You are on page 1of 31

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN PASIEN HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Hipertensi adalah keadaan klinik yang gawat yang disebabkan karena tekanan darah yang meningkat, biasanya tekanan diastolik 140 mmHg atau lebih, disertai kegagalan/kerusakan target organ. Yang dimaksud target organ disini ialah: otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh

darah.(Pratanu,1991) Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120-130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita.(Abdul Majid, 2004) Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001) Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg. (Darmojo, 1999) Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik 90 mmHg. (WHO)

Gambar I. Hipertensi mempersempit pembuluh darah di paru. Penyempitan pembuluh darah menimbulkan resistensi dan meningkatkan beban kerja jantung. Sumber : http://www.litbang.depkes.go.id/Simnas4/Day_2/HIPERTENSI.p df 2. Epidemiologi Hipertensi adalah salah satu faktor resiko utama penyakit vaskular jantung, saraf dan ginjal, dimana lebih dari setengah penyebab angka kematian pada negara maju. Prevalensi hipertensi pada populasi masih cukup tinggi dan diperkirakan 1-2 % penderita hipertensi dapat terjadi kirisis hipertensi. Dari populasi hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20% hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari populasi hipertensi, terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi.( Edial Sanif, 2009)

3. Penyebab Dan Faktor Risiko Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada: Elastisitas dinding aorta menurun Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut: Faktor keturunan Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi Ciri perseorangan: Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ) Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )

Kebiasaan hidup Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ) Kegemukan atau makan berlebihan Stress Merokok Minum alcohol Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah : Ginjal Glomerulonefritis Pielonefritis Nekrosis tubular akut
3

Tumor Vascular Aterosklerosis Hiperplasia Trombosis Aneurisma Emboli kolestrol

Vaskulitis Kelainan endokrin DM Hipertiroidisme Hipotiroidisme Saraf Stroke Ensepalitis Obat obatan

Kontrasepsi oral Kortikosteroid

Faktor risiko a) Penderita diabetes b) Perokok c) Kegemukan d) Hiperlipidemia e) Kontrasepsi oral f) Riwayat hipertensi pada kehamilan dan, g) Pengguna minuman beralkohol (sumber: Alspach, Joann Griff, 2006)

4. Patofisiologi Penyakit (terkait dengan proses penuaan) Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
4

keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
5

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya hipertensi palsu disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

5. Pathways Terlampir

6. Klasifikasi a. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas: (Darmojo, 1999)

Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan rekomendasi dari The Sixth Report of The Join National Committee, Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI, 1997) sebagai berikut :

KATEGORI Normal Perbatasan Hipertensi tingkat 1 Hipertensi tingkat 2 Hipertensi tingkat 3

SISTOLIK (mmHg) < 130 130-139 140-159 160-179 180

DIASTOLIK (mmHg) < 85 85-89 90-99 100-109 110

Kalsifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
6

Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

7. Gejala Klinis Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. a) Biasanya pasien mengeluh nyeri dada, dan sesak nafas (dipsnea) b) Adanya tekanan darah melampaui 160/90 mmHg c) Adanya retinopathy d) Mata kabur pada edema papil mata e) Sakit kepala hebat dan nyeri tengkuk f) Peningkatan TIK g) Mual dan muntah h) Perubahan level kesadaran i) Nistagmus j) Abdominal bruit k) Oliguri, Hematuri dan proteinuri l) Peningkatan MAP (tekanan arteri rata-rata) (sumber: Alspach, Joann Griff, 2006)

Gambar IV. Salah satu gejala klinis pada hipertensi yaitu, proteinuri dan hematuri Sumber : http://yumizone.file.wordpress.com Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing, Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual, Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun
7

8. Komplikasi a. Disfungsi serebral : hipertensi encephalopathy, perdarahan pada intra serebral atau sub arachnoid, infark akibat emboli pada otak. b. Disfungsi pada jantung atau pembuluh darah c. Gagal ginjal (sumber: Alspach, Joann Griff, 2006)

9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu : 1. Pemeriksaan yang segera seperti : a. Darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD. b. Urine : Urinelisa dan kultur urine. c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi. d. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana). 2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama) : a. Kemungkinan kelainan renal: IVP, Renald angiography (kasus tertentu), biopsi renald (kasus tertentu). b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan. c. Bila disangsikan Feokhromositoma: urine 24 jam untuk

Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid (VMA). (Sumber : Abdul Majid, 2004)

10. Pemeriksaan Fisik Inspeksi : Pasien tampak lemah, pucat, adanya sianosis, pasien pernafasan cuping hidung, tampak ada

tampak sesak (adanya retraksi dada, ekstremitas. RR

> 16 - 20 kali/menit), tampak odema pada

Palpasi

: Tekanan darah >160/90 mmHg, turgor kulit >2 detik,

CTR > 2 detik, nadi teraba kuat, jelas, dan cepat, pembesaran ginjal. Perkusi : Suara dullness pada paru. suara jantung S3S4, terdengar suara

Auskultasi : Terdengar

crackles pada paru, terdengar suara bruit pada abdomen.

Gambar V. Pemeriksaan tekanan darah Sumber : http://jama.ama-assn.org 11. Terapi a. Pencegahan Primer Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk: 1) Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb. 2) Dilarang merokok atau menghentikan merokok. 3) Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam. 4) Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan. 5) Pencegahan sekunder b. Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa: 1) Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.

2) Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil mungkin. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol. 3) Batasi aktivitas Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi : a) Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi : I. Diet Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
-

Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr

Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh Penurunan berat badan Penurunan asupan etanol Menghentikan merokok

II.

Latihan Fisik Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah dianjurkan untuk penderita hipertensi. Macam olah raganya yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 6080 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu

10

III.

Edukasi Psikologis. Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :


-

Teknik Biofeedback Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

Tehnik relaksasi Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks

IV.

Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan) Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan

pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

b) Terapi dengan Obat Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Terapi yang dipakai dalam mengetasi hipertensi yaitu melalui terapi medis dengan obat anti hipertensi seperti : a. Golongan diuretic dan obat sejenis : Diuretic thiazide : Chlorthalidone (untuk penurunan volume darah, aliran darah ginjal, dan curah jantung) Diuretic loop : ex; Fursemide (untuk menghambat reabsorpsi Na dan air dalam ginjal
11

Diuretic pengganti Kalium : ex; Spironolactone (utuk inhibisi kompetitif aldosteron)

b. Inhibitor Adrenergic Methyldopa : (untuk menghambat decarboxylase, mengganti norefinefrin dari tempat penyimpanan) c. Vasodilator Natrium nitroprusside : (untuk vasodilatasi verifier dengan merelaksasi otot polos) d. Penghambat enzim pengubah angiotensin Captopril : (untuk menghambat konversi angiotensin 1 menjadi engiotensin 2 dan menurunkan tahanan perifer total) e. Antagonis Calsium Diltiazel hydrochloride : (untuk menghambat

pemasukan ion Calsium ke dalam sel dan menurunkan afterload jantung)

12. Diagnosis/ Kriteria Diagnosis Diagnosa hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi. Krisis hipertensi ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. (Edial Sanif, 2009)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Karakteristik Demografi a) Identitas Pasien b) Riwayat Pekerjaan & Status Ekonomi c) Aktivitas Rekreasi d) Riwayat Keluarga
12

b. Pola Kebiasaan Sehari-hari (Virginia Handerson) Menurut teori Virginia Henderson, pengkajian terhadap kebutuhan pasien dapat dilakukan diantaranya dari segi: 1. Bernafas Pada saat pengkajian pernafasan, pada umumnya pasien mengeluh sulit bernafas. 2. Makan Pada saat pengkajian pola makan biasanya pasien mengeluh mual . 3. Minum Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan gangguan. 4. Eliminasi BAB & BAK Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan gangguan. 5. Gerak aktivitas 1) Kemampuan ADL : a. Kemampuan untuk makan b. Kemampuan untuk mandi c. Kemampuan untuk toileting d. Kemampuan untuk berpakaian e. Kemampuan untuk instrumentalia 2) Kemampuan mobilisasi: Pada saat pengkajian, pasien biasanya mampu mengubah posisi d itempat tidur, mampu duduk di tempat tidur, namun ketika pasien berdiri dan berpindah pasien merasakan pusing. 6. Istirahat tidur Pasien biasanya mengalami gangguan tidur akibat nyeri dada, sesak, dan pusing yang dirasakannya. 7. Pengaturan suhu tubuh Pada saat pengkajian suhu tubuh pasien biasanya berada dalam rentang normal yaitu 36o C - 37 C. 8. Kebersihan diri
13

Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengalami masalah/ keluhan kebersihan diri. 9. Rasa nyaman Pada saat pengkajian, biasanya pasien mengatakan sakit pada bagian kepala, nyeri pada dada, merasa sesak, serta kesemutan pada ekstremitas. 10. Rasa aman Pada saat pengkajian pasien biasanya gelisah atau cemas dengan raut wajah pasien tampak tidak tenang. 11. Sosial Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan komunikasi atau hubungan social dengan lingkungan sekitarnya. 12. Pengetahuan belajar Meliputi kemampuan pasien dalam menerima informasi tentang penyakitnya, serta nasihat-nasihat yang diberikan oleh perawat atau dokter, berhubungan dengan penyakitnya. 13. Rekreasi Pada umumnya pasien lebih banyak beristirahat di rumah atau fasilitas kesehatan, dengan memanfaatkan fasilitas TV sebagai hiburan atau berkumpul bersama keluarga. Pada pasien hipertensi ringan biasanya dianjurkan untuk melakukan latihan fisik seperti lari, jogging, jalan santai atau bersepeda dan bersenang-senang. Pasien juga dianjurkan untuk melakukan teknik relaksasi (yang memungkinkan dan bukan kontraindikasi dari kondisi pasien) untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan. 14. Spiritual Pada umumnya, pasien tidak memiliki masalah dalam spiritual.

c. Status Kesehatan a) Status Kesehatan Saat Ini Pada umumnya pasien hipertensi mengeluh nyeri kepala dan kelelahan.
14

b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pasien memiliki riwayat hipertensi dengan pengobatan yang tidak terkontrol dan tidak berkesinambungan Adanya riwayat penyakit ginjal dan adrenal

c) Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum TTV, BB, GCS Keadaan Umum Kesadaran TTV BB/TB Integumen Kulit lansia keriput ( kerena proses penuaan yang terjadi), kelenturan dan kelembaban kurang. Kepala Normal cephali, distribusi rambut merata, beruban, kulit kepala dalam keadaan bersih, tidak terdapat ketombe ataupun kutu rambut, wajah simetris, nyeri tekan negatif. Mata Pasien umumnya mengeluh pandangan kabur. Telinga Pasien umumnya tidak mengeluhkan gangguan : lemah (E:M:V)

pendengaran yang berkaitan dengan hipertensi. Hidung dan sinus Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan. Mulut dan tenggorokan Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan. Leher Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan. Payudara Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
15

Pernafasan Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan. Kardiovaskular TD= 160/100 mmHg, Nadi = 88x/menit (nadi teraba cukup kuat). Lansia biasanya mengeluh dadanya berdebar debar. Terkadang terasa nyeri dada. Gastrointestinal Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan. Perkemihan Pada umumnya pasien mengalami proteinuria. Genitourinaria Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan. Muskuloskeletal Lansia biasanya merasakan kesemutan dan keram pada lutut saat cuaca dingin sehingga sulit berdiri. Tonus otot berkurang, tulang dada, pipi, klavikula tampak menonjol, terjadi sarkopenia, ekstremitas atas bawah hangat. Sistem saraf pusat Lansia biasanya mengalami sedikit penurunan daya ingat, tidak ada disorientasi, emisi tenang, siklus tidur memendek. Sistem endokrin Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.

2. Diagnosa Keperawatan 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat odema paru ditandai dengan pasien mengeluh sesak nafas, adanya pernafasan cuping hidung, retraksi dada, RR meningkat. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan difusi O2 dan CO2 di paru akibat adanya odema paru ditandai dengan saturasi oksigen di bawah 95%

16

3. Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan peningkatan TIK akibat oedema otak ditandai oleh paien yang mengeluh pusing 4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kelainan

kontraktilitas miokardium ditandai dengan adanya tanda-tanda penurunan perfusi jaringan seperti sianosis, CTR>2 detik 5. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan perifer ditandai dengan CRT<2 detik 6. Nyeri akut berhubungan dengan penurunan suplai O2 pada jantung yang menimbulkan iskemik ditandai dengan pasien yang mengeluh nyeri dada 7. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan penekanan saraf optikus ditandai pasien mengeluh matanya kabur 8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan volume cairan ekstraseluler ditandai dengan adanya oedema pada ekstremitas 9. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran 10. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pembentukan energi ditandai dengan pasien mengeluh lemas 11. PK gagal jantung 12. PK gagal ginjal 13. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah 14. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan penurunan GFR ditandai dengan oliguri Prioritas Diagnosa : 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat odema paru ditandai dengan pasien mengeluh sesak nafas, adanya pernafasan cuping hidung, retraksi dada, RR meningkat. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan difusi O2 dan CO2 di paru akibat adanya odema paru ditandai dengan saturasi
17

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kelainan kontraktilitas miokardium ditandai dengan adanya tanda-tanda penurunan perfusi jaringan seperti sianosis, CTR>2 detik 4. Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan peningkatan TIK akibat oedema otak ditandai oleh paien yang mengeluh pusing 5. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan perifer ditandai dengan CRT<2 detik 6. PK gagal jantung 7. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah 8. Nyeri akut berhubungan dengan penurunan suplai O2 pada jantung yang menimbulkan iskemik ditandai dengan pasien yang mengeluh nyeri dada 9. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan volume cairan ekstraseluler ditandai dengan adanya oedema pada ekstremitas 10. PK gagal ginjal 11. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan penekanan saraf optikus ditandai pasien mengeluh matanya kabur 12. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran 13. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan penurunan GFR ditandai dengan oliguri 14. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan

pembentukan energi ditandai dengan pasien mengeluh lemas

18

3.

Intervensi Keperawatan Tujuan/kriteria hasil Setelah diberikan asuhan keperawatan selamax24 jam, diharapkan pola nafas pasien kembali efektif dengan kriteria: 1. RR normal (16-20x/mnt) 2. Ekspansi dada simetris 3. Tidak ada pernafasan cuping hidung, dan retraksi dada 4. Bunyi nafas normal (vesikuler), tidak ada bunyi nafas tambahan seperti: krakels, ronchi 5. Secara verbal tidak ada keluhan Berikan posisi semifowler bila tidak ada kontraindikasi Kolaborasi pemberian oksigen Memaksimalkan bernapas dan
19

No. Dx 1.

Intervensi Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernapasan, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran nasal.

Rasional Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja napas (pada awal atau hanya tanda EP sebakut). Kedalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan/atau nyeri dada pleuritik

Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti krekels, mengi, gesekan pleural.

Bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernapasan. Membantu meningkatkan pernafasan

sesak

menurunkan kerja otototot pernafasan. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta mencatat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat (circumoral) Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap demam. Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik Observasi kondisi yang memburuk. Mencatat adanya hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta dispnea berat dan kelemahan. Siapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika diindikasikan Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering menyebabkan kematian memerlukan intervensi medis secepatnya. Intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi
20

2.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam, diharapkan pertukaran gas pasien kembali efektif dengan kriteria: 1. PO2 dalam batas normal (80-100 mmHg) 2. PCO2 dalam batas normal (3545mmHg) 3. Saturasi O2 dalam batas normal (>95%) 4. Secara verbal keluhan sesak tidak ada/berkuran g 5. Tidak Nampak

Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen untuk memfasilitasi resolusi infeksi.

sianosis 6. Tidak ada penurunan kesadaran Kolaborasi pemberian terapi oksigen, misalnya: nasal kanul dan masker

respirasi berat. Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg, oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien Monitor ABGs, pulse oximetry. Untuk memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi perubahan dalam terapi oksigen Auskultasi nadi apikal; kaji frekuensi, irama jantung Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler. Catat bunyi jantung S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan
21

3.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam, diharapkan curah jantung pasien kembali normal dengan kriteria: 1. Tidak adanya sianosis 2. CRT <2 dtk 3. Akral hangat 4. RR normal (1620x/menit)

5. HR dalam batas normal (60100x/mnt) 6. Tidak ada bunyi jantung tambahan 7. GCS dalam nilai normal 15 8. Haluaran urine dalam batas normal 400 ml/24 jam, warna kuning jernih Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis Palpasi nadi perifer

inkompetensi/stenosis katup. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial. Nadi mungkin cepat hilanga tau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada. Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokonstriksi, dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena. Pantau haluaran Ginjal berespons untuk
22

urine, catat penurunan haluaran dan kepekatan/konsentra si urine.

menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium. Haluaran urine biasanya menurun selama sehari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila pasien tidur.

Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung, disorientasi, cemas, dan depresi. Berikan istiarhat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi. Kaji dengan pemeriksaan fisik sesuai indikasi.

Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung. Istirahat fisik harus dipertahankan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen miokard dan kerja berlebihan.

Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang;

Stres emosi menghasilkan vasokontriksi, yang


23

menjelaskan manajemen medik/keperawatan; membantu pasien menghindari situasi stres, mendengar/ berespons terhadap ekspresi perasaan/takut. Berikan pispot di samping tempat tidur. Hindari aktivitas respons valsalva, contoh mengejan selama defekasi, menahan napas selama perubahan posisi.

meningkatkan TD dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung.

Pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi atau kerja keras menggunakan bedpan. Manuver Valsalva menyebabkan rangsa vagal diikuti dengan takirkardi, yang selanjutnya berpengaruh pada fungsi jantung/curah jantung. Menurunkan statis vena

Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut. Dorong olahraga aktif/pasif. Tingkatkan ambulasi/aktivitas sesuai toleransi

dan dapat menurunkan insiden trombus/pembentukan embolus.

Menurunnya curah Periksa nyeri tekan betis, menurunnya jantung, bendungan.statis vena
24

nadi pedal, pembengkakan, kemerahan lokal atau pucat pada ekstremitas.

dan tirah baring lama meningkatkan risiko tromboflebitis.

Insiden toksisitas tinggi Jangan beri preparat digitalis dan laporkan dokter bila perubahan nyata terjadi pada frekuensi jantung atau irama atau tanda toksisitas digitalis. (20%) karena sempitnya batas antara rentang terapeutik dan toksik. Digoksin harus dihentikan pada adanya kadar obat toksik, frekuensi jantung lambat, atau kadar kalium rendah. Meningkatkan sediaan Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi 4. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam, diharapkan perfusi jaringan serebral pasien kembali efektif dengan kriteria hasil: 1. GCS pasien Tentukan faktorfaktor yang berhubungan dengan keadaan/ penyebab khusus selama koma/ penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK. oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan/kemungdura n tanda/gejala neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan dan/atau pasien harus dipindahkan ke ruang
25

normal (nilai normal 15) 2. Nilai TIK dalam batas normal (0-15 mmHg) 3. TTV dalam batas normal (RR 1620x/menit,T D secara bertahap kembali kekeadaan semulanormal (110120/7080mmHg, nadi 60100x/mnt) Pantau tanda-tanda vital Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya/standar.

perawatan kritis (ICU) untuk melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/resolusi kerusakan SPP. Dapat menunjukkan TIA yang merupakan tanda terjadi trombosis CVS baru. Variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan/trauma serebral pada daerah vasomotor otak Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral). Pertahankan keadaan tirah baring: ciptakan lingkungan yang Aktivitas/stimulasi yang kontinyu dapat meningkatkan TIK.
26

Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral.

tenang: batasi pengunjung/ aktivitas pasien sesuai indikasi. Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur. Cegah terjadinya mengejan saat defekasi, dan pernapasan yang memaksa (batuk terus-menerus). Berikan oksigen sesuai indikasi

Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik/perdarahan lainnya.

Manuver Valsalva dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya perdarahan

Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat/terbentuknya edema.

5.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam, diharapkan perfusi jaringan pasien kembali

Auskultasi frekuensi dan irama jantung. Catat terjadinya bunyi jantung ekstra.

Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upata peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan. Gangguan irama berhubungan
27

efektif dengan kriteria: 1. Tidak adanya sianosis 2. CRT <2 dtk 3. Akral hangat 4. RR normal (1620x/menit) 5. HR dalam batas normal (60100x/mnt) 6. Tidak ada bunyi jantung tambahan 7. GCS dalam nilai normal 15 8. Haluaran urine dalam batas normal 400 ml/24 jam, warna kuning jernih Observasi perubahan status mental

dengan hipoksemia, ketidakseimbangan elektrolit, dan/atau peningkatan regangan jantung kanan. Bunyi jantung ekstra, mis., S3 dan S4 terlihat sebagai peningkatan kerja jantung/terjadinya dekompensasi. Gelisah, bingung, disorientasi, dan/atau perubahan sensori/motor dapat menunjukkan gangguan alian darah, hipoksia, atau cedera vaskuler serebral (CVS) sebagai akibat emboli sistemik Observasi warna dan Kulit pucat atau suhu kulit/membran mukosa sianosis, kuku, mebran bibir/lidah; atau dingin, kulit burik menunjukkan vasokonstriksi perifer (syok) dan/atau gangguan aliran darah sistemik. Ukur haluaran urine Syok lanjut/penurunan
28

dan catat berat jenisnya

curah jantung menimbulkan penurunan perfusi ginjal. Dimanifestasikan oleh penurunan haluaran urine dengan berat jenis normal atau meningkat

Evaluasi ekstremitas untuk adanya/tak ada/kualitas nadi. Catat nyeri tekan betis/pembekakan Tinggikan kaki/telapak bila ditempat tidur.kursi. dorong pasien untuk latihan kaki dengan fleksi/ ekstensi kaki pada pergelangan kaki. Hindari menyilangkan kaki dan duduk atau berdiri terlalu lama. Pakai/tunjukan bagaimana menggunakan atau melepas stoking bila digunakan.

EP sering dicetuskan oleh trombus yang naik dari vena profunda (pelvis atau kaki). Tanda dan gejala mungkin tak tampak. Tindakan ini dilakukan untuk menurunkan statis vena di kaki dan pengumpulan darah pada vena pelvis untuk menurunkankan risiko pembentukan trombus.

29

DAFTAR PUSTAKA

Alspach, Joann Grif. 2006. Core Curriculum For Critical Care Nursing. USA : Saunders Elsevier Anonim. Effects of Hypertension. Available at :

http://2.bp.blogspot.com.Accessed: 18 September 2009 Anonim. Protenuria and Hematuria. Available at:

http://yumizone.file.wordpress.com. Accessed: 18 September 2009 Anonim. Available at : http://jama.ama-assn.org. Accessed: 18 September 2009 Anonim. Available at : http://abgnet.blogspot.com. Accessed: 18 September 2009 Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC Depkes.2007.Hipertensi Di Indonesia Riskesdas 2007. Available at:

http://www.litbang.depkes.go.id/Simnas4/Day_2/HIPERTENSI.pdf.Acces sed: 18 September 2009 Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Dorland, W.A. Newman.2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Hudak & Gallo.1995. Keperawatan Kritis Vol. 1 & 2. Jakarta : EGC Ircham, Raden. Asuhan Keperawatan pada Lansia. Available at:

http://gerontiklansia.blogspot.com/2008/09/asuhan-keperawatan-padalansia-dengan.html Accessed 4 Desember 2009.

30

Jordan, Kathleen Sanders. 2000. Emergency Nursing Core Curriculum. Philadelphia: W.B. Saunders Company Nanda. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta : Prima Medika Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departeman Ilmu Penyakit Dalam FKUI Price, Sylvia A. and Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisologi Vol.1. Jakarta : EGC Staf Pengajar Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif. 2001. Penatalaksanaan Pasien Di Intensive Care Unit. Jakarta : FKUI

31

You might also like