasan. Telah terjadi perilaku tirani mayoritas atas kelompok minoritas agama. Para pemeluk agama minoritas seperti kaum Bahai maupun aliran kepercayaan diperlakukan secara diskriminasi. Demikian pula yang dialami oleh Ahmadiyah. Diskriminasi ini juga terjadi dalam bentuk peraturanperaturan daerah syariat. Bila situasi ini dibiarkan berlanjut, gerakan-gerakan radikalisme agama bukan saja akan menentang kebebasan beragama dan berkeyakinan, tetapi juga kebebasan sipil dan politik mendasar lain seperti kebebasan berpendapat, kebebasan

berekspresi, dan kebebasan informasi. Selain itu, reformasi, demokratisasi, dan desentralisasi politik telah membuka ruang bagi unsur-unsur daerah untuk tampil ke permukaan dan menyuarakan aspirasi dan kepentingan baik dalam kehidupan politik, ekonomi, maupun budaya. Perkembangan ini mempunyai dampak lain yaitu mengentalkan identitas dan nilainilai kedaerahan sekaligus melunturkan komitmen terhadap nilainilai bersama. Hal ini meningkatkan potensi konflik pusat dan daerah pada aras vertikal dan konflik pada aras horizontal. Dominasi dan hegemoni oleh subkultur tertentu terhadap subkultur atau individu yang lain pada gilirannya rentan mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak sipil dan politik.

Pendidikan Kewarganegaraan

|7

Belum Terwujudnya Supremasi Hukum Supremasi hukum yang berkeadilan juga masih sangat lemah. Terdapat jurang yang lebar antara yang normatif dan penegakannya. Praktik penyiksaan masih tetap terjadi, bukan hanya di tempat-tempat

penahanan/penghukuman akan tetapi juga tempat-tempat lain. Disamping itu, selama hamper sepuluh tahun terakhir sistem hukum dan jajaran aparatur negaranya tidak mampu menjawab berbagai kasus pembunuhan dalam konflik-konflik horizontal dan vertical serta kasus-kasus pelanggaran berat hak asasi masa lalu. Budaya impunitas terus menjangkiti sistem hukum kita yang dikhawatirkan akan terus memproduksi budaya kekerasan maupun menghancurkan sistem demokrasi yang sudah ada. Warisan pola militeristik dalam lembaga-lembaga keamanan terutama kepolisian masih kuat mengakar. Reformasi di tubuh Polri belum menyentuh reformasi cultural dan belum melembaga.

ii) Peluang Meskipun masih jauh dari ideal, upaya perlindungan dan penegakan hak sipil dan politik di Indonesia dalam lima tahun ke depan memiliki sejumlah peluang sebagai berikut :

Terbukanya Ruang Partisipasi Publik Peluang bagi pemenuhan hak sipil dan politik pertama-tama terletak pada semakin terbukanya ruang bagi partisipasi publik. Kondisi ini erat kaitannya dengan pengakuan Negara atas kebebasan sipil yang mendasar untuk berserikat dan berkumpul, mengakses informasi, menyatakan pendapat, dan untuk terlibat dalam proses politik dan

pemerintahan. Terbukanya ruang publik menyediakan condition of

Pendidikan Kewarganegaraan

|8

possibility bagi pemenuhan hak sipil dan politik secara lebih luas dan menyeluruh.

Menguatnya pemahaman masyarakat dan aparat Negara tentang hak sipil dan politik Dibandingkan dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya, pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi negara umumnya memiliki sikap dan komitmen yang lebih baik dalam mewujudkan pemenuhan hak sipil dan politik di Indonesia. Ini terkait dengan meningkatnya kesadaran dan pemahaman

masyarakat akan hak sipil dan politik, sehingga pemenuhan hak sipil dan politik dipandang penting sebagai basis legitimasi bagi proses penyelenggaraan negara dalam bingkai negara demokratis.

Menguatnya

Masyarakat

Sipil

Peluang

yang

tak

dapat

dikesampingkan bagi pemenuhan hak sipil dan politik terletak pada menguatnya peran civil society seperti kalangan LSM, organisasi social kemasyarakatan, dan pers. Dalam cara pandang ini, aktoraktor tersebut memainkan peran sebagai kekuatan control yang mendorong penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.

1. Isu Strategis Komnas HAM Berdasarkan berbagai pengaduan yang masuk ke Komnas HAM dan hasil pemantauan Komnas HAM serta analisis lingkungan eksternal dan internal yang ada, maka ada beberapa isu strategis yang perlu mendapat perhatian Komnas HAM selama periode 2010-2014 : a. Tak adanya kebijakan dan implementasi perlindungan dan pemenuhan hak ekosob dan sipol yang berstandar HAM dan keadilan sosial (social justice); |9

Pendidikan Kewarganegaraan

b. Lemahnya kesadaran aparat Negara, civil society dan kewajiban Negara dalam perlindungan dan pemenuhan HAM; c. Menguatnya fundamentalisme dan nilai kelompok yang diakomodasi dalam sejumlah aturan hukum dan perundangan; dan d. Masih lemahnya kelembagaan dan fungsi Komnas HAM.

Pembangunan HAM sampai dengan tahun 2009 terus dilaksanakan melalui pelaksanaan konvenan internasional tentang Hak Ekonomi, Social, dan Budaya (ICESCR) 1966 serta konvenan internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) 1966, yang diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2005 tentang pengesahan International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights dan Undang-undang nomor 12 tahun 2005 tentang pengesahan International Convenant on Civil and Political Rights. Indonesia juga telah melakukan penandatanganan beberapa Optional Protocol dan ratifikasi yang terkait dengan penanganan HAM, seperti Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990; Konvensi Anti Kekerasan terhadap Perempuan (CEDAW), melalui Undang-undang Nomor 7 tahun 1984; Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial, melalui Undang-Undang Nomor 29 tahun 1998; Konvensi Anti Penyiksaan melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 1998 dan UndangUndang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Seperti pencapaian Millenium Development Goal (MDGs), yang telah menjadi kewajiban Indonesia untuk menindaklanjuti pengintegrasian dan penyesuaiannya dalam lingkup pelaksanaannya di semua pihak terkait.

Untuk mendukung pelaksanaan HAM di daerah sampai dengan bulan Juli 2009 telah dibentuk 407 Panpel RAN-HAM kabupaten/kota dan 33 Panpel RANHAM Propinsi yang dalam pembentukannya bekerjasama dengan Pemda setempat. Dalam rangka mendorong pelaksanaan peradilan khususnya dalam penanganan Tipikor dan pelanggaran HAM, yang melibatkan kelompok elite dan pejabat Negara, melalui Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, pemerintah telah membentuk LPSK. Dengan
Pendidikan Kewarganegaraan

| 10

adanya lembaga ini diharapkan peran serta masyarakat dalam proses penegakan hukum akan lebih baik dan tidak terbatas pada penyampaian laporan, tetapi juga ikut aktif sebagai saksi dalam proses peradilan.

Selain itu, pemerintah Indonesia telah meluncurkan strategi nasional akses terhadap keadilan dalam rangka pemberian akses hukum kepada masyarakat miskin dan terpinggirkan yang menekankan desakan untuk melakukan reformasi keadilan kepada semua bidang kehidupan yang medorong perubahan posisi Indonesia yang lebih baik untuk mempromosikan hukum, keadilan, dan HAM bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan. Strategi Nasional Akses terhadap keadilan terfokus pada 8 area permasalahan yaitu ; 1) Bidang Reformasi Hukum dan Peradilan, 2) Bidang Bantuan Hukum, 3) Bidang Tata Kelola Pemrintah Lokal, 4) Bidang Tanah dan SDA, 5) Kelompok Perempuan, 6) Kelompok Anak, 7) Kelompok Tenaga Kerja, 8) Kelompok Masyarakat Miskin dan Terpinggirkan.

Dalam rangka mendukung terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan, kebijakan pembangunan di bidang hukum dan aparatur diarahkan pada perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik, dengan strategi peningkatan penghormatan, pemajuan, dan penegakan HAM. Penghormatan terhadap prinsip-prinsip HAM akan dilaksanakan dalam kerangka pembangunan hukum melalui pembaruan materi hukum yang dilaksanakan dengan tetap memperhatikan upaya perlindungan melalui pengakuan dan penerapan prinsipprinsip HAM dan berkeadilan gender kedalam semua bentuk pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi. Untuk mendukung pelaksanaan penegakan hukum perlu pula memperhatikan kepastian dan perlindungan
Pendidikan Kewarganegaraan

| 11

HAM. Peningkatan pemberdayaan HAM dilakukan melaui perwujudan keadilan rakyat yang dapat dilakukan dalam berbagai dimensi yaitu ekonomi, sosial, budaya, politik, kemanan, dan hukum yang sangat bergantung satu sama lain melalui integtasi pendekatan HAM kedalam berbagai perencanaan kebijakan dan kegiatan di berbagai bidang pembangunan dapat memberikan manfaat dan hasil guna bagi pemajuan dan pemenuhan HAM untuk lima tahun mendatang.

2. Arah Kebijaksanaan Politik dan Strategi Nasional Berdasarkan perumusan sasaran yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dan dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan, maka Komnas HAM telah mempersiapkan strategi kebijkan untuk setiap sasarannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai hubungan antara sasaran dengan strategi kebijakan.

a. Sasaran meningkatnya kesadaran HAM masyarakat dan aparatur negara melalui peraturan perundang-undangan yang berperspektif HAM

merupakan sasaran utama yang paling diharapkan. Karena fungsi Komnas HAM sebagai salah satu lembaga negara yang mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan pemajuan, dan penegakan HAM. Untuk mewujudkan hal tersebut, Komnas HAM mempersiapkan strategi kebijakan antara lain berupa : masyarakat dan aparatur negara dilakukan melalui lembaga pendidikan formal dan non formal serta kerjasama dengan organisasi lainnya baik di tingkat nasional, regional maupun internasional dalam bidang HAM. -undangan yang berperspektif HAM mulai pengkajian penelitian peraturan perundangan nasional dan internasional.
Pendidikan Kewarganegaraan

| 12

b. Sasaran terlaksananya penanganan dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang dilakukan aparatur penegak hukum dan instansi terkait. Strategi kebijakan yang dipersiapkan Komnas HAM antara lain berupa : Penanganan pengaduan kasus pelanggaran HAM Pemantauan kasus pelanggaran HAM Penyelidikan kasus pelanggaran HAM bera Penyelesaian kasus pelanggaran HAM melalui mediasi

c. Sasaran peningkatan pelayanan umum Komnas HAM dilakukan melalui strategi kebijakan sebagai berikut : Penyusunan dan penyempurnaan kebijakan, pedoman dan SOP Komnas. Pengembangan SDM melalui pendidikan pelatihan teknis dan fungsional dalam rangka peningkatan kompetensi pegawai. Mempertahankan kualitas laporan keuangan Komnas HAM Peningkatan kualitas administrasi dan pengelolaan BMN Peningkatan sarana dan prasarana kerja

d. Sasaran peningkatan koordinasi perencanaan, pelayanan persidangan, keprotokolan dan kerjasama Komnas HAM. Strategi kebijakan yang ditetapkan adalah sebagai berikut : Peningkatan kualitas perencanaan melalui penyusunan Rencana Kerja Tahunan(RKT), Penetapan Kinerja dan Rencana Kerja dan Anggaran serta Renstra Komnas HAM 2015-2019. Peningkatan kerjasama dengan lembaga di lingkup nasional, regional dan internasional. Peningkatan kualitas laporan kinerja dan laporan tahunan melalui pembuatan laporan Komnas HAM dalam bahasa asing, penyusunan dan pelaksanaan

Pendidikan Kewarganegaraan

| 13

instrumen pengukuran terhadap kinerja dan penyusunan manajemen resiko. Peningkatan kualitas pelayanan persidangan.

Pendidikan Kewarganegaraan

| 14

BAB 3 PENUTUP

1. KESIMPULAN Untuk memperkuat aktualisasi hak politik warga negara, khususnya hak untuk mengawasi proses pengambilan keputusan publik, pemerintah juga menerbitkan Undang Undang tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik, yang menegaskan bahwa hak anggota masyarakat untuk memperoleh informasi merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik.

Selain

kemajuan

yang

bersifat

normatif,

telah

didirikan

pula

lembagalembaga independen untuk pemajuan dan perlindungan HAM, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Perlindungan Hak- Hak Perempuan dari Tindakan Kekerasan, Komisi Perlindungan Hak Anak, Komisi Ombudsman Nasional, Pengadilan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Hubungan Industrial, dan Mahkamah Konstitusi, yang antara lain mempunyai kewenangan untuk menguji suatu produk hukum yang diduga melanggar HAM sebagai Hak Konstitusional.

2. REFERENSI Hak Asasi Manusia, oleh Prof. Philip Alstron dan Prof. Franz Magnis Suseno Renstra komisi nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2010 2014

Pendidikan Kewarganegaraan

| 15

You might also like