You are on page 1of 14

TUGAS STRATIGRAFI BIOSTRATIGRAFI

Disusun Oleh : Wahyu Satria Kencana Bara Arya Andreas Salomo Haqqi Khurohman Muttaqin Albert Dinata Daryl Rengga Rusiana Anas Cahya Azhari Ahmad Oky Maulana Arip Cahya Darmawan Jetrudes Mediyana Ximanes D Larikiansyah (111.101.056 ) (111.101.057 ) ( 111.101.031 ) ( 111.101.032 ) ( 111.101.036 ) ( 111.101.037 ) ( 111.101.039 ) ( 111.101.040 ) ( 111.101.041 ) ( 111.101.042 ) ( 111.101.043 )

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA 2012

BIOSTRATIGRAFI Pengertian Biostratigrafi merupakan ilmu penentuan umur batuan dengan menggunakan fosil yang terkandung didalamnya. Biasanya bertujuan untuk korelasi, yaitu menunjukkan bahwa horizon tertentu dalam suatu bagian geologi mewakili periode waktu yang sama dengan horizon lain pada beberapa bagian lain. Fosil berguna karena sedimen yang berumur sama dapat terlihat sama sekali berbeda dikarenakan variasi lokal lingkungan sedimentasi. Sebagai contoh, suatu bagian dapat tersusun atas lempung dan napal sementara yang lainnya lebih bersifat batu gamping kapuran, tetapi apabila kandungan spesies fosilnya serupa, kedua sedimen tersebut kemungkinan telah diendapkan pada waktu yang sama. Amonit, graptolit dan trilobit merupakan fosil indeks yang banyak digunakan dalam biostratigrafi. Mikrofosil seperti acritarchs, chitinozoa, conodonts, kistadinoflagelata, serbuk sari, sapura dan foraminifera juga sering digunakan. Fosil berbeda dapat berfungsi dengan baik pada sedimen yang berumur berbeda; misalnya trilobit, terutama berguna untuk sedimen yang berumur Kambrium. Untuk dapat berfungsi dengan baik, fosil yang digunakan harus tersebar luas secara geografis, sehingga dapat berada pada bebagai tempat berbeda. Mereka juga harus berumur pendek sebagai spesies, sehingga periode waktu dimana mereka dapat tergabung dalam sedimen relatif sempit, Semakin lama waktu hidup spesies, semakin tidak akurat korelasinya, sehingga fosil yang berevolusi dengan cepat, seperti amonit, lebih dipilih daripada bentuk yang berevolusi jauh lebih lambat, seperti nautoloid. A. Satuan Biostratigrafi Satuan biostratigrafi adalah tubuh lapisan batuan yang dikenali berdasarkan kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagi sendi pembeda tubuh batuan di sekitarnya. Kelanjutan satuan biostratigrafi ditentukan oleh penyebaran gejala paleontologi yang mencirikannya (Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Tingkat dan jenis biostratigrafi, dimana didalamnya adalah zona. Zona adalah suatu lapisan atau tubuh lapisan batuan yang dicirikan oleh suatu takson atau lebih. Kegunaan dari zona antara lain sebagai penunjuk umur, penunjuk lingkungan pengendapan, korelasi tubuh lapisan batuan, dan untuk mengetahui kedudukan kronostratigrafi tubuh lapisan batuan. Urutan tingkatan satuan biostratigrafi resmi dari besar sampai kecil adalah superzona, zona, subzona dan zonula. Dalam biostartigrafi terdapat beberapa macam zona adalsebagai berikut : a) Zona kumpulan Zona kumpulan adalah suatu lapisan atau kesatuan sejumlah lapisan yang terdiri oleh kmpulan alamiah fosil yang khas atau kumpulan suatu jenis fosil. Kegunaan zona kumpulan selin sebagai penunjuk lingkungan kehidupan purba, dapat dipakai sebagai penciri waktu. Batas dan kelanjutan zona kumpulan

ditentukan oleh batas terdapatnya kebersamaan (kemasyarakatan) umur umur utama dalam kesinambungan yang wajar. b) Zona kisaran Zona kisaran adalah tubuh lapisan batuan yang mengcakup kisaran stratigrafi unsur terpilih dari kemapuan seluruh foisl yang ada. zona kisaran dapat berupa kisaran umur suatu takson, kumpulan takson, takson-takson yang bermasyarakat, atau ciri paleontologi yang lain yang menunjukkan kisaran). Kegunaan zona kisaran terutama untuk korelasi tubuh batuan dan sebagai dasar penempatan batuan-batuan dalam skala waktu geologi. Batas dan kelanjutan zona kisaran ditentukan oleh penyebaran vertikal maupun horizontal takson yang mencirikannya. c) Zona puncak Zona puncak adalah tubuh lapisan batuan yang menunjukan perkembangan maksimun suatu takson tertentu. Kegunaan zona puncak dalam hal tertentu ialah untuk menunjukkan kedudukan kronostratigrafi tubuh lapisan batuan dan dapat dipakai sebagai penunjuk lingkungan pengendapan purba, iklim purba. Batas vertikal dan horizontal zona ini bersifat subjektif. d) Zona selang Zona selang ialah selang stratigrafi antara dua horizonbiostratigrafi (horizon biostratigrafi yaitu awal atau akhir peMunculan takson takson penciri). Kegunaan secara umum untuk korelasi tubuh tubuh lapisan batuan. Batas atas dan bawah suatu zona selang ditentukan oleh horizon pemunculan awal atau akhir suatu takson penciri. e) Zona rombakan Zona rombakan adalah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh banyaknya fosil rombakan berbeda jauh daripada tubuh lapisan batuan diatas dan dibawahnya. f) Zona padat Zona padat adalah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh melimpahnya fosil dengan kepadatan populasinya jauh lebih banyak daripada tubuh batuan diatas dan dibawahnya. B. Ketidakselarasan Biostartigrafi Dalam biostartigrafi dikenal istilah ketidak-selarasan. Ketidak selarasan adalah bukti untuk adanva ketidak-lanjutan vertikal dari sedimentasi yang disebabkan oleh adanya gejala tektonik. Seperti pengangkatan, yang dapat disebabkan pelipatan yang disusul oleh pengangkatan (orogenesa) ataupun pengangkatan dan pemiringan semata ataupun semata-mata pengangkatan atau epirogenesa. Adapun jenis-jenis ketidak selarasan adalah sebagai berikut : a. Angular Unconformity Angular Unconformity adalah tipe ketidak selaran yang menunjukkan batuan tipe ketidak selaran yang menunjukkan batuan sedimen yang lebih mudah menumpang diatas bidang miring tererosi yang merupakan batuan yang lebih tua dan telah mengalami pemiringan (tilted) atau perlipatan. Angular unconformity dapat menunjukkan ukuran sepuluh hingga seratus kilometer, jarang berupa hubungan

individu batuan tetapi selalu dalam satuan batuan. Struktur seperti submarine slide, cross bedding tidak termasuk tipe ini.

b. Disconformity Disconformity adalah perlapisan sejajar diatas dan dibawah bidang ketidakselarasan, bidang kontaknya ditandai oleh kenampakan bidang erosi yang nyata dan tidak rata. Disconformity lebih mudahdikenal karena adanya permukaan erosi mungkin karena saluran(channel). Seperti halnya angular unconformity dapat pula ditandaidengn fosil, zona soil (paleosols) yang mungkin ditandai oleh gravel tertinggal (lag-gravel) pada bagian atas bidang ketidak selarasan danmenunjukkan bongkah litologi yang sama dengan litologi bagian bawahnya.

c. Paraconformity Paraconformity ketidak selarasan sejajar, perlapisan batuan sejajar diatas dan dibawah bidang ketidak-selarasan. Tidak menunjukkan tanda erosi dan proses fisika lainnya. Hanya bisa ditentukan dengan mengetahui perbedaan kandungan fauna atau perubahan zonasi faunanya.

d. Nonconformity Ketidak selarasan antara batuan sedimen dengan batuan beku atau matamorf yang lebih tua dan telah tererosi sebelum batuan sedimen terendapkan diatasnya.

C. Korelasi Biostratigrafi Korelasi biostratigrafi adalah menghubungkan lapisan-lapisan batuan di dasarkan atas kesamaan kandungan dan penyebaran fosil yang terdapat di dalam batuan. Dalam korelasi biostratigrafi dapat terjadi batuan yang berbeda memiliki kandungan dan penyebaran fosil yangsama. Contoh : Korelasi Biostratigrafi

Prosedur dan penjelasan: 1. Korelasikan/hubungkan lapisan lapisan batuan yang mengandung kesamaan dan persebaran fosil yang sama (Pada gambar diatasdiwakili oleh garis warna biru). 2. Kandungan dan sebaran fosil pada batugamping di Sumur-1 sama dengan kandungan dan sebaran fosil pada serpih di Sumur-2,sehingga batu gamping yang ada di Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan serpih yang terdapat di Sumur-2. 3. Batu gamping pada Sumur-1 mengandung kumpulan fosil Y sedangkan pada Sumur2, serpih juga mengandung kumpulan dan sebaran fosil Y. Dengan demikian lapisan batu gamping pada Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan serpih pada Sumur-2. 4. Kandungan dan sebaran fosil pada napal di Sumur-1 sama dengan kandungan dan sebaran fosil pada napal di Sumur-2, sehingga napal yang ada di Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan napal yang terdapat di Sumur-2. Kandungan dan sebaran fosil pada batupasir di Sumur-1 sama dengan kandungan dan sebaran fosil pada batulempung di Sumur-2, sehingga batupasir yang ada di Sumur1 dapat dikorelasikan dengan batulempung yang ada di Sumur-2. Kandungan dan sebaran fosil pada napal di Sumur-1 sama dengan kandungan dan sebaran fosil pada napaldi Sumur-2, sehingga napal yang ada di Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan napal yang terdapat di Sumur-2.

PENERAPAN BIOSTRATIGRAFI biostratigrafi dapat dipadukan dengan teknik-teknik lain untuk meningkatkan penafsiran sekuen stratigrafi. Skema-Skema Zonasi Fosil dan Resolusi Biokronostratigrafi Organisma berevolusi, berkembang, dan kemudian punah akibat interaksi antara organisma dengan lingkungannya. Datum pemunculan pertama (first appearance datum, FAD) dan datum pemunculan terakhir (last appearance datum, LAD) suatu organisma dalam rekaman batuan merupakan titik-titik penting dalam korelasi biostratigrafi. Peristiwa lain, misalnya kelimpahan maksimum, juga sering dipakai sebagai kriteria korelasi. Walau demikian, kelimpahan maksimum hendaknya ditangani secara hati-hati mengingat faktor-faktor lokal, misalnya laju sedimentasi, dapat mempengaruhi kelimpahan fosil dalam rekaman batuan. Waktu biostratigrafi diukur dalam biokronozona (biochronozone) yang didasarkan pada pemunculan dan kepunahan fosil secara global. Bolli dkk (1985) menyusun suatu sintesis yang menyeluruh terhadap berbagai kategori fosil bahari yang kemudian digunakan untuk menyusun skema biokronozona. Kisaran global suatu spesies fosil mungkin tidak dapat ditemukan dalam suatu cekungan akibat keterbatasan lingkungan atau geografi. Pada kondisi seperti itu, biozona yang didasarkan pada pengetahuan mengenai pemunculan pertama dan pemunculan terakhir setiap spesies fosil yang ditemukan mungkin hanya memiliki nilai korelatif lokal. Hal ini mengandung pengertian bahwa korelasi global dari suatu tipe fosil memerlukan adanya diagram sekuen stratigrafi seperti yang dibuat oleh Haq dkk (1987). Resolusi kronostratigrafi yang dapat diperoleh dari fosil indeks tergantung pada waktu geologi, jumlah kategori fosil yang digunakan, dan lingkungan pengendapan. Resolusi suatu kategori fosil dihitung dengan cara membagi rentang waktu geologi fosil tersebut dengan jumlah biozona. Skema-skema biozona yang diterbitkan hingga dewasa ini menggunakan titik-titik pemunculan pertama dan pemunculan akhir untuk menentukan biozona. Di lain pihak, puncak biozona yang dipakai dalam industri perminyakan ditentukan ber-dasarkan titiktitik pemunculan terakhir, sedangkan pertumpangtindihan antar biozona dijadikan dasar untuk menentukan subzona. Hal ini terjadi karena sampel yang paling banyak dimiliki oleh para ahli biostratigrafi yang bekerja di dunia perminyakan adalah keratan pengeboran yang ketika terangkut bersama-sama dengan lumpur pengeboran biasanya dikenai efek sisa dan kontaminasi oleh material yang terletak di bagian atas sumur

pengeboran. Walau demikian, penelitian reservoar yang mendetil menggunakan data pemunculan awal untuk membuat skema biozona karena inti bor dan side-wall core biasanya dapat diperoleh. Data itu selanjutnya digunakan untuk membuat diagram korelasi yang mendetil dengan tujuan mengetahui kesinambungan dan variasi reservoar pada arah lateral. Skema biozona lokal biasanya lebih mendetil dan memiliki resolusi kronostratigrafi yang lebih tinggi dibanding skema biozona global atau regional. Sebagai contoh, biozona nannofosil Miosen AkhirPlistosen di Teluk Meksiko memiliki resolusi ratarata 0,375Ma. Resolusi gabungan dari beberapa kategori fosil bahkan bernilai lebih tinggi dari itu. Sebagai contoh, resolusi gabungan rata-rata dari nannofosil dan foraminifera untuk Miosen AkhirPlistosen di Teluk Meksiko adalah sekitar 0,2Ma. ANALISIS LINGKUNGAN PURBA Bentos dan Palinofasies Organisma yang hidup di dasar laut atau dalam sedimen dasar laut disebut bentos. Dalam industri perminyakan, foraminifera bentonik sering dipakai untuk menentukan lingkungan bahari purba (Van Gorsel, 1988). Walau demikian, organisma lain seperti ganggang kapur bentonik, conodonta, dan ostracoda juga tidak jarang digunakan. Foraminifera bentonik hidup dalam lingkungan yang bervariasi, mulai dari tepi laut hingga laut-dalam (Murray, 1973, 1992). Organisma bentos juga tahan terhadap variasi kondisi lingkungan seperti temperatur, kadar oksigen, salinitas, kondisi substrat, dan tingkat penetrasi cahaya. Pada lingkungan batial dan abisal, sifat-sifat fisik air laut yang berlapismisalnya akibat per-bedaan kadar bahan makanan, oksigen, salinitas, dan temperaturmengontrol penyebaran organisma bentonik. Di paparan, faktor-faktor yang mengontrol penyebaran organisma bentonik adalah energi arus, tipe substrat, salinitas, temperatur, dan intensitas cahaya. Karena itu, ada suatu hubungan umum antara organisma bentonik dengan kedalaman. Metoda lain untuk menentukan lingkungan adalah analisis palinofasies (palynofacies) Metoda ini terbukti cukup ampuh, khususnya pada sistem sungai-delta seperti dalam kasus di Provinsi Brent dan Laut Utara (Denison & Fowler, 1980; Hancock & Fisher, 1981; Parry dkk, 1981; Nagy dkk, 1984). Plankton Organisma yang hidup melayang-layang dalam kolom air disebut plankton. Penyebaran plankton bahari juga dikontrol oleh parameter-parameter lingkungan seperti salintas, pasokan oksigen, temperatur, dan ketersediaan bahan makanan. Fitoplankton

(phytoplankton) dikontrol oleh intensitas cahaya, yang nilainya akan menurun dengan bertambahnya kedalaman atau dengan makin keruhnya air. Karena itu, fitoplankton tidak hidup di daerah air turbid seperti di sekitar sistem delta yang berlumpur. Parameter lingkungan bahari berbeda-beda, tergantung pada asal-usul air, iklim, geografi, dan kedalaman. Keberadaan suatu plankton juga dipengaruhi oleh tingkat toleransi yang dimilikinya terhadap parameter-parameter lingkungan tersebut di atas. Sebagai contoh, radiolaria dan foraminifera planktonik jarang ditemukan di paparan, sedangkan dinoflagelata dan acritarch dapat hidup mulai dari lingkungan laut tepi hingga laut terbuka. Karena itu, penyebaran fosil plankton tertentu secara kasar dapat pula dikaitkan dengan massa air, kedalaman, dan jaraknya terhadap daratan. Nisbah mikrofosil plantonik terhadap bentonik (Murray, 1976) dan nisbah dinocyst laut-"dalam" terhadap dinocyst laut-"dangkal" memberikan informasi mengenai tingkat "kelautan" dan upwelling. Biofasies Suatu kumpulan organisma yang mencirikan lingkungan pengendapan tertentu disebut biofasies. Komposisi fosil dalam setiap biofasies merupakan fungsi dari kondisi lingkungan, redistribusi post-mortem oleh aliran gravitasi, dan sejarah diagenesis batuan. Sebagian besar spesies fosil dapat digunakan untuk mencirikan lingkungan. Walau demikian, ukurannya yang kecil, daya pengawetannya yang relatif tinggi, dan penyebarannya yang luas menyebabkan foraminifera bentonik menjadi tipe fosil istimewa untuk digunakan sebagai dasar penentuan biofasies. Penyebaran sedimen hanya merupakan salah satu dari sekian parameter lingkungan yang mengontrol biofasies. Jadi, sebenarnya tidak ada hubungan sederhana antara biofasies dengan jenis sedimen. Meskipun demikian, pada lingkungan laut dangkal, hubungan biofasies dengan energi gelombang dan pasut demikian erat dan, oleh karena itu, hubungan antara biofasies dengan besar butir sedimen juga cukup erat di wilayah tersebut. Pada sistem pengendapan progradasional dan retrogradasional, parameter lingkungan mengontrol penyebaran kumpulan fosil. Karena itu, dalam sistem tersebut, biofasies juga berpindah-pindah ke arah laut dan ke arah darat. Dengan demikian, data fosil secara vertikal dalam sistem pengendapan progradasional dan retrogradasional mencerminkan sejarah batimetri suatu cekungan. Dengan data itu dapat dikesimpulkan apakah tepi cekungan telah berprogradasi, beretrogradasi, atau beragradasi. Dalam sistem progradasional dan retrogradasional, batas antar biofasies merupakan bidang diakron (Armentrout, 1987). Akibatnya, datum-datum pemunculan pertama dan pemunculan terakhir yang berimpit dengan perubahan lingkungan tidak harus diartikan

sebagai sebagai titik-titik kelahiran dan kepunahan spesies tertentu, melainkan mungkin hanya sekedar batas biofasies diakron yang berkaitan dengan proses progradasi dan retrogradasi dalam cekungan tersebut. Biofasies Bahari Penafsiran lingkungan bahari purba berdasarkan biofasies bentonik dan planktonik biasanya didasarkan pada pengetahuan kita mengenai batimetri paparan dan samudra masa sekarang. Sebenarnya sebagian besar biofasies masa kini hanya dapat digunakan untuk menafsirkan lingkungan bahari purba sejak masa transgresi terakhir atau sejak awal highstand systems tract terakhir, pada saat mana garis pantai terletak cukup jauh di daratan. Sewaktu posisi muka air laut relatif rendah, atau ketika garis pantai maju jauh hingga mendekati tekuk paparan (shelf break), biofasies paparan dan biofasies batial atas akan terletak saling berdekatan. Pada kondisi itu, biofasies proximal dan distal akan dicampuradukkan oleh arus. Bahkan, aliran gravitasi menuju wilayah perairan yang lebih dalam akan menyebabkan usaha penafsiran lingkungan pengendapan purba menjadi jauh lebih kompleks dan sukar untuk dilakukan. Penentuan indikator-indikator lingkungan bahari yang paling dalam pada setiap kumpulan fosil akan menolong kita untuk membedakan indikator biofasies laut-dalam dari indikator semu (hasil pengangkutan oleh aliran gravitasi). Sayang sekali, biofasies batial memiliki resolusi batimetri yang relatif lebih rendah dibanding resolusi batimetri yang dimiliki oleh biofasies paparan. Karena itu, rekaman perubahan muka air laut relatif praktis tidak (atau hanya sedikit, kalau ada) terindikasikan oleh biofasies lautdalam. Walau demikian, pergantian dari zaman es ke zaman interglasial (dan sebaliknya) mempengaruhi sifat-sifat massa air laut seperti kadar oksigen, temperatur, dan pasokan bahan makanan sedemikian rupa sehingga peristiwa itu masih tampak rekamannya dalam biofasies laut-dalam. Biofasies Terestris Kumpulan-kumpulan fosil dari lingkungan terestris dapat memberikan informasi mengenai kondisi iklim dan kondisi berbagai lingkungan yang terletak di sekitar cekungan. Kumpulan mikroflora mengindikasikan iklim kering-hangat (warm-arid), ranoff yang rendah, serta potensi terbentuknya sistem karbonat bahari di daerah lintang rendah. Mikroflora dari lingkungan basah (humid) mengindikasikan adanya proses pemasokan klastika yang lebih tinggi ke dalam cekungan serta potensi ter-bentuknya sistem pengendapan fluvial dan delta. Lingkungan basah biasanya juga memiliki vegetasi subur, yang menutupi atau menjebak sedimen, sedangkan lingkungan kering

mendorong terjadinya erosi sedimen yang cepat serta terendapkannya kembali sedimen berbutir kasar. Kumpulan fosil daratan dan air tawar dapat diangkut menuju lingkungan bahari didekatnya oleh aktivitas angin (khususnya untuk kasus bissacate pollen) atau, lebih umum lagi, oleh sistem sungai (untuk miospores, charophytes, ostracoda, dan material rombakan tumbuhan). Secara umum dapat dikatakan bahwa melimpahnya fosil asaldaratan dalam suatu lingkungan bahari mengindikasikan bahwa lingkungan tersebut terletak dekat dengan influx sungai. Meningkatnya kandungan miospores dan bissacate, relatif terhadap miospores berornamen dan non-seccate pollen, dalam endapan bahari mengindikasikan bahwa lingkungan dimana sedimen itu diendapkan terletak dekat daratan (Batten, 1974). BIOSTRATIGRAFI DAN SEKUEN STRATIGRAFI Pengetahuan kita mengenai biostratigrafi sekuen pengendapan masih relatif terbatas, didasarkan pada pendapat sejumlah ahli biostratigrafi yang melakukan penelitian dengan cara memadukan data biostratigrafi dengan data sumur dan data seismik. Sebagian besar pengetahuan kita berasal dari hasil-hasil penelitian di Teluk Meksiko (Armentrout, 1987; Loutit dkk, 1988; Allen dkk, 1991; Armentrout & Clement, 1991; Armentrout dkk, 1991). Walau demikian, ada juga ahli yang mencoba melakukan penelitian biostratigrafi sekuen di tempat lain, misalnya McNeil dkk (1990) di MacKenzie Basin, Jones dkk (1993) di Northwest Shelf (Australia), dan Partington dkk (1993) terhadap endapan Jura di Laut Utara. Hasil-hasil penelitian yang disebut terakhir ini banyak menambah pengetahuan kita mengenai topik yang menarik ini. Bidang Transgresi Bidang transgresi memisahkan lowstand systems tract dari transgressive systems tract. Bidang ini ditandai oleh jejak-jejak reworking dan winnowing sedimen yang terjadi in situ. Kedua proses itu menyebabkan fosil sukar terawetkan dalam urutan asli. Hardground dan endapan yang kaya akan glaukonit juga berasosiasi dengan bidang transgresi. Proses-proses diagenesis yang menyebabkan terbentuknya hardground dan endapan-endapan di atas makin memperkecil kemungkinan terawetkannya fosil pada bidang transgresi. Keberadaan bidang transgresi dapat ditafsirkan berdasarkan bukti adanya kumpulan fosil bahari di atas kumpulan fosil tepi laut atau non-bahari. Namun, bukti itu sebenarnya kurang kuat karena peristiwa transgresi minor dapat menyebabkan timbulnya gejala seperti itu. Sebagaimana diketahui, peristiwa transgresi minor

menyebabkan terbentuknya batas-batas parasekuen. Jika pasokan sedimen ke dalam paparan terbatas sewaktu terjadi transgresi, maka bidang transgresi akan terletak dalam condensed section yang mengandung maximum flooding surface. Perlu dicamkan bahwa bidang transgresi mengindikasikan batas biofasies retrogradasional dan, oleh karena itu, merupakan bidang diakron. Maximum flooding surface Maximum flooding surface memisahkan transgressive systems tract dengan highstand systems tract serta merepresentasi-kan kondisi transgresi maksimum. Pembentukan condensed section secara luas pada drowned shelf dan cekungan lautdalam dapat berlangsung pada waktu itu sebagai akibat relatif sedikitnya sedimen dibanding ruang akomodasi yang ada. Condensed section itu biasanya memiliki rekaman sinar-gamma dan sonic log yang tinggi, hal mana berasosiasi dengan konsentrat uranium dalam sedimen berdensitas tinggi namun kaya akan material organik. Dalam penampang seismik, condensed section akan tampak sebagai downlap surface utama. Walau demikian, perlu dipahami bahwa tidak semua condensed section mencirikan maximum flooding surface. Condensed section dapat terbentuk oleh banyak proses dan setiap waktu. Sebagai contoh, condensed section dapat terbentuk pada tinggian bawahlaut (submarine high) atau akibat perpindahan cuping delta. Kelimpahan fosil plankton juga dapat terjadi tanpa harus berkaitan dengan proses pembentukan condensed section dan dapat dikontrol oleh efek-efek iklim lokal, misalnya upwelling (Simmons & Williams, 1992). Maximum flooding surface merepresentasikan penyebaran paling jauh ke arah darat dari organisma plankton laut terbuka yang beragam dan bentos laut-dalam (Loutit dkk, 1988; Allen dkk, 1991; Armentrout & Clement, 1991; Armentrout dkk, 1991). Condensed section yang berasosiasi dengan maximum flooding surface terdiri dari endapan yang secara biostratigrafi bersifat khas dan biasanya kaya akan fosil plankton. Karena itu, condensed section sangat berpotensi untuk diketahui umurnya dan dapat dikorelasikan dari satu cekungan ke cekungan yang lain, bahkan pada skala global. Karena itu pula endapan tersebut merupakan event yang lebih mudah dikorelasikan dibanding batas sekuen, karena yang disebut terakhir ini kadang-kadang sukar untuk ditentukan umurnya atau bahkan sukar untuk dikenali dari kacamata biostratigafi. Di tepi cekungan, maximum flooding surface dari suatu condensed section dapat dikenal dari influks tiba-tiba plankton bahari yang relatif seragam dan terletak diantara kumpulan bentos laut dangkal dan kumpulan fosil terestris. Di paparan, maximum flooding surface dapat dikenal dari kehadiran plankton laut terbuka dan, mungkin juga, fauna bentonik wilayah perairan yang lebih dalam. Dalam cekungan laut-dalam,

kekurangan sedimen dapat menyebabkan terbentuknya endapan yang kaya akan fosil. Jika peristiwa kekurangan sedimen itu terjadi pada sedimen klastika, maka karbonat pelagik yang terdiri dari sisa-sisa mikrofosil pengandung kapur, akan dapat terbentuk. Peristiwa yang disebut terakhir ini juga dapat menyebabkan proses pengendapan berlangsung lambat dan, pada gilirannya, akan menyebabkan terjadinya pelarutan fosil pengandung kapur.

Daftar Pustaka http://www.geofact.blogspot.no/2011/01/biostratigrafi.html http://www.wikipedia.com

You might also like