Professional Documents
Culture Documents
Nama Kelompok : MUHAMAD RIZA SAIFUDIN KHOIRUL MUTTAQIN ILYAS ADI SETYOBUDI ANANG SANDI PURWITO SUTRISNO
FAJAR SETIYAWAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dapat dimengerti bahwa kondisi belajar berpengaruh terhadap pembelajaran. Salah satu faktor penting untuk keberhasilan pembelajaran adalah
Tindakan manajemen kelas adalah tindakan yang dilakukan guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar pembelajaran berlangsung efektif.
Tindakan guru tersebut dapat berupa tindakan pencegahan yaitu dengan menyediakan
kondisi lingkungan belajar yang baik, mengatur siswa, mengatur peralatan, dan lingkungan sosio-emosional.
b. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kondisi fisik yang baik dalam
pembelajaran ? 2. Bagaimanakah peran kondisi sosio-emosional dalam
pembelajaran ?
3. Apa saja kondisi organisasional yang turut mempengaruhi kondisi belajar?
c. Tujuan penulisan
Mahasiswa dapat menjelaskan alasan bahwa kondisi fisik tempat belajar berpengaruh terhadap hasil belajar. Mahasiswa dapat menjelaskan alasan kondisi sosioemosional dan organisasional yang berpengaruh pada proses belajar. Mahasiswa dapat menjelaskan kondisi organisasional dan administrasi teknik yang mempengaruhi kondisi belajar. Mahasiswa dapat menjelaskan kondisi administrasi teknik yang mempengaruhi manajemen pembelajaran
BAB II PEMBAHASAN
A. Urgensi Manajemen Kelas Manajemen kelas atau pengelolaan kelas dapat diberikan batasan menurut bagaimana pendekatan pengelolaan yang diselenggarakan sekolah atau lembaga pendidikan tertentu. Akan tetapi di SD-SD umumnya batasan kelas hendaknya memenuhi ketiga persyaratan diatas dengan berbagai fleksibilitas pelaksanaannya. Menurut Abdurahman (1994: 42), kelas meliputi berbagai komponen, antara lain: ruangan, siswa, kegiatan pembelajaran, alat dan media pembelajaran (instrumental), serta segala hal yang berkenaan dengan suasana lingkungan (environmental). Manajemen kelas dipandang dari komponen-komponennya dapat dikelompokkan menjadi pengelolaan kelas yang menyangkut siswa dan penglolaan kelas yang menyangkut non siswa (alat peraga, ruangan, lingkungan kelas). Manajemen kelas merupakan tingkah laku kompleks yang digunakan oleh guru untuk memelihara suasana sehingga pembelajaran berjalan optimal mengembangkan potensi murid.
Manajemen kelas (Padmono, 2011: 12) adalah upaya yang dilakukan penanggungjawab kegiatan belajar mengajar agar dicapai kondisi optimal sehingga belajar mengajar berjalan seperti yang diharapkan. Pengelolaan tersebut meliputi penyelenggaraan, pengurusan, dan ketatalaksanaan dalam menyelenggarakan kelasnya. Dengan batasan tersebut, maka batasan lebih bersifat luwes. Kegiatan manajerial mencakup kegiatan penciptaan dan pemeliharaan kondisi yang mendukung seoptimal mungkin terselenggaranya pembelajaran sehingga secara efektif dan efisien mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.
Manajemen kelas yang dilakukan guru memiliki beberapa tujuan antara lain:
1) Agar proses belajar mengajar dapat dilakukan secara maksimal sehingga tujuan proses belajar mengajar dapat tercapai secara efektif dan efisien. Pengelolaan kelas mendorong terciptanya proses belajar mengajar yang kondusif, menyenangkan, mengaktifkan (fisik, emosi, dan mental) murid, langsung, bermakna, sehingga murid bukan sekedar menerima dan menghafal materi, tetapi lebih penting dari pada itu terbentuknya sikap ilmiah. 2) Untuk memberi kemudahan (fasilitasi) 3) Upaya memantau kemajuan peserta didik dalam proses pembelajarannya. 4) Untuk memberi kemudahan dalam mengangkat masalahmasalah penting untuk perbaikan pembelajaran pada masa yang akan datang.
Urgensi manajemen kelas pada sekolah dasar dapat dilihat dari berbagai ketimpangan dalam pendidikan dan proses belajar mengajar. Ketimpangan tersebut tercermin dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Apakah semua siswa telah memiliki kesempatan sama untuk didorong keberaniannya merumuskan tujuan belajarnya?, memilih tugas belajarnya yang harus dipikulnya selama itu?, apa kegiatan ekstrakurikulernya?; Apakah setiap murid diikutsertakan dalam membantu rekannya?; Apakah setiap murid merasa nyaman duduk dibangku masing-masing?;
Apakah setiap murid menunjukkan kebanggaan bila mencapai tujuan belajarnya?; Apakah murid mampu menunjukkan perilaku nyata tanpa indikasi perilaku lain, misalnya senyum?; Apakah murid berkesempatan menyampaikan kritik?;
Apakah terdapat pergeseran tempat duduk?; Apakah murid dapat menjawab pertanyaan dengan jawaban yang berpusat pada pertanyaan?; Apakah kegiatan belajar individu, kelompok merefleksi tujuan pembelajaran. Semua itu memang tugas yang harus diemban sebagai oleh guru sebagai tugas profesionalnya.
a) Kelas terbuka Kelas dapat terdiri dari siswa dengan berbagai tingkat kelas berbeda. Pelaksanaan model ini dapat dilaksanakan di Indonesia, jika jadwal pelajaran kelas 1 sampai kelas 6 sama atau diterapkan di kelas tinggi saja. Misalnya: pada waktu jam pelajaran Bahasa Indonesia, maka seluruh guru mengajar pelajaran tersebut, sedang siswa masuk ke kelas di mana siswa menguasai tingkatan yang dicapai. Dengan demikian ada siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia masuk kelas III, tetapi pada waktu Matematika masuk kelas IV, dan mungkin pada pelajaran IPS ke kelas V. Konsep ini mengikuti perkembangan masing-masing individu.
b. Kelas dua tingkat Konsep ini dilaksanakan dengan cara seorang guru menghadapi kelompok siswa yang berbeda kelas tetapi berdekatan, misalnya: kelas I dan II, II dan III, III dan IV, dan seterusnya.
C. Kelas awal Pembelajaran dengan pendekatan integral atau terpadu dengan kehidupan anak pada tahap pelaksanaannya menerpadukan berbagai konsep, topic, bahan pelajaran dengan mengurangi sedikit mungkin pemisahan-pemisahan secara artificial, bila dimungkinkan guru tidak melabel bahan kajian dalam mata pelajaran-mata pelajaran. Pembelajaran dikemas menjadi satu model pembelajaran yang utuh sehingga pemaknaan terhadap bahan kajian menjadi alami. Hal ini terjadi karena anak belajar secara keseluruhan dalam hubungan dengan kehidupan akan lebih mudah dibanding belajar dengan pemisahan-pemisahan secara artifisial yang tak bermakna.
2. Peran guru dalam pengaturan tempat duduk Penataan kelas sebagaimana diuraikan pada pengorganisasian kelas ditata fleksibel yang mudah diubah sesuai pembelajaran yang akan dikembangkan guru. Penataan tempat duduk dapat berbentuk :
a. Seating chart Penempatan murid dalam kelas dibuat suatu denah yang pada satu periode waktu tertentu dapat diubah sesuai tuntunan pembelajaran yang sedang dikembangkan oleh guru, sehingga perkembangan dan pertumbuhan murid tidak terganggu. Penataan tempat duduk yang didesain dalam chart dapat digambar sendiri oleh murid atau sekelompok murid secara bergilir, sehingga keterbatasan penataan tempat duduk secara tradisional ini dapat diminimalkan pengaruh buruknya. Penataan dan gambar desain dilaksanakan secara bergilir, sehingga setiap kelompok mempu menuangkan idenya dan mengembangkan iklim demokrasi di kelasnya, sehingga sikap menghargai pendapat orang lain dengan menghilangkan pandangan mereka sendiri.
b. Melingkar Model duduk seperti ini dapat digunakan guru dalam pembelajaran diskusi kelompok, sehingga ada modifikasi untuk menghilangkan kejenuhan siswa. c. Tapal kuda Model ini sesuai untuk melaksanakan diskusi kelas yang dipimpin oleh guru atau ketua diskusi yang dipilih siswa. Diskusi kelas akan meningkatkan keberanian dibanding keberanian yang hanya muncul pada kelompok kecil.
(b) penataan meja guru, gambar-gambar merupakan factor pendukung tercapainya ruangan yang rapid an indah.
5. Cahaya, Ventilasi, Akustik dan Warna Kelas yang terlalu terang atau terlalu gelap kurang mendukung pembelajaran. Anak SD berada pada tahap perkembangan yang menentukan, untuk itu menjaga kesehatan anak merupakan salah satu tugas managemen kelas oleh guru (Suharsimi Arikunto, 1989: 77). Kelas harus cukup memiliki ventilasi untuk pertukaran udara sehingga anak merasa sejuk dan nyaman tinggal di kelas. Guru sering kurang menyadari ruangan yang terang tetapi jendela tidak dibuka serta kurangnya ventilasi menjadikan suara guru bergema, akibatnya anak kurang mampu memusatkan perhatian pendengarannya pada suara guru, sebab terganggu oleh gema suara. Untuk itu disamping membuka jendela digunakan untuk pertukaran udara, maka juga berfungsi sebagai sarana untuk mengurangi gema. Warna disamping memiliki arti juga membawa kesan terhadap orang yang melihat. Dinding sekolah atau kelas berpengaruh terhadap siswa. Pemilihan warna sering tidak melibatkan guru apalagi murid, sehingga kadang guru sendiri tidak betah tinggal di kelasnya.
C. Pola Tingkah Laku Guru dalam Pengelolaan Kelas Sejak lahirnya pekerjaan mengajar, saat itu pulalah muncul istilah guru, meskipun tidak bersifat formal. Saat itupun telah dimulai upaya peningkatan hasil belajar peserta didik, baik secara sederhana sampai upaya peningkatan secara metodis. Berbagai komponen pembelajaran selalu memperoleh sorotan: guru, siswa, kurikulum, dan berbagai infra strukturnya. Memperhatikan peranan guru, berikut dapat diuraikan pola tingkah laku guru dalam pengelolaan kelas sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan (Satori, 2008: 78). Pertama, kualitas pembelajaran akan bervariasi sesuai variasi guru. Guru adalah manusia dan manusia adalah unik. Setiap manusia memiliki spesifikasi sendiri-sendiri. Dengan adanya keunikan tersebut lahirlah situasi pembelajaran sesuai ciptaan yang unik pula. Apabila dibeberapa bagian terdapat kesamaan, hal ini mungkin terlibatnya unsure lain yang ikut serta atau ersama-sama mencipta situasi pembelajaran secara utuh.
Kedua, kualitas pembelajaran tergantung waktu guru beraksi. Situasi pembelajaran tercipta oleh seorang guru akan berbeda dari waktu ke waktu. Seorang guru A mengajar ceria dipagi hari, akan tetapi berubah ketika mengajar di siang hari. Terkadang guru kaku dan keras, tetapi dilain waktu cukup toleran dan demokratis. Latar belakang psikologis sesaat sangat berpengarh terhadap aksi guru di dalam kelas. Latar belakang psikologis tersebut tergantung pada: hari, tanggal, jam, suasana, dan lain-lain.
Ketiga, kualitas pembelajaran bervariasi tergantung subjek didik. Seorang guru dari rumah berangkat dengan suasana hati yang gembira, sampai di kantor bertemu kepala sekolah dan rekan guru semakin menunjang rasa gembiranya, akan tetapi ketika sampai di kelas bertemu dengan kelompok siswa yang saat itu kurang bergairah, ramai, dan bertingkah laku masing-masing, keceriaan yang seharusnya menambah semangat guru dalam mengajar dapat berubah total karena kelompok siswa yang akan diajar kurang mendukung.
Keempat, kualitas pembelajaran tergantung kemampuan guru menguasai kurikulum. Kemampuan guru berbeda dalam menterjemahkan kurikulum tingkat kelas. Ada guru yang mengajar secara urut mengikuti kurikulum, ada yang mengikuti buku, ada yang membuat perencanaan, dan tidak jarang yang mengajar sesuai dorongan saat itu. Kondisi demikian jelas akan mempengaruhi kualitas pembelajaran.
Kelima, kualitas pembelajaran tergantung kemampuan guru memilih metode mengajar. Kemampuan guru menterjemahkan kurikulum, penguasaan substansi materi, akan menentukan pemilihan metode mengajar. Pemilihan metode juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non teknis.
D. Kondisi sosio-emosional
* Tipe kepemimpinan Tipe kepemimpinan yang lebih berat pada otoriter akan menghasilkan siswa yang apatis. Tetapi di pihak lain dapat menumbuhkan sikap yang agresif. Dengan tipe kepemimpinan yang otoriter siswa hanya akan aktif kalau ada guru dan kalau guru tidak mengawasi, karena itu semua aktifitas menjadi menurun. Aktivtas proses belajar mengajar sangat bergantung pada guru dan menuntut sangat bergantung pada guru dan menuntut sangat banyak perhatian dari guru.
Tipe kepemimpinan yang laizez-faire biasanya tdak produktif walaupun ada kepemimpinan. Dalam kepemimpinan tipe ini biasanya aktivitas siswa lebih produktif kalau gurunya tidak ada. Tipe ini cocok bagi siswa yang innerdirected dengan kondisi siswa tersebut aktif, penuh kemauan, berinisiatif, dan tidak selalu menunggu pengarahan.
Tipe kepemimpinan guru yang menekankan sikap demokratis lebih memungkinkan terbinanya sikap persahaban guru dan siswa dengan dasar saling mempercayai.
Dengan memperhatikan ke tiga model kepemimpinan diatas para guru (khususnya di indonesia), seharusnya mengembangkan asasasas kepemimpinan yang ditawarkan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani.
Selain itu, dalam upaya menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal, guru juga harus menempatkan diri sebagai : model, pengembang, perencana, pembimbing, dan fasilitator (Centra, 1990).
Sikap guru Sikap guru haruslah sabar dan tetap bersahabat dengan siswa. Terimalah siswa dengan hangat dan berlaku adil dalam bertindak. Suara guru Suara guru yang melengking tinggi atau demikian rendah sehingga tidak terdengar oleh siswa dari jarak yang agak jauh akan mengakibatkan suasana gaduh dan juga akan membosankan sehingga pelajaran cenderung tidak diperhatikan. Suara yang relatif rendah tetapi cukup jelas dengan volume suara yang penuh dan kedengarannya rileks akan mendorong siswa memperhatikan pelajaran. Pembinaan hubungan baik
E. Kondisi organisasional Kegiatan rutin secara organisasional dilakukan baik tingkat kelas maupun tingkat sekolah akan mencegah timbulnya masalah dalam pengelolaan kelas. Pergantian pelajaran, ketika terjadi penggantian dalam pelajaran harus disikapi oleh guru karena dalam proses ini ada jeda (kekosongan) yang memungkinkan terjadinya interaksi yang tidak diharapkan dari siswa dengan siswa lainnya. Perlu disikapi dengan arif bahwa ketika mengahiri pelajaran guru tidak terlalu cepat karena guru selanjutnya apakah sudah tiba dan apabila belum maka masa jeda itu terlalu lama.
Guru berhalangan hadir, guru yang berhalangan hadir akan menyebabkan terjadinya kekosongan dalam proses belajar mengajar. Untuk menghindari terjadinya keributan atau perilaku-perilaku yang tidak diharapkan dari siswa seperti berlarian kesanaha kemari menggangu kelas lain, dan menimbulkan kerusakan pada fasilitas kelas, maka guru piket harus paham apa yang terjadi dan mempersiapkan diri untuk menutup ketidakhadiran tersebut.
Masalah antar siswa, masalah antar siswa biasanya terjadi karena kondisi emosional yang tidak terkendali dan tidak terorganisasikan oleh guru. Guru harus memahami karakteristik dan potensi guru sehingga dapat dipahami keseluruhan perilaku masing-masing dan menekan munculnya konflik diantaranya.
Upacara bendera, pada saat upacara bendera siswa harus diorganisasikan berdasarkan tingkatan kelas sehingga mereka dapat tertib mengikuti kegiatan upacara bendera.
Kegiatan lain ; kesehatan dan kehadiran siswa, penyampaian informasi dari sekolah kepada guru dan siswa, peraturan sekolah yang baru, kegiatan rekreasi dan sosial.
Ruang bimbingan siswa, ruang bimbingan siswa diarahkan untuk memberikan bantuan pada siswa yang secara emosional memiliki masalah. Hal terpenting dari ruang bimbingan adalah bagaimana ruang tersebut tidak menimbulkan ketakutan ketika harus berhubungan dengan guru disana.
Tempat baca, tempat baca merupakan bagian dari fasilitas yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dengan kawankawannya, dengan fasilitas dan guru.Tempat sampah, tempat sampah yang bersih ditempatkan di tempat yang tepat dan tidak menggangu kegiatan belajar maupun bermain siswa, akan memberikan dukungan terhadap pencapaian tujuan pembelajaran di kelas. Bau sampah, berserakan dimana-mana, siswa tidak mengetahui tempat penyimpanan sampah atau karena tidak ada tempat sampah akan berakibat buruk pada kondisi sosio-emosional dan fisik siswa.
Catatan pribadi siswa, catatan pribadi adalah alat berinteraksi guru dengan siswanya. Perlakuan-perlakuan khusus yang dibutuhkan untuk masing-masing siswa dapat dilihat dari catatan-catatan tentang siswa.
a) Kondisi sosio-emosional : tipe kepemimpinan, sikap guru dan suara guru. b) Kondisi organisasional : pergantian pelajaran, guru berhalangan hadir, masalah antarsiswa, dan upacara bendera. c) Administrasi teknik : daftar presensi, ruang bimbingan siswa, tempat baca, catatan pribadi siswa.
B. Saran
Kita sebagai calon guru SD yang nantinya sebagai guru kelas diharapkan dengan mempelajari dan mengetahui pengaturan kondisi dan penciptaan iklim belajar yang menunjang, dapat menciptakan kondisi kelas baik secara fisik, sosio-emosional, organisasional, dan kondisi administrasi teknik yang menyenangkan atau memungkinkan sehingga para peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai secara efisien dan optimal.
Ekosiswoyo, Rasdi. & Maman Ranchman. 2000. Manajemen kelas. Semarang: cv. Ikip semarang press Missmelind, 2011. Pengaturan kondisi dan penciptaan klim belajar yang menunjang. http://missmelind.blogspot.com/2011_03_01_archive.html. Diakses Tanggal 26 Maret 2012 Abdurrahman. (1994). Pengelolaan Pengajaran. Ujungpandang: Bintang Selatan. Arikunto, S. (1989). Managemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: Rineka Cipta. Padmono, Y. (2011). Manajemen Kelas. Salatiga: Widyasari. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Satori, D. (2008). Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka. Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Diakses pada 10 Juni 2012.
DAFTAR PUSTAKA