You are on page 1of 48

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PSORIASIS A. DEFINISI Psoriasis merupakan penyakit kronik rekuren pada kulit dengan gambaran klinis yang bervariasi. Lesi pada kulit biasanya sangat jelas sehingga diagnosis dapat dengan mudah ditegakkan. Jenis lesi pada psoriasis adalah eritroskuamosa atau

eritropapuloskuamosa, yang menunjukkan bahwa terdapat keterlibatan vaskuler (eritem) dan epidermis (skuama atau papul). Bercak eritem pada psoriasis berbatas tegas dengan skuama tebal, berlapis, transparan, berwarna putih seperti mika pada daerah predileksi (Gudjonsson, et al, 2008). Psoriasis merupakan penyakit dermatosis eritroskuamosa yaitu penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Koebner, bersifat kronik dan residif. Prevalensi pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Penyakit ini umumnya terjadi pada orang dewasa dan pria lebih banyak daripada wanita (Djuanda, 2006).

B. EPIDEMIOLOGI Psoriasis merupakan salah satu peradangan kulit yang sering terjadi dan terdapat di seluruh dunia, prevalensi penyakit ini bervariasi pada setiap negara di dunia, hal ini mungkin dikarenakan adanya faktor ras, geografi dan lingkungan. Prevalensinya mulai

dari 0,1% hingga 11,8% (Gudjonsson, et al, 2008). Di literatur lain ada yang menyebutkan 1-3% dari penduduk di negara-negara Eropa dan Amerika Utara pernah menderita psoriasis (Hunter et al, 2003). Dan ada lagi literatur yang melaporkan 1,5-3% populasi di Eropa dan Amerika Utara pernah menderita psoriasis dan jarang dijumpai pada Negara Afrika dan Jepang. Angka kejadian pada laki-laki dan perempuan sama (Gawkrodger, 2002). Insiden pada orang kulit putih lebih tinggi dari pada orang yang memiliki kulit berwarna, kasus psoriasis jarang dilaporkan pada bangsa Indian di Amerika maupun bangsa Afrika (Hunter, et al, 2003). Karena kebanyakan penderita psoriasis memiliki lesi-lesi yang tak hilang seumur hidupnya, hal ini jelas merupakan masalah.

C. ETIOLOGI Penyebab psoriasis sampai sekarang belum diketahui secara pasti, namun faktor genetik diduga sebagai faktor predisposisi terjadinya psoriasis (Gudjonsson, et al, 2008). Sekitar 35% penderita menunjukkan adanya riwayat keluarga, kembar identik bila satunya kena maka yang satunya lagi memiliki peluang untuk terkena 73%. Jika satu orang tua yang menderita psoriasis maka kemungkinan anak akan terkena 25%, tapi jika kedua orang tua menderita psoriasis maka kemungkinan anak yang akan terkena akan meningkat menjadi 60%. Disamping itu, faktor lingkungan diduga menjadi faktor pencetus untuk beberapa individu (Gawkrodger, 2002).

Berikut ini adalah beberapa faktor yang menjadi pencetus munculnya psoriasis pada individu yang berbakat (Gawkrodger, 2002): 1. Trauma Trauma pada epidermis maupun dermis seperti bekas garukan, bekas luka, dll dapat menimbulkan lesi psoriasis pada tempat tersebut (fenomen Koebner). 2. Infeksi Infeksi saluran nafas bagian atas oleh bakteri Streptococcus, merupakan faktor pencetus timbulnya psoriasis, terutama psoriasis guttate. 3. Obat-obatan Obat-obatan tertentu seperti beta blockers, lithium dan anti malaria dapat memperburuk atau mencetuskan timbulnya proriasis. 4. Sinar matahari Pajanan sinar matahari secara langsung terutama lebih dari 20 menit dapat memperburuk psoriasis sekitar 10%. 5. Stress Stress dapat memperburuk psoriasis hingga 30-40%. Penyebab psoriasis menurut Djuanda (2006) dibagi menjadi dua yaitu: a. Faktor genetik atau herediter yang bersifat autosomal dominan. Bila salah seorang orang tuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%, b. Faktor imunologik yaitu penyakit autoimun.

Berbagai keadaan dapat sebagai faktor pencetus psoriasis yaitu: stres psikologik, infeksi fokal yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus, trauma (fenomen Koebner) misalnya akibat gesekan atau tekanan pada kulit, endokrin, gangguan metabolik, obatobatan misalnya kortikosteroid, alkohol dan merokok.

D. PATOGENESIS Salah satu teori patogenesis psoriasis (Gudjonsson, et al, 2008) menyatakan bahwa penyakit ini melibatkan proliferasi keratinosit dengan peradangan sekunder. Teori ini didukung dengan ditemukannya defek ekspresi sitokin, sinyal intraseluler dan poliamin serta abnormalitas keratinosit lain di lesi psoriasis. Teori lain menyatakan bahwa, psoriasis sebagai akibat dari kerusakan sel-sel radang, sedangkan proliferasi keratinosit yang mencolok merupakan fenomina sekunder. Teori ini didukung oleh bukti bahwa mekanisme imun berperan pada psoriasis. Secara umum, psoriasis ditandai oleh adanya diferensiasi sel yang abnormal, hiperproliferasi keratinosit dan peradangan. Epideropoiesis yang dipercepat merupakan dasar penting pada pathogenesis psoriasis. Transit rate dari psoriatic keratinosit meningkat dan waktu sintesis deoxyribonucleic acid menurun. Akibatnya terjadi peningkatan produksi keratin. Gambaran histopatologi psoriasis menurut Gudjonsson, et al tahun 2008, bervariasi sesuai dengan stadium lesi. Stadium lesi pada psoriasis ada tiga, yaitu lesi awal, lesi perkembangan dan lesi matang. Pada lesi awal terjadi dilatasi kapiler dan edema papilla dermis dengan sebukan sel radang mononuklear di sekitar kapiler. Pada 6

lesi yang berkembang terjadi peningkatan aktivitas metabolik sel-sel epidermal, yang mencakup stratum korneum. Sedangkan pada lesi matang ditandai dengan pemanjangan rete ridges yang merata dengan penipisan epidermis di atas papilla dermal. Pelebaran ruang ekstraseluler diantara keratinosit tetap berlangsung tetapi kurang dominan dibandingkan dengan lesi yang sedang berkembang. Ada dua hipotesis utama tentang proses yang terjadi dalam perkembangan penyakit. Pertama terutama menganggap psoriasis sebagai kelainan pertumbuhan berlebihan dan reproduksi dari sel-sel kulit. Masalahnya hanya dilihat sebagai kesalahan dari keratinosit epidermis. Hipotesis kedua melihat sebagai penyakit imun di mana reproduksi berlebihan sel-sel kulit adalah faktor-faktor sekunder yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh. Sel T (yang biasanya membantu melindungi tubuh terhadap infeksi) menjadi aktif, bermigrasi ke dermis dan memicu pelepasan sitokin (tumor necrosis factor TNF, khususnya) yang menyebabkan inflamasi dan produksi cepat selsel kulit. Tidak diketahui apa yang memulai aktivasi dari T sel (Zenz, et al, 2005). E. GEJALA KLINIS Bentuk klasik dari lesi pada psoriasis adalah berbatas tegas,

eritemopapuloskuamosa dengan skuama berlapis, transparan warna putih seperti perak (mika), bagian tengah lebih melekat dibandingkan bagian tepi. Jika skuama dilepas tampak bintik-bintik perdarahan (dikenal sebagai tanda Auspitz). Erupsi pada psoriasis cenderung untuk terjadi simetris dan ini dapat membantu dalam menegakkan diagnostik, walaupun demikian bukan berarti lesi unulateral bukan psoriasis (Gudjonsson, et al, 2008).

Secara umum daerah predileksi penyakit ini adalah di daerah ekstensor yaitu daerah yang mudah terkena trauma (Gudjonsson, et al, 2008). Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin yaitu skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan seperti lilin digores yang disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintikbintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya garukan dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis disebut fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu (Djuanda, 2006). Skuama yang terjadi akibat hiperkeratosis akan berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika, alias transparan. Skuama inilah yang menjadi ciri khas utama psoriasis, yakni fenomena tetesan lilin. Skuama transparan ini akan mengalami perubahan indeks bias ketika digores secara linear dengan alas pinggir gelas sehingga membuat penampakan seperti lilin yang telah digores. Untuk lebih menegakkan diagnosis, skuama yang berlapis-lapis ini dikerok perlahan-lahan secara lembut sehingga lama kelamaan akan terlihat fenomena Auspitz, yakni perdarahan yang berbintik-bintik. Kerokan skuama mesti dilakukan benar-benar perlahan dan lembut, sebab kerokan yang kasar dan terlalu dalam malah hanya akan terlihat perdarahan yang merata.Sebenarnya ada satu tanda utama lagi, yakni fenomena Kobner. Tanda klinis inisebenarnya tidak terlalu khas, hanya 47% dari seluruh kasus. Ditandai denganmunculnya gejala-gejala psoriasis tiga pekan setelah kulit seorang psoriasis mengalami suatu trauma. Selain fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kbner, psoriasis juga dapat dikenali dari lekukanlekukan miliar pada kuku yang sering disebut pitting nail atau nail pit (Ani, 2006).

Menurut Mulyono tahun 1986, gejala subjektif, predileksi, efloresensi dan fenomen psoriasis : 1. Gejala subjektif : gatal ringan atau rasa panas 2. Predileksi : - Scalp - tengkuk - interskapula - lumbosakral - areola mama, lipatan umbilicus dan umbilicus - bagian ekstensor dari lipat siku dan lutut - punggung kaki dekat pergelangan - kuku 3. Efloresensi : - Makula eritematosa yang merata berbatas tegas dengan skuama yang tebal diatasnya. - Skuama kasar, tebal, berlapis-lapis, warna putih dan transparan seperti mika. - Bentuk bulat atau lonjong. - Ukuran bervariasi dari milier sampai plakat dan sebagianberkonfluensi menjadi polisiklik. - Lesi membesar secara sentrifugal dan biasanya simetris.

4. Fenomen Ada 3 fenomen : a. Fenomen Auspitz Lesi dikerok sampai skuama habis kemudian dikerok sedikit lebih dalam lagi maka timbul bintik-bintik perdarahan atau pinpoint bleeding.Hal ini terjadi karena adanya papilomatosis. b. Fenomen tetes lilin (Tallows sign, Kaarvetvlek) Bila skuama tersebut digores dengan vaccinostyl atau pinggir gelas obyek maka akan terjadi garis putih dan warnanya berubah menjadi keruh seperti tetes lilin yang digores. Hal ini terjadi karena diantara skuama yang berlapis-lapis itu terdapat udar dan bila digores indeks biasnya akan berubah. c. Fenomen Koebner Fenomena ini tidak khas untuk psoriasis karena fenomena ini dapat timbul pada penyakit liken planus, veruka plana, liken nitidus, dermatitis numularis. Bila ada trauma (tajam atau tumpul) pada kulit yang normal dekat dengan tempat kelainan maka dalam 8-10 harikemudian akan timbullesi baru pada daerah yang terkena trauma tadi. F. KLASIFIKASI Psoriasis memiliki beberapa tipe, yaitu Seborrheic like psoriasis, psoriasis gutata, psoriasis pustulosa generalisata (Von Zumbusch), psoriasis inversa, napkin psoriasis, psoriasis eritrodermik dan psoriasis arthritis (Gudjonsson, et al, 2008).

10

Menurut Mulyono tahun 1986, berdasarkan ukurannya, psoriasis dibedakan dalam beberapa jenis : 1. Psoriasis punctata /punctiformis Ukuran lesi milier/titik-titik 2. Psoriasis guttata Ukuran lebih besar daripada punctata yaitu seperti titik-titik air 3. Psoriasis numuler Ukuran lesi numuler 4. Psoriasis vulgaris(plaque psoriasis) Bentuk paling umum psoriasis 5. Psoriasis eritroderma Menurut Mulyono tahun 1986, berdasarkan UKK/efloresensi dan tempat lesi psoriasis dibedakan dalam beberapa jenis : 1. Psoriasis pustulosa Gejala psoriasis yang disertai dengan adanya pustule kecil-kecil. Pada pemeriksaan histopatologi pustule tersebut merupakan agregasi atau terkumpulnya mukro abses Munro. Terbanyak didaerah telapak tangan dan kaki.

11

2. Psoriasis seboroika Lesi mengikuti predileksi dari dermatitis seboroika tetapi gambaran klinik tetap seperti psoriasis, hanya skuama menjadi berminyak. 3. Psoriasis atropika Psoriasis terjadi diatas sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki. Lama kelamaan pada sendi tersebut terjadi deformitas. 4. Psoriasis fleksural/inversal Psoriasis timbul pada daerah lipatan dan berlawanan dengan predileksi psoriasis pada umumnya, misalnya pada fleksor. Psoriasis adalah penyakit kulit kronis residif yang dapat diklasifikasikan ke dalam jenis nonpustular dan pustular (Freedberg, et al, 2003) sebagai berikut : * Psoriasis nonpustular o Psoriasis vulgaris (chonic stasioner psoriasis, Plaque psoriasis) o Psoriasis erythroderma (Erythrodermic psorias) * Psoriasis Pustular o Generalized pustular psoriasis (psoriasis pustular von Zumbusch) o Pustulosis palmaris et plantaris (persisten palmoplantar pustulosis, pustular psoriasis dari tipe Barber, pustular psoriasis dari ekstremitas) o annulus pustular psoriasis o Acrodermatitis continua o Impetigo herpetiformis

12

Jenis-jenis Psoriasis (www.psoriasis.or.id) : 1. Psoriasis Atritis

Gambar 1. Psoriasis Atritis

Timbul dengan peradangan sendi, sehingga sendi terasa nyeri, membengkak dan kaku, sama persis seperti gejala rematik. Pada tahap ini, penderita harus segera ditolong agar sendi-sendinya tidak sampai terjadi kropos. 2. Eritrodermis Psoriasis

Gambar 2. Psoriasis Eritrodermis

13

Tipe psoriasis ini sangat berbahaya, seluruh kulit penderita menjadi merah matang dan bersisik, fungsi perlindungan kulit hilang, sehingga penderita mudah terkena infeksi. 3. Psoriasis Guttate

Gambar 3. Psoriasis Guttate

Psoriasis guttate (GUH-tate) adalah salah satu bentuk dari psoriasis yang mulai timbul sejak waktu anak-anak atau remaja. Kata guttate berasal dari bahasa Latin yang berarti jatuh(drop). Bentuk psoriasis ini menyerupai bintik-bintik merah kecil di kulit. bercak (lesions) guttate biasanya timbul pada badan dan kaki.

Bintik-bintik ini biasanya tidak setebal atau bersisik seperti bercak-bercak (lesions) pada psoriasis plak. Psoriasis guttate kadang-kadang timbul secara tiba-tiba, berbagai kondisi diketahui menjadi pencetus timbulnya psoriasis guttate, termasuk infeksi saluran pernafasan atas, infeksi streptococcal, amandel, stress, luka pada kulit dan penggunaan obat-obatan tertentu (termasuk anti-malaria dan beta-bloker).

14

4. Psoriasis Inverse

Gambar 4. Psoriasis Inverse

Inverse psoriasis ditemukan pada ketiak, pangkal paha, dibawah payudara, dan di lipatan-lipatan kulit di sekitar kemaluan dan panggul. Tipe psoriasis ini pertama kali tampak sebagai bercak (lesions) yang sangat merah dan biasanya lack the scale associated dengan psoriasis plak. Bercak itu bisa tampak licin dan bersinar. Psoriasis inverse sangat (particularly irritating) menganggu karena iritasi yang disebabkan gosokan/garukan dan keringat karena lokasinya di lipatan-lipatan kulit dan daerah sensitif tender), terutama sangat mengganggu bagi penderita yang gemuk dan yang mempunyai lipatan kulit yang dalam. 5. Psoriasis Kuku

Gambar 5. Psoriasis Kuku

15

Menyerang dan merusak kuku dibagian bawah kuku tumbuh banyak sisik seperti serbuk, jenis ini termasuk yang sulit/bandel untuk disembuhkan bagi penderita. 6. Psoriasis Plak

Gambar 6. Psoriasis Plak

Hampir 80% dari penderita psoriasis adalah tipe Psoriasis plak yang secara ilmiah sisebut juga psoriasis vulgaris (yang berarti umum). Tipe plak ini bersifat meradang pada kulit menimbulkan bercah merah yang dilapisi dengan kulit yang tumbuh berwarna keperakan yang umum nya akan terlihat pada sekitar alis,lutut, kepala (seperti ketombe), siku juga bagian belakang tubuh sekitar panggul serta akan meluas kebagian-bagian kulit lainnya. Pada awal timbulnya bintik merah yang berangsur-angsur membesar menjadi bercak merah yang disebut plak atau bercah yang kemudian tumbuh dengan lebih cepat menutupi bercak merah dengan kulit yang berwarna putih keperakan (berpetak-petak) yang terjadi dari sel-sel kulit yang mati, yang akan terus menerus terlepas dari kulit yang terkena radang psoriasis plak tsb. Pada umunya kulit-kulit yang terkena psoriasis akan sangat kering juga terasa sakit/perih, gatal dan terkelupas.

16

7. Psoriasis Pustular

Gambar 7. Psoriasis Pustular

Kasus Psoriasis Pustular (PUHS-thoo-ler) terutama banyak ditemui pada orang dewasa. Karakteristik dari penderita PUHS-thoo-ler ini adalah timbulnya Pustules putih (blisters of noninfectious pus) yang dikelilingi oleh kulit merah. Pus ini meliputi kumpulan dari sel darah putih yang bukan merupakan suatu infeksi dan juga tidak menular. Bentuk psioriasis yang pada umumnya tidak biasa ini mempengaruhi lebih sedikit dari 5 % dari seluruh penderita psoriasis. Psoriasis ini, bisa terkumpul dalam daerah tertentu pada tubuh, contohnya, pada tangan dan kaki. Psoriasis Pustular juga dapat ditemukan menutupi hampir seluruh tubuh, dengan kecenderungan membentuk suatu siklus - reddening (membuat kulit merah) yang diikuti oleh pembentukan pustul dan scaling. Types of pustular psoriasis : Von Zumbusch

Permulaan Pustular Psoriasis Von Zumbusch dapat terjadi secara tidak terduga. Penyebaran kulit yang menjadi merah menjadi semakin luas, dan kulit menjadi sangat sakit dan sensitif. Hanya dalam beberapa jam, muncul banyak pustules. Pustules ini kemudian menjadi kering dan mengelupas dengan sendirinya setelah 24 sampai dengan 48 jam, membuat kulit tampak glazed dan licin (smooth) Pustular psoriasis Von Zumbusch dapat

17

dipicu melalui infeksi, terhentinya mengkonsumsi topical atau systemic steroids secara tiba - tiba; kehamilan, dan obat-obatan seperti lithium, propranolol (inderal) dan obat - obatan untuk darah tinggi yang lainnya, iodides, dan indomethacon (indocin). Seseorang dapat mempunyai sejarah plaque psoriasis dan berlanjut pada munculnya tahap berikut dari Von Zumbusch. Gejalanya adalah demam, menggigil, gatal yang sangat gatal, dehidrasi, denyut nadi yang cepat, cepat lelah, anemia, menurunnya berat badan dan muscle weakness. Tujuan akhir dari perawatan adalah untuk mengembalikan fungsi pelindung dari kulit, mencegah hilangnya cairan lebih lanjut, menstabilkan temperatur tubuh dan

mengembalikan keseimbangan kimia kulit. Ketidak seimbangan kimia dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan pada jantung dan ginjal, terutama pada orang-orang dewasa. Karena psoriasis ini dapat membahayakan keselamatan jiwa, perawatan harus dimulai secepatnya. Seorang penderita pustular psoriasis von Zumbusch seringkali perlu dirawat dalam rumah sakit untuk rehydration dan perawatan secara topical dan systemic, yang pada umumnya termasuk pengobatan dengan antibiotik dan pengobatan systemic lainnya. Soriatane (juga dikenal dengan nama umumnya acitretin), Neoral (juga dikenal sebagai cyclosporine) atau methotrexate sering ditulis dalam resep dokter. Beberapa dokter mungkin menuliskan resep untuk oral steroids bagi penderita yang tidak merespon perawatan lainnya atau menjadi lebih parah, tetapi penggunaan oral steroids masih menjadi kontroversi karena pustular psoriasi von zumbusch dapat dipicu oleh berhenti dikonsumsinya steroid. PUVA mungkin dapat digunakan ketika severe stage of pustulosis and redness sudah terlewati. Anak - anak jarang ditemui menderita pustular psoriasi von zumbusch, walaupun ketika itu terjadi, kemungkinan peningkatannya mungkin lebih baik daripada orang dewasa.

18

Palmo-plantar pustulosis

PPP adalah pustular psoriasis yang banyak ditemui mempengauhi orang - orang yang berumur antara 20 sampai dengan 60 tahun dan menyebabkan pustules pada telapak tangan dan telapak kaki. Biasanya tidak diketahui adanya faktor pemicu, seperti pada quttate psoriasi, infeksi atau stress mungkin muncul sebagai faktor pemicu. Psoriasis ini lebih banyak diderita perempuan daripada lelaki. PPP mempunyai gejala dengan ada banyaknya pustules yang berukuran sebesar rautan pensil pada area tangan dan kaki yang berdaging, seperti ujung jari dan bagian samping tumit. Pustules ini muncul dalam studded pattern throughout reddened plaques of skin, lalu berubah menjadi cokelat, mengelupas dan menjadi tebal. Jalur dari PPP biasanya berulang, dengan kumpulan pustules baru diikuti masa sedikitnya perubahan. Mereka yang terancam terkena PPP harus secara serius memikirkan untuk tidak merokok, seperti beberapa kasus yang menunjukkan bahwa pasien ini mungkin merespon secara abnormal pada nikotin yang dapat memicu gejala PPP. Perawatan topical biasanya dituliskan resepnya terlebih dahulu, tetapi PPP sering terbukti susah dirawat. PUVA, UVB, soriatane, methotrexate atau Neoral mungkin dapat dipakai untuk menyembukan PPP. Kombinasi perawatan dengan phototherapy dan soriatane mungkin dapat efektif untuk PPP.

Acropustulosis (acrodermatitis continua of Hallopeau)

Psoriasis yang langka ini mempunyai gejala skin lesions pada ujung

19

jari dan kadang-kadang pada jari kaki. Pemunculan ini sering dimulai setelah luka pada kulit atai infeksi pada kulit. Seringkali, lesions ini menyakitkan dan disabling, membuat keabnormalan pada kuku. Seringkali struktur tulang mengalami perubahan pada beberapa kasus. Kasus ini sukar sekali dirawat. Topical preparations yang di occluded mungkin dapat menolong beberapa pasien. Obat melalui mulut sudah digunakan dengan kesuksesan dalam menghilangkan lesions dan mengembalikan kuku ke semula. Obat biological mungkin efektif dalam merawat jenis psoriasis ini.

Combination treatments

Tidak biasa untuk mengkombinasikan perawatan untuk pustular psoriasi karena racun yang berpotensi pada systemic drugs dan phototherapy. Biasanya mengulang perawatan dalam siklus untuk menjegah terpicunya suatu gejala. Lebih dari satu penelitian yang menunjukan bahwa soriatane dan methotrexate yang dikombinasikan, akan menghasilkan rapid remission pada tingkat sensitif dari pustular psoriasis dan pembersihan kulit. 8. Psoriasis Scalp

Gambar 8. Psoriasis Scalp Psoriasis tipe ini tampak pada batas rambut, kepala (seperti ketombe), kening, sekitar leher juga dibelakang telinga, berupa seperti sisik kulit atau serbuk.

20

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan yang bertujuan menganalisis penyebab psoriasis seperti pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula darah, kolesterol dan asam urat ( Siregar, 1991). * Pasien dengan psoriasis dalam pemeriksaan labolatorium dapat ditemukan hasil sebagai berikut (Gordon, 2009) : o Tes hasil untuk faktor rematoid (RF) adalah negatif. o tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) biasanya normal. o tingkat asam urat dapat meningkat pada psoriasis o Cairan dari vesikel atau pustula yang steril dengan infiltrasi limfositik. o Melakukan uji fiksasi latex. o Melakukan studi jamur. Imaging Studies * Radiografi sendi yang terkena dapat membantu dalam membedakan jenis arthritis. * Bone scan Tes lain * Jika memulai terapi sistemik seperti imunologi inhibitor, pertimbangkan untuk mendapatkan penelitian laboratorium dasar (yakni, CBC, BUN / Cre, LFT, hepatitis panel, tuberkulosis [TB] screening). Prosedur * Walaupun kebanyakan kasus psoriasis didiagnosis klinis, beberapa, terutama bentukbentuk pustular, dapat sulit untuk mengenali. Dalam kasus ini, Dermatologic biopsi dapat

21

digunakan untuk membuat diagnosis. H. GAMBARAN HISTOPATOLOGI Menurut Mulyono tahun 1986, gambaran histopatologi psoriasis sebagai berikut : 1. Parakeratosis Adanya inti abnormal dari stratum korneum. 2. Akantosis Penebalan dari stratum spinosum atau stratum malpigi. 3. Hiperkeratosis Penebalan stratum korneum 4. Papilomatosis Papil membengkak, memanjang dan mennjol keatas. Sering berbentuk golf stickdisebut sebagai base ball bat. Proses ini disebut clubbing. 5. Mikro abses Munro Merupakan abses yang kecil-kecil didalam epidermis dibawah stratum korneum. Ini akibat perembesan leukosit dari kapiler dibagian atas papil. I. Proses pembesaran ini disebut exocytosis. TERAPI

22

Tujuan pengobatan psoriasis adalah untuk mengurangi keparahan dan luas lesi kulit, sehingga penyakitnya tidak mengganggu pekerjaan, kehidupan pribadi maupun sosial dan kesejahteraan penderita. Beberapa jenis pengobatan dapat meminimalisasi bentukan plaque psoriasis, namun hal tersebut bukanlah pengobatan sesungguhnya. Pengobatan yang lebih baik adalah dengan meneliti bagaimana penyakit ini timbul serta menghindari faktor predisposisinya. Seperti penyakit kulit lainnya, pengobatan pada penyakit psoriasis ini meliputi pengobatan secara umum dan pengobatan secara khusus. Pengobatan umum terdiri dari komunikasi, informasi dan edukasi atau disingkat dengan KIE. Dalam pelaksanaannya, KIE itu berisi informasi atau pemberitahuan kepada penderita akan hal-hal yang harus diketahui mengenai penyakitnya, seperti nama penyakitnya, sifat penyakitnya, cara pengobatannya, lama pengobatannya dan hal-hal lain yang dianggap perlu. Selain itu, dianjurkan kepada penderita agar tidak menggaruk, karena garukan yang kuat apalagi dengan kuku dapat menyebabkan timbulnya lesi baru di tempat garukan dan bisa menjadi infeksi sekunder. Pengobatan khusus, seperti yang sudah dijelaskan di atas tadi, bisa berupa pengobatan secara topikal, pengobatan secara sistemik, pengobatan dengan penyinaran dan pengobatan secara biologi. Pengobatan secara topikal pada psoriasis, perlu mempertimbngkan beberapa hal yaitu lokasi, berat ringan penyakit, pengobatan sebelumnya, usia penderita, gambaran klinik serta penyakit penyerta yang ada.

23

Pengobatan psoriasis secara sistemik dilakukan apabila pengobatan secara topikal tidak memberikan perbaikan atau pengobatan secara sistemik dilakukan pada psoriasis derajat sedang sampai berat (lesi mengenai lebih dari 25% dari kulit tubuh atau pada psoriasis non vulgaris). Untuk menentukan derajat penyakit psoriasis dilakukan penghitungan skor Psoriasis Area and Severity Index (PASI). Skor PASI merupakan suatu metode yang digunakan untuk menilai penyakit psoriasis. Ada 4 lokasi area tubuh yang dinilai, yaitu kepala (10%), trunkus (20%), ektremitas superior (30%) dan ekstremitas inferior (40%). Berikut ini obat-obatan yang dipakai pada pengobatan psoriasis secara sistemik (Gudjonsson, et al, 2008): 1. Siklosporin A a. Mekanisme Kerja Mengikat cyclophilin membentuk kompleks yang menghambat calcineurin, mengurangi efek dari Nuclear factor of activated T cells (NF-AT) pada sel T, menghambat pengeluaran IL2 dan sitokin yang lain. b. Indikasi : Psoriasis. c. Kontraindikasi : Penyakit ginjal, hati, hipertensi, hiperkalemi, hiperlipidemia.

d. Efek Samping

24

Hirsutism, rasa terbakar pada kaki dan tangan (pada minggu pertama), mual, muntah, hipertensi, sakit kepala, tremor, hipertrichosis, parestesia dan meningkatkan risiko terkena keganasan. e. Dosis Dosis 2-5 mg/kg/hari dibagi dalam dua dosis. Dosis tinggi 5 mg/kg/hari kemudian di tapering, kalau dosis rendah 2,5 mg/kg/hari dinaikkan setiap 2-4 minggu menjadi 5 mg/kg/hari dan kemudia ditapering. f. Bentuk Sediaan Oral: kapsul 25, 50, 100 mg dan solusio 100 mg/mL Parenteral: 50 mg/mL IV 2. Metotreksat a. Mekanisme Kerja Menghambat kerja dihydrofolate reduktase (DHFR) dan 5-aminoimidazol-4karbokamida ribonukleotida (AICAR) transformylase, sehingga metabolism purin terganggu. b. Indikasi Psoriasis plak kronis, eritroderma psoriasis dan psoriasis pustular. c. Kontraindikasi Penyakit hati, ginjal, paru, hypersensitivitas, immunodefisiensi, peminum alkohol berat, hepatitis, wanita hamil dan ibu menyusui.

d. Efek Samping 25

Pansitopinia, Mual, stomatitis, anoreksia, penekanan sumsum tulang, rash, diare, sakit kepala, pusing, pandangan kabur, mukositis, malaise, alopesia, pneumonitis, gingivitis, faringitis dan sistitis. e. Dosis Dosis 0,1-0,3 mg/kgbb per pekan. Dosis awal 2,5 mg dan dapat ditingkatkan sampai level terapeutik (peningkatan dosis 10-15 mg setiap pekannya, maksimal 25-30 mg setiap pekannya). f. Bentuk Sedian Oral: Tablet 2.5 mg 2. Asitretin (soriatane) a. Mekanisme Kerja Berikatan dengan reseptor asam retinoic, membantu mengembalikan keratinisasi dan proliferasi epidermis. b. Indikasi Psoriasis pustular. c. Kontraindikasi Penyakit hati, wanita hamil dan ibu menyusui. d. Efek Samping Alopesia, pruritus, rash, arthralgia, hipertriglyceridemia dan hyperostosis.

e. Dosis 26

Dimulai dari 25-50 mg/hari. 4. Fumeric Acid Esters a. Mekanisme Kerja Mempengaruhi regulasi redoks intraseluler, menghabat translokasi NF-kB. b. Indikasi Psoriasis. c. Kontraindikasi Wanita hamil, ibu menyusui, ada riwayat keganasan, penyakit kronik GI tract dan penyakit ginjal. d. Efek Samping mual, muntah, diare, nyeri kepala, limfopenia, gagal ginjal akut. e. Dosis Dosis maximal 1,2 g/hari 5. Hidroksiurea a. Mekanisme Kerja Menghambat ribonukleotide diphosphate reduktase yang mengubah ribonucleotides menjadi deoxyribonukleotides dengan demikian terjadi penghambatan secara selektif terhadap sintesis DNA.

b. Indikasi 27

Psoriasis c. Kontraindikasi Leukopenia, thrombositopeni, anemia, wanita hamil, wanita menyusui dan hati-hati pada gangguan ginjal. d. Efek Samping Depresi sumsum tulang, anemia megaloblastik, mual, muntah dan diare. e. Dosis Dosis 500 mg/hari dinaikan menjadi 1,0-1,5 g/hari jika respon penderita baik dan ditoleransi. 6. 6 -Tioguanin a. Mekanisme Kerja Merupakan analog purin yang mempengaruhi biosintesis purin kemudian siklus sel terhenti dan terjadi kematian sel. b. Indikasi Psoriasis c. Kontraindikasi Penyakit hati, wanita hamil. d. Efek Samping Leucopenia, trombositopenia, anorexia, stomatitis, rash, hiperuricemia. e. Dosis 28

Dimulai dengan dosis 80 mg/2 minggu dinaikan setiap 2-4 minggu, dosis maximum 160 mg tiga kali/minggu atau 2-3 mg/kg/hari. 7. Mycophenolate Mofetil a. Mekanisme Kerja Inhibitor nonkompetitif dari inosine monophosphate drogenase yang menghambat biosintesis purin sehingga sel-sel yang menggunakan sintesis purin akan mati misalnya limfosit. b. Indikasi Psoriasis. c. Kontraindikasi Keganasan, beberapa penyakit infeksi. d. Efek Samping Konstipasi, diare, mal, muntah, leucopenia, nyeri kepala, hipertensi dan limfoma. e. Dosis Diawali dengan dosis 500-750 mg/2 hari dan kemudian ditingkatkan 1,0-1,5 mg/2 hari. 8. Sulfasalazin a. Mekanisme Kerja Memiliki efek anti inflamasi dan menghambat kerja enzim 5-lipoxygenase, tapi bagaimana mekanismenya molekulernya sampai sekarang belum jelas. b. Indikasi 29

Psoriasis c. Kontraindikasi Hipersensitivitas, porphyria, G6PD dan golongan sulfa. d. Efek Samping Mual, anoreksia, demam, nyeri kepala, erythem, disamping itu juga bisa menyebabkan sel darah netrofil turun, sel darah hancur (hemolisis), rash dan hepatitis. e. Dosis Dimulai dengan dosis 500 mg/3 hari, jika ditoleransi setelah tiga hari, tingkatkan menjadi 1 g/3 hari, 6 minggu ditoleransi tingkatkan lagi menjadi 1 g/4 hari. f. Bentuk Sediaan Oral: Tablet 500 mg Sedangkan kortikosteroid dipakai pada psoriasis eritrodermia, arthritis psoriasis dan psoriasis pustulosa tipe Zumbusch. Dimulai dengan prednisone dosis rendah 30-60 mg atau steroid lain dengan dosis ekivalen. Jika gejala klinis berkurang dilakukan tapering off. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dibidang biologi molekuler, saat ini telah ditemukan agen-agen baru yang digunakan untuk terapi psoriasis secara biologi. Agen-agen ini dirancang untuk merintangi tahapan-tahapan molekuler tertentu yang penting dalam patogenesis psoriasis. Hingga saat ini, ada tiga tipe terapi

30

biologis telah disetujui yaitu (1) sitokin manusia rekombinan, (2) protein fusi, dan (3) antibodi monoklonal. Karena risiko terjadinya antibodi-antibodi terhadap mouse sequences, maka antibodi manusia lebih dipilih untuk penggunaan klinis. Penggunaan agen-agen biologis harus dipertimbangkan untuk pengobatan psoriasis berat yang tidak respon terhadap terapi psoriasis dengan menggunakan obatobatan seperti MTX atau pasien dengan kontraindikasi dengan MTX. Berikut ini adalah obat-obatan yang digunakan untuk terapi psoriasis secara biologi: 1. Alefacept a. Mekanisme Kerja Alefacept adalah suatu imunosupresan dimeric fusion protein yang diproduksi dengan teknologi rekombinan DNA di sistem ekspresi sel mamalia pada seekor Chinese Hamster Ovary (CHO). Alefacept mempengaruhi aktivasi limfosit dengan mmengikat antigen limfosit, CD2, dan menghambat interaksi LFA-3 dan CD2. Aktivasi limfosit T melibatkan interaksi antara LFA-3 di atas sel yang berisi antigen dan CD2 pada limfosit T yang memegang peranan dalam plak psoriasis kronik. b. Indikasi Untuk mengobati pasien dewasa dengan plak psoriosis kronik sedang hingga parah yang menjadi kandidat terapi sistemik atau fototerapi. c. Kontraindikasi 31

Hipersensitif d. Efek Samping Efek yang umum dijumpai adalah pharyngitis, pusing, batuk, nausea, pruritus, myalgia, kedinginan, nyeri bekas injeksi, inflamasi pada tempat injeksi, dan accidental injury. e. Dosis\ Dosis yang direkomendasikan adalah 7,5 mg sekali seminggu dengan bolus IV atau 15 mg sekali seminggu melalui injeksi intra muskular. Rejimen yang dianjurkan adalah 12 minggu injeksi. f. Bentuk Sediaan Parenteral: 7.5, 15 mg IV 2. Efalizumab a. Mekanisme Kerja Efalizumab adalah suatu immunosuppressive recombinant humanized IgG1 kappa isotype monoclonal antibody yang mengikat CD11a manusia (1RAPTIVA mengikat CD11a, subunit- leukocyte function antigen-1 (LFA-1), yang diekspresikan pada semua leukosit, dan menurunkan ekspresi CD11a pada permukaan sel. Efalizumab menghambat pengikatan LFA-1 pada intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), dengan demikian menghambat adhesi leukosit

32

pada tipe sel lainnya. Interaksi antara LFA-1 dan ICAM-1 berkontribusi pada permulaan dan pemeliharaan banyak proses, termasuk aktivasi limfosit T, adhesi limfosit T pada sel endothelial, dan migrasi limfosit pada sisi inflamasi termasuk kulit yang mengalami psoriosis. b. Indikasi Pengobatan pasien dewasa (18 tahun keatas) dengan plak psoriosis sedang sampai parah yang menjadi kandidat untuk terapi sistemik atau fototerapi. c. Kontraindikasi Hipersensitifitas d. Efeksamping Efek paling umum dijumpai adalah sakit kepala, demam, nausea, dan mialgia dalam dua hari setelah dua injeksi pertama. e. Dosis Awal : injeksi subkutan 0,7 mg/kg yang diikuti injeksi subkutan 1 mg/kg setiap minggu. f. Bentuk Sediaan Parenteral 100 mg/mLmg SC.

33

3. Etanercept a. Mekanisme Kerja Etanercept termasuk terapi biologis tipe fusion protein dimer yang mengandung ligan luar sel yang mengikat bagian 75 kilodalton (p75) dari tumor necrosis factor receptor (TNFR) yang terhubung dengan bagian Fc IgG1 manusia. Etanercept mengikat secara spesifik TNF dan menghambat interaksinya dengan permukaan sel reseptor TNF. TNF merupakan agent yang berperan dalam terjadinya proses inflamasi plak psoriasis. b. Indikasi Untuk mengurangi tanda dan gejala serta menghambat kerusakan struktural progresif pada arthritis aktif, dan memperbaiki fungsi fisik pada pasien psoriatic arthritis. Etanarcept bias dikombinasi dengan methotrexate. c. Kontraindikasi Pasien hipersensitif dan sepsis d. Efeksamping Reaksi pada tempat injeksi, sakit kepala, nausea, rhinitis, pusing, batuk, dan infeksi. e. Dosis

34

Dewasa, 50 mg per minggu sebagai injeksi subkutan tunggal menggunakan prefilled syringe 50 mg/mL. f. Bentuk Sediaan Parenteral 25 mg SC. 4. Infliximab a. Mekanisme Kerja Infliximab adalah suatu antibodi monoklonal chimeric IgG1K dengan berat molekul 149.100 dalton. Obat ini mengikat secara spesifik pada TNF dengan konstanta asosiasi 1010 M-1 dan menghambat pengikatannya dengan reseptor TNF. Hasil farmakokinetik untuk dosis 3 mg/kg hingga 10 mg/kg pada rheumatoid arthritis dan 5 mg/kg pada Crohns disease menunjukkan bahwa median terminal half-life dari infliximab adalah 8-9,5 hari. b. Indikasi Infliximab dikombinasi dengan methotrexate, diindikasikan untuk mengurangi tanda dan gejala, menghambat kerusakan struckural yang progresif, dan memperbaiki fungsi fisik pasien dengan rheumatoid arthritis aktif sedang hingga parah. Infliximab juga digunakan untuk mengurangi tanda dan gejala Crohns disease, Ankylosing Spondylitis, Psoriatic Arthritis, dan Ulcerative Colitis.

35

c. Kontraindikasi Infliximab dengan dosis >5 mg/kg seharusnya tidak diberikan pada pasien dengan gagal jantung sedang hingga parah. Pasalnya, pemberian infliximab berisiko meningkatkan kematian dan kemungkinan dirawat di rumah sakit akibat gagal jantung yang makin memburuk. d. Efek Samping Umumnya menghentikan pengobatan karena reaksi terkait dengan infusi (semisal dyspnea, flushing, sakit kepala, dan ruam). e. Dosis Dosis yang direkomendasikan adalah 3 mg/kg secara infusi intravena yang diikuti dengan dosis yang sama pada minggu ke 2 dan 6 setelah infuse pertama kemudian baru dilakukan setiap 8 minggu. f. Bentuk Sediaan Parenteral: 100 mg IV 5. Adalimumab a. Mekanisme Kerja Adalimumab merupakan suatu antibodi monoklonal manusia yang dibuat dari protein sintetis. Obat ini mengikat secara spesifik TNF-. dan menghambat interaksinya dengan permukaan sel reseptor TNF p55 dan p75. Adalimumab juga 36

mengatur respon biologis yang diinduksi atau diatur oleh TNF, termasuk perubahan tingkat adhesi molekul yang bertanggung jawab untuk migrasi leukosit. b. Indikasi Untuk mengurangi tanda dan gejala rheumatoid arthritis. Adalimumab juga digunakan untuk mengobati psoriatic arthritis. c. Kontraindikasi Hipersensitif. d. Efeksamping Biasanya yang paling sering dilaporkan adalah sakit kepala, ruam pada kulit, dan nausea. Adalimumab juga bisa menyebabkan terjadinya pembengkakan, nyeri, dan gatal di sisi bagian injeksi. Adalimumab menekan sistem imun dan oleh karena itu terkait dengan infeksi minor salurang kencing, saluran nafas, dan sinus. e. Dosis Dewasa, injeksi subkutan 40 mg setiap dua minggu. Jika dibutuhkan injeksi bisa dilakukan satu kali tiap minggu. f. Bentuk Sediaan Parenteral: 40 mg/0,8 mL SC

37

Oleh karena penyebab pasti belum jelas, maka diberikan pengobatan simtomatis sambil berusaha mencari / mengeliminasi faktor pencetus (Tadda, 2006): A. Topikal a. Preparat ter Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang efeknya adalah anti radang. Preparat ter berguna pada keadaan-keadaan: Bila psoriasis telah resisten terhadap steroid topikal sejak awal atau takhifilaksis oleh karena pemakaian pada lesi luas. Lesi yang melibatkan area yang luas sehingga pemakaian steroid topikal kurang bijaksana. Bila obat-obat oral merupakan kontra indikasi oleh karena terdapat penyakit sistemik. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari : Fosil, misalnya iktiol. Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski. Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens. Ter dari kayu dan batubara yang efektif untuk psoriasis, dimana ter batubara lebih efektif dari pada ter kayu, sebaliknya kemungkinan memberikan iritasi juga jauh lebih besar. Pada psoriasis yang menahun lebih baik digunakan ter yang beasal dari batubara, sebaliknya psoriasis akut dipilih ter dari kayu.Preparat ter digunakan dengan konsentrasi 2-5 %. Untuk mempercepat, ter dapat dikombinasi dengan asam salisilat 2-10 % dan sulfur presipitatum 3-5 %.

38

b. Kortikosteroid Kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui melalui beberapa cara, yaitu: 1. Vasokonstriksi untuk mengurangi eritema. 2. Menurunkan turnover sel dengan memperlambat proliferasi seluler. 3. Efek anti inflamasi, dimana diketahui pada psoriasis, leukosit memegang peranan dan steroid topikal dapat menurunkan inflamasi. Fluorinate, triamcinolone 0,1 % dan flucinolone topikal efektif untuk kebanyakan kasus psoriasis pada anak. Preparat hidrokortison 1%-2,5% harus digunakan pada fase akut dan sebagai pengobatan maintenance. Kortikosteoid tersedia dalam bentuk gel, lotion, solution dan krim, serta ointment dimana pada pemakaian jangka panjang dapat terjadi efek samping. Efek samping berupa atrofi, erupsi akneiformis, striae, telangiektasis di muka, dapat terjadi pada pemakaian topikal potensi kuat, terutama bila digunakan under occlusion. Kadang-kadang pada pemakaian jangka panjang dapat terjadi hypothalamic pituitary adrenal axis (HPA) sehingga dianjurkan pemeriksaaan level serum kortisol. c. Ditranol (antralin) Antralin mempunyai efek sitostatik, sebab dapat mengikat asam nukleat, menghambat sintesis DNA dan menggabungkan uridin ke dalam RNA nukleus. Obat ini dikatakan efektif pada Psoriasis Gutata. Kekurangannya adalah mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 02-0,8 persen dalam

39

pasta, salep, atau krim. Lama pemakaian hanya jam sehari sekali untuk mencegah iritasi penyembuhan dalam 3 minggu. d. Calcipotriol Calcipotriol ialah sintetik vit D yang bekerja dengan menghambat proliferasi sel dan diferensiasi sel terminal, meningkatkan diferensiasi terminal keratinosit, dan menghambat proliferasi keratinosit. Preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/g. Efek sampingnya berupa iritasi, yakni rasa terbakar dan tersengat, dapat pula telihat eritema dan skuamasi. Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa hari obat dihentikan. e. Tazaroten Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif. f. Emolien Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat

40

meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis. B. Sistemik a. Kortikosteroid Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, dan diindikasikan pada Psoriasis Eritroderma, Psoriasis Artritis, dan Psoriasis Pustulosa Tipe Zumbusch. Dimulai dengan prednison dosis rendah 30-60 mg (1-2 mg/kgBB/hari), atau steroid lain dengan dosis ekivalen. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahanlahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata. b. Sitostatik Obat sitostatik yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Indikasinya ialah untuk psoriasis, Psoriasis Pustulosa, Psoriasis Artritis dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma yang sukar terkontrol dengan obat. Dosis 2,55 mg/hari selama 14 hari dengan istirahat yang cukup. Dapat dicoba dengan dosis tunggal 25 mg/minggu dan 50 mg tiap minggu berikutnya. Dapat pula diberikan intramuskular 25 mg/minggu, dan 50 mg pada tiap minggu berikutnya. Kerja metotreksat adalah menghambat sintesis DNA dengan cara menghambat dihidrofolat reduktase dan dengan demikian menghasilkan kerja

41

antimitotik pada epidermis. Penyelidikan in vitro akhir-akhir ini, metotreksat 10100 kali lebih efektif dalam menghambat proliferasi sel-sel limfoid. Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoietik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya tuberkulosis), ulkus peptikum, kolitis ulserosa, dan psikosis. Efek samping metotreksat berupa nyeri kepala, alopesia, kerusakan kromosom, aktivasi tuberkulosis, nefrotoksik, juga terhadap saluran cerna, sumsum tulang belakang, hepar, dan lien. Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis ulserosa, dan diare. Jika hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Sumsum tulang berakibat timbulnya leukopenia, trombositopenia, kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis portal dan sirosis hepatik. c. DDS DDS (diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan Psoriasis Pustulosa tipe Barber dengan dosis 2100 mg/hari.1,2 Efek sampingnya ialah anemia hemolitik, methemoglobinemia, dan agranulositosis. d. Etretinat (tegison, tigason) Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Etretinat efektif untuk Psoriasis Pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis eritroderma. Kerja retinoid yaitu mengatur pertumbuhan dan diferensiasi terminal keratinosit yang pada akhirnya dapat menetralkan stadium hiperproliferasi. 42

Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal. Retinoid juga memberikan efek anti inflamasi seperti menghambat netrofil. Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1 mg/kgbb/hari. Efek sampingnya berupa kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar (peningkatan enzim hati), hiperostosis, dan teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat dihentikan. e. Asitretin (neotigason) Merupakan metabolit aktif etretinat yang utama. Asitretin sebagai monoterapi sangat efektif untuk Psoriasis Eritroderma dan Pustular. Efek sampingnya dan manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2-4 hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100120 hari. Dosisnya 0,5 mg/kgbb/hari. Obat ini lebih menjanjikan untuk penderita anak-anak dan wanita usia produktif. f. Siklosporin A Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya ialah imunosupresif.2,7,16 Dosisnya 1-4 mg/kgbb/hari.6 Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik, gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,

43

serta hipertensi. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan. g. Eritromisin Merupakan antibiotik pilihan karena menghambat efek kemotaksis netrofil dan biasanya pada psoriasis gutata yang rekuren setelah infeksi streptokokus dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan kultur tenggorokan. C. Fototerapi Sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapt diukur dan jika berlebihan maka akan memperparah psoriasis. Karena itu, digunakan sinar ulraviolet artfisial, diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. PUVA efektif pada 85 % kasus, ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang lain. Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka degan UVA akan terjadi efek sinergik. Diberikan 0,6 mg/kgbb secara oral 2 jam sebelum penyinaran ultraviolet. Dilakukan 2x seminggu, kesembuhan terjadi 2-4 kali pengobatan. Selanjutnya dilakukan pengobatan rumatan (maintenance) tiap 2 bulan.

44

Efek samping overdosis dari fototerapi berupa mual, muntah, pusing dan sakit kepala. Adapun kanker kulit (karsinoma sel skuamos) yang dianggap sebagai resiko PUVA masih kontroversial. J. KOMPLIKASI Menurut Mulyono tahun 1986, komplikasi psoriasis sebagai berikut : 1. Eritroderma Beberapa psoriasis dapat berubah menjadi eritroderma, Hal ini disebabkan oleh : tekanan berlebihan terapi berlebihan , misalnya pemakaian preparat ter dengan konsentrasi lebih dari 20%. Fokal infeksi Obat-obatan, diantaranya pemakaian kinidin sebgaia obat pada ekstrasistole dan takikardi paroksimal. Umumnya kalau terjadi komplikasi eritroderma prognosis kurang baik dan sering sukar disembuhkan meskipun telah diberi bermacam-macam pengobatan kortikosteroid. 2.Atritis

45

Dapat monoartritis maupun poliartritis dan dapat menyerang sendi kecil maupun sendi besar. Pada keadaan ini perlu dibedakan dengan atritis rematoid. K. PROGNOSIS Tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat residif kronik (Siregar, 1991) 2. ETANERCEPT Saat ini di USA telah digunakan beberapa agen biologis yang mampu mengobati psoriasis hingga ke pusat penyakit imunologisnya. Salah satunya, etanercept, telah lama digunakan luas untuk mengobati penyakit reumatik dengan cara menyerang sitokin pleositosis radang, TNF- ( Tumor Necrosis Factor ). Etanercept merupakan rekombinasi dari reseptor human TNF- yang telah mengalami fusi protein. Penggunaannya tampak efektif pada rheumatoid arthritis (RA), IBD dan psoriasis arthritis. Penggunaannya telah mendapat persetujuan dari FDA sejak 1998 pada penggunaan RA dewasa dan 1999 untuk RA pada anak (Ani, 2006). Etanercept menurut Gudjonsson, et al tahun 2008 : a. Mekanisme Kerja Etanercept termasuk terapi biologis tipe fusion protein dimer yang mengandung ligan luar sel yang mengikat bagian 75 kilodalton (p75) dari tumor necrosis factor receptor (TNFR) yang terhubung dengan bagian Fc IgG1 manusia. Etanercept mengikat secara spesifik TNF dan menghambat interaksinya dengan permukaan

46

sel reseptor TNF. TNF merupakan agent yang berperan dalam terjadinya proses inflamasi plak psoriasis.

b. Indikasi Untuk mengurangi tanda dan gejala serta menghambat kerusakan struktural progresif pada arthritis aktif, dan memperbaiki fungsi fisik pada pasien psoriatic arthritis. Etanarcept bias dikombinasi dengan methotrexate. c. Kontraindikasi Pasien hipersensitif dan sepsis d. Efeksamping Reaksi pada tempat injeksi, sakit kepala, nausea, rhinitis, pusing, batuk, dan infeksi. e. Dosis Dewasa, 50 mg per minggu sebagai injeksi subkutan tunggal menggunakan prefilled syringe 50 mg/mL. f. Bentuk Sediaan Parenteral 25 mg SC. Etanercept menurut Goodles tahun 2007 : 47

Nama dagang : Enbrel Harga : Rp. 15.000.000,- s/d Rp.20.000.000,-

Enbrel (etanercept) adalah salah satu produk biologis pertama. Diperkenalkan untuk rheumatoid arthritis pada tahun 1998. Pada tahun 2002, sudah disetujui untuk digunakan dalam Psoriatic arthritis dan akhirnya, untuk tipe plak psoriasis pada tahun 2004. Enbrel ini telah disetujui untuk orang dewasa dengan tipe plak psoriasis atau Psoriatic arthritis. Hal ini juga disetujui untuk radang sendi pada orang dewasa dan anak-anak. Pasien dengan infeksi serius, TBC, hepatitis B atau sepsis harus menghindari obat ini. Hati-hati juga harus digunakan dalam demielinasi siapapun yang memiliki kelainan (penyakit seperti multiple sclerosis, neuritis optik dan lain-lain) serta pasien dengan riwayat yang serius masalah darah, seperti darah rendah atau aplastic hitungan anemia. Efek Samping Enbrel : Dalam uji klinis psoriasis, tidak menunjukkan lebih tinggi etanercept untuk insiden yang serius berdampak buruk, infeksi serius, TB atau infeksi oportunistik dibandingkan plasebo. 3. PEMBAHASAN Etarnercept sebagai terapi biologi psoriasis, dengan mekanisme kerja sebagai tipe fusion protein dimer yang mengandung ligan luar sel yang mengikat bagian 75 kilodalton (p75) dari tumor necrosis factor receptor (TNFR) yang terhubung dengan bagian Fc 48

IgG1 manusia. Etanercept mengikat secara spesifik TNF dan menghambat interaksinya dengan permukaan sel reseptor TNF. TNF merupakan agent yang berperan dalam terjadinya proses inflamasi plak psoriasis (Gudjonsson, et al, 2008). Etanercept dalam suatu studi penelitian yang dilakukan oleh Leonardi, et al tahun 2003, efektivitas etanercept sebagai monoterapi pada pasien dengan psoriasis dalam hal ini untuk terapi pada tipe plak psoriasis. Ini sesuai pendapat Goodles tahun 2007 yaitu : pada tahun 2002, etanercept sudah disetujui untuk digunakan dalam Psoriatic arthritis dan akhirnya, untuk tipe plak psoriasis pada tahun 2004. Studi penelitian yang dilakukan oleh Leonardi, et al tahun 2003, studi terkontrol ini bertujuan mengetahui efikasi dan keamanan etanercept pada psoriasis untuk terapi plak psoriasis, sedang hingga parah pada pemakaian lebih dari 24 minggu. Yang dilakukan pada 672 pasien, 652 pasien menggunakan paling tidak satu dosis terapi double blind, 20 pasien setuju untuk terapi tapi tidak menggunakkan obat dalam penelitian. Perbaikan dari baseline hingga pekan ke-12 sekitar 75%, terlihat hanya 4% pada kelompok plasebo, 14% pada kelompok dosis rendah, 34 % pada kelompok dosis sedang dan 49% pada kelompok dosis tinggi etanercept. Perbaikan signifikan terlihat pada pekan ke-2 dan ke-3 dari kelompok yang mendapat etanercept dibandingkan kelompok plasebo. Pada pekan ke-24, kelanjutan perbaikan lebih dari 75% tercapai pada 25% pasien kelompok dosis rendah, 44% pada kelompok dosis sedang dan sebesar 59% pada kelompok dosis tinggi etanercept. Efek samping yang tercatat selama studi, berupa infeksi ringan hingga sedang, yakni iritasi lokasi penyuntikan, sakit kepala, infeksi saluran nafas atas, ecchymosis. Sebanyak 27 pasien mengalami withdrawal dari semua kelompok studi, sebanyak 16 49

pasien mengalami kurang efikasi, dan tidak terdapat komplikasi lain seperti TBC atau infeksi oportunitis selama studi berlangsung. Jadi untuk etanercept dapat sebagai monoterapi pada psoriasis tipe plak pada penelitian Leonardi, et al tahun 2003, tapi tidak menutup kemungkinan menggunakan terapi lain untuk pengobatannya karena penyebab dari psoriasis yang tidak diketahui.

50

You might also like