You are on page 1of 11

Makalah ulumul Quran

TAFSIR TEMATIK
BAB I PENDAHULUAN
Kitab suci al-Quran merupakan kitab pedoman seluruh umat islam, oleh karenanya umat islam perlu mengkaji lebih jauh isi dari kitab suci al-quran. Ilmu tafsir sudah ada sejak nabi Muhammad SAW, kalau pada masa-masa awal islam nabi berfungsi sebagai mubayyin al-Quran. Sehingga para sahabat langsung bertanya kepada nabi jika mereka tidak mengetahui maknanya. Maka sepeninggalan rasulullah mereka harus berijtihad tentang pemahaman ayat- ayat al-Quran sehingga lahirlah berbagai macam bentuk penafsiran. B e n t u k tafsir berkembang sedemikian pesat dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan dan konteks. Dasar pengelompokkan terhadap tafsir pun berbeda-beda. Diantara pengelompokan tersebut dan sudah dikenal sejak masa nabi Muhammad SAW adalah tafsir bi al-atsar, dan banyak yang menyebut dengan tafsir riwayah. Yaitu yang menggunakan nash dalam menafsirkan, baik al-Quran dengan al-Quran maupun al-Quran dengan sunnah. Sementara tafsir bial-ra y atau dikenal juga dengan tafsir dirayah adalah tafsir yang lebih mengandalkan pada ijtihad yang shahih. Tafsir berkembang terus dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan dan kontek zaman. Berdasarkan metode terbagi menjadi tafsir tahlili, tafsir maudhui, tafsir kulli dan tafsir muqaran.Tafsir maudhui atau tematik ada berdasar surah al- Quran ada berdasar subjek atau topik.Tafsir tematik berdasarkan surah digagas pertama kali oleh Syaikh Mahmud Syaltut, sementara tafsir tematik berdasarkan topik oleh Prof.Dr.Abdul Hay al- Farmawi. Pada makalah ini pemakalah akan menguraikan apa yang dikatakan dengan tafsir maudhui bagaimana sejarah perkembangan dan manfaat tafsir tematik dan apa langkah-langkah yang ditempuh dalam menerapkan metode tafsir tematik dan bagaimana keistimewaan tafsir tematik dalam menuntaskan persoalan-persoalan
1

masyarakat kontemporer

BAB II PEMBAHASAN
A. Larat belakang tafsir tematik

Beberapa macam metode yang digunakan dalam ilmu tafsir antara lain metode tahlili(klasik), ijmali, muqarin dan maudlui. Para ulama melihat metode tahlili dan muqarin kurang bisa menjawab tantangan zaman kekurangan dari metode klasik, diantaranya pertama, memperlakukan ayat secara atomistik, individual dan terlepas dari konteks umumnya sebagai kesatuan, padahal al-Qur`an adalah satu kesatuan yang utuh, dimana ayat dan surat yang satu dengan lainnya saling terkait. Kedua, kemungkinan masuknya ide mufasir sendiri yang tidak sesuai dengan maksud ayat yang sebenarnya. Kritik bint al-Syathi ini bukan tidak beralasan. Kenyataanya, setelah tafsir al-Thabari, kitab-kitab tafsir senantiasa memiliki corak tertentu yang bisa dirasakan secara jelas bahwa penulisnya memaksakan sesuatu pada al-Qur`an, berupa faham teologi, fiqh, tasawuf atau setidaknya aliran kaidah bahasa tertentu. Ini bisa dilihat, misalnya, pada tafsir al-Kasysyaf karya alZamakhshari (1074-1143), Anwr al-Tanzl karya al-Baidlawi (w. 1388) atau Bahr al-Muht karya Abu Hayyan (1344). Melihat kekurangan ini maka pada bulan Januari 1960, Syaikh Al-Azhar, Mahmud Syaltut, menerbitkan Tafsirnya, Tafsir Al-Qur'an Al-Karim. Di situ beliau menafsirkan Al-Quran bukan ayat demi ayat, tetapi dengan jalan membahas surat demi surat atau bagian suatu surat, dengan menjelaskan tujuan-tujuan utama serta petunjuk-petunjuk yang dapat dipetik darinya. Walaupun ide tentang kesatuan dan isi petunjuk surat demi surat telah pernah dilontarkan oleh Al-Syathibi (w. 1388 M), tapi perwujudan ide itu dalam satu kitab Tafsir baru dimulai oleh Mahmud Syaltut. Metode ini, walaupun telah banyak menghindari kekurangan-kekurangan metode lama, masih menjadikan pembahasan mengenai petunjuk Al-Quran secara terpisahpisah, karena tidak kurang satu petunjuk yang saling berhubungan tercantum dalam sekian banyak surat yang terpisah-pisah. Melihat masih adanya kelemahan tafsir tersebut maka Prof. Dr. Ahmad Sayyid
2

Al-Kumiy, Ketua Jurusan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar sampai tahun 1981 mengenalkan pada umat islam dengan metode maudluI atau tematik. B.Pengertian Tafsir Maudhui.

Para ulama mendefinisikan tafsir sebagai ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada nabinya, serta menyimpulkan kandungan hukum dan hikmahnya. Sedangkan tafsir maudhui adalah Satu metode tafsir yang mufassirnya berupaya menghimpun ayat-ayat al-Qur'an dari berbagai surah dan yang berkaitan dengan persoalan dan topik yang ditetapkan sebelumnya. Kemudian penafsir membahas dan menganalisa kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Metode ini di Indonesia dikenal dengan metode tafsir Tematik, yang kemudian di kembangkan oleh Quraish Shihab, salah seorang pakar tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur'an kebanggaan masyarakat Indonesia. Ada juga yang mendefenisikan sebagai sebuah metode penafsiran dengan cara menghimpun seluruh ayat- ayat al-Quran yang membahas masalah tertentu dari berbagai surat yang disesuai dengan masa turunnya, sambil memerhatikan sebab turunnya ayat seterusnya menganalisa lewat ilmu bantu dari masalah yang dibahas sebagai konsep yang utuh dari al-Quran. Adapun tafsir tematik secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (1) tematik berdasar surah al-Quran Tematik berdasarkan surah al-Quran adalah menafsirkan al-Quran

dengan cara membahas satu surah tertentu dari al-Qu ran dengan mengambil bahasan pokok dari surat dimaksud. (2) tematik berdasar subyek. tematik subjek adalah menafsirkan al-Quran dengan cara menetapkan satu subjek tertentu untuk dibahas. Misalnya ingin mengetahui bagaimana konsep zakat menurut Islam, metode tematik ini dapat digunakan.

C. Sejarah perkembangannya Menurut catatan Quraish, tafsir tematik berdasarkan surah digagas pertama kali oleh seorang guru besar jurusan Tafsir, fakultas Ushuluddin Universitas alAzhar, Syaikh Mahmud Syaltut, pada Januari 1960. Karya ini termuat dalam kitabnya, Tafsir al-Quran al-Karim. Sedangkan tafsir maudui berdasarkan subjek digagas pertama kali oleh

Prof. Dr. Ahmad Sayyid al-Kumiy, seorang guru besar di institusi yang sama dengan Syaikh Mahmud Syaltut, jurusan Tafsir, fakultas Ushuluddin

Universitas al-Azhar, dan menjadi ketua jurusan Tafsir sampai tahun 1981. Model tafsir ini digagas pada tahun seribu sembilan ratus enam puluhan. Buah dari tafsir model ini menurut Quraish Shihab di antaranya adalah karya-karya Abbas Mahmud al-Aqqad, al-Insn f al-Qurn, al-Marah f al-Qurn, dan karya

Abul Ala al-Maududi, al-Rib f al-Qurn. Kemudian tafsir model ini dikembangkan dan disempurnakan lebih sistematis oleh Prof. Dr. Abdul Hay al-Farmawi, pada tahun 1977, dalam kitabnya al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudui: Dirasah Manhajiyah Mauduiyah. Namun kalau merujuk pada catatan lain, kelahiran tafsir tematik jauh lebih awal dari apa yang dicatat Quraish Shihab, baik tematik berdasar surah maupun berdasarkan subjek. Kaitannya dengan tafsir tematik berdasar surah al-Quran, Zarkashi (745-794/1344-1392), dengan karyanya al- Burhn, misalnya adalah salah satu contoh yang paling awal yang menekankan pentingnya tafsir yang menekankan bahasan surah demi surah. Demikian juga Suyuti (w. 911/1505) dalam karyanya al-Itqan. Sementa tematik berdasar subyek, diantaranya adalah karya Ibn Qayyim alJauzyah (1292- 1350H.), ulama besar dari mazhab Hanbali, yang berjudul alBayan f Aqsam al-Quran ; Majaz al- Quran oleh Abu Ubaid; Mufradat al-Quran oleh al-Raghib al-Isfahani; Asbab al-Nuzul oleh Abu al-Hasan Naisaburi (w. 468/1076). Karena itu, meskipun tidak fenomena umum, tafsir tematik sudah diperkenalkan sejak sejarah awal tafsir. Lebih jauh, perumusan konsep ini secara metodologis dan sistematis berkembang di masa kontemporer. Demikian juga
4

al-Wahidi

al-

jumlahnya semakin bertambah di awal abad ke 20, baik tematik berdasarkan surah al-Quran maupun tematik berdasar subyek/topik.

D.Nama-nama kitab tafsir tematik. Sebuah kesempurnaan dalam sebuah pemahaman terhadap alQuran. Al Quram mampu menemani dan berbicara dengan dunia alam semesta sepanjang zaman. Beberapa kitab tafsir yang menggunakan metode tematik ini adalah: 1. Pada tahun 1977, Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawiy, yang juga menjabat guru besar pada Fakultas Ushuluddin Al-Azhar, menerbitkan buku Al-Bidayah fi AlTafsirAl-Mawdhu'i 2 Prof. Dr. Al-Husaini Abu Farhah menulis Al-Futuhat Al-Rabbaniyyah fi AlTafsir Al-Mawdhu'i li Al-Ayat Al-Qur'aniyyah 3 Al bayan Fi Aqsamil Quran, oleh Ibnu Qoyyim 4 Majazul Quran, oleh Abu Ubaidah 5 Mufrodatul Quran, oleh Ar Raghib 6 Nasikh Wa Mansukh Minal Quran, oleh Abu Jafar An Nuhas 7 Asbabun Nuzul, oleh Al Wahidi 8 Ahkamul Quran, oleh Al Jashshash E. langkah penerapan metode maudhui Menurut Abdul Hay Al-Farmawiy dalam bukunya Al-Bidayah fi AlTafsir Al-mawdhui secara rinci menyebutkan ada tujuh langkah yang ditempauh dalam menerapkan metode tematik ini, yaitu ; (1) Menetapkan masalah yang akan dibahas ( topik ) (2) Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah terseabut ; (3) Menyusun runtutan ayat sesuai masa turunnya.disertai pengetahuan tentang azbabun nuzulnya; (4) Memahami kolerasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing masing (5) Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna; (6) Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok pembahasan;
5

(7)Mempelajari menghimpun

ayat-ayat

tersebut

secara

keseluruhan

dengan

jalan

ayat- ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau dan yang khash (khusus),

mengkompromikan antara yang am ( umum) muthlak dan muqayyad, atau

yang pada lahirnya bertentangan, sehingga

kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan

Sementara menurut M.Quraish Shihab ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan didalam menerapkan metode tematik ini.Antara lain; (1)Penetapan masalah Walaupun metode ini dapat menampaung semua masalah yang diajukan namun akan lebih baik apabila permasalahan yang dibahas itu diproritaskan pada persoalan yang langsung menyentuh dan dirasakan oleh masyarakat, misalnya dan lain-

petunjuk Al-Quran tentang kemiskinan, keterbelakangan, penyakit

lainnya. Dengan demikian, metode penafsiran semacam ini langsung memberi jawaban terhadap problem masyarakat tertentu di tempat tertentu pula. (2)Menyusun ayat sesuai dengan masa turun. Bagi mereka yang bermaksud menguraikan suatu kisah atau kejadian maka runtutan yang dibutuhkan adalah runtutan kronologis peristiwa.

(3) Kesempurnaan metode tematik dapat dicapai apabila sejak dini sang mufassir berusaha memahami arti kosakata ayat dengan merujuk kepada penggunaan Al-Quran sendiri.Hal ini dapat dinilai sebagai pengembangan dari tafsir bi al-matsur tematik yang pada hakikatnya merupakan benih awal dari metode

Dari uraian di atas, baik yang dikemukakan Abdul Hay Al-farmawiy maupun M.Quraish sama-sama sependapat bahwa langkah awal yang ditempuh dalam mempergunakan metode tafsir tematik adalah menetapkan topik atau

masalah yang akan dibahas kemudian menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama dengan topik dan dilengkapi dengan hadis-hadis yang relefan dengan pokok bahasan dan yang perlu dicatat topik yang dibahas diusahakan pada persoalan yang langsung menyentuh kepentingan msyarakat. agar Al-Quran sebagai petunjuk hidup dapat memberi jawaban terhadap problem masyarakat itu.
6

F. Keistimewaan Tafsir Tematik dan kekurangannya Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa tafsir tematik mempunyai keistimewaan di dalam menuntaskan persoalan-persoalan masyarakat dibandingkan metode lainnya, antara lain, ( a ) menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis Nabi adalah suatu cara terbaik di dalam menafsirkan Al-Quran, (b) kesimpulan yang dihasilkan oleh metode tematik mudah dipahami. Hal ini disebabkan ia membawa pembaca kepada petunjuk Al-Quran tanpa mengemukakan berbagai pembahasan terperinci dalam satu disiplin

ilmu.Dengan demikian ia dapat membawa kita kepada pendapat Al-Quran tentang berbagai problem hidup disertai dengan jawaban-jawabannya. Hal ini membuktikan bahwa Al-Quran adalah petunjuk hidup.
(c) Metode ini memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan adanya

ayat-ayat

yang

bertentangan

dalam

Al-Quraan,

sekaligus

membuktikan

bahwa Al-Qu ran sejalan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan masyarakat . Disamping mempunyai kelebihan tafsir tematik juga memiliki kekurangan antara lain adalah. 1. Memenggal ayat al-Quran Menggeal ayat al-Quran yang dimaksud disini adalah menggambil suatu kasus yang terdapat dalam satu ayat atau lebih yang mengandung banyak permasalahan nyang berbeda. Misalnya, dalam ayat yang terdapat petunjuk tentang shalat dan zakat, biasanya kedua ibadah itu diungkapkan dalam satu ayat, apabila ingin membahas tentang zakat misalnya, maka mau tak mau masalah shalat harus ditinggalkan, dan fokus pada pembahsan zakat suapaya tidak mengganggu waktu menganlisanya. Cara seperti ini dipandang kurang sopan terhadap ayat alquran terutama oleh kalangan ulama shalaf,sebab letat urut ayat dalam al-quran merupakan maslah taufiqy. Namun selama tidak merusak pemahaman, sebenarnya cara seperti itu
7

tidak dianggap suatu yang negatif, apalagi kebanyakan ulama dahulu sering memenggal ayat-ayat al-Quran sesuai dengan keperluan yang sedang mereka bahas, seperti maslah fiqh,tauhid tasauf dan lain lain. 2. Membatasi pemahaman ayat. Dengan ditetapkannya judul penafsiran maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada masalah yang akan di bahas, akibatnya seorang mufasir hanya terikat oleh judul padahal tidak mustahil suatu ayat dapat ditinjau dari berbagai macam sudut, karena seperti yang dinyatakan oleh imam zarkasyi, bahwa setiap ayat al-Quran itu mengandung makna zahir dan makna batin. Dan setiap huruf mengandung makna yang dapat dijangkau oleh manusia dan ada juga yang tak terjangkau oleh manusia, dan setiap batas mengandung makna yang paling dalam.

G. perbedaan metode maudhui dengan metode lain.

1. perbedaan dengan metode tahlili. Satu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari segala segi dan maknanya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Quran sebagaimana tercantum dalam mushaf. Di dalam metode ini mufassir memaparkan arti kosakata, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat baik unsur ijaz, balaghah dan keindahan susunan kalimatnya, asbabun nuzul, munasabah, pendapat para ulama tafsir dan lain-lain yang berkaitan dengan teks atau kandungan ayat-ayat al-Quran. Di dalam metode ini juga dijelaskan tentang sesuatu yang dapat diistinbatkan dari ayat baik hukum figh, dalil syariy, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, aqidah, perintah, larangan, janji, ancaman, haqiqat, majaz, kinayah, istiarah, serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya. Baqir al-Shadr memberi nama lain metode tahlily dengan metode tajziiy, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Quran dari beberapa segi. Metode tersebut jelas berbeda dengan metode maudhui yang telah kita jelaskan diatas, perbedaan itu antara lain adalah. a. Mufasir maudhui ketika menafsirkan ayat mereka tidak terikat dengan susunan ayat dalam mushaf, tetapi lebih terikat dengan susunan dengan masa turunnya ayat, sedangklan mufasir tahlili sangat memerhatikan susunan ayat
8

dalam al-Quran. b. Mufasir maudhui tidak membahas segala masalah yang terkandung dalam ayat, tetapi hanya membahas pokok masalah yang akan di bahas. Sedangkan mufasir tahlili berusaha untuk mengungkapkan segaka sesuatu yang bersangkutan dengan ayat. c. Mufasir maudhui berusaha untuk menuntaskan permaslahan yang menjadi pokok pembahsan. Sedangkan mufasir tahlili hanya mengungkapkan penafsiran ayat secara berdiri sendiri, sehingga persoalan yang di bahas tidak tuntas, karena ayat yang di tafsirkan sering kali di temukan keterkaitannya dengan suatu ayat yang lain atau surat yang lain. 2. perbedaan dengan metode muqarin. Metode mugarin merupakan metode menafsirkan al-Quran dengan

membandingkan ayat-ayat al-Quran yang memiliki persamaan atu kemiripan redaksi, yang berbicara tentang masalah atau kasus yang berbeda, dan yang memiliki redaksi yang berbeda bagi masalah atau kasus yang di duga sama. Termasuk dalam objek ini membandingkan ayat at-Quran dengan hadits nabi yang nampaknya bertentangan, serta membandingkan pendapat ulama ulama tafsir yang menyangkut dengan penafsiran sebuah ayat. Metode ini memiliki pengertian dan lapangan yang lebih luas, yaitu membandingkan antara ayat-ayat al-Qur'an yang berbicara tentang satu masalah atau kasus, juga membandingkan antara-ayat-ayat al-Qur'an dengan hadits-hadits Nabi Saw yang menjelaskan kandungan al-Qur'an serta mengkompromikannya sehingga menghilangkan dugaan adanya pertentangan diantara hadits-hadits Nabi Saw. Dalam metode ini mufassir dituntut mampu menganalisis pendapat-pendapat para ulama tafsir sehingga dapat mengambil kesimpulan mana penafsirannya yang dianggap benar dan diterima akal, dan mana penafsiran yang tidak memenuhi syarat. Hal ini diharapkan mufassir memiliki kelebihan dan bersikap profesinalisme dalam menggali makna-makna al-Quran yang belum berhasil diungkap oleh mufassir-mufassir yang lainnya. Mufasir yang menempuh metode ini, sepert misalnya Al-Khatib Al-Iskafi dalam kitabnya Durrah Al-Tanzil wa Ghurrah Al-Ta'wil, tidak mengarahkan pandangannya kepada petunjuk-petunjuk yang dikandung oleh ayat-ayat yang dibandingkannya itu, kecuali dalam rangka penjelasan sebab-sebab perbedaan
9

redaksional. Sementara dalam metode Mawdhu'i, seorang mufasir, disamping menghimpun semua ayat yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, ia juga mencari persamaan-persamaan, serta segala petunjuk yang dikandungnya, selama berkaitan dengan pokok bahasan yang ditetapkan. Di sini kita melihat bahwa jangkauan bahasan metode komparasi lebih sempit dari metode Mawdhu'i, karena yang pertama hanya terbatas dalam perbedaan redaksi semata-mata. Membandingkan ayat dengan hadis, yang kelihatannya bertentangan, dilakukan juga oleh ulama hadis, khususnya dalam bidang yang dinamakan mukhtalif al-hadits. Sikap ulama dalam hal ini berbeda-beda. Abu Hanifah dan penganut mazhabnya menolak sejak dini hadis yang bertentangan atau tidak sejalan dengan ayat Al-Quran. Sementara itu, Imam Malik dan penganut mazhabnya dapat menerima hadis yang tidak sejalan dengan ayat, apabila ada qarinah (pendukung bagi hadis tersebut) berupa pengalaman penduduk Madinah atau ijma' ulama. Lainnya, Imam Syafi'i, berupaya untuk mengkompromikan ayat dan hadis tersebut, khususnya jika sanad hadis tersebut sahih. Disini sangat jelas kalau metode penafsiran muqarin sangat menonjolkan perbedaan yang kemudian membandingkan antara perbedaan tersebut. Sementar dalam metode maudhui, seorang mufasir disamping menghimpun semua ayat yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, ia juga mencari persamaan persamaan, serta segala petunjuk yang terkandung dalamnya selama berkaitan dengan pokok yang dibahasnya

BAB IV PENUTUP
Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa sejarah munculnya tafsir tematik berdasarkan surah digagas pertama kali oleh seorang guru besar Al-Azhar Syaikh Mahmud Syaltut, pada tahun 1960, sedangkan berdasarkan tema digagas pertama kali oleh Prof.Dr. Ahmad Sayyid al- Kumiy dan disempurnakan lebih sistematis oleh Prof.Dr.Abdul Hay Al-Farmawiy, pada tahun1977.

10

Langkah yang dilakukan dalam metode tematik ini adalah menetapkan masalah yang akan dibahas, menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan topik tersebut, melengkapi ayat-ayat dengan hadis-hadis yang relevan dengan

topik pembahasan kemudian dibahas dan disimpulkan. Keistimewaan tafsir metode tematik adalah menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis Nabi merupakan cara terbaik dalam menafsirkan Al-Quran, sementara itu kesimpulan yang diambil mudah dipahami tanpa mengemukakan berbagai pembahasan terperinci dalam satu disiplin ilmu dan Al-Quran

sebagai petunjuk hidup secara konkrit dapat menjawab problem-problem yang dihadapkan masyarakat. Selain hal tersebut metode maudhui terkesan memenggalkan ayat dan membatasi pemahamannya hanya pada judulnya saja sehingga terlihat kurang sopan dan kurang opjektif, tapi di balik itu tujuan daripadanya dalah untuk membahas dan mengupas sebauh masalh dengan setuntas tuntusnya. Begitu juag metode ini memiliki perbedaan yang sangat jauh dengan metode penafsiran yang lain, dan ini tidak menyatakan kalau metode maudhui berdiri sendiri,padahl metode maudhui ini juda lahir dari metode penafisran tahlili dan muqaranah,hanya saja metode ini lebih memfokuskan pada suatu poembahasan dan menjelaskannya sejelas-jelasnya.

11

You might also like