You are on page 1of 15

BAB I LATAR BELAKANG

1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas, sedangkan daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama. Tumor ini berasal dari Fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi skuamosa (Asroel, 2002 ) Gejala karsinoma nasofaring sangat bervariasi dan sering samar-samar sehingga membingungkan pemeriksa. Kendala yang dihadapi dalam menangani kasus karsinoma nasofaring adalah pasien datang dalam stadium yang sudah lanjut, bahkan dalam keadaan umum yang jelek. Hal ini karena terlambatnya diagnosa ditegakkan, maka sangatlah penting untuk menemukan dan menegakan diagnosis secara dini (Arima, 2006)

1.2 tujuan penulisan adapun tujuan kami membuat makalah ini adalah : 1. untuk mengetahuai defenisi ca nasofaring,etiologi,penatalaksanaan medis,serta asuhan keperawatan nya.

BAB II TINAJUAN TEORITIS

2.1 CARSINOMA NASOFARING A. AnatomiNasofaring. Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di sebelah dorsal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai berikut 1. bagian Atas : Basis kranii. 2. bagian Bawah : Palatum mole 3. bagian Belakang : Vertebra servikalis 4. bagian Depan : Koane 5. bagianLateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika. B. Pengertian Carsinoma Nasofaring Karsinoma Nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT Sebagian besar kien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut. Didapatkan lebih banyak pada pria dari pada wanita, dengan perbandingan 3 : 1 pada usia /umur rata-rata3050th.

C. Etiologi Penyebab timbulnya Karsinoma Nasofaring masih belum jelas. Namun banyak yang berpendapat bahwa berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologik dan eksperimental, ada 5 faktor yang mempengaruhi yakni 1. Faktor Genetik (Banyak pada suku bangsa Tionghoa/ras mongolid). 2. Faktor Virus (Virus EIPSTEIN BARR) 3. Faktor lingkungan (polusi asap kayu bakar, atau bahan karsinogenik misalnya asap rokok dll).

4. Iritasi menahun : nasofaringitis kronis disertai rangsangan oleh asap, alkohol dll. 5. Hormonal : adanya estrogen yang tinggi dalam tubuh. 6. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine. 7. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup. 8. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan). 9. Radang kronis nasofaring 1. Pembagian Karsinoma Nasofaring Menurut Histopatologi : 1. Well differentiated epidermoid carcinoma. A. Keratinizing B. Non Keratinizing. 2. Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma A. Transitional B. Lymphoepithelioma. 3. Adenocystic carcinoma 2. Menurut bentuk dan cara tumbuh Ulseratif Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip. Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari jaringan sekitar (creeping tumor) 3. Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982) A. Tipe WHO 1 Karsinoma sel skuamosa (KSS) Deferensiasi baik sampai sedang. Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan). B. Tipe WHO 2 Karsinoma non keratinisasi (KNK). Paling banyak pariasinya. Menyerupai karsinoma transisional C. WHO 3 Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, Clear Cell Carsinoma, varian sel spindel. Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

4. Klasifikasi TNM Menurut UICC (1987) pembagian TNM adalah sebagai berikut : T1 = Tumor terbatas pada satu sisi nasofaring T2 = Tumor terdapat lebih dari satu bagian nasofaring. T3 = Tumor menyebar ke rongga hidung atau orofaring. T4 = Tumor menyebar ke endokranium atau mengenai syaraf otak. N1 = Metastasis ke kelenjar getah bening pada sisi yang sama, mobil, soliter dan berukuran kurang/sama dengan 3 cm. N2 = Metastasis pada satu kelenjar pada sisi yang sama dengan ukuran lebih dari 3 cm tetapi kurang dari 6 cm, atau multipel dengan ukuran besar kurang dari 6 cm, atau bilateral/kontralateral dengan ukuran terbesar kurang dari 6 cm. N3 = Metastasis ke kelenjar getah bening ukuran lebih besar dari 6 cm. M0 = Tidak ada metastasis jauh. M1 = Didapatkan metastasis jauh.

5. Penentuan Stadium Stadium I T1 N0 M0 Stadium II T2 N0 M0 Stadium III T3 N0 M0 T1 3 N1 M0 Stadium IV T4 N0 1 M0 Semua T N2 3 M0 Semua T Semua N M1

6. Lokasi : 1. Fossa Rosenmulleri. 2. Sekitar tuba Eustachius. 3. Dinding belakang nasofaring. 4. Atap nasofaring.

D. Gejala Klinik 1. Gejala Setempat : A. Gejala Hidung : Pilek dari satu atau kedua lubang hidung yang terus-menerus/kronik. Lendir dapat bercampur darah atau nanah yang berbau. Epistaksis dapat sedikit atau banyak dan berulang. Dapat juga hanya berupa riak campur darah. Obstruksio nasi unilateral atau bilateral bila tumor tumbuh secara eksofilik B. Gejala Telinga : 1. Kurang, pendengaran. 2. Tinitus 3. OMP. 2. Gejala karena tumbuh dan menyebarnya tumor Merupakan gejala yang timbul oleh penyebaran tumor secara ekspansif, infiltratif dan metastasis. 1. Ekspansif Ke muka, tumor tumbuh ke depan mengisi nasofaring dan menutuk koane sehingga timbul gejala obstruksi nasi/hidung buntu. Ke bawah, tumor mendesak palatum mole sehingga terjadi bombans palatum mole sehingga timbul gangguan menelan/sesak. 2. Infiltratif Ke atas Melalui foramen ovale masuk ke endokranium, maka terkena dura dan timbul sefalgia/sakit kepala hebat, Kemudian akan terkena N VI, timbul diplopia, strabismus. Bila terkena N V, terjadi Trigeminal neuralgi dengan gejala nyeri kepala hebat pada daerah muka, sekitar mata, hidung, rahang atas, rahang bawah dan lidah. Bila terkena N III dan IV terjadi ptosis dan oftalmoplegi. Bila lebih lanjut lagi akan terkena N IX, X, XI dan XII. Ke samping Masuk spatium parafaringikum akan menekan N IX dan X : Terjadi Paresis palatum mole, faring dan laring dengan gejala regurgitasi makan-minum ke kavum nasi, rinolalia aperta dan suara parau.

Menekan N XI : Gangguan fungsi otot sternokleido mastoideus dan otot trapezius.

Menekan N XII : Terjadi Deviasi lidah ke samping/gangguan menelan Gejala karena metastasis melalui aliran getah bening : Terjadi pembesaran kelenjar leher yang terletak di bawah ujung planum mastoid, di belakang ungulus mandibula, medial dari ujung bagian atas muskulus sternokleidomastoideum, bisa unilateal dan bilateral. Pembesaran ini di sebut tumor colli. 3. Gejala karena metastasis melalui aliran darah : Akan terjadi metastasis jauh yaitu paru-paru, ginjal, limpa, tulang dan sebagainya. Gejala di atas dapat dibedakan antara : I. Gejala Dini : Merupakan gejala yang dapat timbul waktu tumor masih tumbuh dalam batas-batas nasofaring, jadi berupa gejala setempat yang disebabkan oleh tumor primer (gejala-gejala hidung dan gejala-gejala telinga seperti di atas). II. Gejala Lanjut : Merupakan gejala yang dapat timbul oleh karena tumor telah tumbuh melewati batas nasofaring, baik berupa metastasis ataupun infiltrasi dari tumor. Sebagai pedoman : Ingat akan adanya tumor ganas nasofaring bila dijumpai TRIAS 1. Tumor colli, gejala telinga, gejala hidung. 2. Tumor colli, gejala intrakranial (syaraf dan mata), gejala hidung dan telinga. 3. Gejala Intrakranial, gejala hidung dan telinga. E. Pemeriksaan Fisik Inspeksi : Wajah, mata, rongga mulut dan leher. Pemeriksaan THT: Otoskopi : Liang telinga, membran timpani. Rinoskopia anterior : 1. Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret. 2. Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.

Rinoskopia posterior : 1. Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat. 2. Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.

Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.

X foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan

F. Pemeriksaan tambahan Biopsi : Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/daerah yang dicurigai. Dilakukan dengan anestesi lokal. Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan), melalui rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi posterior. Bila perlu Biopsi dapat diulang sampai tiga kali. Bila tiga kali Biopsi hasil negatif, sedang secara klinis mencurigakan dengan karsinoma nasofaring, biopsi dapat diulang dengan anestesi umum. Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan bila klien trismus atau keadaan umum kurang baik. Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan bila terjadi keraguan apakah kelenjar tersebut suatu metastasis.

G. Penatalaksanaan : Terapi utama : Radiasi/Radioterapi ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan komputer (4000 6000 R) Terapi tambahan : diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, inferferon, Sitostatika/Kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi ajuvan (tambahan). Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Pemberian ajuvan kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil sedang dikembangkan di bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian

kemoterapi praradiasi dengan efirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik.

ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Aktivitas/istirahat Gejala : Kelemahan dan / atau kelelahan. Perubahan pada pola istirahat / jam tidur karena keringat berlegih, nyeri atau ansietas. 2. Integritas Ego : Gejala : Faktor stress (perubahan peran atau keuangan). Cara mengatasi stress (keyakinan/religius). Perubahan penampilan. 3. Makanan/cairan Gejala : Kebiasaan diet buruk (Bahan Pengawet) 4. Neurosensori Gejala : Pusing atau sinkope 5. Pernafasan Gejala : Pemajanan bahan aditif 6. Interaksi sosial Gejala : Kelemahan sistem pendukung 7. Pembelajaran Gejala : Riwayat kanker pada keluarga

Prioritas Keperawatan 1. Dukungan adaptasi dan kemandirian. 2. Meningkatkan kenyamanan. 3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal. 4. Mencegah komplikasi. 5. .Memberi informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

Tujuan Pemulangan 1. Klien menerima situasi dengan realistis. 2. Nyeri berkurang/terkontrol. 3. Homeostasis dicapai. 4. Komplikasi dicegah/dikurangi 5. Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala. Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi. Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 40 menit. a. Pasien tenang dan wajah segar. b. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.

Rencana tindakan : 1) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang. Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat. 2) Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah. Rasional : Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien. 3) Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai. Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien. 4) Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi . Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri. 5) Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien. Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.

2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang. Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan. a) Emosi stabil., pasien tenang. b) Istirahat cukup. Rencana tindakan : 1) Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien. Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat. 2) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya. Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien. 3) Gunakan komunikasi terapeutik. Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan. 4) Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan. Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien. 5) Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin. Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien. 6) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian. Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu. 7) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional : Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien. 3. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya. Kriteria Hasil :

10

a) Pasien

mengetahui

tentang

proses

penyakit,

diet,

perawatan

dan

pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya. b) Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh. Rencana Tindakan : 1) Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan Ca. Nasofaring Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga. 2) Kaji latar belakang pendidikan pasien. Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien. 3) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti. Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. 4) Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya. Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang. 5) Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada / memungkinkan). Rasional : Gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan. 4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang. Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi Kriteria hasil : a) Berat badan dan tinggi badan ideal. b) Pasien mematuhi dietnya. c) Kadar gula darah dalam batas normal.

11

d) Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia. Rencana Tindakan : 1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan. Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat. 2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan. Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia. 3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali. Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet). 4) Identifikasi perubahan pola makan. Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan. 5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik. Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

Evaluasi A. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan. B. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan. C. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 1. Pengkajian Dalam makalah ini, antara pengkajian pada tinjauan teoritis dan tinjauan kasus sudah terdapat kesamaan antara teori dan aplikasinya pada tinjauan kasus. 2. Diagnosa Diagnosa keperawatan yang muncul yang ada pada tinjauan teoritis tidak seluruhnya muncul pada tinjauan kasus. Namun diagnosa yang diangkat sesuai dengan masalah yang ada pada tinjauan kasus sudah cukup mewakili dan sesuai dengan tinjauan teoritis. 3. Intervensi Intervensi yang disusun berdasarkan prioritas masalah yang ada pada tinjauan kasus sudah sesuai dengan tinjauan teoritis. 4. Implementasi Implementasi merupakan aplikasi dari intervensi yang telah disusun. 5. Evaluasi Hasil evaluasi dari implementasi keperawatan pada tinjauan kasus setelah dilakukan perawatan selama 2x 24 jam sudah sangat memuaskan karena semua masalah teratasi.

3.2 Saran 1. Untuk Institusi a) Mengupas secara jelas tentang konsep teoritis dan asuhan keperawatan pada klien dengan CARSINOMA NASOFARING. b) Mendemonstrasikan kepada mahasiswa tindakan keperawatan yang benar pada klien CARSINOMA NASOFARING. 2. Untuk Rumah sakit a) Memperbaiki sistem manajemen Rumah sakit, sehingga mempermudah proses keperawatan. b) Memperhatikan NASOFARING. c) Meningkatkan mutu pelayanan. jadwal pemulangan klien dengan CARSINOMA

13

3. Untuk Perawat a) Melakukan perawatan terhadap klien dengan gangguan CARSINOMA

NASOFARING. dengan keperawatan professional b) Melakukan perawatan sesuai dengan prosedur tetap. c) Melibatkan keluarga dalam proses keperawatan.

14

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta. Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta. Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach. 2nd Edition : WB Sauders. Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetom Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya. Makalah Kuliah THT. Tidak dipublikasikan Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta Rothrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta. Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta. Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi kekempat. FKUI : Jakarta. Sri Herawati. (2000). Anatomi Fisiologi Cara Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorokan. Laboratorium Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.

15

You might also like