You are on page 1of 12

1

BAB I KONSEP DASAR MEDIS DIARE

A. PENGERTIAN Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal ( lebih dari 3 kali / hari ), serta perubahan dalam isi ( lebih 200 gram / hari ) dan konsistensi ( feses cair ). ( Suzanne C. Smeltzer.2002:1093 ) Diare adalah buang air besar ( defekasi ) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya ( 100-200 ml / jam tinja ), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair ( setengah padat ) dan disertai frekuensi defekasi yang meningkat. ( Arif Mansjoer, dkk.2001:501 ) Diare adalah feses keluar dengan cepat dan tidak berbentuk. ( Judith M. Wilkinson.2007:132 ) Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya ( > 3 kali / hari ) disertai perubahan konsistensi tinja ( menjadi cair ), dengan atau tanpa darah dan atau lendir. ( Prof. Sudaryat Suraatmaja, dr., SpAK.2005:1 ) Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. ( Mohammad Juffrie, dkk.2010:122 ) Diare adalah keluarnya tinja cair dan terjadi bila kecepatan gerakan isi usus meningkat sehingga menyebabkan kegagalan pencernaan dan absorpsi cairan secara sempurna di dalam usus. ( Parakrama Chandrasoma dan Clive R. Taylor.2006:533 ) Diare kronik adalah diare yang berlangsung selama lebih dari tiga minggu. ( Arif Mansjoer, dkk.2001:504 )

Diare kronik adalah diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah ( failure to thrive ) selama masa diare tersebut. ( Prof. Sudaryat Suraatmaja, dr., SpAK.2005:1 ) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. ( Aru W. Sudoyo.2006:408 ) B. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Presipitasi ( Arif Mansjoer, dkk.2000:470 ) a. Obat-obatan tertentu ( laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan antasida ). Menurut Anthony S. Fauci.dkk.2009:332, agen kemoterapi kanker menyebabkan inflamasi, nekrosis, dan pengelupasan mukosa kolon yang mungkin meliputi komponen diare sekretorik akibat pelepasan prostaglandin oleh sel inflamasi. Menurut DR. H. M. Sjaifoellah Noer.2006:167-168, obat-obatan antibiotik seperti ampicilin, klindamicin, dan tetrasiklin dapat menimbulkan diare dengan cara mengubah keseimbangan flora usus. Obat-obatan laksatif dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan diare kronik dan melanosis koli dimana saat Kolonoskopi terlihat pengumpulan pigmen melanin pada seluruh kolon, tinja menjadi merah dengan penambahan zat alkalis. Obat-obatan hidroksida b. Gangguan antasida dengan metabolik terutama campuran dan yang mengandung magnesium dapat J. aluminium hidroksida

menimbulkan diare. endokrin. Menurut Elizabeth Corwin.2000:514, hormone misalnya gastrin dari lambung, serta sekretin dan kolesistokinin ( CCK ) dari usus halus, juga dapat mempengaruhi kecepatan kontraksi sel otot polos ( motilitas usus ). Sekretin dan kolesistokinin ( CCK ) merangsang motilitas usus tapi menghambat motilitas lambung sehingga memperlambat pengosongan isi lambung ke dalam usus halus.

c. Infeksi virus ( Rotavirus, Adenovirus ), bakteri ( E. Colli, Salmonella, Shigella, Vibrio dll ), parasit ( protozoa : E. hystolitica, G. lamblia; cacing : Askaris, Trikurus; Jamur : Kandida ) melalui fecal oral : makanan, minuman, yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan tinja penderita. Menurut menurut Elizabeth J. Corwin.2000:521, iritasi usus oleh suatu pathogen mempengaruhi lapisan mukosa usus sehingga terjadi peningkatan produk-produk sekretoris, termasuk mucus. Iritasi oleh mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di kolon berkurang. d. Imunodefisiensi. Menurut Elizabeth J. Corwin.2000:74, orang yang imunodefisien akan berulangkali menderita penyakit infeksi yang parah dan tidak lazim dan sering tidak dapat melawannya. Orang dengan defisiensi sel T sering menderita infeksi parasit dan virus, sementara pengidap defisiensi sel B terutama rentan terhadap infeksi oleh bakteri. Virus HIV menghancurkan sel-sel T penolong dan juga menginfeksi leukosit lainnya. e. Psikologis : rasa takut dan cemas. Menurut Elizabeth J. Corwin.2000:235, takut dan cemas menyebabkan stress yang dapat mempengaruhi fungsi berbagai system dan proses dalam tubuh termasuk salah satunya system gastrointestinal yaitu terjadinya diare. 2. Predisposisi ( Suzanne C. Smeltzer.2002:1093 ) a. Gangguan nutrisi dan malabsorpsi. Menurut Elizabeth J. Corwin.2000:527, defisiensi enzim pencernaan pancreas, infeksi mikroorganisme, kerusakan lapisan mukosa, menyebabkan gangguan penguraian laktosa menjadi monosakarida yang dapat diserap sehingga menyebabkan diare. b. Syndrome Zollinger-Ellison. Menurut Anthony S. Fauci.dkk.2009:332, terjadi peningkatan produksi gastrin yang berlebihan yang menyebabkan sekresi ion aktif lalu terjadi hilangnya cairan.

c. Obstruksi usus ( Paralitik ileus ). Menurut Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson.2006:404-405, lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas akibat peningkatan tekanan intralumen yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. 3. Patofisiologi ( Endang Susalit.2008 ) Patofisiologi dasar terjadinya diare adalah absorpsi yang berkurang dan atau sekresi yang meningkat. Adapun mekanisme yang mendasarinya adalah mekanisme sekretorik, mekanisme osmotik dan mekanisme motilitas usus. Mekanisme sekretorik atau disebut juga dengan diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi, bila absorpsi natrium oleh villi gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Kalau pada diare infeksi prinsip dasarnya adalah kemampuan bakteri mengeluarkan toksin-toksin yang bertindak sebagai reseptor untuk melekat pada enterosit, merusak membran enterosit dan kemudian menghancurkan membran enterosit, mengaktifkan enzim-enzim intraseluler sehingga terjadi peningkatan sekresi, sehingga terjadi diare sekresi. Tapi jika ada kerusakan enterosit, maka disamping diare sekresi juga dapat terjadi diare osmotik tergantung dari derajat kerusakannya. Diare osmotik terjadi karena tidak dicernanya bahan makanan secara maksimal, akibat dari insufisiensi enzim. Makanan dicerna sebagian, dan sisanya akan menimbulkan beban osmotik intraluminal bagian distal. Hal ini memicu pergerakan cairan intravascular ke intraluminal, sehingga terjadi akumulasi cairan dan sisa makanan. Di kolon sisa makanan tersebut akan didecomposisi oleh bakteri-bakteri

kolon menjadi asam lemak rantai pendek, gas hydrogen, dan lain-lain. Adanya bahan-bahan makanan yang sudah didecomposisi ini menyebabkan tekanan osmotik intraluminal kolon akan lebih meningkat lagi, sehingga sejumlah cairan akan tertarik lagi ke intraluminal kolon sehingga terjadi diare osmotik. 4. Manifestasi Klinis Menurut Mohammad Juffrie, dkk.2010:127, manifestasi klinis diare adalah a. Penurunan nafsu makan, menurut Harrison.2000:242, hal ini disebabkan oleh senyawa peptide kolesistokinin otak-usus yang memberikan efek kenyang dan terlibat dalam perubahan perilaku makan. b. Mual, menurut Elizabeth J. Corwin.2000:520 hal ini disebabkan oleh distensi atau iritasi di saluran gastrointestinal, tapi juga dapat dirangsang oleh pusat-pusat saraf otak di medulla atau di pusat muntah. c. Muntah, menurut Elizabeth J. Corwin.2000:520 hal ini disebabkan oleh impuls-impuls aferen berjalan ke pusat muntah sebagai aferen vagus dari simpatis yang berasal dari lambung atau duodenum dan muncul sebagai respons terhadap distensi berlebihan atau iritasi atau kadang-kadang sebagai respons terhadap rangsangan kimiawi oleh emetic. d. Kembung, hal ini disebabkan oleh adanya gas berlebihan yang masuk ke traktus gastrointestinal dari tiga sumber yang berbeda yaitu udara yang ditelan, gas yang terbentuk sebagai hasil kerja bakteri, dan gas yang berdifusi dari darah ke dalam traktus gastrointestinal. e. Demam, menurut Potter & Perry.2005:939 merupakan salah satu respon seluler tubuh yang terjadi karena masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang menyebabkan infeksi.

Dan

ditambahkan

menurut

Suzanne

C.

Smeltzer.2002:1093-1094

manifestasi klinis diare adalah f. Peningkatan frekuensi defekasi dengan kandungan feses yang cair. Masuknya virus, bakteri, dan parasit ke dalam tubuh manusia menyebabkan infeksi pada lumen usus dan menyebabkan daya absorpsi usus besar berkurang sehingga air lebih banyak tertahan di dalam usus besar dan feses memiliki konsistensi yang cair. g. Haus, yang disebabkan oleh kehilangan cairan berlebih. h. Peregangan yang tidak efektif pada anus ( tenesmus ). Menurut Syilvia A. Price.2006:308, masuknya feses ke dalam rectum meregangkan dinding rectum dan merangsang pergerakan massa kolon, karena frekuensi defekasi lebih 3 kali per hari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair, sehingga terjadi peregangan yang tidak efektif pada anus. i. Dehidrasi, hal ini disebabkan oleh karena kehilangan cairan yang berlebih melalui feses yang cair, muntah, dan lain-lain. j. Kelemahan, bisa terjadi sebagai akibat dari dehidrasi. 5. Komplikasi ( Suzanne C. Smeltzer.2002:1094 ) a. Disritmia jantung, hal ini karena pada diare terjadi hipokalemia yang disebabkan oleh kehilangan cairan yang berlebih. b. Hipotensi, terjadi karena adanya gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat. c. Syok hipovolemik, terjadi karena kehilangan cairan berlebih yang tidak segera ditangani secara medis dan terus terjadi dalam waktu yang lama. d. Gagal Ginjal Akut, penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun, dan jika tidak segera diatasi akan timbul penyakit berupa nekrosis tubulus ginjal akut dan diikuti oleh gagal ginjal akut. e. Kematian, yang disebabkan oleh syok hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidodis metabolic yang lanjut.

6. Penatalaksanaan Medis a. Pemeriksaan Penunjang ( Askandar Tjokoprawiro, dkk.2007:116-17 ) 1) Pemeriksaan laboraturium : untuk menilai akibat kronis diare pada nutrisi dan elektrolit penderita 2) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui kemungkinan adanya anemia dan abnormalitas jumlah leukosit 3) Pemeriksaan biokimiawi : elektrolit serum, penilaian nutrisi dengan menghitung jumlah limfosit, kalsium serum, albumin, protein total. 4) Pemeriksaan tinja : bila positif ada pus, kemungkinan terdapat inflamasi dan neoplasme 5) Pemeriksaan Radiografi : untuk mengetahui adanya abnormalitas usus halus atau kolon dan obstruksi di usus halus 6) Pemeriksaan Endoskopi : untuk mendeteksi kelainan superficial dan pancreas 7) Pemeriksaan Ultra Sono Grafi ( USG ) : untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan bilier atau pancreas 8) Pemeriksaan Computed Tomografi ( CT ) Scan Abdomen : untuk menilai kemungkinan komplikasi abdominal pada IBD ( Inflamatory Bowel Desease ) 9) Pemeriksaan Kolonoskopi : untuk menentukan adanya colitis mikroskopis, colitis limfositik atau colitis kolagen, dan menemukan villous adenoma yang menimbulkan diare sekresi dan carsinoma ( kanker ) kolon. b. Penatalaksanaan ( Arif Mansjoer, dkk.2000:506 ) 1) Keperawatan a) Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang b) Memonitor tanda dehidrasi dan syok c) Memenuhi kebutuhan nutrisi d) Mengontrol dan mengatasi demam e) Perawatan perineal

2) Medis a) Rehidrasi Oralit, cairan infuse yaitu Ringer laktat, Dekstrosa 5%, NaCl, dan lain-lain b) Antispasmodic, antikolinergik Contoh obat : papaverin dengan dosis 3 kali sehari, mebeverine dengan dosis 3 sampai 4 tablet sehari c) Obat anti diare i. Obat anti motilitas dan sekresi usus i) Loperamid ( Imodium ) : 4 mg per oral ( dosis awal ), lalu tiap tinja cair di berikan 2 mg, dengan dosis maksimal 16 mg sehari ii) Difenoksilat ( lomotil ) : 4 kali 5 mg ( 2 tablet ) iii) Kodein fosfat : 15 sampai 60 mg tiap 6 jam ii. Oktreotid ( sandostatin ) Telah di coba dengan hasil memuaskan pada diare sekretorik iii. Obat anti diare yang mengeraskan tinja dan absorpsi zat toksik, yaitu i) Arang atau Charcoal aktif ( Norit ) : 1 sampai 2 tablet, di ulang sesuai kebutuhan ii) Campuran kaolin dam morphin ( mengandung 700 mikrogram / 10 ml anhydrous morfine ) d) Anti emetic ( metoklopropamid, proklorprazin, domperidon ) e) Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan, yaitu i. Vitamin B12, asam folat, vitamin A, dan vitamin K ii. Preparat besi, Zinc, dan lain-lain f) Obat ekstra enzim pancreas g) Aluminium hidroksida, memiliki efek konstipasi dan mengikat asam empedu h) Fenotiazin dan asam nikotinat, menghambat sekresi anion usus

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN Menurut Suzanne C. Smeltzer.2002 diagnosa keperawatan yang muncul adalah : 1. Diare berhubungan dengan infeksi, ingesti makanan pengiritasi, atau gangguan usus 2. Resiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase feses yang sering dan kurangnya asupan cairan 3. Ansietas berhubungan dengan eliminasi yang sering dan tidak terkontrol 4. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase feses yang sering atau encer D. FOKUS INTERVENSI Menurut Suzanne C. Smeltzer.2002 fokus intervensi dari diagnose keperawatan yang muncul adalah 1. Diare berhubungan dengan infeksi, ingesti makanan pengiritasi, atau gangguan usus Tujuan : melaporkan pola defekasi normal Intervensi : a. Observasi frekuensi defekasi, karakteristik, dan jumlah Rasional : diare sering terjadi setelah memulai diet b. Dorong diet tinggi serat dalam batasan diet, dengan masukan cairan yang sedang sesuai diet yang dibuat Rasional : meningkatkan konsistensi feses. Meskipun cairan perlu untuk fungsi tubuh optimal, kelebihan jumlah mempengaruhi diare c. Batasi masukan lemak sesuai indikasi Rasional : observasi tanda sindrom dumping. Misalnya diare cepat, berkeringat, mual, dan kelemahan setelah makan d. Bantu perawatan perineal sering, gunakan salep sesuai indikasi. Rasional : iritasi anal, ekskoriasi, dan pruritus terjadi karena diare. Pasien sering tak dapat mencapai area yang tepat untuk membersihkan dan dapat membuat malu meminta bantuan

10

e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, misalnya difenoksilat dengan atropine ( Lomotil ) Rasional : mungkin perlu mengontrol frekuensi defekasi sampai tubuh mengatasi perubahan 2. Resiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase feses yang sering dan kurangnya asupan cairan Tujuan : mempertahankan keseimbangan cairan Intervensi : a. Awasi masukan dan haluaran, karakter, dan jumlah feses, perkirakan kehilangan yang tidak terlihat, misalnya berkeringat. Ukur berat jenis urine, observasi oliguria Rasional : memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan control penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan b. Kaji tanda vital ( tekanan darah, nadi, suhu ) Rasional : hipotensi, takikardi, demam dapat menunjukkan respons terhadap dan atau efek kehilangan cairan c. Observasi kulit kering berlebihan dan membrane mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian kapiler lambat Rasional : menunjukkan kehilangan cairan berlebih / dehidrasi d. Ukur berat badan setiap hari Rasional : indicator cairan dan status nutrisi e. Pertahankan pembatasan oral, tirah baring, hindari kerja Rasional : kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan menurunkan kehilangan cairan usus f. Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adanya darah samar Rasional : diet tak adekuat dan penurunan absorbsi dapat menimbulkan defisiensi vitamin K dan merusak koagulasi, potensial resiko perdarahan

11

g. Catat kelemahan otot umum atau disritmia jantung Rasional : kehilangan cairan berlebihan dapat menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit, misalnya kalium yang perlu untuk fungsi tulang dan jantung. Gangguan minor pada kadar serum dapat mengakibatkan adanya dan atau gejala ancaman hidup h. Kolaborasi pemberian cairan parenteral, tranfusi darah sesuai indikasi Rasional : mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan cairan 3. Ansietas berhubungan dengan eliminasi yang sering dan tidak terkontrol Tujuan : mengalami penurunan ansietas Intervensi : a. Catat petunjuk perilaku, misalnya gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian Rasional : indicator derajat ansietas / stress. Stress dapat terjadi sebagai akibat gejala fisik kondisi, juga reaksi lain b. Dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik Rasional : membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien / orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress c. Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan, misalnya tirah baring, pembatasan masukan oral, dan prosedur Rasional : keterlibatan pasien dalam perencanaan tindakan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan ansietas d. Berikan lingkungan tenang dan istirahat Rasional : memindahkan pasien dari stress luar, meningkatkan relaksasi, menurunkan stress e. Dorong pasien / orang terdekat untuk menyatakan perhatian Rasional : tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stress berkurang

12

f. Bantu pasien untuk mengidentifikasi / memerlukan perilaku koping yang digunakan pada masa lalu Rasional : perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah / stress saat ini, meningkatkan rasa control diri pasien g. Bantu pasien belajar mekanisme koping baru, misalnya teknik mengatasi stress Rasional : belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan stress dan ansietas, meningkatkan control penyakit h. Kolaborasi pemberian sedative, misalnya barbiturate ( Luminal ) dan antiansietas, misalnya diazepam ( Valium ) Rasional : menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat 4. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase feses yang sering atau encer Tujuan : mempertahankan integritas kulit Intervensi : a. Observasi kemerahan, pucat, ekskoriasi Rasional : area ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan lebih intensif b. Anjurkan pasien membersikan dengan cara mengelap atau mengeringkan area setelah defekasi Rasional : kelembaban atau ekskoriasi meningkatkan pertumbuhan bakteri c. Tekankan pentingnya masukan nutrisi dan cairan adekuat Rasional : perbaikan nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi kulit d. Berikan pelindung kulit atau pelembab sesuai kebutuhan Rasional : melicinkan kulit dan menurunkan gatal

You might also like