You are on page 1of 22

PENGENDALIAN INFEKSI Fakultas KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien dari rumah sakit pada saat pasien menjalani proses asuhan keperawatan. Infeksi nosokomial pada umumnya terjadi pada pasien yang dirawat di ruang seperti ruang perawatan anak, perawatan penyakit dalam, perawatan intensif, dan perawatan isolasi (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial menurut Brooker (2008) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut: 1. Definisi Pengendalian Infeksi 2. Cara penularan mikroorganisme 3. Faktor yang mempengaruhi proses infeksi 4. Infeksi nosokomial 5. Sterilisasi dan desinfeksi 6. Pencegahan infeksi 7. Masalah- masalah pada pengendalian infeksi 8. Proses keperawatan dengan masalah pengendalian infeksi

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pengendalian Infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).

Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi. Menurut Utama 2006, Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.

2.2 Rantai Infeksi

Menurut Perry Potter, 2005 proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai faktor yang mempengaruhi, Proses tersebut melibatkan beberapa unsur diantaranya: 1. Reservoir Merupakan habitat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme dapat berupa manusia, binatang, tumbuhan, maupun tanah. 2. Jalan Masuk Merupakan jalan masuknya mikroorganisme ketempat penampungan dari berbagai kuman, seperti saluran pencernaan, pernapasan, pencernaan, kulit dan lain-lain. 3. Inang (host) Merupakan tempat berkembangnya suatu mikroorganisme yang dapat didukung oleh ketahanan kuman. 4. Jalan Keluar Merupakan tempat keluarnya mikroorganisme dari reservoir, seperti sistem pernapasan, sistem pencernaan, alat kelamin dan lain-lain. 5. Jalur Penyebaran Merupakan jalur yang dapat menyebarkan berbagai kuman mikroorganisme ke berbagai tempat, seperti air, makanan, udara dan lain-lain.

2.3 Cara Penularan Mikroorganisme


Proses penyebaran mikroorganisme kedalam tubuh, baik pada manusia maupun hewan dapat melalui berbagai cara di antaranya : 1. Kontak Tubuh Kuman masuk ke dalam tubuh melalui proses penyebaran secara langsung maupun tidak langsung. Penyebaran secara langsung melalui sentuhan dengan kulit, sedangkan secara tidak langsung dapat melalui benda yang terkontaminasi kuman. 2. Makanan dan Minuman Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi, seperti pada penyakit tifus abdominalis penyakit infeksi cacing, dan lain-lain. 3. Serangga

Contoh proses penyebaran kuman melalui serangga adalah penyebaran penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk aedes dan beberapa penyakit saluran pencernaan yang dapat ditularkan melalui lalat. 4. Udara Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada penyebaran penyakit sistem pernapasan (penyebaran kuman tuberkolosis) atau sejenisnya.

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Infeksi


Faktor-faktor yang mempengaruhi proses infeksi adalah: 1. Sumber Penyakit Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi berjalan dengan cepat atau lambat. 2. Kuman Penyebab Kuman penyebab dapat menentukan jumah mikroorganisme, kemampuan

mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan virulensinya. 3. Cara Membebaskan Sumber Dari Kuman Cara membebaskan kuman dapat menentukan apakah proses infeksi cepat teratasi atau diperlambat, seperti tingkat keasaman (pH), suhu, penyinaran (cahaya) dan lain-lain. 4. Cara Penularan Cara penularan seperti kontak langsung melalui makanan atau udara dapat menyebabkan penyebaran kuman kedalam tubuh. 5. Cara Masuknya Kuman Proses penyebaran kuman berbeda tergantung dari sifatnya. Kuman dapat masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, kulit dan lain-lain. 6. Daya Tahan Tubuh Daya tahan tubh yang baik dapat memperlambat proses infeksi atau mempercepat proses penyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya tahan tubuh yang buruk dapat memperburuk proses infeksi. Selain faktor- faktor diatas, terdapat faktor lain seperti status gizi atau nutrisi, tingkat stress pada tubuh, faktor usia, dan kebiasaan yang tidak sehat.

2.5 Infeksi Nosokomial

Kata nosokomial berasal dari kata dalam bahasa yunani Nosokomien yang artinya rumah sakit atau tempat perawatan. Kata itu sendiri berasal dari Norus artinya penyakit, komeion berarti merawat. Nosokomial diartikan segala sesuatu yang berasal atau berhubungan dengan rumah sakit atau tempat perawatan. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran di sumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien, petugas kesehatan, pengunjung, maupun sumber lainnya. Penyebab Infeksi Nosokomial akan menjadi kuman yang berada di lingkungan Rumah Sakit atau oleh kuman yang sudah dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman Endogen. Dari batasan ini dapat disimpulkaan bahwa kejadian Infeksi Nosokomial adalah Infeksi yang secara potensial dapat dicegah atau sebaliknya dapat juga merupakan infeksi yang tidak dapat dicegah. Infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran disumber pelayanan kesehatan, baik melalui :

1. Pasien Pasien merupakan unsur pertama yang dapat menyebarkan infeksi kepada pasien lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau benda dan alat kesehatan yang lainnya. 2. Petugas kesehatan Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung yang dapat menularkan berbagai kuman ke tempat lain. 3. Pengunjung Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya yang dapat dari dalam rumah sakit keluar rumah sakit. 4. Sumber Lainnya Yang dimaksud disini adalah lingkungan rumah sakit yang meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit atau alat yang ada dirumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan kepada pasien dan sebaliknya. Dan pada umumnya infeksi Nosokomial yang mendapat perhatian hanyalah infeksi yang terjadi pada penderita yang sedang dirawat dirumah sakit. Infeksi yang tidak diketahui masa inkubasinya yang timbul pada penderita yang dirawat inap, harus dianggap sebagai infeksi nosokomial sampai dapat dibuktikan secara klinis ataupun epidemiologis bahwa infeksi dapat dibuktikan secara klinis ataupun epidiomiologis bahwa infeksi tersebut berasal dari masyarakat.

Infeksi nosokomial dapat secara eksogen atau endogen. Infeksi eksogen didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang bukan merupakan flora normal, contohnya adalah organisme salmonella dan clostridium tetani. Infeksi endogen dapat terjadi bila sebagian flora normal klien berubah dan terjadi pertumbuhan yang berlebihan. Contohnya adalah infeksi yang disebabkan enterokokus, ragi, dan steptokokus. Bila organisme dalam jumlah cukup yang normalnya ditemukan dalam salah satu rongga atau lapisan tubuh dipindahkan kebagian tubuh lain, terjadi infeksi endogen. Misalnya penularan dari enterokokus, normalnya ditemukan dalam feses, dari tangan kekulit sering mengakibatkan infeksi luka. Jumlah mikroorganisme yang diperlukan untuk menyebabkan infeksi nosokomial bergantung pada virulensi organisme, kerentanan hospes dan daerah yang diinfeksi. Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, jenis dan jumlah prosedur invasif terapi resiko yang diterima dan lama perawatan mempengaruhi resiko terinfeksi. Tempat utama untuk infeksi nosokomial piratorius, dan pembuluh darah. Infeksi nosokomial meningkatkan biaya perawatan kesehatan secara signifikan, lamanya masa rawat diinstitusi layanan kesehatan, meningkatnya ketidakmampuan, peningkatan biaya antibodi dan masa penyembuhan yang memanjang yang menambah pengeluaran klien, juga institusi layanan kesehatan dan badan pemberian dana (misalnya medicare). Seringkali biaya untuk infeksi nosokomial tidak diganti, oleh sebab itu pencegahan memiliki pengaruh finansial yang menguntungkan dan merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan perawatan. Terjadinya infeksi nosokomial adalah karena beberapa factor-faktor : 1. Agen penyakit Macam-macam agen penyakit dapat berupa kuman, virus, jamur, parasit atau rickettsia. Dan macam-macam agen penyakit ini ditentukan pula oleh patogenitasnya, virulensinya, daya invasifnya dan dosis infeksinya.

2. Reservoir/sumber Semua kuman ada reseviornya/sumbernya seperti virus, reseviornya adalah manusia, kuman positif gram manusia, tetapi kuman negatif dapat manusia dapat juga alam seperti Pseudomonas. Apabila reseviornya manusia, maka dapat berasal dari traktus respiratorius, traktus digestivus, traktus urogenitalis, kulit (variola) atau darah (hepatitis B).Kuman itu akan ada diudara pada debu seperti Salmonella, pada droplet seperti Mycrobacterium atau pada kulit yang lepas.

3. Lingkungan Keadaan udara sangat mempengaruhi seperti kelembapan udara, suhu dan pergerakan udara atau tekanan udara. 4. Penularan Penularan adalah perjalanan kuman patogen dari sumber ke hospes. Ada 4 jalan yang dapat ditempuh: a. Kontak langsung (perawat)

b. Alat (endoskop) c. Udara

d. Vektor (lalat) 5. Hospes Tergantung port d'entree (tempat masuknya penyakit) a. Melalui kulit seperti Leptospira atau Staphylococcus.

b. Melalui traktus digestivus seperti Eschericha coli, Shigella, Salmonela. c. Melalui traktus respiratoris bagian atas partikel =5. Apakah melalui traktus respiratorius bagian bawah partikel =5. d. Melalui traktus urinarius seperti Klebsiel la pneumoniae.

2.6 Sterilisasi Dan Desinfeksi


Sterilisasi Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau pengahncuran semua bentuk kehidupan mikroba yang dilakukan dirumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi. Strelisisasi juga dapat dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman pathogen atau apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara merembus, menggunakan panas tinggi, atau bahan kimia. Sterilisasai adalah tahap awal yang penting dari proses pengujian mikrobiologi. Ada 5 metode umum sterilisasi yaitu : Sterilisasi uap (panas lembap) Sterilisasi panas kering Sterilisasi dengan penyaringan Sterilisasi gas Sterilisasi dengan radiasi

A. Sterilisasi Uap

Sterilisasi uap dilakukan dengan autoklaf menggunakan uap air dalam tekanan sebagai pensterilnya. Bila ada kelembapan (uap air) bakteri akan terkoagulasi dan dirusak pada temperature yang lebih rendah dibandingkan bila tidak ada kelembapan. Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial dari organism tersebut : Prinsip cara kerja autoklaf Seperti yang telah dijelaskan sebagian pada bab pengenalan alat, autoklaf adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat & bahan yang menggunakan tekanan 15 psi (2 atm) dan suhu 1210 C. Untuk cara kerja penggunaan autoklaf telah disampaikan di depan. Suhu dan tekanan tinggi yang diberikan kepada alat dan media yang disterilisasi memberikan kekuatan yang lebih besar untuk membunuh sel dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk mesterilkan media digunakan suhu 121o C dan tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4 Kpa) selama 15 menit. Alasan digunakan suhu 121o C atau 249,8o F adalah karena air mendidih pada suhu tersebut jika digunakan tekanan 15 psi. Untuk tekanan 0 psi pada ketinggian di permukaan laut (sea level) air mendidih pada suhu 100o C, sedangkan untuk autoklaf yang diletakkan di ketinggian sama, menggunakan tekanan 15 psi maka air akan memdididh pada suhu 121o C. Ingat kejadian ini hanya berlaku untuk sea level, jika dilaboratorium terletak pada ketinggian tertentu, maka pengaturan tekanan perlu disetting ulang. Misalnya autoklaf diletakkan pada ketinggian 2700 kaki dpl, maka tekanan dinaikkan menjadi 20 psi supaya tercapai suhu 121o C untuk mendidihkan air. Semua bentuk kehidupan akan mati jika dididihkan pada suhu 121o C dan tekanan 15 psi selama 15 menit. Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf diganti dengan uap air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara dalam autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai dantimer mulai menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan dan tekanan dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 psi. Autoklaf tidak boleh dibuka sebelum tekanan mencapai 0 psi. Untuk mendeteksi bahwa autoklaf bekerja dengan sempurna dapat digunakan mikroba pengguji yang bersifat termofilik dan memiliki endospora yaitu Bacillus stearothermophillus, lazimnya mikroba ini tersedia secara komersial dalam bentuk spore strip. Kertas spore strip ini dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah proses sterilisai lalu ditumbuhkan pada media. Jika media tetap bening maka menunjukkan autoklaf telah bekerja dengan baik. B. Sterilisasi Panas Kering

Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan menggunakan oven pensteril karena panas kering kurang efektif untuk membunuh mikroba dibandingkan dengan uap air panas maka metode ini memerlukan temperature yang lebih tinggi dan waktu yang lebih panjang. Sterilisasi panas kering biasanya ditetapkan pada temperature 160-1700C dengan waktu 1-2 jam. Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak efektif untuk disterilkan dengan uap air panas, karena sifatnya yang tidak dapat ditembus atau tidak tahan dengan uap air.Senyawa-senyawa tersebut meliputi minyak lemak, gliserin (berbagai jenis minyak), dan serbuk yang tidak stabil dengan uap air.Metode ini juga efektif untuk mensterilkan alat-alat gelas dan bedah. Karena suhunya sterilisasi yang tinggi sterilisasi panas kering tidak dapat digunakan untuk alat-alat gelas yang membutuhkan keakuratan (contoh:alat ukur) dan penutup karet atau plastik. C. Sterilisasi dengan penyaringan Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi cairan yang mudah rusak jika terkena panas atu mudah menguap (volatile). Cairan yang disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan (ditekan dengan gaya sentrifugasi atau pompa vakum) yang berpori dengan diameter yang cukup kecil untuk menyaring bakteri. Virus tidak akan tersaring dengan metode ini.

D. Sterilisasi gas Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk membunuh mikroorganisme dan sporanya. Meskipun gas dengan cepat berpenetrasi ke dalam pori dan serbuk padat. Sterilisasi adalah fenomena permukaan dan mikroorganisme yang terkristal akan dibunuh. Sterilisasi gas biasanya digunakan untuk bahan yang tidak bisa difiltrasi, tidak tahan panas dan tidak tahan radiasi atau cahaya. E. Sterilisasi dengan radiasi Radiasi sinar gama atau partikel elektron dapat digunakan untuk mensterilkan jaringan yang telah diawetkan maupun jaringan segar. Untuk jaringan yang dikeringkan secara liofilisasi, sterilisasi radiasi dilakukan pada temperatur kamar (proses dingin) dan tidak mengubah struktur jaringan, tidak meninggalkan residu dan sangat efektif untuk membunuh mikroba dan virus sampai batas tertentu. Sterilisasi jaringan beku dilakukan pada suhu -40o Celsius. Teknologi ini sangat aman untuk diaplikasikan pada jaringan biologi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sterilisasi, di antaranya: 1. Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih dan masih berfungsi. 2. Peralatan yang akan disterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas dengan menyebutkan jenis peralatan, jumlah, tanggal pelaksanaan steril. 3. Penataan alat harus berprinsip semua bagian dapat steril. 4. Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril selesai. 5. Memindahkan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril. 6. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila terbuka harus dilakukan sterilisasi ulang. Desinfeksi Desinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada objek yang tidak hidup dengan pengecualian pada endospora bakteri. Desinfeksi juga dikatakan suatu tindakan yang dilakukan untuk membunuh kuman patogen dan apatogen tetapi tidak dengan membunuh spora yang terdapat pada alat perawatan ataupun kedokteran. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan melalui cara mencuci, mengoles, merendam dan menjcmur dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi, dan mengondisikan alat dalam keadaan siap pakai. Kemampuan desinfeksi ditentukan oleh waktu sebelum pembersihan objek, kandungan rat organik, tipe dan tingkat kontaminasi mikroba, konsentrasi dan waktu pemaparan, kealamian objek, suhu, dan derajat keasaman (pH). Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya. Desinfektan akan membantu mencegah infeksi terhadap pasien yang berasal dari peralatan maupun dari staf medis yang ada di RS dan juga membantu mencegah tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien. Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati. Kriteria desinfeksi yang ideal: 1. Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar

2. Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur dan kelembaban 3. Tidak toksik pada hewan dan manusia 4. Tidak bersifat korosif 5. Tidak berwarna dan meninggalkan noda 6. Tidak berbau/ baunya disenangi 7. Bersifat biodegradable/ mudah diurai 8. Larutan stabil 9. Mudah digunakan dan ekonomis 10. Aktivitas berspektrum luas

Tujuan dari sterilisasi dan desinfeksi adalah:


Mencegah terjadinya infeksi Mencegah makanan menjadi rusak Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industry Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yg dipakai dalam melakukan biakan murni.

Hasil proses desinfeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor: Beban organik (beban biologis) yang dijumpai pada benda. Tipe dan tingkat kontaminasi mikroba. Pembersihan/dekontaminasi benda sbelumnya. Konsentrasi desinfektan dan waktu pajanan. Struktur fisik benda. Suhu dan PH dari proses desinfeksi Terdapat 3 tingkat desinfeksi: Desinfeksi tingkat tinggi Membunuh semua organisme dengan perkecualian spora bakteri. Desinfeksi tingkat sedang Membunuh bakteri kebanyakan jamur kecuali spora bakteri. Desinfeksi tingkat rendah

Membunuh kebanyakan bakteri beberapa virus dan beberapa jamur tetapi tidak dapat membunuh mikroorganisme yang resisten seperti basil tuberkel dan spora bakteri.

2.7 Pencegahan Infeksi


Prinsip Pencegahan infeksi 1. Beberapa definisi dalam pencegahan infeksi, antara lain adalah:

a) Antiseptik Antiseptik adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya. b) Aseptik Aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan menyebabkan infeksi. Tujuannya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat digunakan dengan aman. c) Dekontaminasi Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap benda benda tersebut setelah

terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh d) Desinfeksi Tindakan yang tindakan menghilangkan sebagian besar mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati. e) Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) Suatu proses yang menghilangkan mikroorganisme kecuali beberapa endospora bakteri pada benda mati dengan merebus, mengukus, atau penggunaan desinfektan kimia. f) Mencuci dan membilas

Suatu proses yang secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran, darah, dan bagian tubuh lain yang tampak pada objek mati dan membuang sejumlah besar mikro organisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani benda tersebut (proses ini terdiri dari pencucian dengan sabun atau deterjen dan air, pembilasan dengan air bersih dan pengeringan secara seksama). g) Sterilisasi Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau instrument. 2. Prinsip-prinsip pencegahan infeksi yang efektif berdasarkan:

a.

Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat asimptomatik (tanpa gejala).

b. Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi. c. Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akan dan telah bersentuhan dengan kulit tak utuh, selaput mukosa, atau darah harus dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan harus dilakukan proses pencegahan infeksi secara benar. d. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi. e. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tetapi dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi yang benar dan konsisten.

3. Tindakan-tindakan pencegahan infeksi meliputi : a. Pencucian tangan.

b. Penggunaan sarung tangan. c. d. Penggunaan cairan antiseptic untuk membersihkan luka pada kulit. Pemrosesan alat bekas pakai (dekontaminasi, cuci dan bilas, desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi). e. Pembuangan sampah.

Daya tahan Hospes (manusia)


Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen. Meskipun

seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis, pemberian obat dan penyakit penyerta. Faktor yang berpengaruh pada kejadian infeksi klien: Jumlah tenaga kesehatan yang kontak langsung dengan pasien Jenis dan jumlah prosedur invasive Terapi yang diterima Lamanya perawatan Penyebab infeksi nosokomial meliputi: Traktus urinarius: Pemasangan kateter urine Sistem drainase terbuka Kateter dan selang tdk tersambung Obstruksi pada drainase urine Tehnik mencuci tangan tidak tepat Traktus respiratorius: 1. Peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi 2. Tidak tepat penggunaan tehnik aseptif saat suction 3. Pembuangan sekresi mukosa yg kurang tepat 4. Tehnik mencuci tangan tidak tepat Luka bedah/traumatik: 1. Persiapan kulit yg tdk tepat sblm pembedahan 2. Tehnik mencuci tangan tidak tepat 3. Tidak memperhatikan tehnik aseptif selama perawatan luka 4. Menggunakan larutan antiseptik yg terkontaminasi Aliran darah: 1. Kontaminasi cairan intravena saat penggantian 2. Memasukkan obat tambahan dalam cairan intravena 3. Perawatan area insersi yg kurang tepat 4. Jarum kateter yg terkontaminasi 5. Tehnik mencuci tangan tidak tepat

Asepsis berarti tidak adanya patogen penyebab penyakit. Teknik aseptik adalah usaha yang dilakukan untuk mempertahankan klien sedapat mungkin bebas dari mikroorganisme. Asepsis terdiri dari asepsis medis dan asepsis bedah.Asepsis medis dimaksudkan untuk mencegah penyebaran mikroorganisme. Contoh tindakan: mencuci tangan, mengganti linen, menggunakan cangkir untuk obat. Obyek dinyatakan terkontaminasi jika mengandung/diduga mengandung patogen.Asepsis bedah, disebut juga tehnik steril, merupakan prosedur untuk membunuh mikroorganisme.Sterilisasi membunuh semua mikroorganisme dan spora, tehnik ini digunakan untuk tindakan invasif. Obyek terkontaminasi jika tersentuh oleh benda tidak steril. Prinsip-prinsip asepsis bedah adalah sebagai berikut: 1. Segala alat yang digunakan harus steril 2. Alat yang steril akan tidak steril jika tersentuh 3. Alat yang steril harus ada pada area steril 4. Alat yang steril akan tidak steril jika terpapar udara dalam waktu lama 5. Alat yang steril dapat terkontaminasi oleh alat yang tidak steril 6. Kulit tidak dapat disterilkan

2.8 Proses keperawatan pada masalah pengendalian infeksi 1. Pengkajian keperawatan


Merupakan tindakan mengkaji ada atau tidaknya faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan infeksi, seperti penurunan daya tahan tubuh, status nutrisi, usia, stress, dan lain-lain.pengkajian selanjutnya adalah memeriksa ada atau tidaknya tanda klinik infeksi (seperti pembengkakan, kemerahan, panas, nyeri pada daerah lokalisasi infeksi) dan tanda sistemik (seperti demam, malaise, anoreksia, sakit kepala, muntah, atau diare).

2. Diagnosis keperawatan
Hal yang perlu diperhatikan adalah risiko terjadinya infeksi yang berhubungan dengan proses penyebaran teman.

3. Perencanaan keperawatan
Tujuan: Mencegah terjadi infeksi atau penyebaran kuman Rencana tindakan: Melakukan tindakan untuk menghambat penyebaran kuman, seperti mencuci tanagan, memakai masker, memakai sarung tangan, sterilisasi, dan desinfeksi.

4. Pelaksanaan (tindakan) keperawatan


A. Cara mencuci tangan Mencuci kedua tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan perawat dalam memberikan tindakan keperawatan yang bertujuan membersihkan tangan dari segala kotoran, mencegah terjadinya infeksi silaang melalui tangan, dan mempersiapkan bedah atau tindakan pembedahan a. Teknik mencuci biasa Alat dan bahan: 1. Air bersih 2. Handuk 3. Sabun 4. Sikat lunak Prosedur kerja : 1. Lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau jam tangan 2. Basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air, kemudian sabuni dan sikat bila perlu 3. Bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan dengan handuk atau lap kering

b. Teknik mencuci dengan disinfektan Alat dan bahan : 1. Air bersih 2. Larutan disinfektan lisol / savlon 3. Handuk / lap kering Prosedur kerja 1. lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau jam tangan 2. basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air, kemudian gosokan larutan disinfektan dan sikat bila perlu 3. bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan dengan handuk atau lap kering

c.

Teknik mencuci steril Alat dan bahan :

1. air mengalir

2. sikat steril dalam tempat 3. alcohol 70 % 4. sabun

Prosedur kerja 1. lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau jam tangan 2. basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air, kemudian tuang sabun (2-5 ml) ke tangan dan gosokan tangan serta lengan sampai 5cm di atas siku, kenudian sikat ujung jari, tangan, lengan, dan kuku sebanyak kurang lebih 15 kali gosokan, sedangkan telapak tangan 10 kali gosongkan bingga siku. 3. Bilas dengan air bersih yang mengalir 4. Setelah selesai tangan tetap di arahkan ke atas 5. Gunakan sarung tangan steril

B. Cara menggunakan sarung tangan Sarung tangan digunakan dalam melakukan prosedur tindakan keperawatan dengan tujuan mencegah terjadinya penularan kuman dan mengurangi risiko tertularnya penyakit. Alat dan bahan: 1. Sarung tangan 2. Bedak/ talk Prosedur kerja 1. Cuci tangan secara menyeluruh 2. Bila sarung tangan belum dibedaki, ambil sebungkus bedak, dan tuangkan sedikit. 3. Pegang tepi sarung tangan dan masukan jari- jari tangan, pastikan ibu jari dan jari- jari lain tepat pada posisinya. 4. Ulangi pada tangan kiri 5. Setelah terpasang, cukupkan kedua tangan.

C. Cara menggunakan masker Tindakan pengamanan dengan menutup hidung dan mulut menggunakan masker bertujuan mencegah atau mengurangi transmisi droplet mikroorganisme saat merawat pasien.

Alat dan bahan: 1. Masker

Prosedur kerja: A. Tentukan tepi atas dan bawah bagian masker B. Pegang kedua tali masker. C. Ikatan pertama, bagian atas berada pada kepala, sedangkan ikatan kedua berada pada bagian belakang leher.

D. Cara desinfeksi a. Cara desinfeksi dengan Mencuci Prosedur kerja 1. Cucilah tangan dengan sabun kemudian bersihkan, kemudian siram atau membasahi dengan alcohol 70%. 2. Cucilah luka dengan H202, betadine, atau larutan lainnya. 3. Cuculah kulit atau jaringan tubuh yang akan dioperasi dengan yodium tinktur 3%, kemudian dengan alcohol. 4. Cucilah vulva dengan larutan sublimat atau larutan sejenisnya.

b. Cara desinfeksi dengan mengoleskan Prosedur kerja: Oleskan luka dengan merkurokrom atau bekas luka jahitan menggunakan alcohol menggunakan alcohol atau betadine.

c.

Cara desinfeksi dengan merendam Prosedur kerja:

1. Rendamlah tangan dengan larutan lisol 0,5% 2. Rendamlah peralatan dengan larutan lisol 3-5% selama 2 jam. 3. Rendamlah alat tenun dengan lisol 3-5% kurang lebih 24 jam

d. Cara desinfeksi dengan menjemur Prosedur kerja Jemurlah kasur, tempat tidur, urinal, pispot, dan lain- lain; masing- masing permukaan selama 2 jam.

5. Cara membuat larutan desinfeksi

a.

Sabun Alat bahan

1. Sabun padat/ cream/ cair 2. Gelas ukuran 3. Timbangan 4. Sendok makan 5. Alat pengocok 6. Air panas/ hangat dalam tempatnya 7. Baskom Prosedur kerja 1. Masukkan 4 gram sabun padat/ cream kedalam 1 liter air panas/ hangat kemudian diaduk sampe larut 2. Masukkan 3 cc sabun cair kedalam 1 liter air panas/ hangat, kemudian diaduk sampe larut Larutan ini dapat digunakan untuk mencuci tangan atau peralatan medis b. Lisol dan Kreolin Alat/Bahan: 1. Larutan lisol/ kreolin 2. Gelas ukuran 3. Baskom berisi air Prosedur kerja 1. Masukkan larutan Larutan lisol/ kreolin 0,5% sebanyak 5 cc ke dalam air 1 liter air. Larutan ini dapat digunakan untuk mencuci tangan. 2. Masukkan larutan Larutan lisol/ kreolin 2% sebanyak 20 cc atau larutan Larutan lisol/ kreolin sebanyak 3% sebanyak 3 cc ke dalam 1 liter air. Larutan ini dapat digunakan untuk merendam peralatan medis.

c.

Savlon Alat/Bahan:

1. Savlon 2. Gelas ukuran 3. Baskom berisi air secukupnya Prosedur kerja 1. Masukkan larutan savlon 0,5% sebanyak 5 cc ke dalam 1 liter air. 2. Masukkan larutan savlon 1% sebanyak 10 cc ke dalam 1 liter air.

6. Cara sterilisasi Beberapa alat yang perlu disterilisasi: 1. Peralatan logam (pinset, gunting, speculum, dan lain- lain) 2. Peralatan kaca (semprit, tabung kimia, dan lain- lain ) 3. Peralatan karet (kateter, sarung tangan, pipa lambung, drain dan lain- lain) 4. Peralatan ebonite (kanule rectum, kanule trakea, dan lain- lain) 5. Peralatan email (bengkok, baskom, dan lain- lain) 6. Peralatan porselin (mangkok, cangkir, piring, dan lain- lain) 7. Peralatan plastic (selang infuse, dan lain- lain) 8. Peralatan tenunan (kain kasa, tampon, doek baju, sprei, dan lain- lain)

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi terhadap masalah risiko infeksi ()penyebaran kuman) secara umum dilakukan untuk menilai ada atau tidaknya tanda infeksi nosokomial seperti penyebaran kuman ke pasien atau orang lain

BAB III PENUTUP


1.1 Kesimpulan

Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut

infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Faktor Penyebab perkembangan infeksi nosokomial yaitu Agen infeksi, Respon dan toleransi tubuh pasien, Infeksi melalui kontak langsung dan tidak langsung, Resistensi antibiotika dan Faktor alat

1.2 Saran

1. Diharapkan kepada penentu kebijakan dalam hal ini rumah sakit agar memfasilitasi alat yang dibutuhkan dalam mencegah infeksi nosokomial di rumah sakit dan mengurangi beban kerja perawat agar dapat melakukan upaya pencegahan infeksi nosokomial dengan baik. 2. Diharapkan kepada perawat pelaksana agar berupaya dengan baik dalam mencegah infeksi nosokomial di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2012.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi konsep dan proses keperawatan. Jakarta: EGC Tarwanto. 2011. Kebutuhan Dasar Manusi dan Proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

http://ademarvel.blogspot.com/2012/10/pengendalian-infeksi.html

You might also like