Professional Documents
Culture Documents
BAB I PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi, dapat juga disebabkan oleh Salmonella enterica serotype paratyphi A, B, atau C (demam paratifoid). Demam tifoid ditandai antara lain dengan demam tinggi yang terus menerus bisa selama 3-4 minggu, toksemia, denyut nadi yang relatif lambat, kadang gangguan kesadaran seperti mengigau, perut kembung, splenomegali dan lekopeni. Di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia, demam tifoid masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat, berbagai upaya yang dilakukan untuk memberantas penyakit ini tampaknya belum memuaskan. Sebaliknya di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang misalnya, seiring dengan perbaikan lingkungan, pengelolaan sampah dan limbah yang memadai dan penyediaan air bersih yang cukup, mampu menurunkan insidensi penyakit ini secara dramatis. Di abad ke 19 demam tifoid masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama di Amerika, namun sekarang kasusnya sudah sangat berkurang. Tingginya jumlah penderita demam tifoid tentu menjadi beban ekonomi bagi keluraga dan masyarakat. Besarnya beban ekonomi tersebut sulit dihitung dengan pasti mengingat angka kejadian demam tifoid secara tepat tak dapat diperoleh. Insidensi demam tifoid secara tepat tidaklah diketahui mengingat tampilan kliniknya yang bervariasi sehingga bila tanpa konfirmasi laboratorium, terbaurkan dengan penyakit infeksi
lainnya. Kultur darah sebagai pemeriksaan untuk mencari kuman penyebab tidak selalu tersedia di setiap daerah dan setiap fasilitas kesehatan. Di negara maju kasus demam tifoid terjadi secara sporadik dan sering juga berupa kasus impor atau bila ditelusuri ternyata ada riwayat kontak dengan karier kronik. Di negara berkembang kasus ini endemik. Diperkirakan sampai dengan 90 - 95 % penderita dikelola sebagai penderita rawat jalan. Jadi data penderita yang dirawat di rumahsakit dapat lebih rendah 15 25 kali dari keadaan yang sebenarnya. Diseluruh dunia diperkirakan antara 16 16, 6 juta kasus baru demam tifoid ditemukan dan 600.000 diantaranya meninggal dunia. Di Asia diperkirakan sebanyak 13 juta kasus setiap tahunnya. Suatu penelitian epidemiologi di masyarakat Vietnam khususnya di delta Sungai Mekong, diperoleh angka insidensi 198 per 100.000 penduduk7 dan di Delhi India sebesar 980 per 100.000 penduduk. Suatu laporan di Indonesia diperoleh sekitar 310 800 per 100.000 sehingga setiap tahun didapatkan antara 620.000 1.600.000 kasus. Di Jawa Barat menurut laporan tahun 2000 ditemukan 38.668 kasus baru yang terdiri atas 18.949 kasus rawat jalan dan 19.719 kasus rawat inap.
Demam
naik secara bertangga lalu menentap selama beberapa hari, demam terutama pada
sore/malam hari.
Sulit
Kesadaran berkabut, bradikardia relatif, lidah kotor, nyeri abdomen, hepatomegali, atau splenomegali.
Kriteria o
Zulkarnaen: Febris > 7 hari, naik perlahan, seperti anak tangga bisa remitten atau kontinua, disertai delirium/apatis, gangguan defekasi.
o Terdapat
2 atau lebih :
urine -.
Penurunan
usus +. relatif. +.
Splenomegali o Dengan
pemberian chloramfenicol 4 x 500mg, suhu akan lisis dalam 3 - 5 hari. turun, nadi naik : Toten creutz.
o Temperatur
dari :
dan gejala klinik sesuai untuk typhus (5 gejala kardinal dianggap sebagai
cardinal sign (Manson-Bahr (1985)) 1. Demam 2. Ratio frekuensi nadi = suhu yang rendah (bradikardi relatif). 3. Toxemia yang karakteristik. 4. Splenomegali 5. Rose spot
Sign
o Biakkan o Tes
Salmonella typhi +
widal meningkat atau peninggian 4x pada 2 kali pemeriksaan. kultur+, Media SS agar.
o Gall
2.3. PATOGENESIS Benda tercemar kuman (tinja, muntah, keringat) => sistem pencernaan => lambung, kuman akan berkurang oleh karena HCl => pada usus kecil, melakukan penetrasi & berbiak di kelenjar limfoid mesenterik => masuk ductus thoracicus =>masuk ke peredaran darah
(bakteriemi I) => ditangkap oleh RES (sampai disini disebebut silent period/masa tunas) => kemudian di RES akan bermultiplikasi intraseluler => masuk ke dalam peredaran darah (bakteriemi II) => beredar di seluruh tubuh => masuk ke dalam empedu & usus, di usus akan membuat luka di plaque payeri. Bila Salmonella typhi menetap di empedu/limpa dapat terjadi relaps/carrier. Terjadinya febris diduga disebabkan oleh endotoksin (suatu lipopolisakarida penyebab leukopeni) yang bersama-sama Salmonella typhi merangsang leukosit di jaringan. Inflamasi merangsang pengeluaran zat pirogen. Pada fase bakteriemi (minggu ke I, 7 hari pertama) Salmonella ada di hati, limpa, ginjal, sumsum tulang, kantung empedu => bermanifestasi di usus (plaque payeri) dimana akan terjadi :
Minggu Minggu
I => membuat luka hiperemis pada plaque payeri. II => terjadi necrosis pada plaque payeri.
Minggu III => terbentuk tukak/ulcus yang ukurannya bervariasi dimana dapat terjadi perdarahan dan perforasi.
2.4. GEJALA KLINIS 1. Masa inkubasi : 10 -14 hari (mungkin kurang dari 7 hari atau lebih dari 21 hari) 2. Keluhan utama yang mencolok: 1. Panas yang makin tinggi terutama pada malam hari dan pagi hari, bila panas sering disertai delirium, demam dapat bersifat remitten dapat pula kontinua. Suhu meningkat dan bertahap seperti tangga, mencapai puncaknya pada hari ke 5, dapat mencapai 39o - 40oC. 2. Lemah badan, nyeri kepala di frontal.
pada minggu I. II (peas soup diare). Karena peradangan kataral dari usus,
sering disertai dengan perdarahan dari selaput lendir usus, terutama ileum. 5. Insomnia. 6. Muntah. 7. Nyeri perut. 8. Apatis/bingung dapat diakibatkan toksik menjadi delirium yang akan menjadi meningismus (akhir minggu ke I). 9. Myalgi/atralgi. 10. Batuk. 3. Nadi terjadi bradicardi relatif (normalnya frekuensi nadi akan meningkat sebanyak 18x/menit pada setiap peningkatan suhu tubuh sebanyak 1o C, pada demam typoid denyut nadi akan lebih lambat dari perhitungan yang seharusnya), hal ini disebabkan oleh karena efek endotoksin pada miokard.
o
Lidah, typhoid tongue, dengan warna lidah putih kotor kecoklatan dengan ujung dan tepi hiperemis dan terdapat tremor.
Thoraks, paru-paru dapat terjadi bronchitis/pneumonia, pada umumnya bersifat tidak produktif, terjadi pada minggu ke II atau minggu ke III, yang disebabkan oleh pneumococcus atau yang lainnya.
o Abdomen,
1. Splenomegali pada 70% dari kasus, dengan perabaan keras, mulai teraba pada akhir minggu ke I sampai minggu ke III, akan tetapi dapat juga lunak dan nyeri tekan positif. 2. Hepatomegali pada 25% dari kasus, terjadi pada minggu ke II sampai dengan masa konvalesens. 3. Kantung empedu, merupakan sumber kuman yang dapat tetap utuh, dapat terjadi kholesistitis akut terutama pada wanita tua dan gemuk. Karier sering terjadi pada penderita dengan kholesistitis kronik dan batu empedu. Meteorismus, kita harus hati-hati untuk tanda perforasi/adanya perdarahan pada usus. 4. Perubahan terjadi pada bagian distal dari Ileum, Plaque payeri menunjukkan :
Hiperplasti Nekrose Ulcerasi
pada minggu ke I.
Penyembuhan o Kulit,
Rose spot, adalah suatu rash yang khas untuk tipoid, terjadi pada akhir minggu ke I
sampai minggu ke III terutama pada dinding dada dan perut. Hal ini terjadi karena infiltrasi oleh sel monosit pada ujung-ujung kapiler yang disebabkan oleh infiltrasi kuman Salmonella typhi pada kulit, yang menyebabkan terjadinya proses radang, sehingga terjadi perembesan dari sel eritrosit, karena permeabilitas kapiler meningkat.
o
Ginjal, karena 25% - 30% dari penderita demam tifoid mengeksresikan Salmonella typhi dalam air kemih pada stadium akut dari penyakit, maka dianggap bahwa ginjal sering terjangkit. Tetapi kelainan ginjal yang menetap jarang terjadi, seperti juga jarangnya karier air kemih.
Sistim syaraf pusat, dapat timbul encephalopathy dengan ring haemorrhagic, trombus kapiler, demyelinasi perivaskuler, transverse myelitis dan Guillain Barre syndrome. Meningitis purulenta telah dilaporkan. Penurunan pendengaran juga sering ditemukan.
o Lesi-lesi
1. Osteomyelitis. 2. Abses otak. 3. Abses limfa. 4. Eksudat pada kasus-kasus ini merupakan suatu PMN dan bukan mononuklear.
o Status
typhosa :
1. Toxic 2. Mengantuk 3. Apatis 4. Delirium 5. Incontinentia urine et alvi 6. Tremor halus: tangan dan lidah. 7. Gejala psikose sampai koma. 2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan darah rutin.
Leukopeni (47% dari kasus) 2000 - 3000 sampai dengan 5000/mm3. Bila ada leukositosis (4% dari kasus) hati-hati ada penyulit, perforasi atau infeksi sekunder.
Limfositosis relatif (pasien tetap leukopeni tetapi persentasi limfosit lebih banyak dari normal).
o Aneosinofilia.
2. Pemeriksaan bakteriologik
o Biakan
Gall, untuk diagnosa pasti! Biakan dapat diambil dari : tulang (90% ketelitian) pada minggu ke I dan minggu ke II.
Sumsum Darah
pada minggu ke III sampai minggu ke IV. menggunakan Gall culture, Rose spot boleh di Gall kultur.
Jangan o Bila
Gall positif diagnosa pasti dari tiphoid abdominalis, tetapi bila negatif belum
tentu bebas tiphoid abdominalis tergantung dari teknik pengambilan bahan, waktu perjalanan penyakit, post vaksinasi. 3. Pemeriksaan serologik
o
Test aglutinasi mikroskopik cepat, nilai positif bila terjadi penggumpalan, pemeriksaan ini berguna untuk identifiksai pendahuluan pada biakan kuman.
o Test
Yang
hasil pemeriksaan: bila titer O meningkat lebih dari 1/160 atau peningkatan > 4x
Positif
nilai positif adalah > 1/800 semua hasil tersebut dengan syarat tidak menerima vaksinasi typhoid dalam 6 bulan terakhir.
Peninggian titer H > 1/160 menunjukkan bahwa penderita pernah divaksinasi atau terinfeksi Salmonella typhi.
Titer Vi
2.6. DIFERENSIAL DIAGNOSIS 1. Paratiphoid. 2. Malaria. 3. TBC millier. 4. Influenza. 5. Dengue. 6. Rheumatic fever. 7. Sistemic lupus erimatosus. 8. Hepatitis.
2.7. KOMPLIKASI 1. Relaps, febris timbul kembali setelah 10 hari afebris atau setelah 3 minggu diberikan terapi kloramfenikol. Relaps kronik jarang terjadi tetapi dapat ditemukan setelah beberapa bulan, terutama dengan penderita yang mendapat terapi tidak adekuat (MansonBahr, 1985), limfa yang tetap teraba adalah gejala penting dari impending relaps.
o Insidensi
10% - 20%.
o Patogenesa :
Penderita diserang oleh banyak strain tetapi hanya satu strain yang bermanifestasi, sedang strain yang lainnya bersembunyi, waktu relaps disebabkan oleh kuman yang tersembunyi.
Chloramfenikol menghambat atau memperlambat pembentukkan antibodi, sehingga memudahkan relaps tapi justru relaps pada titer antibodi yang tinggi hal ini dibuktikan dengan titer widal, yaitu penularan bukan oleh karena kekebalan.
Salmonella typhi istirahat dalam sel dan baru aktif pada saat sel tubuh tersebut mati.
2. Perdarahan usus, biasanya timbul pada hari ke 14 - ke 21 dari perjalanan penyakit. Dapat berupa perdarahan yang minimal sampai perdarahan tersembunyi yang masif. Yang ditandai dengan :
o Penurunan
suhu mendadak.
3. Perforasi usus, biasanya muncul pada akhir minggu ke III, umumnya terjadi di daerah sekitar 60cm dari bagian akhir ileum. Dengan gejala yang kita dapatkan adalah:
o KU buruk. o Reaksi
tubuh dan mental menjadi lambat. gelisah dan mengeluh nyeri perut.
o Pernafasan o
Dinding perut tegang, defence musculare, terutama di perut sebelah kanan (pada lokasi ileum).
o Pekak
o Perkusi
o Bising usus o
Foto R BNO : tampak udara bebas dalam rongga perut terutama dibawah diafragma. Preperitoneal fat hilang karena terdapat oedem dan pengumpulan exudat.
4. Miokarditis, keluhan klinis terjadi pada minggu ke II sampai minggu ke III, berupa :
o Takikardia. o Nadi
o Bunyi
o Gallop o
Tekanan darah turun atau peningkatan tekanan vena tanpa ada gejala dekompresi lain.
5. Cholecystitis 6. Thypoid toxic, secara klinis terjadi perubahan mental yang terdiri dari disorientasi, kebingungan, delirium > 5 hari, yang dapat diikuti dengan/tanpa munculnya gejala neurologis : afasia, ataxia, perubahan refleks, konvulsi dan lain-lainnya. Thypoid toxic dapat dibagi menjadi :
o Meningocerebral Demam Selalu
> 6 hari dan menjadi delirium, setengah sadar atau tidak sadar.
Prognosa: o Encephalitis
diffus
Demam Refleks
tinggi diikuti penurunan kesadaran. tendo dapat positif atau menurun, refleks dinding perut negatif. negatif.
akut
Prognosa : o Meningitis
akut cerebro spinal : jernih dengan pleositosis ringan. encephalograph : gambaran encephalopati.
terjadi karena dikaitkan dengan sistem imunologis atau kekebalan seseorang. dikaitkan pula dengan kepribadian seseorang, orang yang gampang histeris,
o Dapat
Pasien dalam keadaan delirium / bicara ngaco / berteriak-teriak dan mengalami agitasi.
o Terdapat
9. Pankreatitis typhosa 10. Carrier typhosa, setelah 6 bulan diperiksa 3 x berturut-turut selang 1 bulan masih tetap positif (pada pemeriksaan faeces yang dibiakkan). 2.8. PENATALAKSANAAN 1. Terapi secara umum 1. Non medikamentosa
Perawatan :
Bed rest total sampai dengan bebas demam 1 minggu tetapi sebaiknya sampai akhir minggu ke III oleh karena bahaya perdarahan dan perforasi.
Tujuannya untuk :
Karena banyak gerak akan menyebabkan gerakan peristaltik meningkat, dengan peningkatan peristaltik maka akan terjadi peningkatan dari aktifitas pembuluh darah, hal ini akan meningkatkan kadar toksin yang masuk ke dalam darah, dapat menyebabkan peningatan dari suhu tubuh.
Dietetik :
Harus cukup kalori, protein, cairan dan elektrolit. Mudah dicerna dan halus. Kebutuhan 2500 kkal, 100 gr protein, 2 - 3 liter cairan. Typhoid diet I : Bubur susu/cair tidak diberikan pada pasien yang demam tanpa komplikasi.
Typhoid diet II : Bubur saring. Typhoid diet III : Bubur biasa. Typhoid diet IV : Nasi tim.
Prinsip pengelolaan dietetik pada typhoid padat dini, rendah serat/rendah selulosa.
Typoid diet biasanya dimulai dari TD II, setelah 3 hari bebas demam menjadi TD III, sampai 3 hari kemudian dapat diganti kembali menjadi TD IV.
Harus diberikan rendah serat karena pada typoid abdominalis ada luka di ileum terminale bila banyak selulosa maka akan menyebabkan peningkatan kerja usus, hal ini menyebabkan luka makin hebat.
2. Medika mentosa:
Antibiotik
Drug of Choice adalah Chloramfenicol dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama 7 hari afebris atau sampai 1 minggu bebas demam.
Kontra indikasi :
Tidak
boleh
diberikan
pada
wanita
hamil
Pengobatan dianggap gagal (chloramfenicol resisten) bila dalam 10 hari pemberian pasien tetap demam, gunakan antibiotik yang lain.
Cotrimoxazole, dengan dosis 400 mg 2 x 2 tablet/hari sampai 7 hari afebris. RSHS 2 x 3 tablet.
Dapat digunakan untuk pasien yang toksik dan delirium. Lebih unggul dalam mencegah relaps. Efek samping yang perlu diperhatikan adalah
Golongan Quinolon.
Ciprofloksasin, dosis 2 x 750 mg sampai 4 minggu, untuk menanggulangi karier, karena pasien dapat menularkan secara fecal - oral (typhoid mary).
Tidak boleh diberikan pada pasien dengan usia kurang dari 15 tahun, karena bisa menyebabkan penutupan epifise tulang lebih cepat.
Hati-hati akan terjadi reaksi harxheimer reaction yang merupakan reaksi yang hebat dari pemberian awal dari antibiotic pada perderita typhoid, oleh karena dilepaskannya secara mendadak dalam jumlah besar, antigen dari kuman typhoid.(reaksi seperti anafilaktik syok, dimana pasien dapat jatuh kedalam keadaan komatous)
Simptomatik:
Jangan
menggunakan
asam
salisilat,
karena
bisa
menyebabkan hiperhidrosis.
Jangan pada penderita hepatitis. Dapat merangsang mukosa usus. Efek anti piretik dapat berlebihan. Menghambat efek dari chloramfenicol.
Muntah-muntah
Diare
Meteorismus
Intake diganti dengan parenteral Gunakan stomach tube dan aspirasi tiap jam.
Supportif
Kortikosteroid
Hanya dianjurkan untuk penderita dengan toksemia berat dan hiperpireksi berat.
Tidak boleh dipergunakan secara rutin. Harus dihindarkan dalam minggu ke III karena bila ada perdarahan kita tidak tahu dari penyakit atau dari kortikosteroid.
Memperpendek deman dan gejala cepat hilang. Menghambat pembentukkan immunitas sehingga mudah untuk relaps.
Dosis :
Hari ke II : Prednison 3 x 10 mg Hari ke III : Prednison 3 x 5 mg Hari ke IV : Prednison 3 x 5 mg Hari ke V : Prednison 1 x 5 mg.
Roborantia
Terapi untuk karier yang gagal pengobatan dengan medikamentosa kita lakukan cholecystectomy.
o Perforasi
usus.
pasien.
dengan Ringer Lactat. Antibiotika dosis tinggi. gastric suction untuk kompresi.
Berikan
Gunakan
3. Prognosa :
Mortalitas
Umur. Keadaan
umum sebelum pembedahan. yang lambat (>24 jam). sepsis intraperitoneal. ulang atau penyulit lainnya.
o Toxic typhoid
1. Pasang maag slang (NGT) dan akan digunakan untuk pemberian nutrisi :
Untuk
Untuk keadaan yang tidak berat kita gunakan TD II yang telah diblender dahulu.
2. Pasang infus, untuk pemberian kemicetin 3 - 4 x 1 gr/hari secara IV, bila sudah membaik berikan peroral dengna dosis 4 x 2 tablet selama 2 minggu. 3. Kortikosteroid
Berikan kalmethasone yang dilarutkan dalam NaCl 0,9% atau dextran 5% atau Ringer Lactat.
1 8
mg kalmethasone dilarutkan dalam 2 cc larutan. jam pertama berikan 3 mg/kgBB secara IV. ml diberikan dalam infus pada 6 - 8 jam kedua dan selanjutnya diberikan
30
oleh kortikosteroid, sedangkan pada minggu ke II atau ke III, kita tidak tahu penyebab dari melena karena bisa dari perforasi atau karena obat.
Bila
ada septik shock berikan dopamin 2 ampul (1 amp = 200 mg) larutkan
dalam dextrose 5% dengan kecepatan 8 tetes permenit sampai shock teratasi ganti dengan Dextran saja 10 tetes per menit.
4. Prognosa, sangat bervariasi, dapat menjadi jelek dan angka kematian tinggi bila terdapat gangguan SSP.
DAFTAR PUSTAKA 1. Widodo Darmowandoyo. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi pertama. 2002. Jakarta ;Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: 367-375
2. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Cetakan pertama. 2003. Jakarta ;Ikatan Dokter Anak Indonesia: 37-46 3. http://www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiGuide.asp?guideID=36 4. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=Mutiara+Diagnosis+Demam+Tifoi d&dn=20080905020143 5. http://koaskamar13.wordpress.com/metode-diagnostik-demam-tifoid-pada-anak/ 6. http://www.infopenyakit.com/2008/08/penyakit-demam-tifoid.html