You are on page 1of 63

TRANSPORTASI

BAB XIII

TRANSPORTASI

A. PENDAHULUAN Wilayah Nusantara yang luas dan berkedudukan di khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan keadaan alamnya yang memiliki berbagai keunggulan komparatif merupakan modal dasar pembangunan nasional dengan wilayah yang bercirikan kepulauan dan kelautan sebagai faktor dominannya. Oleh karena itu, wawasan penyelenggaraan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara, yang mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial dan budaya, serta satu kesatuan pertahanan dan keamanan. Dalam upaya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya, serta perwujudan Wawasan Nusantara telah diupayakan berbagai kegiatan pembangunan transportasi yang meliputi transportasi darat, taut dan udara. Transportasi darat mencakup angkutan jalan, kereta api, serta angkutan sungai, danau dan penyeberangan. XIII/3

Selama dua tahun Repelita VI, pembangunan prasarana jalan telah berhasil mewujudkan jaringan yang mantap serta memperluas jangkauan pelayanan, terutama pembangunan jalan poros desa yang menghubungkan pusat-pusat produksi dengan daerah pemasaran, daerah dan desa tertinggal, dan daerah terisolasi. Pembangunan jalan tol, yang disediakan sebagai alternatif dari jalan arteri yang ada, telah dirasakan manfaatnya dalam mendukung transportasi jalan raya yang lebih efisien, terutama dalam melayani daerah-daerah dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan kota-kota besar. Dalam rangka memenuhi tuntutan pengembangan jaringan jalan tol yang terus meningkat telah berhasil dijalin kemitraan pemerintah dengan dunia usaha yang semakin mantap, melalui kerja sama penanaman modal dalam penyelenggaraannya. Rehabilitasi dan pemeliharaan rutin selama 2 tahun Repelita VI meliputi jalan arteri 18.868 kilometer, jalan kolektor 30.629 kilometer, jalan lokal 122.712 kilometer dan jalan poros desa 8.651 kilometer. Di samping itu rehabilitasi dan pemeliharaan berkala meliputi jalan arteri 3.104 kilometer dan jembatan 17.766 meter, jalan kolektor 5.692 kilometer dan jembatan 33.612 meter, jalan lokal 28.913 kilometer dan jembatan 27.291 meter dan jalan poros desa 2.163 kilometer dan jembatan 4.690 meter. Sementara itu peningkatan jalan dan penggantian jembatan meliputi jalan arteri 2.795 kilometer dan jembatan 6.759 meter, jalan kolektor 9.946 kilometer dan jembatan 27.553 meter, jalan lokal 22.036 kilometer dan jembatan 26.093 meter dan jalan poros desa 3.240 kilometer dan jembatan 2.966 meter. Sedangkan pembangunan jalan dan penggantian jembatan untuk memperluas dan meningkatkan pelayanan, meliputi jalan arteri 564

XIII/4

kilometer dan jembatan 3.112 meter, jalan kolektor 1.502 kilometer dan jembatan 1.983 meter, jalan lokal 580 kilometer dan jembatan 4.945 meter dan jalan poros desa 1.977 kilometer dan jembatan 5.561 meter. Sampai dengan tahun kedua Repelita VI, untuk jalan tol Baru telah dioperasikan ruas sepanjang 70 kilometer, sedangkan yang dalam tahap pelaksanaan, persiapan serta penawaran mencapai panjang 1.414 kilometer yang sebagian besar diselenggarakan melalui kemitraan pemerintah dengan dunia usaha. Untuk mewujudkan pelayanan angkutan kereta api penumpang dan barang yang makin berkualitas, selama dua tahun pertama Repelita VI dilakukan peningkatan/rehabilitasi jalan rel sepanjang 326,45 kilometer, penggantian bantalan beton 543.830 batang, rehabilitasi bangunan operasional 7.270 meter persegi, rehabilitasi lok diesel 7 buah, rehabilitasi KRD/KRL 11 buah, rehabilitasi gerbong 67 buah, dan rehabilitasi jembatan beton sebanyak 28 unit. Di samping itu untuk meningkatkan kapasitas produksi penumpang dan barang, telah dilaksanakan pengadaan gerbong barang sebanyak 80 buah, lok diesel 42 buah, kereta penumpang kelas ekonomi 19 buah, dan KRD/KRL 32 buah. Sementara itu jumlah penumpang yang diangkut sebanyak 268,1 juta orang dan angkutan barang sebanyak 33,8 juta ton. Dalam dua tahun pertama Repelita VI telah dilakukan pembangunan dermaga penyeberangan sebanyak 25 buah, dermaga sungai 16 buah dan dermaga danau 9 buah, pembangunan kapal penyeberangan 11 buah, pembangunan terminal/gedung operasional penyeberangan 30 buah, rehabilitasi terminal 2 buah, rehabilitasi/peningkatan dermaga penyeberangan 21 buah, dermaga sungai 10 buah, dermaga danau 1 buah, dan terminal sungai 1 buah.

XIII/5

Secara akumulatif sampai dengan tahun kedua Repelita VI telah dioperasikan 78 kapal penyeberangan yang dikelola PT ASDP dan 65 unit yang dikelola swasta. Sebagaimana pada pengoperasian angkutan milik pemerintah lainnya, pengoperasian kapal penyeberangan PT ASDP juga lebih menitikberatkan pada pelayanan perintis serta pada lintasan di daerah terpencil untuk membuka isolasi. Jumlah lintasan yang dilayani PT ASDP dan swasta sampai saat ini sebanyak 88 lintasan. Sebagai hasil pembangunan selama dua tahun pertama Repelita VI volume penumpang, barang dan jumlah kendaraan yang diangkut melalui angkutan sungai, danau dan penyeberangan masing-masing mencapai 140,2 juta orang, 58,8 juta ton dan 13,9 juta unit. Sementara itu, armada pelayaran nusantara dan pelayaran lokal sudah mencapai 1.109 kapal dengan kapasitas 4.046 ribu DWT serta muatan 126,1 juta ton. Armada pelayaran rakyat yang merupakan pelayaran tradisional dan dikelola oleh usaha kecil memiliki 2.749 kapal dengan kapasitas 393,7 ribu DWT dan muatan yang diangkut selama dua tahun pertama Repelita VI mencapai 13,1 juta ton. Armada pelayaran khusus yang melayani angkutan hasil industri memiliki 3.100 kapal dengan kapasitas 2,2 juta DWT dan muatan yang diangkut selama tahun 1994/95 dan 1995/96 mencapai 572,6 juta ton. Armada pelayaran samudera nasional yang melayani angkutan laut luar negeri memiliki 25 kapal dengan kapasitas 322 ribu DWT dan muatan yang diangkut 82,6 juta ton selama dua tahun pertama Repelita VI. Armada pelayaran perintis memiliki 34 kapal yang melayani 34 trayek dan menyinggahi 270 pelabuhan selama dua tahun.

XIII/6

Di bidang prasarana pelabuhan dalam tahun 1994/95 dan 1995/96 telah dibangun tambahan dermaga sepanjang 4.523 meter, gudang 6.600 meter persegi, dan lapangan penumpukan 74.650 meter persegi. Untuk keselamatan pelayaran telah dibangun 7 tambahan menara suar, 173 rambu suar, dan 15 pelampung suar, serta dilakukan pengerukan alur pelayaran sejumlah 22,4 juta meter kubik antara lain di Juwana, Cirebon, Belawan, Jambi, Palembang, Pontianak, Sampit, Banjarmasin, dan Samarinda. Dalam dua tahun pertama Repelita VI armada penerbangan nasional untuk melayani kebutuhan dalam negeri secara keseluruhan telah menghasilkan kinerja sebesar 275,4 juta pesawat-kilometer. Untuk penerbangan dalam negeri tersebut jumlah penumpang yang diangkut mencapai 22,9 juta orang. Sementara itu jumlah barang yang diangkut mencapai 232,2 ribu ton. Untuk penerbangan luar negeri dengan 175,8 juta pesawat-kilometer, jumlah penumpang yang diangkut mencapai 7,1 juta orang. Sedangkan jumlah barang yang diangkut mencapai 243,3 ribu ton. Selama dua tahun Repelita VI, telah dibangun berbagai prasarana meteorologi dan geofisika berupa 13 stasiun meteorologi, 3 stasiun klimatologi, 6 unit pengamatan atmosfir, 405 pos telemetri, 2 unit radar cuaca, serta 43 unit sarana telekomunikasi.

B. SASARAN, KEBIJAKSANAAN, DAN PROGRAM REPELITA VI Sasaran pembangunan transportasi dalam Repelita VI adalah meningkatnya peranan sistem transportasi nasional dalam memenuhi kebutuhan mobilitas manusia, barang, dan jasa; terwujudnya sistem transportasi nasional yang makin efisien yang didukung oleh

XIII/7

kemampuan penguasaan teknologi dan sumber daya manusia yang berkualitas; meningkatnya peran serta masyarakat dalam usaha transportasi; meluasnya jaringan transportasi yang menjangkau daerah terpencil dan terisolasi, terutama di kawasan timur Indonesia; dan tersedianya pelayanan transportasi yang andal untuk mendukung industri, pertanian, perdagangan, dan pariwisata. Sasaran pertumbuhan sektor transportasi dalam Repelita VI adalah rata-rata 7,0 persen per tahun. Dengan pertumbuhan ini, sektor transportasi dapat memberikan tambahan kesempatan kerja kepada 0,75 juta orang selama Repelita VI. Sasaran yang ingin dicapai di bidang transportasi pada akhir Repelita VI adalah terwujudnya jalan arteri, kolektor, dan lokal sepanjang 267,370 kilometer; jalan tol sepanjang 660 kilometer; jalan kereta api sepanjang 5.401 kilometer; tersedianya kapasitas armada pelayaran yang mampu mengangkut muatan dalam riegeri sebanyak 167 juta ton dan muatan ekspor impor sebesar 210,3 juta ton; dan tersedianya kapasitas armada udara yang mampu mengangkut penumpang dalam negeri sebanyak 12,2 juta orang dan penumpang luar negeri sebanyak 9,6 juta orang. Untuk mewujudkan berbagai sasaran pembangunan transportasi dalam Repelita VI, diupayakan untuk mengembangkan sistem transportasi nasional yang andal, berkemampuan tinggi, terpadu, dan efisien; mengembangkan transportasi regional dengan perhatian khusus kepada daerah tertinggal, terutama kawasan timur Indonesia ; mengembangkan transportasi perkotaan; mendukung pembangunan industri, pertanian, perdagangan, dan pariwisata; meningkatkan kualitas pelayanan sarana dan prasarana transportasi; meningkatkan peran serta masyarakat; mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi; dan meningkatkan daya saing transportasi nasional.

XIII/8

Untuk mencapai sasaran sesuai dengan arahan kebijaksanaan tersebut di atas, pembangunan transportasi dilakukan melalui beberapa program yang terdiri dari program pokok dan program penunjang. Program pokok meliputi program pengembangan sistem transportasi nasional, program pembangunan prasarana jalan dan jembatan, program pembangunan transportasi darat, program pembangunan transportasi laut, dan program pembangunan transportasi udara. Program-program tersebut didukung oleh beberapa program penunjang yang meliputi program pembangunan meteorologi, geofisika, pencarian dan keselamatan, program pendidikan dan pelatihan transportasi, serta program penelitian dan pengembangan transportasi.

C. PELAKSANAAN DAN HASIL PEMBANGUNAN TAHUN KEDUA REPELITA VI 1. Program Pokok a. Program Pembangunan Prasarana Jalan dan Jembatan Selama tahun terakhir Repelita V (1993/94), dan 2 (dua) tahun pelaksanaan Repelita VI (1994/95 dan 1995/96) pembangunan subsektor Prasarana Jalan dilakukan melalui Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan dan Jembatan, Program Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan dan Program Pembangunan Jalan dan Jembatan. Rehabilitasi dan pemeliharaan jalan terutama ditujukan untuk mencegah turunnya kondisi jalan, sehingga jalan dan jembatan yang ada secara terus menerus berada dalam kondisi mantap dan dapat melayani volume lalu lintas. Peningkatan jalan dan penggantian jembatan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jalan dan jembatan agar dapat melayani lalu lintas secara teratur selama 5

XIII/9

sampai 10 tahun masa pelayanan. Pembangunan jalan dan jembatan baru terutama ditujukan untuk membuka daerah-daerah terpencil, mengembangkan daerah perkotaan, kawasan transmigrasi dan pusatpusat produksi. Di samping itu dilakukan pemeliharaan jalan arteri dan kolektor yang sudah dalam kondisi mantap sepanjang 26.386 kilometer dan jembatan sepanjang 27.812 meter. Dibandingkan dengan tahun 1994/95 maka untuk program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan terjadi kenaikan sebesar 14 persen. Di sisi lain rehabilitasi dan pemeliharaan jembatan naik 18 persen. Selain itu juga dilakukan pemeliharaan berkala setiap 2-3 tahun sekali berupa pelapisan ulang permukaan aspal sepanjang 5.030 kilometer. Rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dilakukan pada ruas-ruas jalan : Banda Aceh-Batas Aceh Barat, Simpang Peut-Batas Aceh Selatan, Bakongan-Krueng Luas, Batas Aceh Barat-Blang Pidie, Blang Pidie-Tapaktuan di Propinsi Daerah Istimewa Aceh; Bangko-Sanggaran Agung, Batas Sarko-Bangko, Merlung-Batas Riau di Propinsi Jambi; DumaiSimpang Batang, Simpang Batang-Simpang Kulin, Simpang Batang Simpang Balam-Bagan Batu di Propinsi Riau; SingkawangBengkawang-Sanggau, Tanjung-Sanggau di Propinsi Kalimantan Barat; Pagimana-Biak di Propinsi Sulawesi Tengah; BaucauViqueque, Zumalai-Suai, Dili-Aielu di Propinsi Timor Timur; Manokwari-Maruni, Muting-Tanah Merah-Waropko, WamenaPiramid, Jayapura-Sentani, Klamono-Ayaman di Propinsi Irian Jaya. Dalam tahun 1995/96 dilakukan peningkatan jalan arteri dan kolektor sepanjang 5.984 kilometer dan penggantian jembatan sepanjang 15.301 meter. Dibandingkan dengan tahun 1994/95 terjadi penurunan sebesar 11,5 persen untuk peningkatan jalan arteri dan kolektor serta penurunan sekitar 19,5 persen untuk penggantian jembatan. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan prioritas

XIII/10

penanganan dari program peningkatan ke program rehabilitasi dan pemeliharaan untuk meningkatkan jalan dalam kondisi mantap. Peningkatan jalan arteri/kolektor dan jalan khusus strategis dilakukan untuk meningkatkan dukungan terhadap pembangunan daerah-daerah yang mengalami pertumbuhan yang sangat cepat, pusat pertumbuhan industri, akses ke pelabuhan serta daerah yang perlu dipacu perkembangannya, melayani peningkatan kebutuhan angkutan peti kemas dan peningkatan kapasitas dan struktur jalan pada ruas-ruas yang volume lalu lintasnya melebihi kapasitas jalan, antara lain Palembang - Prabumulih-Muara Enim di Propinsi Sumatera Selatan; Cilegon-Cikampek-Jakarta, Cikampek-Pamanukan-Lohbener di Jawa Barat; Bawen-Surakarta di Propinsi Jawa Tengah; Gempol-Malang, Gempol-Probolinggo di Propinsi Jawa Timur. Selain itu juga dilaku kan peningkatan jalan lokal sepanjang 8.313 kilometer dan jembatan lokal sepanjang 11.368 meter serta peningkatan jalan poros desa sepanjang 2.340 kilometer. Untuk program pembangunan jalan dan jembatan, dalam tahun 1995/96 dilakukan pembangunan jalan arteri dan kolektor sepanjang 1.118 kilometer dan jembatan sepanjang 2.617 meter, serta pembangunan jalan lokal sepanjang 290 kilometer, jalan poros desa sepanjang 1.332 kilometer dan pembangunan jembatan di jalan lokal dan jalan poros desa sepanjang 7.325 meter. Pembangunan jalan dan jembatan baru ditujukan untuk membuka isolasi daerah yang selama ini belum dapat dijangkau oleh pelayanan transportasi jalan raya, yaitu pada ruas-ruas jalan : Yetti-Senggi-Tengon, Wamena-Tengon, YettiUbrub-Oksibil, Nimbrokang-Sarmi, Taja-Lereh-Tengon di Propinsi Irian Jaya; Mako-Namrole, Saleman-Taniwel, Tehoru-Werinama di Propinsi Maluku; Lasolo-Asera di Propinsi Sulawesi Tenggara; LikuSeluas-Entikong; Nanga Tayap-Sandai-Aur Kuning di Propinsi Kalimantan Barat; Kujan-Penopa-Kudangan, Palangkaraya-Buntok di Kalimantan Tengah; Petung-Kenangan, Malinau-Tau Lumbis -

XIII/11

Nunukan, Tanjung Redep-Tanjung Selor di Propinsi Kalimantan Timur. Di samping itu dibeliaskan tanah seluas 64 hektar untuk menampung kebutuhan pengadaan tanah dalam rangka pembangunan jalan tol. Pembangunan jalan tol yang dilakukan sepanjang 40 kilometer, terdiri dari ruas-ruas : jalan lingkar luar Jakarta (Seksi S), Harbour Road, Tangerang-Merak Tahap II, dan Surabaya-Gresik. Perkembangan pelaksanaan program-program di bidang jalan tersebut secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel XIII-1. Berbagai kegiatan pembangunan jalan tersebut di atas telah meningkatkan jumlah panjang jalan arteri dan kolektor dalam kondisi mantap. Pada tahun 1995/96, jumlah panjang jalan arteri dan kolektor yang berada dalam kondisi mantap adalah 55.096 kilometer, meningkat sebesar 4 persen dibanding dengan tahun 1994/95, sedangkan jumlah panjang jalan dalam kondisi tidak mantap adalah 13.738 kilometer, yakni menurun sebesar 13 persen dibanding tahun 1994/95. Dengan demikian, dari 68.834 kilometer total panjang jalan arteri dan kolektor di tahun 1995/96, 80 persen di antaranya sudah berada dalam kondisi mantap. Perkembangan panjang dan kondisi jalan arteri dan kolektor tersebut dapat dilihat pada Tabel XIII-2. Untuk mendukung upaya pemerataan pembangunan prasarana jalan di kawasan timur Indonesia termasuk kawasan perbatasan, pada tahun 1995/96 dilakukan pembangunan jalan baru di Irian Jaya sepanjang 223 kilometer, di Sulawesi 288 kilometer, di Maluku 134 kilometer. Pembangunan jembatan dengan bentang panjang juga dilakukan antara lain di Kalimantan Selatan (Jembatan Barito), di Kalimantan Timur (Jembatan Mahakam), dan di Irian Jaya (Jembatan Mamberamo). Untuk mempercepat pembangunan jembatan, pada tahun 1995/96 dilakukan pengadaan jembatan rangka baja sepanjang 12.042 meter atau 24.084 ton, komponen beton pracetak sepanjang 1.968 meter yang dihasilkan dari unit-unit produksi beton pracetak di

XIII/12

Bieureunan (Aceh), Muara Bungo (Jambi), Buntu (Jawa Tengah) dan Poso (Sulawesi Tengah). b. Program Pembangunan Transportasi Darat Pembangunan transportasi darat yang meliputi angkutan jalan raya, angkutan kereta api, serta angkutan sungai, danau, dan penyeberangan telah menunjukan kemajuan yang pesat. Sesuai dengan fungsinya, transportasi darat dituntut untuk mampu menyediakan jasa transportasi sehingga marnpu menunjang pengembangan sektor-sektor lain, pengembangan wilayah, membuka isolasi daerahdaerah terpencil, sehingga makin meningkatkan ketahanan nasional. Untuk wilayah yang berkembang sangat pesat perlu dikembangkan sistem angkutan umum yang mampu mengangkut dalam jumlah besar dan diselenggarakan secara terpadu, serta mampu melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu kebijaksanaan pengembangan transportasi darat harus dapat mengantisipasi pertumbuhan penduduk dan kecenderungan penyebaran pemukiman penduduk yang memerlukan penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang handal dan terjangkau oleh masyarakat. Kebijaksanaan transportasi darat diarahkan untuk memantapkan hierarki pelayanan lokal dalam wilayah terbatas, pelayanan antarkawasan, antarkota dan antarpulau, dengan jenis moda transportasi yang berbeda dengan pola pelayanan yang semakin seimbang, terpadu, dan Baling mengisi sehingga sistem jaringan jalan, angkutan kereta api, serta XIII/13

angkutan sungai, danau, dan penyeberangan dapat menghubungkan dan memantapkan hubungan antara simpul-simpul produksi dan simpul-simpul distribusi dengan daerah pemasarannya di seluruh wilayah tanah air serta mendukung keseimbangan pertumbuhan antardaerah sesuai dengan potensi yang dimiliki masingmasing daerah.

Peran serta pihak swasta dan koperasi dalam penyelenggaraan transportasi darat, didorong dan digalakkan melalui penciptaan iklim yang menumbuhkan persaingan yang sehat dan saling menghidupi termasuk dalam penyediaan transportasi perintis serta pengembangan jalur transportasi yang strategis. 1) Pengembangan Fasilitas Lalu Lintas Jalan Pengembangan fasilitas lalu lintas jalan ditujukan untuk mendukung pembangunan angkutan jalan raya dalam upaya melayani kebutuhan angkutan masyarakat dan menunjang pengembangan sektor industri, pertanian, perdagangan dan pariwisata. Selain itu dalam upaya mendorong peran serta swasta dalam proses pembangunan angkutan jalan raya diupayakan untuk iklim berusaha yang sehat dan saling menghidupi serta memberikan kemudahan dan fasilitas bagi investor swasta khususnya di bidang penyediaan armada dan pelayanan jasa angkutan jalan baik bis, truk, maupun kendaraan penumpang lainnya. Angkutan jalan raya masih merupakan jenis moda angkutan yang dominan dalam melayani kebutuhan angkutan penumpang dan barang, karena lebih murah, cepat, aman, dan terjangkau masyarakat. Kegiatan angkutan jalan raya yang meliputi angkutan penumpang dalam kota, antarkota, dan antardaerah terus meningkat. Peran swasta telah meningkat pula dalam penyediaan dan pengoperasian angkutan umum penumpang dan barang. Transportasi bis umum berperan makin besar dalam upaya mengatasi kemacetan dan gangguan lalu lintas. Di samping peningkatan kuantitas, juga diupayakan untuk meningkatkan kualitas angkutan jalan raya antarkota antara lain melalui peningkatan faktor keamanan, keselamatan, dan ketertiban dalam angkutan jalan raya, serta ketepatan waktu dan

XIII/14

kenyamanan. Perhatian besar diberikan pada usaha pemerataan kebutuhan sarana dan prasarana transportasi darat, khususnya angkutan jalan raya untuk menunjang keperintisan melalui pengadaan bis-bis perintis yang ditujukan untuk mendukung pertumbuhan wilayah yang relatif masih belum berkembang. Dalam program transportasi darat khususnya angkutan jalan raya diupayakan untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi sistem transportasi melalui pengembangan manajemen sistem transportasi darat dengan penyusunan kebijaksanaan dan peraturan lalu lintas, pengelolaan perparkiran, pengembangan tata guna lahan wilayah perkotaan yang terpadu dengan daerah sekitarnya, serta peningkatan ketertiban, kenyamanan dan keselamatan lalu lintas jalan, pengadaan rambu lalu lintas, tanda permukaan (marka) jalan, serta rehabilitasi maupun pengadaan alat pengujian kendaraan bermotor. Pelaksanaan pembangunan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan raya tersebut telah membantu meningkatkan keterpaduan pelayanan angkutan darat yang makin lancar, aman, dan efisien, menurunkan angka kecelakaan lalu lintas dan mendorong pertumbuhan dan kegiatan pembangunan. Peningkatan kapasitas prasarana jalan serta fasilitas keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan raya tersebut dilakukan terutama untuk menunjang kelancaran lalu lintas sejalan dengan pertumbuhan yang sangat pesat dari jumlah sarana angkutan jalan raya. Apabila pada tahun 1993/94 sarana angkutan jalan raya yang terdiri dari bis, truk, mobil penumpang dan sepeda motor berjumlah 13,0 juta buah, maka pada tahun 1994/95, jumlah sarana angkutan jalan raya meningkat menjadi 13,7 juta buah, atau mengalami peningkatan 5,4 persen dibandingkan tahun 1993/94. Selanjutnya, pada tahun kedua Repelita VI jumlah sarana angkutan jalan raya sampai dengan Desember 1995

XIII/15

mengalami peningkatan rata-rata sebesar 4,4 persen dibandingkan dengan tahun 1994/95 menjadi 14,3 juta buah. Secara terinci perkembangan pertumbuhan tiap jenis sarana angkutan jalan raya dari tahun 1993/94 sampai dengan tahun 1995/96 dapat dilihat pada Tabel XIII-3. Sementara itu, pelayanan angkutan umum di wilayah perkotaan juga terus meningkat. Dengan makin berkembangnya sarana angkutan untuk masyarakat, diupayakan peningkatan pengendalian arus lalu lintas dalam kota dan pembangunan fasilitas terminal barang dan fasilitas penumpang yang terpadu dengan pengembangan wilayah perkotaan. Pengelolaan angkutan kota yang pelaksanaannya dilakukan oleh swasta, koperasi atau badan usaha milik pemerintah terus diupayakan peningkatannya. Khususnya dua badan usaha pemerintah telah ditugaskan membantu penyediaan angkutan umum di wilayah perkotaan, yaitu Perum PPD dan Perum DAMRI. Keikutsertaan kedua badan usaha milik pemerintah tersebut bertujuan membantu terlaksananya keteraturan dan keandalan pelayanan kepada masyarakat. Untuk tujuan tersebut di atas pada tahun 1995/96 melalui Perum PPD disediakan armada sebanyak 1.634 buah kendaraan bis kota. Selain itu dalam rangka diversifikasi energi dan pelestarian lingkungan telah disediakan dana untuk pengadaan bis berbahan bakar gas (BBG) sebanyak 40 buah untuk melayani angkutan umum di wilayah DKI , dan pembangunan 1 unit stasiun pengisian bahan bakar gas. Sedangkan Perum DAMRI pada tahun 1995/96 mempunyai 1.137 buah bis kota yang tersebar di berbagai kota di seluruh Indonesia. Dalam upaya pemerataan pembangunan telah pula dikembangkan sistem angkutan jalan raya yang menunjang keperintisan di kawasan ti m ur Indone s ia ya ng dim a ks udka n. unt uk i kut me r a ngs a ng

XIII/16

pertumbuhan ekonomi, khususnya di wilayah-wilayah yang berpotensi tapi relatif belum berkembang, di daerah pedalaman, dan daerah terpencil. Sampai tahun kedua Repelita VI jumlah bis perintis yang beroperasi mencapai 257 buah. Jika dibandingkan dengan tahun pertama Repelita VI sebanyak 305 buah bis, terjadi penurunan jumlah bis perintis yang beroperasi. Hal ini disebabkan beberapa lintas perintis telah berkembang menjadi lintas komersial sehingga beberapa buah bis perintis kemudian dioperasikan untuk angkutan dalam kota. Selain itu dalam rangka efisiensi perusahaan telah dilakukan penghapusan terhadap beberapa bis yang telah melampaui umur teknis dan kondisinya rusak berat. Dalam upaya mendukung ketertiban, keselamatan, dan kelancaran lalu lintas selama dua tahun pertama Repelita VI telah dilaksanakan pengadaan alat pengujian kendaraan bermotor (PKB), pengadaan rambu lalu lintas, lampu lalu lintas, tanda permukaan (marka) jalan, deliniator, paku marka, serta pagar pengaman jalan. Sampai dengan tahun 1994/95 telah dilakukan pengadaan alat pengujian kendaraan bermotor 88 unit, rambu lalu lintas 201.219 buah, lampu lalu lintas 269 unit, tanda permukaan (marka) jalan 426.372 meter, serta pagar pengaman jalan 48.911 meter. Pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan penyediaan alat pengujian kendaraan bermotor 5 unit, rambu lalu lintas 13.382 buah, lampu lalu lintas 37 unit dan persiapan pembangunan Automatic Traffic Control System (ATCS) di Bandung, marka jalan 168.200 meter, deliniator 4.805 buah, paku marka 6.000 buah, serta pagar pengaman jalan 30.880 meter. Perkembangan pembangunan fasilitas keselamatan angkutan jalan raya. sejak akhir Repelita V sampai dengan tahun kedua Repelita VI secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel XIII-4.

XIII/17

2) Pengembangan Perkeretaapian Pembangunan di bidang angkutan perkeretaapian dalam Repelita VI adalah untuk mengembangkan angkutan perkeretaapian yang memiliki potensi dan peluang besar dalam sistem transportasi masal dan dapat mengangkut muatan yang berat dalam jumlah besar. Upaya tersebut dilaksanakan secara optimal dengan langkah-langkah modernisasi melalui pemanfaatan teknologi yang lebih canggih baik untuk angkutan antarkota maupun bagi kota yang berpenduduk sangat padat dan perkembangannya sangat pesat. Antara lain dengan membangun jalur ganda kereta api yang terpadu dengan rencana perluasan dan.pengembangan wilayahnya terutama untuk kawasan perkotaan besar yang lintasannya padat. Pembangunan di bidang perkeretaapian ditujukan untuk meningkatkan daya angkut, mutu pelayanan, serta manajemen pengelolaannya sehingga angkutan kereta api baik sebagai angkutan barang maupun angkutan penumpang dapat diandalkan masyarakat banyak. Angkutan kereta api, dengan berbagai keunggulannya, dikembangkan guna mengantisipasi peningkatan kebutuhan akan jasa angkutan baik untuk angkutan kota maupun antarkota jarak jauh, sehingga angkutan kereta api dapat menjadi tulang punggung angkutan darat sehingga dapat mendukung industri dan perdagangan terutama yang berorientasi ekspor dengan pelayanan yang lebih efisien. Pembangunan perkeretaapian dalam tahun kedua Repelita VI terutama meliputi rehabilitasi dan XIII/18

peningkatan prasarana dan sarana kereta api, serta pengelolaan pelayanan angkutan agar dapat memenuhi kebutuhan angkutan kereta api untuk penumpang dan barang secara masal yang terus meningkat, dengan secara lebih. efisien, serta pemanfaatan semaksimal mungkin seluruh fasilitas prasarana maupun sarana kereta api yang telah tersedia. Dalam rangka

itu diupayakan untuk meningkatkan efisiensi dalam pengusahaan perkeretaapian, termasuk peran serta swasta dalam bentuk kerja sama operasi untuk memanfaatkan potensi angkutan perkeretaapian. Sebagai hasilnya kegiatan operasi telah dapat ditingkatkan sehingga lebih banyak kereta api yang berangkat dan datang tepat waktu. Pada tahun pertama Repelita VI, jumlah penumpang yang diangkut sebanyak 121,7 juta orang dan angkutan barang sebanyak 16,7 juta ton. Pada tahun kedua Repelita VI jumlah. penumpang yang diangkut meningkat menjadi 146,4 juta orang dan angkutan barang menjadi 17,1 juta ton atau mengalami kenaikan masing-masing sebesar 20,3 persen dan 2,4 persen. Perkembangan produksi jasa angkutan kereta api sejak tahun terakhir Repelita V sampai dengan tahun kedua Repelita VI secara lebih rinci dapat dilihat dalam Tabel XIII-5. Dalam upaya meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayan kereta api telah dilanjutkan pembangunan elektrifikasi persinyalan, penggunaan rel standar (R-54), serta penggantian bantalan kayu menjadi bantalan beton. Selain itu dilanjutkan pembangunan baru jalan kereta api di lintas Citayam-Nambo (Cibinong) dan lintas DuriTangerang, serta jalan rel ganda di lintas Cikampek-Cirebon dan lintas Depok-Bogor. Rehabilitasi dan peningkatan jalan kereta api mencapai panjang 181,6 km, penggantian bantalan beton sebanyak 302.510 barang, serta rehabilitasi bangunan operasional 2.400 meter persegi. Untuk meningkatkan keselamatan perjalanan dan kapasitas lintas kereta api telah dilaksanakan pemasangan sinyal elektrik sebanyak 17 unit. Pada tahun 1995/96 telah diselesaikan peningkatan jalan rel dan pemasangan perangkat sinyal modern lintas Cigading-Serpong serta mulai dilaksanakan pemasangan perangkat sinyal modern lintas

XIII/19

Pekalongan-Semarang yang merupakan kesinambungan dari lintas Cikampek-Cirebon dari lintas Cirebon-Pekalongan. Upaya itu telah meningkatkan kapasitas dan kecepatan perjalanan kereta api sehingga telah meningkatkan pula peran angkutan kereta api dalam melayani kebutuhan masyarakat. Dalam rangka peningkatan sarana pada tahun 1995/96 telah dilakukan rehabilitasi lokomotif sebanyak 1 buah, rehabilitasi KRD/KRL 4 buah, pengadaan KRL/KRD sebanyak 4 buah, pengadaan kereta penumpang kelas ekonomi 10 buah, dan pengadaan lokomotif diesel sebanyak 15 buah. Perkembangan rehabilitasi dan pengadaan sarana kereta api sejak 1993/94 sampai dengan tahun kedua Repelita VI secara lebih rinci dapat dilihat dalam Tabel XIII-6. Peningkatan jasa pelayanan angkutan penumpang kereta api terus diupayakan baik. kualitas maupun kuantitasnya. Pada tahun 1995/96 telah diresmikan pengoperasian kereta api untuk wisata dan angkutan barang serta angkutan kereta api penumpang ekspres Argo Bromo yang melayani lintas JakartaSurabaya, kereta api ekspres Argo Gede yang melayani lintas Jakarta-Bandung, serta kereta api penumpang eksekutif untuk lintas BandungYogyakarta. Selain itu untuk peningkatan jasa pelayanan kereta api di wilayah perkotaan telah dimulai pengkajian pengembangan angkutan umum masal baik kereta api bawah tanah maupun kereta api ringan dengan inelibatkan peran serta swasta. XIII/20

3) Peningkatan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Pembangunan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan ditujukan untuk membuka, meningkatkan, serta menunjang perekonomian wilayah pedalaman, daerah perbatasan, dan daerah

terpencil terutama di kawasan timur Indonesia. Angkutan sungai, danau dan penyeberangan diupayakan untuk senantiasa terintegrasi dengan sistem angkutan jalan raya dan kereta api, serta untuk menyambung jaringan transportasi darat yang masih terputus ataupun yang belum tersedia. Subsidi operasi bagi angkutan darat serta angkutan sungai, danau, dan penyeberangan diberikan melalui pengoperasian bis-bis perintis dan kapal-kapal perintis. Subsidi ini diberikan untuk mempertahankan keberadaan pelayanan transportasi untuk lintas-lintas yang secara ekonomis belum menguntungkan. Sampai dengan tahun 1994/95 lintasan yang dilayani oleh PT ASDP dan pihak swasta adalah 57 lintasan, dan pada tahun 1995/96 telah meningkat menjadi 88 lintasan atau meningkat sebesar 54,4 persen, terutama di lintas penyeberangan perintis untuk daerah-daerah pedalaman dan daerah terpencil. Pada akhir Repelita V lintasan-lintasan penyeberangan yang ada di seluruh Indonesia dilayani oleh 129 kapal, yang terdiri dari 57 buah milik swasta dan 72 buah milik PT ASDP. Pada tahun pertama Repelita VI jumlah armada telah meningkat menjadi 60 kapal milik swasta yang dioperasikan terutama pada lintas komersial serta 75 kapal milik PT ASDP. Sampai akhir tahun 1995/96 jumlah kapal milik swasta meningkat menjadi 65 kapal atau naik sebesar 8,3 persen, sedangkan milik PT ASDP meningkat menjadi 78 kapal atau naik sebesar 4 persen dibandingkan tahun 1994/95. Dalam tahun kedua Repelita VI telah dilakukan pembangunan dermaga penyeberangan sebanyak 11 buah, dermaga sungai 7 buah, dermaga danau sebanyak 1 buah, lanjutan pembangunan kapal penyeberangan 3 buah, pembangunan terminal/gedung operasional

XIII/21

penyeberangan sebanyak 3 buah dan dermaga sungai 5 buah. Selain itu telah dilakukan pula peningkatan/rehabilitasi dermaga penye-berangan 7 buah, dermaga sungai 4 buah, dan terminal sungai 1 buah. Dalam upaya peningkatan keselamatan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan pada tahun 1995/96, telah dibangun rambu penyeberangan sebanyak 12 buah, rambu sungai sebanyak 576 buah, serta pembersihan alur sungai sepanjang 125 kilometer. Jumlah penumpang dan barang yang diangkut melalui angkutan penyeberangan dalam tahun terakhir Repelita V terdiri dari 59 juta orang, 26,2 juta ton barang, dan 5,7 juta unit kendaraan. Dalam tahun 1994/95 jumlah penumpang yang diangkut meningkat menjadi 63 juta orang, angkutan barang menjadi 28,6 juta ton dan angkutan kendaraan menjadi 6,3 juta unit, yang berarti mengalami kenaikan masingmasing sebesar 6,7 persen, 9,2 persen, dan 10,5 persen. Pada tahun 1995/96 jumlah yang diangkut meningkat lebih lanjut menjadi 77,2 juta orang penumpang, barang 30,2 juta ton, kendaraan 7,6 juta unit, atau meningkat masing-masing sebesar 22,5 persen, 5,6 persen, dan 20,6 persen. Mengkaji peningkatan tersebut di atas, peranan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan baik sebagai moda transportasi yang berdiri sendiri, maupun sebagai bagian dari moda transportasi yang lain, semakin penting dalam memenuhi kebutuhan angkutan diberbagai pelosok wilayah tanah air. Perkembangan jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan dari akhir Repelita V sampai dengan tahun kedua Repelita VI secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel XIII-7. XIII/22

c.

Program Pembangunan Transportasi Laut

Program pembangunan transportasi laut meliputi kegiatan (1) pengembangan fasilitas pelabuhan laut; (2) pengembangan keselamatan pelayaran; dan (3) pembinaan dan pengembangan armada pelayaran.

Melalui program tersebut diupayakan untuk mendukung pembangunan nasional dan pembangunan daerah, khususnya di kawasan timur Indonesia, serta menggairahkan tumbuhnya perdagangan dan kegiatan ekonomi umumnya. 1) Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Laut Pembangunan prasarana pelabuhan pada dasarnya adalah untuk membuka daerah-daerah terpencil terutama yang belum atau tidak mungkin terjangkau oleh moda transportasi lainnya, serta untuk meningkatkan kelancaran arus bongkar muat barang dan penumpang di pelabuhan yang sudah ada. Pembangunan fasilitas pelabuhan dalam tahun 1995/96 mencakup pembangunan dermaga sepanjang 2.297 meter, rehabilitasi dermaga seluas 8.624 meter persegi, pembangunan gudang 6.220 meter persegi, pembangunan lapangan penumpukan 40.425 meter persegi, rehabilitasi lapangan penumpukan 2.000 meter persegi, dan pembangunan terminal penumpang seluas 2.250 meter persegi. Di antara pembangunan dermaga tersebut sepanjang 1.432 meter atau 62,3 persen merupakan dermaga perintis yang tersebar di 24 lokasi. Pembangunan dermaga perintis ini merupakan upaya membuka isolasi bagi daerah-daerah terpencil termasuk desa-desa pantai, serta daerah perbatasan. Dengan keterbatasan dana APBN, diupayakan untuk mempertajam prioritas pembangunan terutama pada daerah-daerah yang tidak memungkinkan melibatkan swasta, terutama lokasi-lokasi yang lebih bersifat pemerataan dan perintisan. Sedangkan untuk lokasilokasi pelabuhan yang memungkinkan swasta ikut berperan, diupayakan kemudahan-kemudahan prosedural dan dengan menciptakan iklim yang dapat mendorong peran aktif usaha swasta.

XIII/23

Di samping pembangunan fisik untuk menunjang kelancaran dan peningkatan perdagangan terutama ekspor-impor, dari aspek pengusahaan pelabuhan yang dilakukan oleh BUMN di bidang kepelabuhan telah ditingkatkan kerja sama dengan instansi-instansi yang kewenangannya terkait. Tujuan kerja sama ini adalah untuk mempermudah dan memperlancar proses bongkar muat di pelabuhan, dan menghindari pungutan-pungutan yang tidak diinginkan. Perkembangan pembangunan pelabuhan sejak tahun terakhir Repelita V dan selama 2 tahun Repelita VI dapat dilihat pada Tabel XIII-8. 2) Pengembangan Keselamatan Pelayaran Kegiatan pembangunan fasilitas keselamatan pelayaran yang meliputi peningkatan kecukupan sarana bantu navigasi dan telekomunikasi pelayaran, pemeliharaan kedalaman alur pelayaran, dan penegakkan serta pemasyarakatan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran, bertujuan untuk mengurangi dan menghindari kecelakaan di laut. Usaha ini akan mendukung dan memperlancar perdagangan ekspor-impor dan perdagangan antarpulau. Dalam tahun 1995/96 telah dibangun fasilitas sarana bantu meliputi 3 menara suar, 68 rambu suar, 15 pelampung suar, serta pengadaan 46 unit peralatan radio komunikasi. Untuk memelihara kedalaman alur-alur pelayaran utama telah dilakukan pengerukan sebanyak 12 juta meter kubik. Pengerukan dilakukan pada alur pelayaran. Juwana (Jawa Tengah), Cirebon (Jawa Barat), Belawan XIII/24

(Sumatera Utara), Jambi (Jambi), Palembang (Sumatera Selatan), Pontianak (Kalimantan Barat), Sampit (Kalimantan Tengah), Banjarmasin (Kalimantan Selatan), dan Samarinda (Kalimantan Timur).

3) Pembinaan dan Pengembangan Armada Pelayaran Armada pelayaran nasional terdiri dari armada pelayaran nusantara, armada pelayaran rakyat, armada pelayaran perintis, armada pelayaran khusus, dan armada pelayaran samudera. Di bidang pelayaran peran pemerintah sudah sepenuhnya sebagai pembina, sebab pelakunya hampir seluruhnya pengusaha swasta, dan dipertegas dengan dihapuskannya izin trayek sejak dikeluarkannya paket deregulasi Nopember 1988. Sehingga pola operasi dan sistem tarip telah mengikuti mekanisme pasar. Khusus untuk daerahdaerah terpencil pemerintah masih berperan dalam memenuhi kebutuhan transportasi melalui armada perintis. a) Pelayaran Nusantara Jenis pelayaran ini merupakan salah satu subsistem transportasi untuk menunjang per.dagangan dan distribusi antarpulau/angkutan dalam negeri. Dalam tahun 1995/96 sampai dengan akhir Desember 1995 jumlah kapal yang beroperasi mencapai 1.109 kapal dengan kapasitas 4.046.649 DWT, dan jumlah muatan yang diangkut sebesar 65.538.223 ton. Dibandingkan dengan tahun 1994/95 baik jumlah kapal yang beroperasi, kapasitas maupun muatan yang diangkut terjadi kenaikan. Jumlah kapal meningkat 13,3 persen, kapasitas naik 11 persen, dan muatan yang diangkut naik 8 persen. Di bidang angkutan penumpang pada tahun 1995/96 terdapat penambahan 1 unit kapal, dan XIII/25

jumlah penumpang yang diangkut mencapai lebih dari 5 juta orang, sehingga bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya terdapat kenaikan jumlah penumpang sebesar 9,7 persen. Penyediaan sarana angkutan penumpang ini merupakan upaya penyediaan jasa pelayanan transportasi untuk golongan masyarakat

menengah ke bawah. Perkembangan armada pelayaran nusantara dapat dilihat dalam Tabel XIII-9. b) Pelayaran Rakyat

Jenis pelayaran ini merupakan moda transportasi laut tradisional dan dilakukan oleh pengusaha kecil di bawah pembinaan koperasi. Di daerah-daerah tertentu moda transportasi ini sangat penting dan menentukan bagi kegiatan ekonomi. Dalam upaya pembinaan telah terjadi rasionalisasi jumlah kapal, yaitu dari 2.749 kapal pada tahun 1994/95 menjadi 2.269 kapal pada tahun 1995/96, padahal pada waktu yang bersamaan jumlah muatan yang diangkut meningkat 5 persen menjadi 6,7 juta ton. Perkembangan armada pelayaran rakyat dapat dilihat secara lebih rinci dalam Tabel XIII-10. c) Pelayaran Perintis

Pelayaran perintis merupakan salah satu program pelayanan jasa transportasi di daerah terpencil dan desa sekitar pantai, dan bertujuan untuk membuka dan mendorong pertumbuhan daerah-daerah tersebut. Jumlah kapal, trayek, dan frekuensi penyinggahan di setiap pelabuhan sama dengan tahun 1994/95, tetapi jumlah pelabuhan yang disinggahi bertambah 4 lokasi, sehingga pada tahun 1995/96 terdapat 270 lokasi pelabuhan yang disinggahi. Sedang jumlah barang dan penumpang yang diangkut sejak tahun 1993/94 sampai dengan tahun 1995/96 tak menentu terkadang naik terkadang turun baik untuk penumpang maupun barang. Jumlah muatan yang berfluktuatif tersebut disebabkan telah dimanfaatkannya armada pelayaran rakyat yang bersifat komersial di beberapa pelabuhan. Hal ini dapat digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pertumbuhan ekonomi di daerah yang

XIII/26

bersangkytan. Perkembangan armada perintis secara rinci dapat dilihat dalam Tabel XIII-11. d) Pelayaran Khusus

Jenis pelayaran ini merupakan penyediaan jasa angkutan terutama untuk sektor industri dan pertambangan. Kapasitas angkut pelayaran khusus selalu berkaitan dengan perkembangan produksi sektor industri dan pertambangan. Dalam tahun 1995/96 jumlah kapal yang beroperasi sama dengan tahun sebelumnya, tetapi jumlah muatan yang diangkut sampai dengan akhir Desember 1995 meningkat 8 persen dari . tahun 1994/95. Perkembangan armada pelayaran khusus dapat dilihat dalam Tabel XIII-12. e) Pelayaran Luar Negeri

Jenis pelayaran ini merupakan jenis pelayaran samudera terutama untuk melayani angkutan perdagangan ekspor-impor. Mengingat lingkup operasionalnya berkaitan erat dengan perdagangan luar negeri, maka banyak tantangan yang dihadapi oleh pelayaran samudera nasional, terutama dalam persaingan dengan armada asing. Tantangannya terutama terletak pada keterbatasan modal serta penguasaan teknologi yang digunakan oleh armada asing, di samping adanya perjanjian-perjanjian perdagangan luar negeri yang belum menunjang penggunaan armada nasional. Untuk mengatasi tantangan ini masih harus diupayakan berbagai kemudahan bagi pengembangan armada nasional, ditengah-tengah kebijaksanaan deregulasi serta suasana globalisasi. Dalam tahun 1995/96 jumlah kapal nasional yang beroperasi sama dengan tahun sebelumnya, tetapi jumlah muatan yang diangkut sampai dengan akhir Desember 1995 mencapai 42,9 juta ton atau naik

XIII/27

sebesar 8 persen dari tahun 1994/95. Perkembangan armada pelayaran samudera dapat dilihat dalam Tabel XIII-13. d. Program Pembangunan Transportasi Udara Pembangunan transportasi udara adalah untuk menunjang kegiatan pariwisata, perdagangan, dan industri serta kegiatan ekonomi pada umumnya di samping juga melayani angkutan bagi daerah terpencil dan pedalaman. Program pembangunan transportasi udara meliputi pengembangan fasilitas bandar udara, pengembangan keselamatan penerbangan; serta pembinaan dan pengembangan armada udara. 1) Pengembangan Fasilitas Bandar Udara Pada tahun kedua Repelita VI telah dibangun prasarana bandar udara berupa perpanjangan landasan 68.740 meter persegi di Semarang dan Cilacap (Jawa Tengah), Cirebon (Jawa Barat), Tambo laka (Nusa Tenggara Timur), Palu (Sulawesi Tengah), Padang Sidempuan (Sumatera Utara), Pangkalan Bun dan Palangka Raya (Kalimantan Tengah) dalam rangka meningkatkan cakupan dan keselamatan penerbangan. Selain itu telah dilanjutkan penyelesaian pembangunan dan pengembangan bandar udara di Batam dan Balikpapan, perluasan dan pembangunan terminal 2.576 meter persegi di 8 lokasi di mana 7 lokasi di antaranya berada di kawasan timur Indonesia, dan bangunan operasional seluas 8.926 meter persegi di 60 lokasi yang sebagian besar pada bandar udara kecil di kawasan timur Indonesia. Di samping itu juga dilanjutkan perpanjangan landasan pada berbagai bandar udara seperti di Surakarta, Sorong Daratan, Jayapura dan Bandung, serta dipersiapkan pengembangan bandar udara di Manado, Ambon, Ujung Pandang dan Surabaya. Demikian pula dilanjutkan pembangunan bandar udara di Pulau-Pulau Batu dan Silangit (Sumatera Utara) dan bandar udara Samarinda Baru

XIII/28

(Kalimantan Timur). Pembangunan bandar udara tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi telah melibatkan partisipasi swasta melalui kerja sama dengan BUMN seperti yang sekarang tengah dijajaki untuk pembangunan bandar udara baru di Lombok dan Medan. Berbagai upaya tersebut telah meningkatkan kemampuan beberapa bandar udara di antaranya bandar udara di Batam dari mak simum pesawat sejenis DC-10/A-300 menjadi pesawat sejenis B-747, bandar udara di Balikpapan yang semula hanya mampu didarati pesawat maksimum pesawat sejenis DC-9/B-737 menjadi pesawat sejenis DC-10/A-300; bandar udara di Semarang, Palangka Raya, Palu dan Mataram dari semula untuk pesawat maksimum sejenis F-28. menjadi maksimum pesawat sejenis DC-9/B-737; dan bandar udara di Cilacap dan Cirebon yang semula merupakan bandar udara kecil yang hanya mampu melayani maksimum pesawat sejenis Cassa-212 meningkat menjadi bandar udara besar yang mampu didarati pesawat sejenis F-27/CN-235. Peningkatan kemampuan bandar udara di Cilacap dan Cirebon mengakibatkan jumlah bandar udara kecil ber kurang dari 120 buah pada tahun 1994/95 menjadi 118 buah pada tahun 1995/96. Namun bandar udara besar bertambah dari 59 buah menjadi 61 buah, sehingga pada tahun 1995/96 terdapat 179 bandar udara. Dari 61 bandar udara besar, 7 bandar udara dapat didarati maksimum pesawat sejenis B-747 yaitu bandar udara Polonia (Medan), Hang Nadim (Batam), Soekarno-Hatta (Jakarta), Halim Perdanakusuma (Jakarta), Juanda (Surabaya), Ngurah Rai (Bali) dan Frans Kaiseipo (Biak); 5 bandar udara mampu melayani pesawat sejenis DC-10/A-300 masing-masing adalah Hasanuddin (Ujung Pandang), Baucau (Timor-Timur), Sepinggan (Balikpapan), Sam Ratulangi (Manado) dan El-Tari (Kupang); 13 bandar udara untuk pesawat maksimum sejenis DC-9/B-737 yaitu Blang Bintang (Banda Aceh), Tabing (Padang), Simpang Tiga (Pekanbaru), S.M. Badaruddin II (Palembang), Adi Sumarmo (Surakarta), Adi Sucipto

XIII/29

(Yogyakarta), Ahmad Yani (Semarang), Tjilik Riwut (Palangka Raya), Mutiara (Palu), Selaparang (Mataram), Pattimura (Ambon), Sentani (Jayapura) dan Syamsudin Noor (Banjarmasin); 14 bandar udara untuk pesawat sejenis F-28 dan 22 bandar udara untuk pesawat F-27/CN-235. Dibandingkan dengan akhir Repelita V jumlah dan kemampuan bandar udara telah meningkat dengan pesat. Pada tahun 1993/94 dari sejumlah 146 bandar udara 6 di antaranya dapat menampung pesawat maksimum B-747, 5 untuk pesawat maksimum sejenis DC-10/A-300, 10 untuk pesawat maksimum sejenis DC-9/B-737, 18 untuk pesawat maksimum F-28 dan 20 mampu melayani pesawat maksimum sejenis F-27/CN-235 serta 87 bandar udara kecil. Pada tahun 1994/95 jumlah bandar udara yang masing-masing dapat didarati maksimum pesawat B-747, pesawat DC-10/A-300, pesawat sejenis DC-9/B-737, pesawat sejenis F-28 dan pesawat sejenis F-27/CN-235 masih tetap sama, sedangkan bandar udara kecil meningkat menjadi 120 lokasi. Dalam tahun 1994/95 dilakukan penataan kelas bandar udara dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan, operasi dan investasi pengem bangan fasilitas bandar udara yang berpedoman pada pengembangan pola jaringan hub and spoke. Di samping itu dari sejumlah 61 bandar udara besar di atas, 23 bandar udara di antaranya merupakan pintu gerbang penerbangan internasional yaitu bandar udara di Medan, Pekanbaru, Palembang, Tanjung Pinang, Jakarta, Pontianak, Tarakan, Manado, Jayapura, Biak, Merauke, Ambon, Kupang, Denpasar, Padang, Balikpapan, Surabaya, Surakarta, Batam, Banda Aceh, Bandung, Mataram dan Ujung Pandang. Untuk meningkatkap efisiensi dalam penyediaan fasilitas bandar udara termasuk pengoperasian dan pengelolaannya sejumlah 21 bandar udara telah diserahkan pengelolaannya kepada

XIII/30

BUMN atau meningkat 16,6 persen dibandingkan tahun 1994/95 yang berjurnlah 18 bandar udara. 2) Pengembangan Keselamatan Penerbangan Dalam rangka menunjang dan meningkatkan keselamatan penerbangan yang memenuhi persyaratan penerbangan, kondisi dan jumlah peralatan keselamatan penerbangan juga ditingkatkan. Untuk itu pada tahun 1995/96 telah dipasang alat bantu navigasi penerbangan (Non Directional Beacon/NDB) pada 3 lokasi, alat komunikasi dari darat ke pesawat ,berupa Very High Frequency-Extended Range (VHF-ER) di 1 lokasi, Aeronautical Fixed System - High Frequency Communication System (AFS-HF Communication System) di 5 lokasi, Aeronautical Fixed System - Leased Channel (AFS- Leased Channel) di 1 lokasi, alat bantu pendaratan berupa Instrument Landing System (ILS) pada 1 lokasi dan peralatan untuk mendistribusikan berita secara otomatis (Automatic Messages Switching Centre/AMSC) di 4 lokasi. Dengan dipasangnya peralatan tersebut pada tahun 1995/96, maka peralatan navigasi udara, yang berupa NDB telah meningkat menjadi 241 unit dibandingkan dengan tahun 1994/95 sebanyak 238 unit. Peralatan komunikasi dari darat ke pesawat yang terdiri dari VHF-ER, AFS-HF Communication System dan AFS-Leased Channel juga meningkat jumlahnya dari 353 unit pada tahun 1994/95, menjadi 360 unit pada tahun 1995/96 atau naik 1,9 persen. Demikian pula alat bantu pendaratan yang berupa ILS juga meningkat dari 23 lokasi pada tahun 1994/95 menjadi 24 lokasi pada tahun 1995/96. Peralatan untuk mendistribusikan berita secara otomatis (AMSC) telah digunakan pada 23 lokasi pada tahun 1995/96 dibandingkan dengan tahun 1994/95 sebanyak 19 lokasi.

XIII/31

Di samping itu untuk lebih meningkatkan keselamatan penerbangan sejak tahun 1995 seluruh pesawat yang beroperasi di Indonesia harus dilengkapi dengan peralatan untuk menentukan posisi pesawat berupa Global Positioning System (GPS). Demikian pula pengaturan lalu lintas udara di seluruh wilayah Nusantara juga sedang diupayakan agar da'pat dilakukan sepenuhnya oleh Indonesia antara lain melalui peningkatan peralatan pengatur lalu lintas udara di bandar udara Soekarno-Hatta (Jakarta) dan pemasangan radar di kepulauan Natuna. 3) Pembinaan dan Pengembangan Armada Udara Dalam rangka pengembangan dan peremajaan pesawat udara, pada tahun 1995/96 telah dilakukan pengadaan pesawat baik oleh perusahaan milik pemerintah maupun swasta. Perusahaan penerbangan swasta melakukan pengadaan dengan investasi modal sendiri maupun melalui fasilitas pinjaman yang diberikan pemerintah. Pada tahun 1995/96 pesawat udara yang dimiliki perusahaan penerbangan nasional berjumlah 865 buah yang terdiri dari 217 pesawat besar dan 648 pesawat kecil, termasuk 212 helikopter. Dari jumlah tersebut hanya 213 pesawat yang digunakan untuk penerbangan berjadwal. Jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun 1994/95 yang dilayani oleh 237 pesawat. Dibandingkan tahun 1993/94 juga menurun 7,4 persen karena pada waktu itu penerbangan berjadwal dilayani oleh 230 pesawat. Berkurangnya jumlah pesawat tersebut adalah bagian dari upaya meningkatkan efisiensi, keselamatan dan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan tidak mengoperasikan pesawat-pesawat tua. Jumlah penumpang maupun barang yang diangkut tidak berkurang bahkan meningkat. Hal ini menunjukkan semakin optimalnya pengoperasian pesawat. Pesawat-pesawat sejumlah 213 buah tersebut dipergunakan untuk melayani penerbangan berjadwal di dalam negeri dan rute luar negeri oleh 2 perusahaan penerbangan milik pemerintah dan 4 perusahaan milik swasta.

XIII/32

Kemampuan armada pesawat udara yang meningkat serta fasilitas bandar udara dan peralatan keselamatan penerbangan yang makin lengkap telah meningkatkan jumlah penumpang dan barang yang diangkut. Pada tahun 1995/96 armada nasional telah mengangkut pe numpang rute dalam negeri sebanyak 12.520 ribu orang dan 125.443 ton barang. Dibandingkan tahun 1994/95 jumlah tersebut meningkat 20,7 persen untuk penumpang dan 17,4 persen untuk barang. Demikian pula jika dibandingkan terhadap tahun 1993/94 meningkat 36,4 persen untuk penumpang dan 29,5 persen untuk barang. Peningkatan tersebut menunjukan semakin tingginya peranan transportasi udara dalam mendistribusikan barang dan penumpang di dalam negeri serta semakin meningkatnya kemampuan masyarakat. Perkembangan angkutan udara dalam negeri secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel XIII-14. Untuk penerbangan ke luar negeri, pada tahun 1995/96 perusahaan penerbangan nasional telah mengangkut 3.639 ribu penumpang dan 126.166 ton barang. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 3,3 persen untuk penumpang dan 7,7 persen untuk barang bila dibandingkan dengan tahun 1994/95. Demikian pula bila dibandingkan dengan tahun 1993/94 jumlah penumpang dan barang yang diangkut juga naik masing-masing sebesar 21,7 persen dan 29,6 persen. Perkembangan angkutan udara luar negeri secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel XIII-15. Pelayanan penerbangan ke luar negeri yang menghubungkan kota-kota di Indonesia dengan kota-kota di luar negeri dilayani oleh perusahaan penerbangan milik pemerintah dan swasta. Jumlah kota yang dilayani oleh perusahaan penerbangan milik pemerintah bertambah dari 38 kota pada tahun 1994/95 menjadi 39 kota pada tahun 1995/96. Sedangkan perusahaan penerbangan swasta telah

XIII/33

melayani 9 kota. Sementara itu perusahaan penerbangan asing yang melayani penerbangan ke Indonesia tahun 1995/96 berjumlah 35 perusahaan. Untuk penerbangan perintis, jumlah penumpang yang diangkut pada tahun 1994/95 adalah 262 ribu orang, meningkat menjadi 284 ribu orang pada tahun 1995/96 atau naik 8,4 persen. Jumlah tersebut juga meningkat 25,6 persen jika dibandingkan tahun 1993/94 yang berjumlah 226 ribu. Peningkatan yang terjadi disebabkan adanya penambahan frekuensi dan penataan rute yang disesuaikan dengan kebutuhan Berta makin teraturnya pelaksanaan penerbangan. Di samping itu sejak tahun 1995/96 pengoperasian penerbangan perintis telah melibatkan secara langsung perusahaan penerbangan milik swasta di samping perusahaan penerbangan milik pemerintah dengan memberikan subsidi untuk memenuhi kekurangan biaya operasi. Selain melayani penerbangan berjadwal rute dalam negeri dan luar negeri, perusahaan penerbangan PT Garuda Indonesia juga melayani penerbangan jemaah haji. Jumlah jemaah haji yang dilayani terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 1995/96 jumlah jemaah haji yang diangkut mencapai 195,9 ribu orang, atau naik 23,9 persen dibanding tahun 1994/95 yang berjumlah 158 ribu orang. Demikian pula terhadap tahun 1993/94 meningkat sebesar 56,7 persen. Agar tidak mengganggu jadwal penerbangan reguler, maka pelayanan transportasi ke tanah suci dilaksanakan dengan menggunakan pesawat yang disewa dari perusahaan penerbangan asing. XIII/34

2. Program Penunjang a. Program Pembangunan Meteorologi, Geofisika, Pencarian, dan Penyelamatan Pembangunan meteorologi dan geofisika dilaksanakan dalam rangka memberikan informasi iklim dan cuaca secara cepat, lengkap, dan akurat, baik untuk kepentingan berbagai sektor pembangunan maupun bagi masyarakat luas. Pembangunan kemampuan pencarian dan penyelamatan, (Search and Rescue/SAR), diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan pencarian dan penyelamatan manusia yang mengalami musibah sebagai akibat dari bencana alam, dan bencana lainnya secara cepat dan aman, sehingga korban jiwa dapat ditekan seminimal mungkin. Ruang lingkup pembangunan meteorologi dan geofisika meliputi pengembangan dan peningkatan jejaring pengamatan meteorologi, klimatologi, dan geofisika, yang ditunjang oleh peningkatan kualitas dan kuantitas pengumpulan, pengolahan, dan penyebaran data dan informasi yang dilaksanakan melalui pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana, baik meteorologi, klimatologi, dan geofisika; rehabilitasi dan pemeliharaan; maupun pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan pencarian dan penyelamatan dilaksanakan melalui pembangunan dan rehabilitasi fasilitas SAR, pengadaan peralatan penunjang SAR, Berta koordinasi dan pengembangan sumber daya manusia potensi SAR baik di pusat maupun daerah. Pembangunan Meteorologi dan Geofisika selama tahun 1995/96 meliputi pembangunan 6 stasiun meteorologi antara lain di Teluk Bayur, Kendari, Kupang, dan Dili; dan pembangunan 3 stasiun klimatologi di NTB, Jambi, dan Yogyakarta. Dalam rangka pengembangan

XIII/35

pos kerja sama pengamatan hujan telah dibangun 210 pos kerja sama pengamatan hujan dan sebuah pos pengamatan polusi udara. Di samping pengembangan stasiun pengamatan, pembangunan meteorologi dan geofisika juga dititikberatkan pada peningkatan kuantitas data/informasi iklim dan cuaca, serta cakupan penyebarannya. Selma tahun 1995/96, pembangunan meteorologi dan geofisika telah.menghasilkan datadata meteorologi sebanyak kurang lebih 1,5 juta unit, data klimatologi 450 ribu unit, data geofisika 26 ribu unit dan data komposisi atmosfer sebanyak 2 ribu unit. Seluruh data tersebut tersebar di berbagai sektor pembangunan, khususnya di bidang pelayaran, penerbangan, pertanian, geofisika, dan lingkungan hidup. Cakupan pengamatan untuk masing-masing bidang tersebut adalah 19 persen bidang pelayaran, 54 persen bidang penerbangan, 7 persen bidang 'pertanian, 76 persen bidang geofisika, dan bidang lingkungan hidup perkotaan dan wilayah masing-masing sebesar 13 dan 91 persen. Guna lebih meningkatkan kualitas data dan informasi iklim dan cuaca diupayakan untuk meningkatkan kerja sama dengan badanbadan internasional, antara lain dengan World Meteorological Organization. (WMO), Food and Agricultural Organization (FAO), International Civil Aviation Organization (ICAO) dan International Union of Geophysical and Geodetic (IUGG), serta badan-badan meteorologi dan geofisika negaranegara Asean, Australia dan negaranegara Pasifik lainnya. Kerja sama meliputi bidang riset dan pertukaran data/informasi serta peningkatan kualitas XIII/36

sumber daya manusia. Pembangunan kemampuan pencarian dan penyelamatan selama tahun 1995/96 diarahkan pada peningkatan pelayanan jasa SAR dengan memfokuskan pada peningkatan kemampuan dan kecepatan

tindak awal SAR. Upaya tersebut dilaksanakan antara lain melalui pengadaan berbagai peralatan SAR, seperti : perahu karet dan perahu penyelamatan sebanyak 3 buah dan peralatan selam sebanyak 5 set; peralatan komunikasi SAR, seperti : 52 buah handy talky (HT), 6 set single side band; peralatan medic SAR, terdiri dari 8 buah tandu dan alat bantu pernafasan sebanyak 2 buah. Guna meningkatkan kerja sama dan koordinasi dengan instansi/ organisasi potensi SAR, telah dilaksanakan latihan bersama dan berbagai pertemuan melalui Forum Koordinasi SAR Daerah, yakni di Kalimantan Barat dan Irian Jaya. b. Program Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Program pendidikan dan pelatihan transportasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang transportasi sehingga penyelenggaraan transportasi dapat dilaksanakan secara optimal. Program ini ditujukan bagi operator dan tenaga manajerial bidang transportasi, baik transportasi darat, laut, udara, meteorologi dan geofisika, pencarian dan penyelamatan, serta unit-unit kerja perhubungan lainnya. Kegiatan-kegiatan yang secara periodik dilakukan setiap tahun antara lain meliputi pendidikan dan pelatihan (diklat) awal, pendidikan prajabatan, pendidikan penjenjangan, dan pendidikan pascasarjana. Pada tahun 1995/96, telah dilaksanakan diklat awal yang diikuti 7.000 peserta, pendidikan prajabatan, penjenjangan, penataran dan pascasarjana sebanyak 6.104 peserta, serta diklat di luar negeri sebanyak 306 peserta. Di samping itu, juga dilaksanakan pendidikan keteknikan bidang darat, laut, udara, dan meteorologi dan geofisika di 15 UPT yang tersebar di seluruh Indonesia.

XIII/37

Jumlah tenaga yang telah mendapat pendidikan dan pelatihan pada tahun 1995/96 adalah sebanyak 4.302 orang, yang terdiri dari pendidikan dan pelatihan transportasi darat 367 orang, transportasi laut 2.636 orang, transportasi udara 975 orang, dan Diklat meteorologi dan geofisika sebanyak 324 orang. Di samping kegiatan pendidikan dan pelatihan, dilakukan pula pengembangan kurikulum pendidikan dan rehabilitasi fasilitas diklat yang meliputi gedung perkuliahan, laboratorium, bengkel kerja, dan sarana pendidikan. Guna meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga terdidik di bidang transportasi, telah dilakukan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, antara lain meliputi pengadaan peralatan pengajaran (meja, kursi, komputer), pengadaan pesawat latih; pembangunan gedung Diklat seluas 20.767 meter persegi di Ujung Pandang, Palembang, dan Curug; rehabilitasi gedung diklat beserta penunjangnya, yaitu di Semarang dan Surabaya; serta penyusunan 128 modul pendidikan dan 4 paket pengembangan kurikulum.pendidikan. c. Program Penelitian dan Pengembangan Transportasi Ruang lingkup kegiatan penelitian dan pengembangan trans portasi meliputi penelitian di bidang Pengembangan Sistem Transportasi Nasional, Pengembangan Sistem Manajemen Perhubungan, dan Pengembangan Moda Transportasi. Selama tahun kedua Repelita VI, kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan yang berkaitan dengan pengembangan sistem transportasi nasional antara lain berupa Penelitian (Survei) Asal-tujuan Transportasi Nasional, Studi Perwujudan Pembangunan Transportasi Jangka Panjang, dan Studi Perencanaan Transportasi Tingkat Wilayah. Sementara itu, penelitian di bidang pengembangan moda transportasi yang mencakup moda transportasi darat, laut, dan udara antara lain adalah : Studi Pengembangan Keterpaduan Transportasi untuk Kawasan Timur

XIII/38

Indonesia dengan Australia Utara, Studi Evaluasi Deregulasi dan Debirokratisasi Sektor Transportasi dalam rangka Pembinaan dan Peningkatan Kualitas Pelayanan, Studi Evaluasi Skala Ekonomi Lintas Penyeberangan yang Diusahakan, Studi Standardisasi Sarana dan Prasarana Transportasi Laut, dan Penelitian Sistem Tata Ruang Udara Nasional. Di bidang pengembangan manajemen transportasi termasuk di dalamnya pengelolaan kualitas lingkungan hidup, selama tahun 1995/96 telah dilaksanakan kegiatan penyusunan Studi Pengembangan Data Base Perhubungan Nasional; Pengembangan Executive Information System (EIS) Perhubungan; Peningkatan Penyajian Informasi Transportasi; Sistem Informasi Kekayaan Negara; Pengelolaan AMDAL Perhubungan; dan Penyusunan Pedoman Teknis Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Transportasi Darat, Laut, dan Udara.

XIII/39

TABEL XIII 1 REALISASI PROGRAMPROGRAM DI BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 1993/94, 1994/95 1995/96 Repelita VI 1994/951) 1995/96

No.

Jenis Program

Satuan

1993/94

1. Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan dan Jembatan (volume pekerjaan) Jalan Jembatan 2. Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan Jalan Jembatan 3. Pembangunan Baru Jalan Jembatan Jalan Tol 4. Peningkatan Jalan Kabupaten/Lokal Jalan Jembatan 1) Angka diperbaiki

35.014 25.074

18.122 39.329

21.750 44.030

km m

10.774 29.502

6.760 19.011

5.984 15.301

826 853 21

1.883 5.659 30

2.740 9.942 40

11.000 21.992

14.623 15.671

10.653 13388

XIII/40

TABEL XIII2 PANJANG DAN KONDISI JALAN ARTERI DAN JALAN KOLEKTOR 1993/94, 1994/95 1995/96 Repelita VI 1994/951) 1995/96 53.002 15.832 55.096 13.738

No. 1. Mantap

Jenis Program

Satuan km km km km

1993/94 46.825 3.225

2. Tidak Mantap 3. Kritis Jumlah 1) Angka diperbaiki

50.050

68.834

68.834

XIII/41

GRAFIK XIII - 1 PANJANG DAN KONDISI JALAN ARTERI DAN JALAN KOLEKTOR 1993/94, 1994/95 - 1995/96
(ribu km)

XIII/42

TABELXIII3 PERKEMBANGAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN JALAN I) 1993/94, 1994/95 1995/96 Repelita VI No. 1. B i s 2. Truk 3. Mobil penumpang 4. Sepeda motor Jenis Armada Satuan buah buah buah buah 1993/94 609.795 1.462.043 1.864.017 9.120.478 1994/95 651.562 1.521.110 2.009.577 9.545.795 1995/96) 672.453 1.565.880 2.115.093 10.013.671

1) Angka kumulatif 2) Angka sementara (posisi Desember 1995)

XIII/43

GRAFIK XIII 2 PERKEMBANGAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN JALAN 1993/94, 1994/95 1995/96

XIII/44

TABEL XIII 4 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN FASILITAS KESELAMATAN ANGKUTAN JALAN RAYA 1) 1993/94, 1994/95 1995/96 Repelita VI No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenis Fasilitas Alat Pengujian Kendaraan Rambu Lalu Lintas Lampu Lintas Persimpangan 2) Tanda Permukaan Jalan Pagar Pengaman Jalan Pusat Pengujian Kendaraan Bermotor Satuan unit buah unit meter m' unit 1993/94 73 179.752 240 253.668 34.241 17 1994/95 88 201.219 269 426372 48.911 18 1995/96 93 214.601 306 594.572 79.791 18

1) 2)

Angka kumulatif sejak tahun 1973/74 (awal dilaksanakan program) Tidak termasuk yang dibiayai APBD

XIII/45

TABEL XIII 5 PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETA API 1993/94, 1994/95 1995/96 (ribuan) Repelita VI 1995/96 1994/95 1) 121.650 14.059.000 16.710 3.949.900 146.405 15.844.675 17.056 4.231.986

Jenis Produksi Jasa Penumpang Penumpang Km Barang Barang Km 1) Angka diperbaiki

Satuan orang orang x km ton ton x km

1993/94 98.000 12.244.250 15.680 3.955.720

XIII/46

TABEL XIII 6 PERKEMBANGAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN PENGADAAN FASILITAS PERKERETAAPIAN 1) 1993/94, 1994/95 1995/96 (buah) Repelita VI Jenis Armada 1993/94 Rehabilitasi Pengadaan 1. Lok Diesel 2. Kereta Rel Listrik/ Kereta Rel Diesel 3. Kereta Penumpang 4. Gerbong Barang 1.577 532 2.911 24.222 393 208 918 1.961 1994/95 Rehabilitasi 1.583 539 2.911 24.289 Pengadaan 1995/96 Rehabilitasi Pengadaan

420 236 927 2.041

1.584 543 2.911 24.289

435 240 937 2.041

1) Angka kumulatif

XIII/47

TABELXIII7 PERKEMBANGAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN 1993/94, 1994/95 1995/96 Repelita VI Jenis Angkutan Angkutan penumpang Angkutan barang Angkutan kendaraan Satuan ribu orang ribu ton ribu buah 1993/94 59.035 26.156 5.735 1994/95 62.992 28.607 6.284 1995/96 77.163 30.156 7.595

XIII/48

TABEL XIII 8 PENAMBAHAN FASILITAS PELABUHAN 1993/94, 1994/95 1995/96 Repelita VI 1994/95 1995/96 948 2.226 6.014 5.624 3.860 3.416 20.512 m m 23.160 6.375 2.250 34.225 6.220 2.000 40.425 8.624 2.297

Uraian 1. Kade/Dermaga : Rehabilitasi Pembangunan Gudang: Rehabilitasi Pembangunan Lapangan Penumpukan : Pembangunan a. Umum b. Khusus Peti Kemas Terminal Penumpang

Satuan m m m m m

1993/94 923 2.480

2.

3.

4.

XIII/49

TABEL XIII 9 A R M A D A PELAYARAN NUSANTARA 1993/94, 1994/95 1995/96 Repelita VI Uraian A. Barang 1. Kapal 2. Kapasitas 3. Muatan 4. Produktivitas B. Penumpang 1. Kapal 2. Kapasitas 3. Jumlah muatan orang 3.185.395 4.637.673 2)
1)

Satuan

1993/94

1994/95

1995/96 3)

unit dwt ton ton/dwt/ tahun unit

978 1.050.286 18.667.282 17,7 12

979 3.646.058 2) 60.683.540 2) 16,6 2) 15

1.109 4.046.649 65.538.223 16,2 16 36.768 5.087.527

1,) Kapal PT PELNI 2) Angka diperbaiki 3) Angka sementara sampai dengan akhir Desember 1995

XIII/50

TABEL XIII 10 ARMADA PELAYARAN RAKYAT 1993/94, 1994/95 1995/96 Repelita VI Uraian 1. Kapal 2. Kapasitas 3. Muatan 4. Produktivitas Satuan unit dwt ton ton/dwt/ tahun 1993/94 2.747 393.481 6.410.353 16,3 1994/95 2.749 393.696 6.421.257 16,3 1995/96 2.269 312.616 6.742.319 21,5

XIII/51

TABEL XIII 11 ARMADA PELAYARAN PERINTIS 1993/94, 1994/95 1995/96 Repelita VI Uraian 1. Kapal 2. Trayek 3. Pelabuhan 4. Frekuensi Penyinggahan 5. Penumpang 6. Muatan 1) 2) Satuan buah buah buah kali/th orang ton 1993/94 30 30 195 21 241.596 101.000 1994/95 34 34 266 18 233.169 103,914
1)

1995/96 34 34 270 23 241.296 2) 83.354 2)

Angka diperbaiki Angka sementara sampai dengan akhir Desember 1995

XIII/52

TABEL XIII 12 ANGKUTAN PELAYARAN KHUSUS 1993/94, 1994/95 1995/96 Repelita VI Uraian 1. Kapal 2. Kapasitas Satuan buah dwt brt hp ton 1993/94 3.100 2.168.171 688.408 769.677 263.376.440 1994/95 3.100 2.168.171 688.408 769.677 275.142.688 1994/95 3.100 2.168.171 688.408 769.677 297.154.103 1)

3. Muatan

1) Angka sementara sampai dengan akhir Desember 1995

XIII/53

TABEL XIII 13 ANGKUTAN PELAYARAN SAMUDERA 1) 1993/94, 1994/95 1995/96 Repelita VI Uraian 1. Kapal 2. Kapasitas 3. Muatan 1) 2) Satuan buah dwt ton 1993/94 25 322.307 27.015.757 1994/95 25 322.307 39.797.814 1995/96 25 322.307 42.981.639 2)

Armada Nasional Angka sementara sampai dengan akhir Desember 1995

XIII/54

TABEL XIII 14 ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI 1) 1993/94, 1994/95 1995/96 Repelita VI Uraian 1. Km Pesawat 2. Penumpang diangkut 3. Barang 4. Jam Terbang 5. TonKm Tersedia 6. TonKm Produksi 7. Faktor Muatan 2) 1) 2) 3) Penerbangan Berjadwal. Faktor Muatan = Angka Diperbaiki TonKm Produksi TonKm Tersedia Satuan ribuan orang ton jam ribuan ribuan persen 1993/94 136.649 9.176.997 96.859 280.300 1.481.174 711.148 48 1994/95 131.680 10.371.760 106.848
3) 3)

1995/96 143.663 12.520.80 9 125.443 311.832 1.700.702 942.481 55

264.3793) 1.638.7243) 817.6303) 503)

XIII/55

TABEL XIII 15 ANGKUTAN UDARA LUAR NEGERI 1) 1993/94, 1994/95 - 1995/96 .


Repelita VI Uraian Satuan 1993/94 1994/9 5 87.302 3.523.833) 2 117.1113 ) 120.0503) 3.843.353) 9 2.057.313) 0 533) 1995/9 6 88.559 3.639.5 43 126.16 6 109.75 3 4.071.6 47 2.110.9 54 52

1. Km Pesawat 2. Penumpang diangkut 3. Barang 4. Jam Terbang

ribuan

83.323

orang 2.990.586 ton jam 97.304 101.924

5. TonKm Tersedia ribuan 2.366.517 6. TonKm Produksi ribuan 1.061.388 7. Faktor Muatan 2) persen 45

1) Armada Penerbangan Nasional 2) Faktor Muatan = TonKm Produksi TonKm Tersedia 3)Angka Diperbaiki

XIII/56

You might also like