You are on page 1of 8

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN DI SUNGAI PROGO KONSERVASI LINGKUNGAN

DOSEN : Ir. Warsiyah, M.Sc

NAMA : Jumiati Ria Rosti Zuhroh Riyaningsih Rudy Setiawan Widantoro I.S

NIM : 12314158 12314203 12314206 12314213 12314231

SEKOLAH TINGGI TEKNIK LINGKUNGAN YLH YOGYAKARTA 2013

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sungai Progo adalah sungai panjang yang melintasi provinsi DIY dan Jawa Tengah, meliputi kabupaten Temanggung, Magelang, Sleman, Kulon Progo, dan Bantul. Sungai ini sekaligus menjadi batas alami antara kabupaten Kulon Progo dengan kabupaten Bantul dan Sleman. Sungai Progo memiliki daerah aliran sungai (DAS) seluas 2380 km 2 yang terbagi menjadi beberapa sub DAS, yaitu Kali Krasak (35 km 2), Kali Tangsi (164 km2), Kali Tingal (47 km2), Kali Elo (383 km2), dan Kali Bedog (120 km2). Tujuh puluh lima persen daerah aliran sungai ini terdapat di provinsi DIY. Selain berasal dari hulu utamanya di lereng gunung Sindoro bagian tenggara, sungai ini juga bersumber dari gunung Merapi, Menoreh, Merbabu, dan Sumbing. Sungai Progo kerap juga dimanfaatkan untuk olahraga air yang berupa rafting , arung jeram dan kayak karena arus dan kontur sungainya yang beragam dan cukup menantang. Dengan curah hujan rata-rata 2300 mm/tahun, maka sungai ini menjadi salah satu sumber pengairan lahan pertanian atau irigasi yang utama bagi masyarakat (petani padi) di daerah sepanjang alirannya. Sungai Progo juga kaya akan bahan tambang, khususnya pasir, yang berasal dari muntahan lahar dingin gunung Merapi, terutama setelah erupsi. Hal ini menyebabkan penambangan pasir di sungai Progo menjadi menjamur dan tidak dapat dielakkan, karena banyak orang sudah mengetahui potensi penambangan pasir di sungai Progo tersebut. Bahkan yang semula penambang masih menggunakan peralatan sederhana atau tradisional seperti sekop dan ban dalam untuk mengambil pasir dari sungai, sekarang sudah mulai beralih menggunakan mesin diesel untuk menyedot kandungan pasir dari dasar sungai dan dialirkan pada tepi sungai. Tentu saja dibandingkan cara yang tradisional, cara baru dengan diesel ini lebih efektif, karena dapat menyedot pasir dengan cepat dari sungai dan dengan mudah dialirkan ke tepi sungai yang hasilnya pasir lebih banyak didapat dengan cepat dan sedikit mengeluarkan tenaga. Namun tentunya akan menimbulkan efek yang negatif juga selain efek positif.

Karena tuntutan ekonomi warga dan kebijakan pemerintah daerah, dalam hal penambangan pasir yang dilakukan secara liar atau tanpa seizing dari pemda, maka ada pengelompokan area penambangan dan pengaturan serta perubahan sistem penambangan di daerah Kali Progo yang berada di desa Tuksono, Sentolo, Kulon Progo, DIY. B. Perumusan Masalah Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha penambangan pasir di sungai Progo mulai meningkat, baik itu yang resmi atau bahkan yang tidak resmi. Bahkan kegiatan penambangan pasir yang tadinya hanya dilakukan secara tradisional menggunakan sekop dan ban dalam sebagai alat penampung semnataranya, kini telah beralih kea lat yang lebih maju, yaitu menggunakan mesin diesel untuk menyedot pasir dari sungai dan dialirkan ke tepi sungai. Kegiatan penambangan pasir tersebut akan menimbulkan dampak negatif maupun positif bagi lingkungan di area penambangan dan sekitarnya, serta sepanjang aliran sungai tersebut, terutama bila dekat dengan jembatan. Maka perlu dipikirkan tindakan preventif dari pemda untuk menjaga lingkungan itu dengan cara membuat regulasi atau peraturan dan penegakannya yang tegas serta bimbingan ke masyarakat sekitar area penambangan terlebih lagi bagi para penambang pasir di area tersebut. C. Rumusan Masalah 1. Apa keuntungan dan kekurangan penambangan pasir dengan sistem tradisional maupun dengan menggunakan mesin diesel bagi lingkungan? 2. Kerusakan lingkungan apa yang timbul atau mungkin akan timbul dari kegiatan penambangan dengan kedua cara tersebut? 3. Bagaimana cara melakukan tindakan preventif yang harus dilakukan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan? D. Tujuan 1. Mengetahui kerusakan lingkungan yang timbul dari sistem penambangan pasir terutama menggunakan mesin diesel. 2. Mengetahui tindakan preventif yang mungkin dilakukan agar kerusakan lingkungan dapat dicegah atau dikurangi.

PEMBAHASAN
Sungai Progo yang memiliki berbagai potensi kekayaan alam menawarkan berbagai pilihan yang bermanfaat maupun menjadi petaka jika dalam pemanfaatan potensinya tidak dilakukan secara bijaksana, tidak mengedepankan keseimbangan lingkungan yang akan timbul dalam jangka waktu yang singkat ataupun jangka panjang. Dalam hal ini akan dipersempit untuk membahas bagaimana dampak positif dan negatif dari penambangan pasir menggunakan cara tradisional dan cara baru (mesin diesel). Untuk cara tradisional tidak akan terlalu dibahas disini, karena cara ini adalah cara paling bijak yang dapat dilakukan untuk melakukan peenambangan pasir di sungai Progo, kenapa? Karena cara ini tidak menggunakan mesin apapun untuk menambang, dan kapasitas yang dihasilkan pun cukup kecil, yang akan berpengaruh terhadap kondisi dasar sungai yang akan terjaga kedalamannya. Maka dari itu kami disini akan lebih fokus untuk membahas tentang penambangan pasir menggunakan cara baru, yaitu menggunakan mesin diesel. A. Dampak Positif Selama berpuluh-puluh tahun, Sungai Progo atau Kali Progo menjadi tempat mengadu nasib bagi masyarakat di sekitarnya, termasuk masyarakat desa Tuksono, Kec. Sentolo, Kulonprogo, DIY. Masyarakat desa memeras keringat dengan menambang pasir di Kali Progo. Pekerjaan itu telah dilakukan selama berpuluh-puluh tahun, secara turun-temurun. Dahulu mereka menambang pasir dengan cara manual yaitu mengambil langsung dari sungai dengan berenang dan menyelam dan mengumpulkannya pada wadah dari Ban Bekas dan Karung yang diletakan di atasnya kemudian di tarik ke pinggir sungai untuk di kumpulkan, dan tidak berijin. Setiap dua atau tiga hari sekali mereka bisa mendapatkan satu rit (ukuran muatan pasir) yang berarti sekitar 4 kubik. Setiap satu rit pasir biasanya seharga 140.000 hingga 160.000 rupiah. Lain dulu lain sekarang, selama sekitar enam bulan terakhir ini penambang pasir di desa Tuksono telah mengantongi ijin dari instansi yang terkait, lokasi penambangan mereka terpadu di satu tempat. Alat-alat yang mereka gunakan untuk menambang pasir

juga peralatan modern , tidak lagi dilakukan secara manual/tradisional tetapi telah menggunakan mesin diesel dengan kekuatan/daya berkisar antara 24-30 PK. Penambangan dengan cara ini menghasilkan pasir jauh lebih banyak dibandingkan cara manual. Satu mesin penambang bisa menghasilkan 10-12 rit (ukuran muatan pasir) dimana satu ritnya berkisar antara 4 8 kubik (tergantung muatan truk). Dan setiap satu rit biasanya seharga 120-160 rupiah (tergantung banyaknya muatan).

Dampak negative dan upaya penanganan

Gambar.1. Mesin diesel

Gambar.2. Proses pengaliran pasir

Dengan harga dan banyaknya pasir yang dapat dijual tersebut dapat meningkatkan perekonomian pelaku penambangan dan masyarakat sekitar yang menjadi pegawainya maupun warga disekitar area penambangan yang menjual makanan, minuman dan kebutuhan lain bagi para penambang. B. Dampak Negatif Pada dasarnya, penambangan pasir dengan cara ini juga menimbulkan kerusakan lingkungan walaupun saat sekarang ini belum terlihat nyata karena jangka aktivitas dilakukan dalam waktu yang relative belum lama. Menurut pengakuan dari salah seorang penambang pasir di desa Tuksono satu mesin diesel 24 PK hanya mampu menambang pasir dengan pipa sepanjang 25 m (panjang pipa dari sungai sampai ke lokasi penampungan pasir). Hal ini berarti pipa hanya bisa menjangkau pinggiran sungai tidak sampai ke tengah, dimana lebar Kali Progo di desa Tuksono mencapai 50 meter. Sehingga terjadi ketidak seimbangan sedimen (tumpukan pasir) dan kedalaman sungai antara bagian pinggir sungai dan tengah.

Gambar 3 dan 4. Pipa dari tepi menuju ke sungai. Untuk jangka panjang, kegiatan penambangan ini mengakibatkan terjadinya pendangkalan dibagian tengah sungai, kecepatan aliran sungai di pinggir sungai lebih tinggi dibanding di tengah karena kemiringan (yang diakibatkan kedalaman sungai lebih dalam) lebih besar. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus akan berakibat erosi di pinggir sungai dan berakibat badan sungai melebar ke samping kanan dan kiri namun di bagian tengah akan semakin tinggi sedimennya (akibat tumpukan pasir yang terus bertambah namun tidak terambil) hal ini memungkinkan aliran sungai akan terbelah menjadi dua.

Gambar.5. Lokasi penambangan di tepi sungai Selain jangka panjang kegiatan penambangan dengan menggunakan mesin ini telah ikut andil dalam menyumbang polusi udara dan suara, yang diakibatkan oleh asap yang dihasilkan dari mesin diesel walau dalam jumlah yang relatif kecil dan asap

kendaraan (truk) pengangkut yang berlalu lalang. Mesin diesel dan truk juga menimbulkan suara bising yang terdengar hingga puluhan meter sehingga masyarakat sekitar akan terganggu dengan kebisingan ini. Namun pemerintah sekitar telah meminimalisir dampak ini dengan melakukan pembatasan kegiatan penambangan hanya boleh dilakukan pada siang hari saja. Mungkin akan sangat sulit untuk menciptakan aktivitas penambangan pasir yang sama sekali tidak merusak lingkungan, tapi setidaknya kerusakan lingkungan yang terjadi dapat diminimalkan. Penambangan pasir di sungai berada di bawah wewenang Dinas Pertambangan DIY yang menangani masalah energi dan sumber daya mineral, Badan Lingkungan Hidup, serta Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak. Oleh karena itu, untuk penanganan masalah ini diperlukan penanganan lintas instansi pemerintah. Dinas Pertambangan perlu bekerja sama terutama dengan Badan Lingkungan Hidup untuk mengkondisikan penambangan pasir yang ramah lingkungan. Selain itu, upaya meminimalisir dampak yang mungkin timbul dari aktivitas penambangan ini diperlukan suatu pengaturan pengambilan (penambangan) tidak hanya di tepi sungai namun harus merata ditiap bagian sungai agar terjadi keseimbangan aliran sungai. Di bantaran sungai/ tepi sungai juga diperlukan upaya pencegahan terhadap bahaya erosi. Upaya untuk mengkonservasi lingkungan diperlukan. Ada beberapa pilihan dalam tindakan konservasi lingkungan yang bisa diambil. Dalam hal ini terutama untuk mencegah terjadinya erosi bisa dibuat bronjong, talud sungai ataupun penanaman pohon dibadan sungai sepanjang aliran sungai.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan 1. Kegiatan penambangan pasir di Kali progo yang berada di desa Tuksono, Kec. Sentolo, Kulonprogo, DIY walau telah berijin namun masih menimbulkan dampak lingkungan tidak hanya dampak positif, tetapi juga dampak negatif. 2. Dampak positif adalah menghasilkan bahan tambang (galian c) berupa pasir yang bermanfaat bagi pembangunan maupun perekonomian masyarakat sekitar. Dampak negatif jangka pendek menghasilkan kebisingan dan pencemaran udara sedang jangka panjang jika tidak dilakukan pengaturan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. 3. Aktivitas penambangan yang sama sekali tidak menimbulkan dampak lingkungan sangat sulit diwujudkan namun upaya meminimalisir dampak negatif sangat mungkin dilakukan. B. Saran 1. Upaya meminimalisir dampak yang mungkin timbul dari aktivitas penambangan ini dapat dilakukan dengan benar-benar mentaati peraturan yang telah ada dan tidak ada toleransi bagi yang melanggar. 2. Untuk penanganan hal ini diperlukan penanganan lintas instansi pemerintah dan lintas daerah karena sungai Progo melintasi beberapa kabupaten. Dinas Pertambangan setempat perlu bekerja sama terutama dengan Badan Lingkungan Hidup untuk dapat mewujudkan penambangan pasir yang ramah lingkungan.

You might also like