You are on page 1of 14

Pendidikan Pancasila BAB I

Atika Rachma T (110 110 110 078)


Pendahuluan
Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara remi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan UUD 1945, dan diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II no. 7 bersama sama dengan batang tubuh UUD 1945. Dalam perjalan sejarah eksistensi pancasila sebagai dasar filsafat Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik legitimasi ideologi Negara pancasila. Monopoli pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu memhami pancasila secara ilmiah dan objektif. Dampak yang cukup serius atas manipulasi pancasila oleh para penguasa pada masa lampau mengakibatkan saat ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa pancasial merupakan label politik orde baru. Hal ini sangat berakibat fatal bagi bangsa Indonesia, yaitu mengakibatkan melemahnya kepercayaan rakyat terhadap ideologi Negara yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Bukti yang secara objektif dapat disaksikan adalah terhadap hasil reformasi yang telah berjalan selama ini, belum menampakan hasil reformasi yang dapat dinikmati oleh rakyat, nasilanlisme bangsa rapuh, sehingga martabat bangsa Indonesia dipandang rendah di dunia internasional Berdasarkan alas an serta kenyataan objektif diatas maka sudah seharusnya menjadi tanggung jawab bangsa indonesia bersama untuk mengembangkan dan mengkaji pancasila sebagai suatu hasil karya besar bangsa yang setingkat dengan paham atau isme-isme besar dunia. Upaya tersebut terutama dalam kaitannya dengan tugas besar bangsa Indonesia

untuk mengembalikan tatanan Negara kita yang saat ini sedang porak poranda. Saat ini masih banyak tokoh elit politik yang kurang memahami pancasila namun bersikap seakan-akan memahaminya. Akibatnya dalam masa reformasi saat ini diartikan kebebasan memilih ideologi di Negara kita, kemudian pemikiran apapun yang dipandang menguntungkan demi kekuasaan dan kedudukan dipaksakan untuk diadopsi dalam system kenegaraan kita. Oleh karena itu kiranya merupakan tugas berat kalangan intelektual untuk mengembalikan persepsi rakyat yang keliru tersebut kea rah cita-cita bersama bagi bangsa Indonesia dalam hidup bernegara. 1. Landasan Pendidikan Pancasila a. Landasan Historis Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses sejarah yang cukup panjang untuk menemukan jatidirinya sebagai bangsa yang merdeka, mandiri dan memiliki pandangan dan filsafat hidup bangsa hingga akhirnya dirumuskan suatu rumusan yang meliputi lima prinsip yang bernama pancasila. Pada masa ini bangsa Indonesia diharuskan untuk memiliki rasa nasionalisme yang kuat yang berdasarkan atas kesadaran bangsa yang berakar pada sejarah bangsa agar tidak terombang ambing diantara masyarakat internasional. Secara historis asal nilai-nilai pancasila tersebut adalah dari bangsa Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu berdasarkan fakta objektif secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisah kan dari nilai-nilai pancasila. Atas dasar semua itulah maka sangat penting untuk mengkaji, memahami, dan mengembangkan pancasila berdasarkan pendekatan ilmiah agar bangsa Indonesia memiliki kesadaran dan wawasan kebangsaan yang kuat. b. Landasan Kultural Berbeda dengan bangsa lain, bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya pada suatu asas kultural yang melekat pada bangsa Indonesia. Nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila pancasila merupakan suatu hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri yang diangkat dari nilainilai kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para pendiri Negara. Oleh kerena itu kita

harus mendalami secara dinamis (mengembangkan sesuai tunututan jaman). c. Landasan Yuridis Landasan yuridis perkuliahan pendidikan pancasila di pendidikan tinggi terdapat dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional. Pada pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa sistem pendidikan nasional berdasarkan Pancasila yang berarti bahwa secara material Pancasila merupakan sumber hokum pendidikan Nasional. Dalam SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006 dijelaskan bahwa misi pendidikan kewarganegaraan adalah untuk memantapkan kepribadian mahasiswa agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi d. Landasan Filosofis Pancasila adalah sebagai dasar filsafat Negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia. Oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu dalam hidup bernegara nilai-nilai pancasila merupakan dasar filsafat Negara. Maka dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan. 2. Tujuan Pendidikan Pancasila Dalam UU No. 20 tahun 2003 dan SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006 dijelaskan bahwa tujuan materi pancasila dalam rambu-rambu pendidikan kepribadian mengarahkan pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang berperilaku: a. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya b. Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya

c. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta d. Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan bangsa Indonesia Melalui pendidikan pancasila bangsa Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten berdasarkan cita-cita dan tujuan bangsa.

3. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah Pembahasan pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat-syarat seperti yang dikemukakan oleh Ir. Poedjowijatno dalam bukunya Tahu dan Pengetahuan, yaitu: a. Berobjek Dalam filsafat ilmu pengetahuan objek dibedakan menjadi dua yaitu objek forma dan objek materia. Objek forma pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan pancasila, atau dari sudut pandang apa pancasila itu dibahas. Objek materia pancasila adalah suatu objek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian pancasila baik yang bersifat empiris maupun nonempiris, yaitu bangsa Indonesia dengan segala aspek budayanya, dalam bermasyarakat, , berbangsa, dan bernegara. b. Bermetode Metode dalam pembahasan pancasila sangat tergantung pada karakteristik objek forma maupun objek materia pancasila. Metode-metode yang digunakan dalam pembahasan pancasila metode analitico syntetic, hermeneutika, koherensi historis, dan pemahaman, penafsiran, dan interpretansi, dan metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam penarikan kesimpulan. c. Bersistem

Pembahasan pancasila secara ilmiah dengan sendirinya sebagai suatu sistem dalam dirinya sendiri yaitu pada pancasila itu sendiri sebagai objek pembahasan ilmiah senantiasa bersifat koheren (runtut), tanpa adanya suautu pertentangan didalamnya, sehingga sila-sila pancasila itu sendiri adalah merupakan suatu kesatuan yang sistematik. d. Bersifat universal Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal yang artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, ruang, keadaan, situasi, kondisi, maupun jumlah tertentu. Dalam kaitannya dengan kajian pancasila hakikat ontologism nilai-nilai pancasila adalah bersifat universal. Tingkatan Pengetahuan Ilmiah Untuk mengetahui lingkup kajian pancasila serta kompetensi pengetahuan dalam membahas pancasila secara ilmiah maka perlu diketahui tingkatan pengetahuan ilmiah-nya. Tingkatan pengetahuan ilmiah tersebut sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sebagai berikut: a. Pengetahuan Deskriptif (pertanyaan bagaimana) Dengan menjawab pertanyaan ilmiah tersebut diperoleh pengetahuan yang bersifat deskriptif, yaitu jenis pengetahuan yang memberikan suatu keterangan, penjelasan secara objektif, tanpa adanya unsur subjektivitas. Dalam mengkaji pancasila secara objektif kita harus menerangkan menjelaskan serta menguraikan pancasila secara objektif sesuai dengan kenyataan pancasila itu sendiri sebagai hasil budaya bangsa. b. Pengetahuan Kausal (pertanyaan mengapa) Dari pertanyaan ilmiah tersebut diperoleh suatu jenis pengetahuan kausal, yaitu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab akibat. Dalam kaitannya dengan kajian tentang pancasila maka berkaitan dengan proses kausalitas terjadinya pancasila yang meliputi empat kausa, yaitu: kausa materialis, kausa formalis, kausa effisien, dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan pancasila sebagai sumber nilai, sehingga konsekuensinya dalam segala realisasinya dan penjabarannya senantiasa berkaitan dengan hokum kausalitas. c. Pengetahuan Normatif (pertanyaan kemana)

Dari pertanyaan ilmiah tersebut diperoleh suatu jenis pengetahuan normatif, yaitu pengetahuan yang senantiasa berkaitan dengan suatu ukuran, parameter, serta norma-norma. Dengan kajian normatif ini maka kita dapat membedakan secara normatif realisasi atau pengamalan pancasila yang seharusnya dilakukan atau das sollen, dan realisasi pancasila dalam kenyataan faktualnya atau das sein yang senantiasa berkaitan dengan dinamika kehidupan serta perkembangan zaman. d. Pengetahuan Essensial (pertanyaan apa) Dari pertanyaan ilmiah tersebut diperoleh suatu jenis pengetahuan essensial, yaitu tingkat pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakikat segala sesuatu, dan hal ini dikaji dalam bidang ilmu filsafat. Oleh kerena itu kajian pancasila secara essensial pada hakikatnya secara ilmiah filosofis untuk mengkaji hakikat sila-sila pancasila. Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan Bidang Pancasila yuridis kenegaraan adalah pancasila yang bilamana dibahas dari sudut pandang yuridis kenegaraan. Pancasila yuridis kenegaraan meliputi pembahasan pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar Negara Republik Indonesia, sehingga meliputi pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan, realisasi pancasila dalam segala aspek penyelenggaraan Negara secara resmi baik yang menyangkut norma hokum maupun norma moral dalam kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan Negara. Tingkat pengetahuan ilmiah dalam pembahasan pancasila yuridis kenegaraan adalah meliputi tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal, dan normatif. Adapun tingkatan pengetahuan essensial dibahas dalam bidang filsafat pancasila. 4. Beberapa Pengertian Pancasila Kedudukan dan fungsi pancasila bilamana kita kaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannua sebagai dasar negaram sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan Negara, sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara objektif. Oleh kerena itu untuk memahamipancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka

pengertian pancasila tersebut meliputi lingkup pengertian sebagai berikut: a. Pengertian Pancasila secara etimologis Secara etimologis istilah pancasila berasal dari bahasa sansekerta dari india, menurut Muhammad yamin dalam bahasa sansekerta kata pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu panca artinya lima, syila artinya batu sendi, alas, dasar, dan syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh. Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa jawa diartikan susila yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh kerena itu secara etimologis kata pancasila yang dimaksud adalah istilah pancasyila dengan vokal I pendek yang memiliki makna leksikal berbatu sendi lima atau secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur Kata pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui Samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, dan Pancasyiila. Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencurim berzina, berdusta, dan larangan minum-minuman keras. Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan (pancasila). Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo limo/M5): mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok (minuman keras/candu), main (berjudi). b. Pengertian Pancasila secara historis

Proses perumusan pancasila diawali ketika sidang BPUPKI pertama membahas dasar Negara yang akan diterapkan. Dalam sidang tersebut muncul tiga tokoh pembicara, yaitu M.Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno yang mengusulkan nama dasar Negara Indonesia disebut Pancasila. Tanggal 18 agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk pembukaannya yang di dalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar Negara. Walaupun dalam pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksud dasar Negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar Negara yang secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat. Adapun secara terminologi historis proses perumusan pancasila adalah sebagai berikut: a. Mr. Muhammad Yamin (29 mei 1945) Pada sidang BPUPKI tanggal 29 mei 1945 Mr. M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas dasar Negara sebagai berikut: 1. Peri kebangsaan 2. Peri kemanusiaan 3. Peri ketuhanan 4. Peri kerakyatan 5. Kesejahteraan rakyat Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar Negara sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kebangsaan persatuan Indonesia 3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia b. Ir. Soekarno (1 juni 1945)

Pada sidang BPUPKI tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno mengusulkan lima asas sebagai dasar Negara Indonesia yang akan dibentuknya secara lisan sebagai berikut: 1. Nasionalisme atau kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme atau perikemanusiaan 3. Mufakat atau demokrasi 4. Kesejahteraan sosial 5. Ketuhanan yang berkebudayaan Kemudian beliau mengusulkan kelima sila agar diberi nama Pancasila, yang dikatakan oleh beliau bahwa nama tersebut atas saran dari salah seorang ahli bahasa. Usulan nama tersebut sebagai nama dasar Negara RI pun diterima secara bulat oleh anggota sidang BPUPKI. Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu sosio nasional (nasionalisme dan internasionalisme), sosio demokrasi (demokrasi dengan kesejahteraan rakyat), dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih dapat diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya adalah gotong royong c. Piagam Jakarta (22 juni 1945) Pada tanggal 22 juni 1945 sembilan tokoh nasional, anggota BPUPKI, yang disebut dengan panitia Sembilan mengadakan pertemuan untuk membahasa pidato serta usulusul mengenai dasar Negara yang telah dikemukakan dalam sidang badan penyelidik, dan menghasilkan sebuah naskah piagam yang dikenal dengan Piagam Jakarta yang didalamnya memuat pancasila. Adapun rumusan pancasila yang termuat sebagai berikut: 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5. Keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia c. Pengertian Pancasila secara terminologis Dalam pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 agustus 1945 oleh PPKI tercantum rumusan pancasila sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan perwakakilan 5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia Rumusan pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi dan eksistensinya terdapat pula rumusan-rumusan pancasila sebagai berikut: a. Dalam konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) Berlaku tanggal 29 desember 1949-17 agustus 1950. 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Peri kemanusiaan 3. Kebangsaan 4. Kerakyatan 5. Keadilan social b. Dalam UUD (Undang-Undang Dasar Sementara 1950) Berlaku tanggal 17 agustus 1950-5 juli 1959. 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Peri kemanusiaan 3. Kebangsaan 4. Kerakyatan

5. Keadilan sosial c. Rumusan pancasila di kalangan masyarakat 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Peri kemanusiaan 3. Kebangsaan 4. Kedaulatan rakyat 5. Keadilan social Dari berbagai macam rumusan pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan pancasila yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 sesuai dengan Ketetapan NO.XX/MPRS/1966, dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968.

BPUPKI
Pada akhir tahun 1944 kedudukan jepang yang sedang berperang melawan sekutu dalam perang Asia timur raya semakin terdesak dengan kondisi pulau-pulau penting kekuasaan jepang di sekitar kepulauan jepang seperti pulau saipan dan pulau marshall telah diduduki oleh sekutu. Mengahadapi keadaan kritis tersebut dan dengan adanya desakan Indonesia terhadap janji jepang untuk memberikan kemerdekaan akhirnya pada tanggal 1 Maret 1945 pemerintah pendudukan Jepang di Jawa yang dipimpin oleh Panglima tentara ke-16 Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk menarik simpati dan mendapatkan dukungan dari bangsa indonesia. Tujuan pembentukan badan tersebut adalah menyelidiki dan mengumpulkan bahan-bahan penting tentang ekonomi, politik dan tata pemerintahan sebagai persiapan untuk kemerdekaan Indonesia. Setelah beberapa lama terjadi tawar menawar antara pihak jepang dengan Indonesia terhadap pembentukan badan ini, akhirnya BPUPKI berhasil dilantik 29 April 1945 bertepatan dengan hari kelahiran Kaisar Jepang, yaitu Kaisar Hirohito, dengan susunan keanggotaan yang diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Widiodiningrat dan R. Suroso dan seorang Jepang sebagai wakilnya Ichi Bangase ditambah 7 anggota Jepang yang tidak memiliki suara, dan anggota yang berjumlah 67 orang. Setelah diadakannya upacara peresmian pada tanggal 28 Mei 1945 yang bertempatkan di Gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon Jakarta, dan dihadiri oleh Panglima Tentara Jepang Wilayah Ketujuh Jenderal Itagaki

dan Panglima Tentara Keenam Belas di Jawa Letnan Jenderal Nagano, BPUPKI pun mulai melaksanakan tugasnya. Hal pertama yang dilakukan BPUPKI adalah melaksanakan rapat untuk membahas dasar negara bagi negara Indonesia. Rapat pertama di buka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945 yang membahas tentang dasar Negara. Pada rapat ini ada 3 orang yang mengajukan pendapatnya mengenai dasar Negara, yaitu: Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas yaitu: 1. peri kebangsaan 2. peri ke Tuhanan 3. kesejahteraan rakyat 4. peri kemanusiaan 5. peri kerakyatan Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu: 1. persatuan 2. mufakat dan demokrasi 3. keadilan sosial 4. kekeluargaan 5. musyawarah Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan lima asas pula yang disebut Pancasila yaitu: 1. kebangsaan Indonesia 2. internasionalisme dan peri kemanusiaan 3. mufakat atau demokrasi 4. kesejahteraan sosial 5. Ketuhanan yang Maha Esa Kelima asas tersebut diberi nama pancasila oleh Ir. Soekarno atas saran salah teman beliau, seorang ahli bahasa. Kemudian menurut beliau kelima asas tersebut dapat diperas menjadi tri sila, yang terdiri dari : sosio nasionalisme, sosio demokrasi, dan ketuhanan. Dan menurut beliau tri sila tersebut dapat diperas kembali menjadi eka sila, yaitu gotong royong. Kemudian beliau pun mengusulkan pancasila tersebut untuk dijadikan dasar falsafat Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebelum diadakannya rapat BPUPKI yang ke dua Ir. Soekarno selaku ketua panitia kecil melakukan pertemuan dengan badan penyelidik pada tanggal 22 juni 1945 dan membentuk sebuah kepanitian yang terdiri dari

9 orang yang dikenal dengan panitia Sembilan yang berfungsi untuk merumuskan dasar Negara Indonesia. Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan: 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Piagam Jakarta inilah yang menjadi cikal bakal Pembukaan UUD 1945. Kemudian pada tanggal 10-17 Juli 1945 dilangsungkannya rapat BPUPKI yang ke dua yang membahas tentang bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta. Dalam rapat kedua ini terdapat beberapa keputusan-keputusan penting, yaitu, dalam rapat 10 juli 1945 diambil keputusan mengenai bentuk Negara dengan hasil dari 64 suara, 55 pro republic, 6 kerajaan, 1 blangko. Dalam rapat 11 juli 1945 diambil keputusan mengenai luas wilayah Negara yang baru dengan hasil wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya, dan keputusan-keputusan lain yang dihasilkan berupa pembentukan panitia kecil, yaitu panitia perancang Undangundang yang diketuai Ir. Soekarno, panitia ekonomi dan keuangan yang diketuai Drs. Moh. Hatta, dan panitia pembelaan tanah air yang diketuai Abikusno Tjokrosoejoso. Dan dalam rapat 14 juli 1945 dihasilkan susunan Undang-Undang dasar yang merupakan hasil pertemuan panitia perancang undangundang dasar yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan UUD, dan batang tubuh UUD. Dan konsep proklamasi kemerdekaan direncanakan akan disusun dengan mengambil

tiga alenia pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.

You might also like