You are on page 1of 35

STATUS PASIEN

I.

IDENTIFIKASI PASIEN

Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Agama Masuk RS Ruang

: An. R : Laki-laki : 5 bulan : Ciwedus RT 10 RW 02, Cilegon-Banten : Islam : 11 Juni 2013 : Aster

II.

ANAMNESIS Diambil dari Tanggal Keluhan utama : Allo anamnesis : 12 Juni 2013 :

Bibir sudah sumbing sejak lahir Riwayat penyakit sekarang :

Pasien seorang laki-laki berusia 5 bulan dikeluhkan bibir sumbing pada bagian atas sebelah kiri sejak lahir. lima bulan yang lalu (SMRS) pasien dilahirkan dari seorang Ibu yang berumur 28 tahun. Ibu pasien mengatakan bahwa kelainan pada bibir anaknya sangat mengganggu asupan ASI yang diberikan. Tidak ada keluhan demam, batuk , dan sesak napas. Buang air besar dan buang air kecil normal.

Riwayat ANC: o Ibu pasien mengaku pasien adalah anak ketiga dan sebelumnya tidak pernah keguguran . o Selama masa kehamilan ibu pasien mengaku riwayat konsumsi minuman beralkohol (-), merokok (-), narkotika (-), konsumsi obat dalam jangka waktu lama (-), jamujamuan (-), rontgen (-). o Riwayat menderita penyakit sistemik yang berat selama masa kehamilan (-), kencing manis (-), tekanan darah tinggi (-), riwayat penyakit kelamin (-), riwayat pemakaian KB hormonal (-). o Kontrol kehamilan dilakukan ibu pasien rutin di puskesmas. Selama kontrol kehamilannya ibu pasien mengaku tidak pernah ditemukan adanya kelainan (kelainan letak janin (-), gemeli (-), perdarahan pervaginam (-), hiperemesis gravidarum (-), anemia dalam kehamilan (-), panggul sempit (-) dan mendapatkan vitamin dari puskesmas. o Pola makan ibu pasien selama kehahilan: makan 3-4x/hari, 1x makan habis 1 piring nasi beserta lauk pauk dan sayuran. Ibu pasien juga mengkonsumsi buah-buahan. biasa

Riwayat persalinan: Ibu pasien mengatakan bahwa proses persalinan dibantu oleh bidan di Puskesmas. Pasien lahir per vaginam. Pasien lahir dengan berat 3 kilo gram, cukup bulan dengan kelainan bawaan bibir sumbing(+), kelainan lain (-).

Riwayat tumbuh kembang: Perkembangan nomal,tetapi pasien belum bisa mengucapkan kata.

Riwayat Penyakit Dahulu : Asma (-), penyakit kuning (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : Orang tua pasien mengaku terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama yaitu pada anak pertamanya, namun tidak ada anggota keluarga baik dari keturunan ibu ataupun ayah pasien yang pernah menderita bibir sumbing.

Riwayat Alergi : Pasien disangkal adanya alergi terhadap obat atau makanan tertentu.

Riwayat sosial: Ibu pasien berumur 28 tahun dan ayah pasien berumur 27 tahun. Pekerjan kedua orang tua pasien adalah petani dengan penghasilan yang tak tentu.

III.1

PEMERIKSAAN TANDA VITAL

Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu BB III.2

: Sakit sedang : Compos mentis : - mmHg : 92 x/menit : 32 x/menit : 36oC : 6,8 kg

PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik umum : 1. Kepala Leher Kepala : Normochepali, deformitas (-) Mata : Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterus -/-, pupil isokor diameter 2 mm/2mm, refleks pupil (+/+) THT : Telinga: bentuk telinga kanan/kiri normal, infeksi telinga -/Hidung: deviasi ( -), deformitas os nasal (-). Mulut: labium superior sinistra tampak celah sepanjang 2 cm kearah nares anterior sinistra, celah palatum durum (-) Leher : massa (-), tidak terdapat pembesaran KGB

2. Thoraks Kardiovaskuler Inspeksi : tampak pergerakan dinding thoraks simetris, retraksi (-), iktus kordis tidak tampak. Palpasi : Teraba pergerakan dinding thorak simetris, Perkusi : Paru : sonor pada daerah dinding thorak sinistra dan dekstra Jantung : pekak dengan batas kanan atas ICS II parasternalis dekstra, batas kiri atas pada ICS II parasternalis sinistra, batas kiri bawah pada ICS V midclavicular line. Auskultasi : Jantung : suara jantung S1 S2 reguler tunggal, murmur -/-, gallop -/-. Paru : Suara napas terdengar vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.

3. Abdomen Inspeksi : kulit tampak normal, dinding abdomen tidak tampak distensi, tidak terdapat jaringan sikatrik, tidak tampak massa. Auskultasi : terdengar bising usus pada semua lapang abdomen. Perkusi : timpani pada semua lapang abdomen Palpasi : dinding perut supel, nyeri tekan (-) pada seluruh area abdomen,

4. Urogenital Suprapubis : massa (-), nyeri tekan (-) Genitalia : kedua testis (+), kelainan bawaan (-)

5. Anal perianal Anus (+)

6. Ekstrimitas atas Axilla Inspeksi : Edema -/-, deformitas -/Palpasi : nyeri tekan (-) motorik dan sensibilitas baik

Pembesaran KGB -/-

7. Ekstrimitas bawah III.3 Inspeksi : Edema -/-, deformitas -/Palpasi : nyeri tekan (-) motorik baik

STATUS LOKALIS a/r LABIUM SUPERIOR SINISTRA

IV.

LABORATORIUM

Hb Ht Leukosit Trombosit GDS SGOT SGPT Ureum Kreatinin HbsAg

: 12,3 g/dl : 37,6 % : 9.320 /ul : 591.000 /ul : 90 mg/dl : 38 u/l : 23 u/l : 4 mg/dl : 0,4 mg/dl : Non reaktif

V.

RESUME

Pasien seorang laki-laki berusia 5 bulan dikeluhkan bibir sumbing pada bagian bibir atas sebelah kiri sejak lahir. lima bulan yang lalu (SMRS) pasien dilahirkan dari seorang Ibu yang berumur 28 tahun. Ibu pasien mengatakan bahwa kelainan pada bibir anaknya sangat mengganggu asupan ASI yang diberikan. Tidak ada keluhan demam, batuk , dan sesak napas. Buang air besar dan buang air kecil normal. Ibu pasien mengaku selama kehamilan rutin kontrol kehamilan di puskesmas. Selama kontrol kehamilan tidak pernah ditemukan adanya kelainan dan biasa mendapatkan vitamin dari puskesmas. Namun ibu pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi vitamin-vitamin tersebut dengan alasan tidak berani minum obat. Kebiasaan ini tetap dilakukan ibu pasien sampai pasien lahir. Ibu Pasien mengaku selama kehamilan pola makan baik, makan 3-4x/hari, 1x makan habis 1 piring nasi beserta lauk pauk dan sayuran. Pasien pun menyangkal riwayat konsumsi minuman beralkohol, merokok , narkotika, konsumsi obat dalam jangka waktu lama, jamujamuan, dan rontgen. Ibu pasien juga mengaku terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama yaitu pada anak pertamanya, namun tidak ada anggota keluarga baik dari keturunan ibu ataupun ayah pasien yang pernah menderita bibir sumbing.

VI.

DIAGNOSIS KERJA Labioschisis unilateral sinistra incomplete

VII.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL Palatoskisis Labiognatopalatoskisis

Meloskisis

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG - Pre op Pemeriksaan laboratorium darah lengkap Rontgen IX. RENCANA TRAPI Labioplasty

X.

PROGNOSIS Dubia ad bonam

XI.

FOLLOW UP Tanggal 12 Juni 2013 TD N = - mmHg = 92 x/menit R = 26x/menit S= 36oC

S/ O/

Terdapat celah pada bibir bagian atas, rewel (-), puasa (+) Keadaan umum Kesadaran Status Generalis = Sakit sedang = Compos mentis = dalam batas normal

Status lokalis a/r labium superior sinistra Inspeksi : terdapat celah pada bibir bagian atas sejak lahir, ukuran 2 cm.

A/ Pre OP labioschizis Tanggal 13 Juni 2013 S/ O/ Rewel (+), nyer pada bagian lika post op. Keadaan umum Kesadaran TD = - mmHg = Sakit sedang = Compos mentis R= 26 x/menit

= 90 x/menit S= 36,7oC

Status lokalis a/r labium superior sinistra

Inspeksi Palpasi A/ P/

: tampak luka post op tertutup verban, rembesan darah ( - ) : nyeri tekan ( + ). Post op Labioplasty e.c labioschizis hari 1

IVFD RL asnet Cefotaxime inj 2 x 300 g Parasetamol oral syr 3 x 1 cth

Tanggal 14 Juni 2013 S/ O/ Rewel (+), nyer pada bagian lika post op. Keadaan umum Kesadaran TD N = - mmHg = baik = Compos mentis R= 26 x/menit

= 95 x/menit S= 37oC

Status lokalis a/r labium superior sinistra Inspeksi : tampak luka post op tertutup verban, rembesan darah ( - )

Palpasi

: nyeri tekan ( + ).

A/ Post op Labioplasty e.c labioschizis hari 2 P/ BLPL

TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa.1 Fogh Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.2 Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Hidayat dan kawan kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk. Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multifaktor. Selain faktor genetik juga terdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit adalah usia ibu waktu melahirkan, perkawinan antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zn waktu hamil dan defisiensi vitamin B6.1 Bayi yang terlahir dengan labioschisis harus ditangani oleh klinisi dari multidisiplin dengan pendekatan team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek multidisiplin tersebut. Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada masalah lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah pendengaran, bicara, gigi-geligi dan psikososial. Masalah-masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi anatomis, dan pada akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan, dan sebaiknya kontinyu sejak bayi lahir sampai remaja. Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu pada waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang serta perkembangan bicara. Penatalaksanaan labioschisis adalah operasi. Bibir sumbing dapat ditutup pada semua

usia, namun waktu yang paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu, berat badan mencapai 10 pon, Hb > 10g%. Dengan demikian umur yang paling baik untuk operasi sekitar 3 bulan.1,5 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bustami dan kawan-kawan diketahui bahwa alasan terbanyak anak penderita labioschisis terlambat (berumur antara 5- 15 tahun) untuk dioperasi adalah keadaan sosial ekonomi yang tidak memadai dan pendidikan orang tua yang masih kurang.1

BAB II LABIOSCHISIS

2.1

ANATOMI BIBIR Menurut The American Joint Committee on Cancer, bibir merupakan bagian dari

cavum oris, mulai dari perbatasan vermilion-kulit dan meliputi seluruh vermilion saja. Tetapi para ahli bedah menyebutkan bahwa bibir atas meliputi seluruh area dibawah hidung, kedua lipatan nasolabialis, kemudian intraoral sampai sulcus gingivolabialis, dan bibir bawah meliputi vermilion, lipatan labiomentalis sampai sulcus gingivolabialis intraoral. Bibir terdiri dari 3 seksi yaitu kutaneus, vermilion dan mukosa. Bibir bagian atas disusun 3 unit kosmetik yaitu 2 lateral dan 1 medial. Cupid bow adalah proyeksi ke bawah dari unit philtrum yang memberi bentuk bibir yang khas. Proyeksi linear tipis yang memberi batas

bibir atas dan bawah secara melingkar pada batas kutaneus dan vermilion disebut white roll. Bibir bagian bawah memiliki 1 unit kosmetik yaitu pada bagian mental crease yang memisahkan bibir dengan dagu. Vermilion merupakan bagian bibir yang paling penting dari sisi kosmetik. Lapisan sagital bibir dari luar ke dalam yaitu epidermis, dermis, jaringan subkutaneus, m.orbicularis oris, submukosa dan mukosa. Bibir atas yang normal mempunyai otot orbicularis oris utuh, 2 buah philthrum ridge yang sejajar dan sama panjang dengan di tengahnya terbentuk philthrum dimple. Disamping itu mempunyai cupid bow, dibagian permukaan mempunyai vermilion yang simetris (milard).

Gambar 1. Anatomi bibir

Vaskularisasi Bibir Berasal dari a. labialis superior dan inferior, cabang dari a. facialis. Arteri labialis terletak antara m. orbicularis oris dan submukosa sampai zona transisi vermilion-mukosa.

Inervasi Bibir Inervasi sensoris bibir atas berasal dari cabang n. cranialis V (n. trigeminus) dan n. infraorbitalis. Bibir bawah mendapat inervasi sensoris dari n. mentalis. Pengetahuan inervasi sensoris ini penting untuk melakukan tindakan blok anestesi. Inervasi motorik bibir berasal dari n. cranialis VII (n. facialis). Ramus buccalis n.facialis meninervasi m. orbicularis oris dan m. elevator labii. Ramus mandibularis n. facialis menginervasi m. orbicularis oris dan m. depressor labii.

Muskulus Bibir Muskulus utama bibir adalah m. orbicularis oris yang melingkari bibir. Muskulus ini tidak melekat pada tulang, berfungsi sebagai sfingter rima oris. Dengan gerakan yang kompleks, muskulus ini berfungsi untuk puckering, menghisap, bersiul, meniup dan menciptakan ekspresi wajah. Kompetensi oris dikendalikan oleh m. orbicularis oris, dengan musculus ekspresi wajah lainnya daerah otot ini dikenal dengan istilah modiolus.

1. Muskulus elevator terdiri dari m. levator labii superior alaeque nasi, m. levator labii superior, m. zygomaticum major, m. zygomaticum minor dan m. levator anguli oris. 2. Muskulus retraktor bibir atas disusun oleh m. zygomaticum major, m. zygomaticum minor dan m. levator anguli oris. 3. Muskulus depresor meliputi m. depresor anguli oris dan m. depresor labii inferior. Muskulus retraktor bibir bawah terdiri dari m. depresor anguli oris dan m. platysma, sedangkan m. mentalis berfungsi untuk protrusi bibir.

Gambar 2. Muskulus Bibir

Gambar 3. Anatomi Normal Bibir

2.2

DEFINISI

Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada bagian bibir yang berwarna samapai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisis unilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.4

Gambar 4. Bayi dengan Labioschisis.

2.3

EMBRIOMORFOGENESIS & PATOFISIOLOGI Secara embriologik rangka dan jaringan ikat pada muka (kecuali kulit dan otot),

termasuk palatum, berasal dari sel-sel neural crest di cranial, sel-sel inilah yang memberikan pola pada pertumbuhan dan perkembangan muka. Pertumbuhan fasial sendiri dimulai sejak penutupan neuropore (neural tube) pada minggu ke4 masa kehamilan; yang kemudian dilanjutkan dengan rangkaian proses kompleks berupa migrasi, kematian sel terprogram,

adhesi dan proliferasi sel-sel neural crest.

Ada 3 pusat pertumbuhan fasial, yaitu : 1. Sentra prosensefalik Bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal otak, tulang frontal, dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksiladan septum nasal (regiofrontonasal). 2. Rombensefalik Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka bagian bawah (regio latero-posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami tumpang tindih (overlap) akibat impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut diacephalic borders.

3. Diasefalik Diacephalic borders pertama yaitu sela tursika, orbitadan ala nasi, selanjutnya ke arah filtrum; danfiltrum merupakan pertanda (landmark) satu-satunya dari diacephalic borders yang bertahan seumur hidup. Diacephalic borders kedua adalah regio spino-kaudal dan leher.

Gambar 5. Embryo berusia 2 minggu dengan sentra-sentra pertumbuhan : a. sentra prosensefalik b. sentra diasefalik & c. sentra rombensefalik Gangguan pada pusat-pusat pertumbuhan maupun rangkaian proses kompleks sel-sel neural crest menyebabkan malformasi berupa aplasi, hipoplasi dengan atau tanpa displasi, normoplasi dan hiperplasi dengan atau tanpa displasi. Perkembangan palatum berlangsung pada minggu ke 4 - 12 kehamilan. Setelah penutupan neuropore (pada minggu ke-4), primary palate membentuk premaksila (sentra prosensefalik). Rangkaian prosesnya terdiri dari inisialisasi, proliferasi neural crest dan pertumbuhan mesenkim membentuk prosesus frontonasal. Secondary palate (90% hard palate dan 10% soft palate) dibentuk dari segmen lateral (sentra rombensefalik, pada minggu ke-6), yang kemudian akan mengalami fusi dengan median plane (akhir minggu ke-7). Palatine shelves mulanya berkembang ke arah bawah, membentuk lidah. Bersamaan dengan pertumbuhan mandibula, palatine shelves terproyeksi pada bidang horizontal; mengalami fusi di medial dengan septum nasi (minggu ke 9-10); proses fusi ini membentuk palatum bagian anterior sampai posterior. Kematian sel epitel (terprogram) di sisi median memungkinkan proses penyatuan sel-sel mesenkhim pada saat mencapai garis tengah, membentuk palatum secara utuh. Secara ringkas, rangkaian proses pembentukan secondary palate terdiri dari pertumbuhan sel mesenkim (proliferasi dan migrasi) dilanjutkan elevasi palatine shelves, proses fusi yang terdiri dari kontak epitel, epithelial breakdown (programmed

cell death) dilanjutkan oleh penggantian sel-sel mesenkim di garismedian. Pembentukan bibir atas melalui rangkaian proses sebagaimana berikut. Sisi lateral bibir atas, dibentuk oleh prominensi maksila kiri dan kanan; sisi medial (filtrum) dibentuk oleh fusi premaksila dengan prominensi nasal. Ketiga prominensi ini kemudian mengalami kontak membentuk seluruh bibir atas yang utuh. Gangguan yang terjadi pada rangkaian proses sebagaimana diuraikan diatas akan menyebabkan adanya celah baik pada bibir (jaringan lunak) maupun gnatum, palatum, nasal, frontal bahkan maksila dan orbita (rangka tulang). Dan berdasarkan teori ini, dikatakan bahwa sumbing bibir dan langitan, merupakan suatu bentuk malformasi (aplasi-hipoplasi) yang paling ringan dari facial cleft, yang mencerminkan gangguan pertumbuhan pada sentra prosensefalik rombensefalik dan diasefalik

2.4

ETIOLOGI

Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik dan factor-faktor lingkungan. Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan mengalami labioschisis. Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioschisis meningkat bila keturunan garis pertama (ibu, ayah, dan saudara kandung) mempunyai riwayat labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioschisis.6

Menurut Mansjoer dan kawan-kawan, hipotesis yang diajukan antara lain:7 Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam folat, vitamin C, dan Zn) Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia. Faktor genetik Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali.7

2.5

KLASIFIKASI

Labioschisis diklasifikasikan berdasarkan lengkap/ tidaknya celah yang


23

terbentuk :6,7 Komplit Inkomplit

Dan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan :6 Unilateral Bilateral

Gambar 6. Klasifikasi Labioschisis.6

2.6

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain :4,5

Masalah asupan makanan


24

Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis. Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga daapt membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.

Masalah Dental Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari celah bibir yang terbentuk.

Infeksi telinga Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.

Gangguan berbicara Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, and ch", and terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.
25

2.7

PENATALAKSANAAN

Idealnya, anak denga labioschisis ditatalaksana oleh team labiopalatoschisis yang terdiri dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodontis, psikologi, dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan sejak bayi tersebut lahir sampai berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan.6,7

Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu :

1. Tahap sebelum operasi Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.
26

2. Tahap sewaktu operasi Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna.

Teknik Operasi Terdapat beberapa metode labioplasty diantaranya : teknik Rose-Thompson, teknik flap quadrangularis, teknik flap triangularis, teknik Millard dan takenik modifikasi Mohler. Namun yang paling umum digunakan adalah teknik Millard yang caranya didasari oleh gerakan memutar dan memajukan (rotation and advancement). Teknik operasinya yaitu pertama dari sisi lateral, mukosa dikupas dari otot orbikularis oris. Kemudian otot orbikularis oris bagian merah bibir dipisahkan dari sisanya. Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot orbikularis oris secara tajam, sampai kira-kira sulkus nasoabialis. Lepaskan mukosa bibir dari rahang pada lekuk pertemuannya, secukupnya. Kemudian otot dibebaskan dari mukosa hingga terbentuk 3 lapis flap : mukosa, otot dan kulit. Lalu pada sisi medial, mukosa dilepaskan dari otot. Dibuat flap C. Kemudian dibuat insisi 2 mm dari pinggir atap lubang hidung, bebaskan kulit dari mukosa dan tulang rawan alae, menggunakan gunting halus melengkung. Letak tulang rawan alae diperbaiki dengan tarikan jahitan yang dipasang ke kulit. Setelah jahitan terpasang, lekuk atap dan lengkung atas atap lubang hidung lebih simetris. Kolumela dengan rangka tulang rawan dan vomer yang miring dari depan ke belakang sulit diperbaiki, sehingga masih miring. Luka di pinggir dalam atap nares dijahit. Kemudian mukosa oral mulai dari kranial, menghubungkan sulkus ginggivo labialis. Jahitan diteruskan ke kaudal sampai ke dekat merah bibir. Setelah itu otot dijahit lapis demi lapis. Jahitan kulit dimulai dari titik yang perlu ditemukan yaitu ujung busur Cupido. Diteruskan ke atas dan ke mukosa bibir. Jaringan kulit atau mukosa yang berlebihan dapat dibuang. Sebaiknya luka operasi ditutup dengan tule yang mengandung bahan pencegah perlenngketan dan kasa lembab selama 1 hari, untuk
27

menyerap rembesan darah/serum yang masih akan keluar. 1 hari sesudahnya baru luka dirawat terbuka dengan pemberian salep antibiotik.

Gambar 7. Reparasi labioschisis (labioplasti). (A and B) pemotongan sudut celah pada bibir dan hidung. (C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura. (D) bagian atas bibir disatukan, dan (E) jahitan memanjang sampai kebawah untuk menutup celah secara keseluruhan. Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah ( gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 89 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.

3. Tahap setelah operasi. Komplikasi Operasi Wound dehiscence paling sering terjadi akibat ketegangan yang berlebih dari tempat operasi Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah. Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada
28

bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam. Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah operasi. Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total dari segmen lateral otot orbikularis. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang penting lengkung Perawatan Pasca bedah. Pemberian makanan per-oral : Untuk anak-anak yang mengkonsumsi ASI, dapat terus disusui setelah operasi. Bagi anak-anak yang menggunakan botol, disarankan untuk menggunakan ujung kateter yang lunak selama 10 hari, baru dilanjutkan dengan penggunaan ujung dot yang biasa. Aktivitas : Tidak ada batasan aktivitas tertentu yang perlu dilakukan, namun hendaknya aktivitas perlu diperhatikan untuk meminimalisasi risiko trauma pada luka operasi. Perawatan bibir : Garis jahitan yang terpapar pada dasar hidung dan bibir dapat dibersihkan dengan kapas yang diberi larutan hidrogen peroksida dan salep antibiotika yang diberikan beberapa kali perhari. Jahitan dapat diangkat pada hari ke 5 -7.

Follow up Setelah operasi labioplasti, pasien harus dievaluasi secara periodik terutama status kebersihan mulut dan gigi, pendengaran dan kemampuan berbicara, dan juga keadaan psikososial.

29

Gambar 8. Sebelum dan sesudah tindakan operasi.

2.8

PROGNOSIS

Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak labioschisis.

30

Tabel1: Intervesi pada pasien labiognatopalatoschisis8 Intervensi berdasarkan umur* Umur Intervensi

Referred to cleft lip and palate team Diagnosis dan konseling genetik Mengatasi masalah psikososial Memberikan petunjuk pemberian makan Membuat perencanan pemberian makan Referred to cleft lip and palate team Diagnosis dan konseling genetik Mengatasi masalah psikososial Menyediakan instruksi pemberian makan dan memeriksa

Prenatal

lahir-1 bulan

pertumbuhan Periksa pemberian makan dan pertumbuhan Operasi bibir sumbing (labioplasty) Pemeriksaan telinga dan pendengaran Periksa pemberian makan dan tumbuh kembang Pemeriksaan telinga dan pendengaran Operasi celah palatum (palatoplasty) Menyediakan instruksi menjangga hygiene mulut Menilai telinga dan pendengaran
31

1-4 bulan

5-15 bulan

16-24

Intervensi berdasarkan umur* Umur Intervensi

Menilai pecakapan dan bahasa Memeriksa perkembangan Menilai pecakapan dan bahasa, Mengatasi velopharyngoplasty Pemeriksaan telinga dan pendengaran Pertimbangkan revisi bibir/hidung sebelum masuk sekolah Menilai pengembangan dan penyesuaian psikososial Menilai pecakapan dan bahasa, Mengatasi velopharyngoplasty

bulan

2.5 Tahun

Intervensi orthodontic (pengaturan lengkung gigi) 6-11 tahun


Cangkok tulang alveolar Menilai sekolah / penyesuaian psikososial Operasi rahang dan Rhinoplasty kalau diperlukan Jembatan Ortodonti, implan yang diperlukan Konseling genetik Menilai sekolah / penyesuaian psikososial


12.21

Tahun

32

BAB III KESIMPULAN

Bibir sumbing merupakan penyakit cacat bawaan. Penyebabnya terjadinya bibir sumbing ialah multifaktorial, seperti genetik, nutrisi, lingkungan, bahkan sosial ekonomi. Fogh Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Hidayat dan kawan kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk. Bayi yang terlahir dengan labioschisis harus ditangani oleh klinisi dari multidisiplin dengan pendekatan team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek multidisiplin tersebut. Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada masalah lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah pendengaran, bicara, gigi-geligi dan psikososial. Masalah-masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi anatomis, dan pada akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan, dan sebaiknya kontinyu sejak bayi lahir sampai remaja.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Bustami N, Joni R, Zahari A. Bibir Sumbing di Kabupaten 50 Kota dan Solok, Sumatra Barat. Padang : Ilmu Bedah FK Universitas Andalas/ RSUP Dr M Jamil.1997. 2. Converse JM, hogan VM, McCarthy JG. Cleft Lip And Palate, Introduction. Dalam: Reconstructive Plastic Surgery, ed. 11, vol. 4. Philadelphia: WB Saunders.
34

3. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal Dan Tingginya Prevalensi

Sumbing Bibir/Langit-Langit Di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (Laporan Pendahuluan). Disitasi dari : http://www.kalbe.co.id /files/cdk/files/18.html. Pada tanggal 16 Juni 2013.
4. Webmaster. Bibir sumbing. Disitasi dari : http://www.klikdokter.com/

illness/detail/104.htm. Pada tanggal 16 Juni 2013. 5. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jilid 2. Jakarta : EGC.2005.
6. Webmaster.

Cleft Lip and Palate. dari : http://www.healthofchild ren.com/C/Cleft-Lip-and-Palate.html?Comments[do]=mod&Comments[id] =4.htm. Pada tanggal : 16 Juni 2013.

7. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam : Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius FK UI. 2005. 8. Seattle Childrens Hospital, Research and Foundation. Cleft Lip and Palate. Disitasi dari http://www.seattlechildrens.org/. pada tanggal 16 Juni 2013.

35

You might also like