You are on page 1of 14

LAPORAN PRATIKUM FARMAKOLOGI ( MORFIN )

Kelompok A8
Penyusun : Andersen 10.2009.234 Kurniawati Hesli Pratiwi 10.2009.238 Pin Wijaya 10.2009.245 Winda Anastesya 10.2009.246 Arni Maharani 10. 2009. 252 Caesar rio 10.2009. Louis Issabel 10.2009. Florentina Dwi Etania Tulis 10.2009.264 Abdul Rauf Bin Zakaria 10.2009.269

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Sasaran belajar : 1. Melihat efek morfin, terutama depresi nafas, miosis dan gejala lain yang terjadi pada over dosis ( OD ) pada manusia, yang diperlihatkan pada kelinci. 2. Memperlihatkan efek species difference akibat morfin pada berbagai hewan coba. 3. Memperlihatkan efek antidotum pada keracunan/ over dosis morfin. 4. Melatih mahasiswa menghitung dosis yyang tepat yang akan diberi pada masing_masing hewan coba dan memberi suntikan yang tepat sesuai petunjuk.

LAPORAN PRATIKUM MORFIN PERSIAPAN : 1. Hewan coba; kelinci, tikus putih, mencit dan kucing. 2. Obat-obatan : larutan morfin 4%, kafein benzoate 4%, dan larutan nalokson. 3. Alat-alat : timbangan hewan coba, baskom plastic, penggaris, semprit, dan kandang hewan. 4. Dosis larutan morfin 4% yang akan diberikan pada hewan coba : Kucing : 20mg/kgbb Kelinci : 0,5 ml/kgbb Tikus : 40-60mg/kgbb Mencit : 40 mg/kgbb Nalokson : untuk kelinci 0,01 mg/kgbb (=0,2ml )

5. Cara perhitungan dosis yang akan disuntikkan : Misalnya : bb mencit = X gram Larutan 40% ialah 40 mg/1 ml Yang akan disuntikkan = Y/40 x 1 = Z ml. X/1000 x 40 mg = Y mg

TATA LAKSANA Efek overdosis morfin dan antidotumnya Untuk memperlihatkan efek morfin pada manusia seperti sedasi, lemas, miosis, dan terutama gejala over dosis (OD) dimana terjadi trias intoksinasi akut: depresi nafas, miosis hebat, dan koma, maka observasi pada kelinci paling tepat menggambarkan hal tersebut. 1. Ambillah seekor kelinci, perlakukan hewan coba dengan baik dan tidak kasar. 2. Timbanglah kelinci anda dengan timbangan hewan coba dengan akurat dan catat. 3. Lakukan obervasi parameter dasar: sikap kelinci, refleks otot, diameter pupil kanan dan kiri, hitung frekuensi pernafasan dan denyut jantung, kelakuan kelinci. sikap kelinci : biasanya lincah, jalan-jalan di meja laboratorium refleks otot: tariklah (jangan terlalu keras) tungkai kaki depannya, normal biasanya ada tahanan diameter pupil diukur dalam kondisi cahaya yang konstan frekuensi nafas dapat dihitung dengan meraba dada kelinci atau dengan menghitung kembang-kempisnya cuping hidungnya. Karena frekuensi nafas kelinci cepat, maka hitunglah tiap 10 detik sebanyak 3 kali, lalu rata-ratanya kalikan dengan 6. denyut jantung dihitung dengan cara meraba bagian dada bawah tubuh kelinci dalam semenit. 4. Setelah seluruh parameter dasar selesai, hitunglah berapa ml larutan morfin yang akan disuntikkan pada kelinci dengan cara perhitungan di atas. 5. Mintalah pada instruktur larutan morfin 4% yang akan disuntikkan, dalam semprit yang telah disediakan. 6. Lakukan tindakan asepsis, dengan menggosok tempat suntikan dengan larutan alkohol 70%. 7. Suntikan larutan morfin 4% yang sesuai dengan perhitungan untuk kelinci secara subkutan di daerah subskapula. Pastikan seluruh cairan morfin tadi masuk ke dalam tubuh kelinci dan tidak ada yang tercecer keluar. 8. Biarkan kelinci tetap di atas meja laboratorium, dan lakukan observasi seluruh parameter tiap 5 menit. 9. Bila frekuensi pernafasan telah 20x/menit, laporkan pada instruktur, dan mintalah larutan kafein benzoat 0,5ml dan suntikkan secara subkutan pada daerah subskapula.

10. Bila frekuensi pernafasan tetap turun meski langkah 9 telah diulang, dan frekuensi tetap turun hingga 15x/menit, laporkan pada instruktur pada instruktur agar segera disuntikkan nalorfin 0,2 ml pada vena marginalis kelinci. 11. Perhatikan pada saat terjadi overdosis pada kelinci yang ditandai dengan: depresi pernafasan, miosis, dan sikap kelinci menjadi lemas, tonus otot sangat menurun, maka beberapa detik setelah penyuntikkan nalorfin, maka kelinci akan pulih seperti semula; aktif, tonus otot baik, frekuensi nafas normal.

Efek species difference morfin Selanjutnya, untuk melihat adanya species difference morfin pada hewan, kita menggunakan beberapa hewan coba yang akan memperlihatkan efek yang berlawanan dari kelinci yang mengalami depresi, beberapa jenis binatang seperti kucing, kuda, mencit dan tikus akan mengalami efek eksitasi. Efek muntah oleh morfin yang disebabkan rangsangan pada medula oblongata akan diperlihatkan pada anjing, namun sudah tidak dilakukan lagi karena anjing tersebut akan sangat menderita. a. Tikus 1. Ambil dan timbanglah berat badan tikus putih, dan taruh dalam baskom plastik. 2. Hitunglah dosis larutan morfin 4% yang akan diberikan sesuai berat badan tikus dengan menggunakan rumus perhitungan di atas. 3. Laporkan hasil perhitungan dosis anda pada instruktur dan ambil larutan morfin 4% dalam semprit dengan jumlah yang tepat. 4. Lakukan tindakan asepsis pada tempat suntikan 5. Peganglah kuduk tikus dengan hati-hati, suntikan larutan secara subkutan di daerah interskapula. Lakukan dengan baik sehingga seluruh larutan dalam semprit masuk ke dalam tubuh tikus dan tidak tercecer keluar. 6. Biarkan tikus tetap dalam baskom plastik dan lakukan observasi sampai timbul sikap katatonik, tikus akan tetap bertahan pada sikap yang diberikan oleh anda, misalnya sikap duduk. Sikap katatonik disebabkan oleh kekakuan otot tubuh tikus. b. Mencit 1. Ambil dan timbang seekor mencit dengan menggunakan timbangan surat 2. Hitung dosis larutan morfin 4% seperti rumus di atas.

3. Laporkan hasil perhitungan dosis anda pada instruktur dan mintalah larutan morfin 4% sebanyak dosis yang harus disuntikkan. 4. Lakukan tindakan asepsis pada tempat suntikan 5. Peganglah kuduk mencit dengan halus, suntikan larutan morfin secara subkutan pada daerah interskapula, perhatikan jangan sampai ada larutan morfin yang tidak masuk ke dalam tubuh tikus. 6. Letakkan mencit dalam baskom plastik dan lakukan observasi sampai timbul efek rangsangan otot diafragma pelvis dan sfingter ani, yang terlihat sebagai efek Straub, yaitu ekor mencit menjadi tegang dan terangkat membentuk huruf S atau lurus ke atas. c. Kucing 1. Hanya dilakukan dalam bentuk demonstrasi 2. Ambil dan timbang kucing 3. Hitung dosis larutan morfin yang harus diberikan 4. Lakukan tindakan asepsis pada daerah yang akan disuntik. 5. Suntikkan larutan morfin 4% sesuai perhitungan dosis, secara subkutan pada daerah interskapula. 6. Masukkan kucing ke dalam kandang, dan lakukan obervasi, sampai terjadi efek eksitasi dimana kucing akan terlihat liar, pupilnya midrasis, keluar saliva, dan gelisah. Lakukan obervasi dengan teliti dan catat hasilnya dengan tepat, dan bandingkan data anda dengan data dari kelompok lain.

DASAR TEORI : Morfin Morfin digunakan untuk mengurangi nyeri dan sebagai cara penyembuhan dari ketagihanalkohol dan opium. Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatif selektif, yakni tidak begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahkan persepsi nyeri pun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi.

Efek analgesik morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ; (1) morfin meninggikan ambang rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaruhi emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul di korteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari thalamus ; (3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.

Morfin merupakan agonis reseptor opioid, dengan efek utama mengikat dan mengaktivasi reseptor -opioid pada sistem saraf pusat. Aktivasi reseptor ini terkaitdengan analgesia, sedasi, euforia, physical dependence dan respiratory depression. Morfin juga bertindak sebagai agonis reseptor mu-opioid yang terkait dengan analgesia spinal dan miosis. Morfin juga mengaktivasi reseptor kappa, yang mana memegang peranandengan menimbulkan depresi pernafasan seperti opioid.

Terdapat juga opioid endogen yang terdapat dalam tubuh manusia, terdapat tiga jenis yaitu endorphin, enkefalin dan dinorfin.

Faktor yang dapat mengubah eksitasi morfin ialah idiosinkrasi dan tingkat eksitasireflex SSP. Idiosyncrasy adalah suatu reaktivitas abnormal terhadap zat kimia yang ganjil/ aneh yang ditimbulkan dari seorang individu. Respon idiosinkrasi mungkin berasal dari bentuk sensitifitas yang extreme terhadap dosis rendah atau insensitifitasekstreme terhadap dosis tinggi dari suatu zat kimia. reaksi idiosinkrasi dapat dihasilkan dari genetic polimorfisme yang menyebabkan individual differences dalam farmakokinetik obat. Polimorfisme juga dapat menyebabkan

farmakodinamik obat berbeda ke individu seperti interaksi obat-reseptor.

Farmakodinamik Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos.Efek morfin pada system syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi danstimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal,konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).

Farmakokinetik Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian oral

jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawaruri dan mempengaruhi janin. Ekskresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecilmorfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.

Indikasi Morfin dan opioid lain terutama diidentifikasikan untuk meredakan atau menghilangkannyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Morfin dan opioidmenimbulkan analgesia dengan cara berikatan dengan resptor opioid terutama di sistimsaraf pusat(SSP) dan medulla spinalis yang berperan pada transmisi dan modulasi nyeri. Morfin sering diperlukan untuk nyeri (1) Infark miokard ; (2) Neoplasma ; (3) Kolik renal atau kolik empedu ; (4) Oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner ; (5) Perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan ; (6) Nyeri akibat traumamisalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.

Dosis dan sediaan Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutandiberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravenadan dapat diulang sesuai yamg diperlukan.

Gejala kelebihan dosis : Pupil mata sangat kecil (pinpoint), depresi pernafasan dan coma (tiga gejala klasik). Bila sangat hebat, dapat terjadi dilatasi (pelebaran pupil). Sering disertai juga nausea (mual). Kadang-kadang timbul edema paru (paru-paru basah). Gejala-gejala lepas obat : Agitasi,nyeri otot dan tulang, insomnia, nyeri kepala. Bila pemakaian sangat banyak (dosis sangat tinggi) dapat terjadi konvulsi (kejang) dan koma, keluar airmata (lakrimasi), keluar air dari hidung (rhinorhea), berkeringat banyak, cold turkey, pupil dilatasi, tekanan darah meninggi, nadi bertambah cepat, hiperpirexia (suhu tubuh sangat meninggi), gelisah dan cemas, tremor, kadang-kadang psikosis toksik

Kafein benzoate Kafein adalah stimulan yang mempercepat aktivitas fisiologis. Kafein tersebut dikenal sebagai trimethylxantine dengan rumus kimia C8H10N4O2 dan termasuk jenis alkaloida. Kafein disebut juga tein, merupakan kristal putih yang larut dalam air dengan perbandingan 1 : 46. Kafein-Na benzoate dan kafein sitrat, berupa senyawa putih, agak pahit, larut dalam air. Kafein-Na benzoat tersedia dalam ampul 2 ml mengandung 500 mg untuk suntikan IM.

Mekanisme Kerja Secara khusus, kafein dapat mempercepat tindakan otak agar tetap lebih waspada. Hal ini dilakukan dengan cara mengikat reseptor adenosin di otak. Karena kafein memblokir reseptor adenosin, neuron menjadi lebih aktif. Maka kelenjar pituitari menanggapi semua kegiatan seolah-olah itu keadaan darurat, dengan melepaskan hormon yang

memberitahukan kelenjar adrenal untuk menghasilkan adrenalin. Inilah yang kadangkadang dikenal sebagai lawan atau lari hormon (dan juga disebut epinefrin). Pelepasan adrenalin ini menyebabkan detak jantung yang lebih cepat, pelepasan gula ke dalam aliran darah dari hati, pengaruh terhadap SSP, otot menjadi tetap terpacu, kenaikan dan aliran darah ke otot. kafein didistribusikan keseluruh tubuh dan diabsorbsikan dengan cepat setelah pemberian, waktu paruh 3-7 jam, diekskresikan melalui urin

Indikasi Menghilangkan rasa kantuk Menimbulkan daya pikir yang cepat Perangsang pusat pernafasan dan fasomotor Untuk merangsang pernafasan pada apnea bayi premature

Efek Samping Sukar tidur Gelisah Tremor Tachicardia

Pernafasan menjadi lebih cepat

Kontra Indikasi Diabetes Kegemukan Hiperlipidemia Gangguan migren Sering gelisah (anxious).

Nalokson Nalokson merupakan antagonis murni opioid. Ia bekerja di kesemua receptor opioid yaitu receptor-, receptor- dan receptor-. Jadi, ia akan menghalang kerja daripada opioid endogen, dan juga opioid dari luar seperti morphine.

Nalokson tidak mempunyai efek yang besar kepada orang normal, tetapi akan menyebabkan efek reversal yang cepat apabila diberikan pada orang dengan penggunaan opioid karena ia akan menggeser kerja daripada opioid tersebut. Jika diberikan kepada pengguna morphine, ia akan mengalami withdrawal syndrome, atau putau.

Berikut ialah efek dan penggunaan nalokson:

1) Menyebabkan hiperalgesia pada pasien dengan stress seperti pada bedah gigi melalui mekanisme menghalang stress-induced analgesia. 2) Melawan efek analgesik opioid dan depresi pernafasan seperti pada neonatus yang terkena efek overdose morphine yang diberikan sewaktu ibu melahirkan. 3) Mengesan adiksi opioid pada orang karena akan mempresipitasi withdrawal syndrome.

Pada kelinci yang sudah mengalami depresi pernafasan dan juga terdapat miosis pupil, kita dapat berikan nalokson, agar efek daripada overdose morphine dapat diatasi.

Miosis pupil berlaku karena stimulasi receptor- dan receptor- pada nucleus oculomotor dan pin point pupil merupakan kriteria diagnostik yang penting untuk melihat overdosage daripada morphine karena pada kebanyakan kasus lain, etiologi daripada koma dan depresi pernafasan akan menghasilkan dilatasi pupil, dan bukannya miosis pupil.

Depresi pernafasan berlaku pula karena morphine yang bekerja pada receptor- mengurangkan sensitifitas pusat pernafasan terhadap kadar PCO2 sehingga kadar PCO2 menjadi sangat tinggi. Efek depresi pernafasan ini menjadi sangat bahaya karena ia berlaku pada dosis therapeutik, dan menyumbang kepada penyebab kematian terbanyak pada kasus keracunan opioid akut. Neuron pada pusat pernafasan medulla tidak ditekan secara langsung, tetapi opioid menekan bagian permukaan ventral regio medulla, dimana chemosensitifitas carbon dioksida bekerja paling kuat. Harus diingatkan juga bahawa depresi pernafasan pada opioid tidak mengganggu bagian medulla yang mengkontrol fungsi kardiovascular, tidak seperti pada anestesi lain.

HASIL PERCOBAAN : Berat badan kelinci : 1600 gram (1,6 kg ) Dosis morfin : 1,6 x 0,5 ml = 0,8 ml

Table. Parameter kelinci Data basal Setelah diberi morfin Menit ke 5 Menit 10 Frek. Nafas Diameter pupil Reflex + + ( namun Reflex reflex mulai Kelinci lemas + 1 cm 0,7 cm 0,6 cm 0,7 cm 0,7cm 1 cm 126x/menit 42x/ menit 24x/ menit 24x/ menit 12x/menit 108x/menit Disuntik caffeine benzoate ke 1 Caffeine benzoate ke 2 Pemberian nalokson

lemah) Dosis obat 0,8

Tikus: menunjukkan perubahan tonus badan, katalepsi Perhitungan dosis larutan morfin 4% adalah seperti berikut: BB tikus = 150g /1000g x 60mg = 9 mg Larutan morfin 4% yang disuntikkan = 9 mg /40mg x 1ml = 0.225 ml

Mencit: ekornya diangkat dan berbentuk S (efek Straub) Berat badan (BB) mencit = 22 gram/ 1000 x 40mg = 0.88 mg Larutan morfin 4% yang disuntikkan= 0.88 mg/40mg x 1ml = 0.022 ml

Kucing: eksitasi hebat (agresif), pupil melebar, hiperlakrimas

PEMBAHASAN KELINCI Pada kelinci dilakukan penyuntikan morfin secara subkutan dengan dosis yang telah disesuaikan dengan berat badannya (dosis morfin ialah 0,5 ml/kgBB). Lalu setiap 5 menit observasi dilakukan terhadap beberapa parameter: frekuensi napas, diameter pupil. Selain itu kita juga melihat aktivitas kelinci tersebut. pada kelinci kelompok kami, frekuensi napas setiap 5 menit turun dan bermakna. Ketika baru mencapai 15 menit frekuensi napas sudah mencapai 25 x per menit (frekuensi napas mula-mula ialah 151 x per menit). Selain itu diameter pupil semakin kecil (miosis). Karena sudah mencapai <30 x per menit maka kami menyuntikan kafein benzoate 0,5 ml subkutan. lalu setelah 5 menit kami mengukur kembali pernapasannya dan ternyata tetap 25 x per menit. Setelah itu penyuntikan kaffein benzoate yang ke 2 dilakukan dan frekuensi napas diukur menjadi 19 x per menit. Lalu instruktur menyuntikan nalokson 0,2 ml pada vena marginalis di telinga. Setelah penyuntikan vena marginalis tersebut frekuensi napas kembali meningkat. Hal ini memperlihatkan efek intoksikasi morfin. Efek pada kelinci ini tentu mirip seperti efek dengan manusia. Ada trias koma, pin-point pupil, serta depresi napas. Namun

demikian efek morfin pada satu spesies masih memperlihatkan variasi dari lama kerja. Hal ini terlihat dari kelinci kelompok lain yang memerlukan waktu lebih lama untuk mengalami depresi napas yang hebat (<30 x per menit). Morfin bekerja masuk pada reseptor opioid. Reseptor ini berikatan dengan opiod endogen serta opioid dari luar seperti morfin. Sehingga morfin sangat berfek pada SSP dan karena itu efek sistemiknya sangat luas. Antidotum yang dapat diberikan ialah yang dapat berikatan dengan reseptor yang sama sehingga akan menggeser morfin. Misalnya efek miosis bisa dilawan dengan pemberian atropine dan skopolamin. Kaffein benzoate merupakan suatu derivate xantin yang terdapat dalam tumbuhan di alam. Senyawa ini mengandung gugus metal didalamnya. Xantin merangsang SSP, menimbulkan dieresis, merangsang otot jantung, dan melemaskan otot polos bronkus. Kaffein merupakan suatu perangsang SSP yang kuat. Orang yang meminum kaffein merasakan tidak begitu mengantuk, lebih jernih pikirannya dan tidak lelah. Metilxantin dosis rendah merangsang SSP yang sedang mengalami depresi. Misalnya 0,5 mg/kg bb merangsang napas pada individu yang mendapat morfin 10 mg. Metilxantin merangsang pusat pernapasan. Efek ini dapat terlihat pada keadaan patologis tertentu, seperti pernapasan Cheyne stokes, apnea pada bayi premature atau depresi napas oleh karena obat tertentu. Rupanya metilxantin meningkatkan kepekaan pusat napas terhadap perangsangan CO2. kekuatan relatif kaffein sebagai perangsang SSP rupanya bervariasi tergantung dari spesies dan parameter yang dikerjakan. Pada kelinci yang telah memiliki frekuensi napas dibawah 30 x per menit, kita menyuntikan 0,5 mg kaffein benzoat subkutan pada skapula kelinci, lalu setelah 5 menit frekuensi napas belum terlihat meningkat secara bermakna. Hal ini dilakukan dan hasilnya tetap sama. Hal ini mungkin disebabkan karena metilxantin memang merangsang SSP namun bukan pilihan utama terhadap intoksikasi morfin. Frekuensi napas mungkin dapat meningkat namun tidak sesuai waktu yang diharapkan begitu cepat Setelah itu kita melakukan penyuntikan nalokson sesuai berat kelinci intra vena, supaya hasil lebih cepat terlihat. Setelah hal ini terlihat kenaikan frekuensi napas bermakna. Hal ini menunjukan kendati dirangsang SSP nya namun pengusiran morfin yang telah menempel pada reseptor lebih berespons cepat, karena efek morfin hilang dan digantikan oleh antagonisnya.

PEMBAHASAN MENCIT : Pada percobaan, mencit terlebih dahulu ditimbang berat badannya untuk menentukan dosis yang akan diberikan. Larutan morfin sulfat yang digunakan adalah 4%, artinya setiap BB dari masing-masing mencit, dikalikan dengan 4%, Setelah dilakukan penimbangan, mencit diobservasi untuk dilihat reflex dan tonus otot, sikap hewan coba, dan kelakuan umum. Pada mencit tidak dilakukan observasi frekuensi dan dalam nafas, frekuensi dan denyut jantung, reaksi atas tonus pada rangsang nyeri, serta diameter pupil karena cukup sulit untuk mengamatinya. Setelah dilakukan pengamatan awal, mencit diinjeksi morfin secara subkutan pada punggung, dan diamati apa yang terjadi.

Pada mencit, didapatkan adanya gerakan mengusap muka yang cukup lama, dan kelakuaan umumnya tenang, mencit lebih tampak berdiam diri. Beberapa menit kemudian, mencit sudah menangkat ekornya, namun belum terjadi efek straub, tidak lama kemudian sekitar menit ke19 respon Straub pada mencit terjadi. Pada percobaan terlihat adanya reaksi Straub memberi petunjuk bahwa ada rangsangan terhadap susunan saraf pusat (khususnya sumsum tulang belakang) atau pembebasan adrenalin. Gejala Straub terlihat pada semua mencit yang menerima morfin pada praktikum tersebut.

PEMBAHASAN TIKUS Sebelum penyuntikkan tikus nampak agresif dan galak (sempat mengigit tangan salah satu anggota kami.). Setelah diberi suntikkan morfin, tikus menjadi lebih pasif. Kurang lebih 45 menit setelah penyuntikkan,terjadi kekakuan otot. Badan tikus menetap dalam sikap yang dibuat oleh pembuat percobaan . pada kelompok lain yang melakukan percobaan ini juga mengalami katatonik.

PEMBAHASAN KUCING Pada percobaan efek morfin ke kucing hanya dilakukan dalam bentuk demonstrasi, pertama ambil dan timbang kucing, hitung dosis larutan morfin yang harus diberikan. lakukan tindakan asepsis pada daerah yang akan disuntik. Suntikan larutan morfin 4% sesuai perhitungan dosis secara subkutan pada daerah interskapula. Kemudian,, masukkan kucing ke dalam kandang dan lakukan observasi sampai terjadi efek eksitasi dimana kucing akan terlihat liar, pupilnya midriasis, keluar saliva dan gelisah.

KESIMPULAN : Hasil praktikum morfin terhadap kelinci menunjukkan terjadinya depresi napas, miosis dan sikap kelinci menjadi lemas serta tonus menurun yang mana memperlihat efek pada kelinci yang setara pada manusia apabila diberikan morfin. Manakala pemberian morfin pada tikus dan mencit menunjukkan hasil species difference yaitu eksitasi, katatonik untuk tikus dan efek Straub untuk mencit.

DAFTAR PUSTAKA 1. Sulistia GG,Rianto.S, Nafrialdi.. Farmakologi terapi Ed-5 .Bab III: Obat susunan saraf pusat:analgesic opioid dan antagonis oleh Hedi.R D. Department farmakologi dan terapeutik,FakultasK edokteran Indonesia, Jakarta: 2007;210-29.2.

2. Dewoto HR .Farmakologi dan terapi edisi 5.FK UI. Jakarta: 2007; 214.

You might also like