You are on page 1of 10

JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, NO. 1, Hal.

79-86 ISSN 1410-5004

PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA


Valentinus Darsono INTISARI
Kampus Babarsari III UAJY sangat memerlukan air bersih untuk keperluan rumah tangga. Kebutuhan air bersih tersebut dipenuhi dengan air sumur boor, tetapi air sumur tersebut berwarna ke kuning-kuningan karena mengandung besi dan Mangan yang tinggi. Kandungan besi dan mangan yang tinggi dapat dikurangi menggunakan proses aerasi, koagulasi, dan filtrasi. Penyediaan air untuk keperluan rumah tangga tersebut dapat dipenuhi dengan instalasi pengolahan air bersih yang terdiri dari bak aerasi, selokan pencampur, bak pengendap, saringan pasir cepat, dan bak penampung air bersih.

1. PENDAHULUAN Jumlah mahasiswa di kampus Babarsari III dalam kondisi stabil diperkirakan mencapai 7000 orang, yang memerlukan air bersih sekitar 100 m3 setiap hari. Sumur yang ada di Kampus Babarsari III ada 5 yang pada dasarnya kualitasnya jelek baik untuk air minum maupun untuk keperluan rumah tangga. 1.2. Permasalahan Kebutuhan air di kampus babarsari III dapat dibedakan menjadi 2 yaitu kebutuhan air untuk air minum dan kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga yang lain. Kebutuhan air untuk air minum telah dapat dipenuhi terutama diambilkan dari Kampus Babarsari II, hal ini dapat dilaksanakan mengingat jumlahnya hanya sedikit, sedangkan kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga yang lain belum dapat terpenuhi. Sehingga permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga bagi kampus babarsari III. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuat instalasi pengolahan air yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga dan dapat dipergunakan sebagai tempat praktikum / percobaan air bagi dosen dan mahasiswa. 1.4. Batasan Permasalahan a. Waktu aerasi yang terbaik tidak dicari, waktu aerasi diambil 10 menit berdasarkan percobaan pendahuluan dan kemungkinannya dilaksanakan di lapangan. b. Kecepatan pengendapan yang optimal tidak dicari. Waktu pengendapan dengan ketinggian 10 cm untuk pengolahan dengan tawas ditentukan 10 menit, dan waktu pengendapan dengan ketinggian 10 cm untuk pengolahan dengan besi berkarat ditentukan 30 menit. Penentuan waktu pengendapan tersebut diambil berdasarkan percobaan pendahuluan dan kemungkinannya untuk dilaksanakan di lapangan.

Valentinus Darsono

80

c. Kecepatan air dalam selokan diambil 10 meter per menit dan panjang
selokan pencampur 100 meter, hal tersebut kemungkinannya dilaksanakan di lapangan. didasarkan pada

2. LANDASAN TEORI 2.1. Kandungan Besi dan Mangan Besi dan mangan dalam air yang tidak kontak dengan udara biasanya valensinya rendah dan larut dalam air, tetapi apabila terkena oksigen maka berubah menjadi valensi tinggi yang tidak larut dalam air. Kandungan besi dan mangan yang tidak larut dalam air tersebut dapat dipisahkan dengan koagulasi (Hammer, 1986). 2.2. Tawas Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan. Pada dasarnya tawas dapat larut di dalam air, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama, maka supaya cepat larut, tawas harus dihancurkan menjadi bubuk halus. Apabila tawas dimasukkan ke dalam air, maka kotoran yang terdapat di dalam air akan mengendap, karena terjadi gumpalan. Semakin besar gumpalan yang terjadi, maka pengendapan akan semakin cepat. Gumpalan yang cukup besar akan terjadi apabila air bersifat basa. Gumpalan yang terbentuk juga akan semakin besar apabila antara partikel yang satu dengan partikel yang lain yang terdapat dalam air saling bertumbukan, sehingga membentuk partikel yang lebih besar. Tumbukan akan terjadi apabila penambahan tawas ke dalam air disertai dengan pengadukan (Barnes, 1981). 2.3. Kapur Tohor Kapur tohor dengan rumus kimia CaO mudah larut dalam air dengan reaksi sebagai berikut: CaO + 2 H 2O Ca (OH) 2 + H2 + panas. Kalsium hidroksida yang terbentuk itu yang menyebabkan pH air meningkat. Di samping itu kalsium hidroksida yang terbentuk akan bereaksi dengan besi membentuk ferri hidroksida yang berupa endapan (Petrucci, 1987). 2.4. Saringan Pasir Saringan pasir dapat dibedakan menjadi 2 yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat. Saringan pasir lambat dipergunakan terutama untuk menyaring bakteri. Sedangkan saringan pasir cepat dipergunakan untuk menyaring material yang tidak larut. Saringan pasir terutama terdiri dari pasir dan kerikil, yang berfungsi untuk menyaring partikel dalam air adalah pasir. Ketinggian pasir yang efektif antara 90 cm - 120 cm. Debit saringan pasir tergantung dari luas permukaan dan beda tekanan. Kotoran atau partikel yang terdapat di dalam air akan tersaring dan masuk ke dalam saringan dengan menempati rongga-rongga diantara pasir. Sedangkan di dalam proses penyaringan, air akan melewati saringan melalui saluran yang berupa rongga yang terdapat diantara pasir dengan kecepatan antara 3 - 5 meter per jam (Barnes, 1981). 2.5. Uji Keseragaman dan Kecukupan Data 2.5.1. Data rata-rata sub grub Data dikelompokkan menjadi beberapa sub grub, kemudian dicari rata-ratanya. Untuk mencari rata-rata sub grub digunakan rumus sebagai berikut:

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Bersih Universitas Atma Jaya Yogyakarta

81

x=

x
m =1

............................................

(1)

x : rata-rata sub grub x m : data ke m n : jumlah data setiap sub grub (Sutalaksana, 1979) 2.5.2. Rata-rata dari rata-rata sub grub. Dari rata-rata sub grub yang telah diperoleh dengan rumus 1, kemudian dicari rata-rata dari rata-rata sub grub dengan rumus sebagai berikut:

x=
x

x
i =1

......................................................

(2)

k
: rata-rata dari rata-rata sub grub : rata-rata sub grub ke i : jumlah sub grub (Sutalaksana, 1979)

2.5.3. Batas kontrol Apabila rata-rata sub grub berada dalam batas kontrol, maka data seragam. Untuk menentukan batas kontrol diperlukan rumus-rumus sebagai berikut:

N 1 : Standard deviasi N : jumlah semua data

x j x
j= 1

.............................................

(3)

: data ke j

......................................... (4) n x : standard deviasi rata-rata sub grub BKA = x + 3 x ......................................... (5) BKB = x - 3 x .......................................... (6) (Sutalaksana, 1979) 2.5.4. Uji kecukupan data Untuk uji kecukupan data dilakukan dengan rumus sebagai berikut: x =

Valentinus Darsono

82

Jumlah data cukup apabila N

40 =
/

2 ....................................... N N 2 N x j x j j =1 j =1 N xj j =1

N (Sutalaksana, 1979).

(7)

...

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pengumpulan Data 3.1.1. Data primer Data primer diperoleh dengan percobaan dan pemeriksaan hasil olahan. Percobaan dilakukan di Laboratorium Dasar Fakultas Teknologi Industri, sedangkan pemeriksaan hasil olahan dilakukan di Balai Teknik Penyehatan Lingkungan (BTKL) Yogyakarta. 3.1.2. Data sekunder Data sekunder diperoleh dari hasil pemeriksaan sumur yang dilakukan oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Yogyakarta. 3.2. Air Untuk Percobaan Air yang dipergunakan untuk percobaan adalah air yang sekarang dipakai yaitu air yang berasal dari sumur BR (sumur bor baru). Air dipompa langsung dimasukkan ke dalam jirigen dan ditutup rapat. Air harus dipompa langsung dan ditutup rapat ini dimaksudkan agar kondisi asli air sumur tetap terjamin. 3.3. Percobaan menggunakan bahan koagulan besi berkarat Ambil air dari jirigen sejumlah 500 cm3, masukkan ke dalam erlenmeyer yang telah diberi besi berkarat, kemudian masukkan kapur sebanyak 0,15 g dan diaerasi selama 10 menit. Air yang telah diolah didiamkan selama 0,5 jam kandungan Fe, mangan, warna, kekeruhan, dan pH air diperiksa. pH air langsung di ukur di laboratorium sedangkan kandungan Fe, mangan, kekeruhan, dan warna diperiksa di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan . Percobaan tersebut dilakukan sebanyak 10 kali. Percobaan berikutnya dilakukan dengan contoh air yang berbeda, sehingga didapatkan 30 data. 3.4. Percobaan Pendahuluan Percobaan pendahuluan dilakukan menggunakan air sumur yang sama dengan percobaan sebenarnya. Percobaan pendahuluan diperlukan untuk menentukan waktu aerasi, kecepatan pengendapan, jumlah kapur yang diperlukan, jumlah tawas yang diperlukan. Waktu aerasi dicoba beberapa kali dengan waktu yang berbeda-beda, kemudian dilakukan koagulasi menggunakan kapur, tawas/ besi berkarat. Parameter yang diamati adalah warna menggunakan tabung reaksi. Kecepatan pengendapan diukur dengan menempatkan air yang telah diolah di dalam erlenmeyer. Ketinggian air ditentukan 10 cm, kemudian diukur waktu yang diperlukan untuk pengendapan. Dalam hal ini tidak diambil waktu yang optimum, tetapi waktu yang diambil adalah waktu yang

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Bersih Universitas Atma Jaya Yogyakarta

83

menjamin bahwa air yang telah diolah tidak keruh, dan waktu pengendapan tersebut dapat dilaksanakan di lapangan. 3.5. Analisis a. Data akan diperiksa dengan uji kecukupan data dan uji keseragaman data. Kemudian akan dicari besarnya rata-rata parameter untuk: kandungan besi, mangan, warna, dan kekeruhan. b. Berdasarkan debit yang diperlukan, waktu aerasi, dan waktu pengendapan, akan dicari ukuran bagian-bagian intalasi pengolahan air. 4. DATA 4.1. Data Primer 4.1.1. Data berdasarkan percobaan pendahuluan a. Waktu aerasi = 10 menit b. Kebutuhan kapur dalam sistem tawas = 0,1 gram setiap 0,5 liter air c. kebutuhan kapur dalam sistem besi berkarat = 0,15 gram setiap 0,5 liter air d. Kebutuhan tawas = 69 gram setiap 0,5 liter air 4.1.2. Data hasil pengolahan Sub grub-1
Paramete r Besi Kekeruha n Warna Mangan x1 0,018 8 0,0 0,0 0,005 2 x1 0,034 1 0,2 0,1 0,002 6 x2 0,008 3 2,0 0,1 0,000 7 x2 0,020 5 0,3 0,0 0,000 0 x3 0,020 1 0,2 0,2 0,000 3 x3 0.060 0 1,0 0.7 0,004 4 x4 0,022 7 0,0 0,0 0,000 7 x4 0,044 2 1,3 0,3 0,006 1 x5 0,014 5 0,3 0,5 0,004 1 x5 0,052 0 2,1 0.2 0,003 2 x6 0,021 1 1,6 0,2 0,003 1 x6 0,021 1 0,3 0,0 0,007 1 x7 0,034 9 1,0 0,0 0,002 2 x7 0,031 3 0,2 0,1 0,000 0 x8 0,052 1 2,1 0,3 0,005 2 x8 0,011 2 0,0 0,4 0,005 2 x9 0,032 7 0,9 0,1 0,009 0 x9 0,032 3 0,2 0,1 0,002 6 x10 0,009 3 0,4 0,6 0,001 3 x10 0,041 1 0,3 0,0 0,005 9

Sub grub-2
Paramete r Besi Kekeruha n Warna Mangan

Sub grub-3
Paramete r Besi Kekeruha n Warna Mangan x1 0,070 0 0,3 0,0 0,000 0 x2 0,072 1 0,9 0,0 0,000 1 x3 0,069 2 0,7 0,2 0,001 2 x4 0,099 3 0,0 0,1 0,002 4 x5 0,043 2 0,1 0,1 0,000 8 x6 0,021 1 0,4 0,3 0,000 3 x7 0,045 1 0,2 0,5 0,003 1 x8 0,065 4 0,3 0,8 0,006 2 x9 0,043 2 0,0 0,4 0,002 1 x10 0,082 1 0,1 0,0 0,006 1

Keterangan: Satuan parameter besi dan Mangan Satuan parameter kekeruhan Satuan parameter warna Pengolahan menggunakan besi berkarat

: mg/l : skala NTU : skala TCU

Valentinus Darsono

84

5. PEMBAHASAN 5.1. Uji Keseragaman Data dan Kecukupan Data Berdasarkan rumus 1 sampai 7 diperoleh: a. Data cukup dan seragam b. Kandungan rata-rata ( x ) parameter besi, mangan, warna dan kekeruhan adalah sebagai berikut: kandungan rata-rata besi = 0,0398 mg/l, kandungan rata-rata mangan = 0,00312 mg/l kandungan parameter warna = 0,21 sakala TCU kandungan parameter kekeruhan = 0,58 sakala NTU Kandungan parameter tersebut semuanya di bawah batas maksimum persyaratan air minum. 5.2. Proses Pengolahan Proses pengolahan diawali dengan mengisi bak aerasi sebanyak 15 m3 air sumur. Setelah diaerasi 10 menit dan dicampur dengan kapur, maka air tersebut kemudian dialirkan ke dalam selokan pengaduk sampai air yang terdapat di dalam bak aerasi habis. Kemudian dengan cara yang sama bak aerasi diisi lagi dengan air sumur dan proses selanjutnya sama. Untuk mendapatkan 100 m3 air diperlukan 7 kali proses. a. Pengolahan air bersih menggunakan sistem tawas

Air Sumur

Bak aerasi Selokan Pencampur Bak Pengendap Saringan Pasir Bak penampung air

Kapur Tawas

Gambar 1: Proses pengolahan air dengan tawas b. Pengolahan air bersih menggunakan sistem besi berkarat

Air Sumur

Bak aerasi Selokan Pencampur Bak Pengendap

Gamping

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Bersih Universitas Atma Jaya Yogyakarta

85

Saringan Pasir Bak penampung air


Gambar 2: Proses pengolahan air dengan besi berkarat 5.3. Kebutuhan Bahan opersional Kebutuhan bahan untuk proses pengolahan yang akan dibicarakan adalah kapur dan tawas. 5.3.1. Penggunaan kapur pada sistem tawas Berdasarkan percobaan laboratorium, setiap 500 ml air memerlukan kapur 0,1 g. Kebutuhan kapur untuk mengolah 100 m 3 air dapat dicari sebagai berikut: Kebutuhan kapur =
0,1gram x100.000. liter 0,5liter

= 20.000. gram = 20 kg Cara penggunaan adalah dengan melarutkan kapur di dalam sejumlah air tertentu, kemudian larutannya dimasukkan ke dalam air yang akan diolah. Proses pembubuhan kapur perlu disesuaikan dengan kapasitas bak aerasi, sehingga setiap kali proses aerasi dilaksanakan, maka kapur yang 20. kg dilarutkan = 7 = 2,85 kg 3 kg 5.3.2. Penggunaan tawas Tawas yang dipergunakan harus dilarutkan terlebih dahulu di dalam air. Kebutuhan tawas untuk 100 m3 dapat dihitung sebagai berikut: Kebutuhan tawas per liter air = 138 mg Kemurnian tawas = 80 % 138mg 100 x100.000.lx Kebutuhan tawas setiap 100 m3 air = l 80 = 17.250.000 mg = 17,25 kg Larutkan 17 kg tawas di dalam air sehingga volumenya menjadi 100 liter. Kemudian larutan tawas tersebut dialirkan ke dalam selokan pengaduk sesuai dengan kebutuhan. 5.3.3. Penggunaan kapur pada sistem besi berkarat Berdasarkan percobaan laboratorium, setiap 500 ml air memerlukan kapur 0,15 mg. Kebutuhan kapur untuk mengolah 100 m 3 air dapat dicari sebagai berikut:

Kebutuhan kapur =

0,15 gram x100.000. liter 0,5liter

= 30.000 gram = 30 kg Cara penggunaan adalah dengan melarutkan kapur di dalam sejumlah air tertentu, kemudian larutannya dimasukan ke dalam air yang akan diolah. Proses pembubuhan kapur perlu disesuaikan dengan kapasitas bak aerasi,

Valentinus Darsono

86

sehingga setiap kali proses aerasi dilaksanakan, maka kapur yang 30. kg dilarutkan = 7 = 4,28 kg 4 kg 5.4. Ukuran Instalasi Pengolahan Air 5.4.1. Bak Aerasi Waktu untuk aerasi dalam percobaan diambil 10 menit, ini berdasarkan pertimbangan bahwa 10 menit masih mungkin dilaksanakan dalam realita pengolahan air. Bak aerasi berukuran 20 m 3 (panjang 5 m, lebar 2 m, dan dalam 2 m). Dengan ukuran tersebut tidak diperlukan blower yang terlalu besar. Volume efektif bak tersebut = 15 m 3, sehingga untuk memenuhi kebutuhan air 100 m3 diperlukan 7 kali proses aerasi.

5.4.2. Selokan pengaduk Kontak antara air sumur dengan besi berkarat minimum adalah 10 menit. Selokan pengaduk ini berukuran penampang : dalam 40 cm, panjang 25 cm, dan lebar 25 cm. Sedangkan panjang selokan adalah 100 meter. 5.4.3. Bak Pengendap 5.4.3.1. Ukuran bak pengendap pada besi berkarat Bak pengendap yang dipergunakan ada 2 yang berukuran sama yaitu masing-masing sebesar 125 m3, yang bekerjanya bergantian, dan waktu pengendapan selama 24 jam (1hari 1 malam). Waktu pengendapan di dalam laboratorium adalah 30 menit (0,5 jam) dengan ketinggian tabung 10 cm. Kedalaman bak pengendap =
10. cm X 24 jam = 480 cm 0,5. jam

= 4,8 m 5m Diambil ukuran bak pengendap masing-masing 5 m x 5 m x 5 m. Pada dasar bak pengendap diberi saluran pipa sehingga secara berkala endapan yang terjadi dapat dikeluarkan (dengan pompa). Air bagian atas dari bak pengendap dialirkan ke saringan pasir, sehingga air yang dihasilkan benar-benar bersih. 5.4.3.2. Ukuran bak pengendap pada sistem tawas Kecepatan pengendapan pada sistem tawas adalah 15 menit untuk ketinggian tabung 10 cm.

Kedalaman bak pengendap =

10. cm X 24 jam = 960 cm 0,25. jam

= 9,6 m 10 m Bila dikehendaki kedalaman bak hanya 5 meter, maka waktu yang diperlukan untuk pengendapan = 12 jam. Bak pengendap yang dipergunakan ada 2 yang berukuran sama yaitu masing-masing sebesar 60 m3, yang bekerjanya bergantian, dan waktu pengendapan selama 12 jam. Dilihat dari ukuran bak maka harganya lebih murah dibandingkan dengan sistem besi berkarat, tetapi dengan waktu operasi setiap 12 jam, hal ini sangat menyulitkan operator.

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Bersih Universitas Atma Jaya Yogyakarta

87

5.5. Saringan pasir Saringan pasir yang dipergunakan berbentuk silinder tegak. Saringan pasir dilengkapi dengan 2 pompa yang masing-masing berfungsi untuk memasukkan air ke dalam saringan pasir dan mengeluarkan kotoran dari saringan pasir ke luar. Saringan pasir yang dipakai adalah saringan pasir cepat, dengan tujuan hanya untuk menyaring partikel-partikel yang masih terdapat di dalam air, berbeda dengan saringan pasir lambat yang mampu berfungsi untuk menyaring bakteri. Pencucian saringan pasir dilakukan secara berkala apabila telah terdapat banyak kotoran yang terdapat di dalam saringan pasir. Apabila di dalam saringan telah terdapat banyak kotoran yang tersaring, maka debit air yang melalui saringan akan berkurang. Pencucian dilakukan secara periodik berdasarkan pengalaman, atau diberi indikator beda tekanan. Pencucian dilakukan dengan aliran balik dengan pompa yang telah disediakan. Lamanya waktu pencucian juga berdasarkan pengalaman, dapat 1 atau 2 jam setiap kali pencucian. Kecepatan air melewati saringan pasir adalah 3 - 5 meter per jam, ambil 4 meter per jam. Waktu operasi saringan pasir diambil 10 jam untuk 1 hari 1 malam, maka besarnya jari-jari saringan pasir dapat dihitung sebagai berikut:

Volume air = (luas permukaan saringan) (kecepatan) (10 jam) 100 m3 r = (r2) (
4 meter ) ( 10 jam) jam

= 0,89 meter

5.6.

Bak penampung air bersih Air dari bak pengendap dialirkan ke bak penampung air bersih melalui saringan pasir. Karena berfungsi untuk menampung air dari bak pengendap, maka ukurannya minimum sama dengan ukuran bak pengendap = 125 m3. 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan a. Setelah pengolahan: kandungan besi = 0,0398 mg/l kekeruhan = 0,6 unit (skala NTU) warna = 0,2 unit (skala TCU) kandungan mangan = 0,0031 mg/l b. Kebutuhan kapur dan tawas dalam pengolahan air dengan sistem tawas setiap hari adalah: tawas = 17 kg dan kapur = 20 kg. Kebutuhan kapur untuk pengolahan air dengan sistem besi berkarat = 30 kg c. Ukuran instalasi pengolahan air adalah sebagai berikut: Bak aerasi : 20 m3 Selokan pengaduk : dalam 40 cm, lebar 25 cm , dan panjang selokan = 100 meter Bak pengendap (sistem besi berkarat) ada dua masing-masing 125 m3

Valentinus Darsono

88

Saringan pasir dengan jari-jari = 0,9 meter Bak penampung air bersih 125 m3 6.2. Saran a. Supaya digunakan pengolahan air dengan sistem besi berkarat, karena biaya reagen rendah, di samping itu pelaksanaan operasional pengolahan air mudah. b. Perlu diadakan penelitian lanjut agar air yang diperoleh dapat dipergunakan sebagai air minum. DAFTAR PUSTAKA Barnes,D., Bliss,P.J., 1981, Water and Wastewater Engineering System , London. Hammer,M.J., 1986, Water and Wastewater Technologi, Prentice-Hall Canada Inc, Toronto. Metcalf & Eddy, 1971, Wastewater Engeebering, McGraw-Hill, New York Nudu, 1998, Konsep Perhitungan Laju Korosi pada Produk Logam, Jurnal Teknologi Industri volume II No. 3, Yogyakarta. Petrusi, R.H.1987, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern , Erlangga, Jakarta Sutalaksana,I.Z., Anggawisastra,R., Tjakraatmadja, J.H., 1979, Teknik Tata Cara Kerja, Departemen Teknik Industri, Bandung Sanks, R.L., 1973, Water Treatment Plant Design, USA.

You might also like