You are on page 1of 18

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMPENSASI EKSEKUTIF DAN HUBUNGANNYA DENGAN KINERJA PERUSAHAAN: KASUS BUMN PERKEBUNAN Dyan Vidyatmoko*),

Bunasor Sanim**), Hermanto Siregar**), dan M. Said Didu***)


**)

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor ***) Kementerian Negara BUMN

*)

ABSTRACT
The objectives of this research are (1) to analyse determinants and the magnitude of the influencing factors of the Indonesian Estate State-owned enterprises executive compensations; and (2) to analyse the relationship between those influencing factors with firm performances, statistical methods used for analysing these objectives are Structural Equation Model (SEM), contingency analysis, regresion analysis and qualitative analysis. The study found out that from all identified variables, executive decision mechanism, job complexity, firm size, firm ability to pay compensation, and product diversification and market expansion have positive correlation and significant influenced to executive compensation. Human capital, business risk, executive employment market have significant correlations to executive compensation. The research has shown that firm size has positive correlation and significant influenced towards customers performance, internal business process performance, and growth and learning performance. Firm ability to pay has positive correlation and significant influenced towards financial performance, customer performance and growth and learning performance. Product diversity and market expansion has positive correlation and significant influence to customer performance and internal business process performance. Keywords: Compensation, Executive Compensation, Firm Performance, Estate State Owned Enterprises

Abstrak
Tujuan penelitian adalah (1) menganalisis faktor-faktor dan besarnya faktor yang mempengaruhi kompensasi eksekutif BUMN Perkebunan, dan (2) menganalisis hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan kinerja perusahaan. Metode analisis yang digunakan untuk kedua tujuan penelitian adalah Structural Equation Model (SEM), analisis kontingensi, analisis regresi dan analisis kualitatif. Hasil studi menunjukkan bahwa dari semua faktor yang diidentifikasi, variabel mekanisme keputusan eksekutif, kompleksitas jabatan, skala usaha, kemampuan perusahaan membayar kompensasi dan diversifikasi produk dan perluasan pasar mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan terhadap kompensasi eksekutif. Human capital, resiko bisnis dan pasar tenaga kerja eksekutif mempunyai hubungan signifikan dengan kompensasi eksekutif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala usaha mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan terhadap kinerja pelanggan, kinerja proses bisnis internal dan kinerja pertumbuhan dan pembelajaran. Kemampuan perusahaan membayar kompensasi mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan, kinerja pelanggan dan kinerja pertumbuhan dan pembelajaran. Diversifikasi produk dan perluasan pasar mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan terhadap kinerja pelanggan dan kinerja proses bisnis internal. Kata Kunci : Kompensasi, Kompensasi Eksekutif, Kinerja Perusahaan, BUMN Perkebunan

Alamat korespondensi: Dyan Vidyatmoko, Telp 08128050094, Fax 021-31923582, Email: vidyatmoko@hotmail.com

PENDAHULUAN
Latar Belakang Kompensasi eksekutif merupakan topik yang banyak menjadi perhatian dalam perdebatan dan penelitian sejak tahun 1990-an di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris. Perdebatan tentang kompensasi eksekutif menjadi topik utama dalam kehidupan bisnis di media masa seperti surat kabar dan majalah (Otten, 2008). Isu kompensasi eksekutif menjadi bahan penelitian lebih dari 300 studi (Gomez-Mejia dan Wiseman, 1997). Sebagian besar penelitian kompensasi eksekutif masih bersifat parsial dalam membahas faktor-faktor yang menentukan kompensasi eksekutif. Faktor-faktor yang menentukan kompensasi eksekutif pada umumnya dibahas dari perspektif ekonomi, manajemen dan tata kelola (governance). Penelitian kompensasi eksekutif dalam bidang ekonomi sebagian besar membahas hubungan antara kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan. Berdasarkan bukti empiris, variabel kinerja memberikan pengaruh yang beragam terhadap kompensasi eksekutif pada berbagai industri (Barkema dan Gomez-Mejia, 1998). Di luar kinerja perusahaan, studi lainnya juga membahas hubungan antara kompensasi eksekutif dengan variabel tingkat perusahaan seperti skala (size) perusahaan (Veliyath, 1996). Berdasarkan bukti empiris, variabel yang menunjukkan konsistensi hubungan positif dengan kompensasi eksekutif adalah skala perusahaan (Tosi et al, 2004). Peneliti manajemen mengkaji variabel-variabel tingkat individu seperti umur eksekutif, lamanya menjadi eksekutif (tenure), kepemilikan saham dan motivasi (Rajagopalan dan Finkelstein, 1992) sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi eksekutif. Variabel strategi perusahaan (Gomez-Mejia, 1992) dan pasar tenaga kerja eksekutif (Veliyath et al, 1994) dibahas sebagai faktor-faktor yang menentukan kompensasi eksekutif dalam suatu perusahaan. Pengaruh tata kelola dan mekanisme insentif bagi kompensasi eksekutif juga dibahas (Conyon dan Peck, 1998). Variabel lainnya yang dianggap mempengaruhi kompensasi eksekutif adalah komposisi dewan direksi (Boyd, 1995), struktur industri (Rajagopalan dan Prescott, 1990) dan

komposisi Komite Kompensasi (Daily et al, 1998). Hasil empiris menunjukkan bahwa antara kompensasi eksekutif dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi eksekutif tersebut terdapat hubungan yang beragam. Dalam menyikapi hasil-hasil tersebut di atas, Daily et al (1998) menyarankan bahwa diperlukan teori lain, disamping teori keagenan, dalam melakukan penelitian kompensasi eksekutif di masa mendatang. Barkema dan Gomez-Mejia (1998) menyatakan bahwa penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan arah baru untuk mengkaji alternatif lain dalam kaitan hubungan kompensasi eksekutif dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan kata lain studi di masa mendatang sebaiknya mencoba untuk mengintegrasikan teori baru ke dalam literatur kompensasi eksekutif. Dengan demikian, pengkajian hubungan kompensasi eksekutif dengan faktor penentunya tidak dilihat hanya dari faktor sosial, ekonomi, keuangan dan faktor strategik. Faktor yang menentukan kompensasi eksekutif dapat dilihat sebagai suatu proses yang kompleks yang banyak melibatkan banyak faktor. Hal ini membawa implikasi pertanyaan pada ruang lingkup faktorfaktor yang mempengaruhi kompensasi eksekutif dapat berbeda antar negara. Kebanyakan studi empiris berkaitan dengan kompensasi eksekutif dilakukan di negara-negara maju, terutama Amerika Serikat (AS) dan Inggris. Sebaliknya, untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia sangat sedikit pengetahuan tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kompensasi eksekutif. Banyak negara berkembang seperti Indonesia dicirikan dengan banyaknya perusahaan milik negara dalam perekonomian suatu negara. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa kompensasi eksekutif di perusahaan milik negara akan dipengaruhi oleh sistem kelembagaan dan kontrol pemerintah. Dengan karakteristik yang berbeda ini maka mempelajari kompensasi eksekutif dengan latar belakang negara berkembang seperti Indonesia tentu berbeda kondisinya dengan negara-negara maju. Dalam upaya untuk mengisi gap tersebut, studi ini mengkaji pengaruh variabel-variabel yang menentukan kompensasi eksekutif di Indonesia dan dampaknya terhadap kinerja perusahaan yang berada dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan.

Perumusan Masalah Bagi negara berkembang seperti Indonesia, kompensasi eksekutif bukan merupakan topik yang populer dibicarakan sebagaimana Amerika Serikat pada pertengahan dasawarsa 90-an. Oleh karena itu, penelitian tentang kompensasi eksekutif di perusahaan swasta dan BUMN di Indonesia sepengetahuan penulis belum ada. Ada beberapa sebab mengapa hal ini terjadi. Pertama, sulit mengharapkan eksekutif secara terbuka menyampaikan angka-angka penghasilan yang diperoleh eksekutif. Sebagai negara Timur, mengungkap gaji di Indonesia dianggap tabu atau sesuatu yang tidak pantas untuk dilakukan. Perusahaan juga sangat menjaga kerahasiaan gaji eksekutif. Kedua, kesulitan mendapat data dari perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia meskipun perusahaan sudah go public melalui bursa saham. Meskipun data diperoleh tetapi data tersebut biasanya sangat umum dan didapatkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Penentuan kompensasi eksekutif BUMN selama ini didasarkan atas senioritas, belum berbasis pay for performance, belum mempertimbangkan pasar tenaga kerja eksekutif, banyak tunjangan dan fasilitas, dan benefit tertentu membebani keuangan perusahaan (Forum Human Capital Indonesia, 2007). Dari pengamatan empiris yang dilakukan Swa (2006) menunjukkan bahwa penentuan kompensasi eksekutif BUMN ditentukan oleh revenue, aset, kinerja dan skala bisnis. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa masih terdapat banyak faktor-faktor lain yang belum dipertimbangkan dalam menentukan kompensasi eksekutif. Variabel tingkat individu seperti human capital, tata kelola, kemampuan adaptasi teknologi, kompleksitas jabatan, resiko jabatan dan gaya kepemimpinan belum dijadikan pertimbangan dalam menentukan kompensasi eksekutif. Demikian pula beberapa variabel tingkat perusahaan seperti keperintisan usaha juga masih belum dijadikan faktor penentu kompensasi eksekutif. Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini diarahkan pada identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi eksekutif, dan dampak faktor-faktor tersebut terhadap kinerja perusahaan. Untuk itu, beberapa pertanyaan riset terkait dengan penelitian adalah sebagai berikut.

1.

2. 3.

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kompensasi eksekutif BUMN Perkebunan di Indonesia? Bagaimana besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kompensasi eksekutif? Bagaimana hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan kinerja perusahaan?

Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk melakukan analisis pengaruh dari faktor-faktor yang menentukan terhadap kompensasi eksekutif BUMN Perkebunan di Indonesia. Tujuan penelitian ini secara rinci adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor dan besarnya faktor yang mempengaruhi kompensasi eksekutif BUMN Perkebunan Indonesia. 2. Menganalisis hubungan faktor-faktor tersebut dengan kinerja perusahaan

Keterbatasan Penelitian Penelitian ini juga mempunyai keterbatasan dari aspek metode penelitian dan ruang lingkup penelitian. Beberapa keterbatasan tersebut antara lain: 1. Pendekatan penelitian ini didasarkan atas pengumpulan data primer yang diperoleh dari responden eksekutif BUMN Perkebunan. Diharapkan hasil data primer tersebut yang didapat melalui pengisian kuisioner dapat dianggap sebagai suatu persepsi para responden. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa karena kesibukan para responden sebagai eksekutif BUMN Perkebunan maka ada kemungkinan pengisian kuisioner tersebut diserahkan pada orang lain atau bawahannya sehingga hasil data primer yang didapat belum tentu mewakili persepsi responden. 2. Untuk menjawab sebagian tujuan penelitian ini digunakan analisis Structural Equation Model (SEM). Pendekatan analisis ini mensyaratkan, diantaranya, jumlah responden yang cukup besar. Untuk menentukan jumlah responden, peneliti menggunakan pendekatan yang terkait dengan jumlah variabel indikator. Agar mencapai persyaratan tersebut, perencanaan terhadap jumlah responden yang akan diambil sebenarnya memenuhi persyaratan yang diminta dalam analisis SEM. Tetapi dalam pelaksanaannya ternyata respon responden dari

dewan direksi dan dewan komisaris terhadap pengisian kuisioner belum sesuai dengan yang direncanakan dan diinginkan. Karena terbatasnya jumlah responden yang menjawab kuisioner dari eksekutif BUMN Perkebunan maka dalam penelitian ini jumlah pegawai yang menjadi responden dikurangi dan disesuaikan dengan jumlah responden dari eksekutif. Akibatnya jumlah responden secara total dari penelitian ini semakin berkurang dari persyaratan jumlah responden dalam analisis SEM. 3. Penelitian ini akan lebih komprehensif apabila dilengkapi dengan informasi tentang praktekpraktek kompensasi eksekutif di perusahaanperusahaan swasta atau perusahaan non BUMN Perkebunan di Indonesia. Melalui informasi ini akan dapat diketahui apakah BUMN Perkebunan mempunyai sistem kompensasi eksekutif yang adil, kompetitif, terukur dan layak dengan mengacu pada faktor-faktor yang menentukan kompensasi eksekutif secara komprehensif, kinerja individu dan kinerja perusahaan. Peneliti sudah mencoba untuk mendapatkan informasi terkait dengan praktekpraktek kompensasi tersebut, tetapi berbagai upaya yang peneliti lakukan tidak memberikan hasil yang diinginkan. 4. Studi ini juga tidak membahas secara memadai terkait dengan upaya-upaya untuk mendorong pengembangan model sistem kompensasi eksekutif di luar BUMN Perkebunan. Aspek ini merupakan salah satu sub sistem dalam merumuskan pengembangan model sistem kompensasi eksekutif BUMN di Indonesia

Otten (2008) melakukan ulasan terhadap 16 teori yang berkaitan dengan kompensasi eksekutif dan membagi teori-teori tersebut menjadi tiga pendekatan yaitu pendekatan nilai (value approach), pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan simbolik (symbolic approach). Menurut Otten (2008) pendekatan nilai untuk menjawab pertanyaan berapa banyak membayar (how much to pay) dan didasarkan atas mekanisme pasar dan kekuatan pasar. Teori yang mendukung pendekatan ini adalah marginal productivity theory, efficiency wage theory, human capital theory, opportunity cost theory dan superstar theory. Pendekatan keagenan untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara membayar (how to pay) dan berdasarkan atas pentingnya pengaturan tata kelola pada tingkat nasional dan perusahaan. Pendukung pendekatan ini adalah complete contract theory, prospect theory, managerial theory, dan class hegemony theory. Pendekatan ini paling banyak digunakan dalam menjelaskan kompensasi eksekutif (Otten, 2008). Pendekatan simbolik digunakan untuk menjawab pertanyaan kompensasi apa yang seharusnya diberikan (what pay ought to represent or reflect). Pendekatan ini memberikan tambahan pemahaman konsep kompensasi eksekutif sebagai suatu fenomena sosial. Teori yang termasuk dalam pendekatan ini adalah tournament theory, figurehead theory, stewardship theory, crowding-out theory, socially enacted proportionality theory, social comparison theory dan implicit/ psychological contract theory (Otten, 2008). Teori keagenan (Jensen dan Meckling, 1976) didasarkan pada prinsip teoritis bahwa perusahaan dibentuk atas dasar kontrak. Meskipun teori keagenan dapat diterapkan pada semua hubungan kontrak dalam perusahaan, perhatian utama literatur hanya diberikan pada kontrak antara pemegang saham dan manajer puncak dari suatu perusahaan. Unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak dimana pemegang saham (principal) menugaskan manajer puncak (agent) untuk melaksanakan pekerjaan atas nama principal. Kontrak memberikan perincian aturan hubungan keagenan, kriteria evaluasi dan penghargaan (Fama dan Jensen, 1983). Secara umum, manajer diharapkan dapat mempertahankan viabilitas perusahaan dan kestabilan dividen sehingga manajer dibayar. Menurut ahli ekonomi, penghargaan moneter sangat penting. Individu lebih menyenangi uang sebagai penghargaan (Baker et al, 1988).

TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori Kerangka teori dalam kompensasi eksekutif pada umumnya membahas dua pertanyaan umum yaitu pertama, bagaimana teori ekonomi menjelaskan kompensasi eksekutif dan kedua, apakah teori non ekonomi dapat memberikan penjelasan kompensasi eksekutif. Berkaitan dengan pertanyaan pertama, penelitian kompensasi eksekutif didasarkan atas teori keagenan, teori human capital dan teori turnamen (Hallock dan Murphy, 1999). Teori non ekonomi yang menjelaskan kompensasi eksekutif pada umumnya didasarkan atas teori perbandingan sosial, teori informasi dan teori kekuatan (Tosi dan Greckhamer, 2004).

Untuk mengatasi masalah kesulitan perusahaan dalam memberikan upah yang berbeda bagi setiap pekerja, peneliti sering menggunakan perkiraan untuk produktivitas yang disebut dengan human capital. Human capital terdiri dari sumberdaya ketrampilan, pengetahuan, pengalaman dan kesehatan yang dimiliki perorangan sebagai akibat dari investasi seperti pendidikan dan pelatihan (Becker, 1993). Pakar manajemen menekankan bahwa pentingnya peranan human capital pada level eksekutif dalam mempengaruhi kinerja perusahaan (Pennings dan Witteloostuijn, 1998). Menurut Hambrick dan Mason (1984), umur eksekutif memegang peranan penting dalam pilihan strategi yang dilakukan eksekutif, dimana eksekutif muda lebih berani mengambil resiko dan eksekutif lebih tua lebih konservatif. Hill dan Phan (1991) menyatakan bahwa semakin lama menduduki jabatan eksekutif, maka semakin kuat kemampuan untuk mempengaruhi keputusan eksekutif. Adanya pemisahan antara fungsi kepemilikan (ownership) dan fungsi pengendalian (control) dalam hubungan keagenan sering menimbulkan masalah-masalah keagenan (agency problems). Masalah-masalah keagenan tersebut timbul karena adanya konflik atau perbedaan kepentingan antara principal dan agent. Teori keagenan (agency theory) menjelaskan tentang penentuan kontrak yang paling efisien yang dapat membatasi konflik atau masalah keagenan (Eisenhardt, 1989). Namun demikian, adanya kontrak yang efisien belum cukup untuk mengatasi masalah keagenan. Konsep corporate governance (CG) timbul karena adanya keterbatasan dari teori keagenan dalam mengatasi masalah keagenan dan dapat dipandang sebagai kelanjutan dari teori keagenan (Ariyoto, 2000). Menurut Asian Development Bank (2003) CG timbul karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan kontrol perusahaan. Menurut Kementerian Negara BUMN (2002) terdapat lima prinsip corporate governance yang meliputi yaitu transparansi, kemandirian, akuntablitas, pertanggungjawaban dan kewajaran/keadilan (fairness) Finkelstein dan Hambrick (1988) dan Gomez-Mejia dan Balkin (1992) membuat analisis penelitian tentang kompensasi eksekutif berdasarkan pendekatan teori keagenan dengan mengajukan usulan kerangka pikir untuk mengkaji kompensasi eksekutif. Kerangka pikir tersebut berdasarkan

determinan, dimensi dan dampak dari kompensasi eksekutif. Pendekatan Finkelstein dan Hambrick mengasumsikan bahwa kompensasi dipengaruhi oleh tiga determinan utama yaitu faktor pasar, sosial dan politik. Dimensi kompensasi terdiri dari bonus, benefit dan nilai kontingen kompensasi seperti opsi saham atau hak saham. Dampak kompensasi eksekutif dapat dijelaskan dalam bentuk perilaku CEO, pemegang saham dan akhirnya kinerja perusahaan. Kompensasi memberikan dampak terhadap motivasi, keputusan untuk bergabung/tetap bekerja CEO dan bahkan terhadap level dan arah usaha CEO dan akhirnya mempengaruhi kinerja perusahaan. Lebih lanjut, Barkema dan Gomez-Mejia (1998) menyatakan secara teoritis bahwa determinan dari kompensasi eksekutif dapat dibagi menjadi tiga kategori umum yaitu kriteria (criteria), tata kelola (governance) dan kontingensi (contingencies). Kriteria (criteria) menyangkut penentuan kompensasi eksekutif dipengaruhi oleh kinerja, skala usaha (Tosi et al., 2000), pasar tenaga kerja (Finkelstein dan Hambrick, 1989), human capital (Gomez-Mejia dan Wiseman, 1997). Barkema dan Mejia (1997) menyatakan kompensasi eksekutif juga dipengaruhi oleh kriteria lainnya seperti pasar, kompensasi peer, perilaku, karakteristik individu dan peranan atau posisi. Tata kelola (governance) menyangkut keputusan sampai berapa banyak eksekutif seharusnya dibayar didasarkan tidak hanya pada kriteria di atas, tetapi juga tergantung pada individu yang membuat keputusan seperti Komite kompensasi (Ezzamel dan Watson, 1998), struktur dan komposisi kepemilikan (Tosi dan GomezMejia, 1989), pasar bagi kontrol korporat (Jensen, 1983), dan skala tim eksekutif (Eriksson, 1999). Struktur dan komposisi kepemilikan meliputi keberadaan pemegang saham yang besar, pemegang saham institusi, pemegang saham keluarga atau pemilikan manajer. Struktur dan komposisi dewan direksi yang meliputi duality CEO (CEO sebagai anggota dewan komisaris dan presiden direktur), persentase direksi yang berasal dari luar dan asal daerah dari dewan komisaris. Kontingensi (contingencies) berkaitan efektivitas sistem kompensasi tergantung apakah praktik kompensasi konsisten dengan kondisi internal dan eksternal yang dihadapi suatu perusahaan. Oleh karena itu, faktor seperti strategi organisasi (Finkelstein dan Boyd, 1998), industri, tingkat R&D (Gomez-Mejia, 2001), dan strategi bisnis (Sander dan Carpenter,

1998) memainkan peranan kompensasi eksekutif. Penelitian Sebelumnya

penting

dalam

Studi tentang kompensasi eksekutif (CEO) banyak dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jepang. Studi ini pada umumnya membahas kompensasi eksekutif dari berbagai disiplin ilmu ekonomi, keuangan, akuntasi dan manajemen. Sebagian besar studi empiris yang dilakukan sebelumnya pada umumnya dilakukan di AS dan Inggris karena ketersediaan data kompensasi CEO yang lebih baik. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya penelitian kompensasi eksekutif di negara lain sudah mulai berkembang. Cordeire dan Veliyath (2003) meneliti hubungan antara kompensasi CEO dengan variabel komposisi direktur, duality CEO, insentif kepemilikan, diiversifikasi perusahaan, ukuran perusahaan, kinerja perusahaan dan masa kerja menduduki jabatan direksi pada 1000 perusahaan di Amerika Serikat antara tahun 1992-1995. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio direktur dari luar, diversifikasi perusahaan, resiko, skala perusahaan dan kinerja perusahaan mempunyai dampak positif terhadap kompensasi tunai (cash). Variabel ukuran perusahaan dan kinerja perusahaan berpengaruh positif terhadap total kompensasi. Cordeiro et al (2006) melakukan penelitian dengan menggunakan teknik DEA (Data Envelopment Analysis) untuk mengkaji hubungan antara kompensasi eksekutif sebagai input dengan skala perusahaan dan kinerja perusahaan sebagai output terhadap 213 perusahaan besar AS di 16 industri pada periode 1994-1996. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase perusahaan yang efisient beragam dari 20% sampai 60%. Pada industri dirgantara terdapat 60% perusahaan yang mempunyai hubungan positif antara input dan ouput. Perusahaan kimia hanya ada 20% yang mempunyai hubungan positif antara input dan ouput. Dengan demikian terdapat hubungan yang beragam antara kompensasi CEO dengan kinerja perusahaan. Ramaswamy et al (2000) melakukan studi untuk menentukan faktor-faktor penentu kompensasi eksekutif di India terhadap 150 perusahaan manufaktur selama periode 1992-1993. Variabel yang digunakan adalah variable human capital dengan indikator pengukuran umur dan masa kerja

menjadi direksi, dan variabel tata kelola dengan indikator pengukuran proporsi kepemilikan oleh keluarga, pemerintah, lembaga non profit dan swasta, dan komposisi dewan direksi. Studi tersebut menyimpulkan bahwa kompensasi CEO mempunyai hubungan positif terhadap umur dan kinerja perusahaan. Duality CEO dan proporsi direksi yang berasal dari dalam perusahaan mempunyai hubungan positif terhadap organisasi non keluarga dan tidak mempunyai hubungan dengan organisasi keluarga. Hijazi dan Bhatti (2007) melakukan penelitian terhadap 63 eksekutif dari 54 perusahaan yang berbeda di Pakistan dengan menggunakan variabel skala perusahaan dengan indikator total penjualan perusahaan, variabel kompleksitas pekerjaan (job complexity) dengan indikator rentang kontrol (span of control), jumlah divisi fungsional (functional diivisions), tingkat manajemen (management level) dan keragaman lokasi perusahaan beroperasi (geographical diversity), variabel kemampuan perusahaan membayar kompensasi dengan indikator total profit dan rate of return, variabel human capital dengan indikator tingkat pendidikan, bidang studi dan pengalaman kerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kompensasi eksekutif dengan kompleksitas pekerjaan (dengan indikator span of control, functional division dan management level). Dengan demikian, semakin kompleks pekerjaan berarti semakin tinggi kompensasi eksekutif. Kompensasi eksekutif juga berhubungan secara signifikan terhadap kemampuan perusahaan membayar kompensasi. Dalam penelitian tersebut diperoleh bukti bahwa total profit merupakan faktor paling penting dalam menentukan kompensasi eksekutif. Variabel human capital dengan indikator tingkat pendidikan dan pengalaman kerja mempunyai hubungan signifikan dengan kompensasi eksekutif. Mitchell (2002) dalam disertasinya melakukan kajian terhadap 88 perusahaan dan 88 CEO di Amerika Serikat. Variabel yang digunakan adalah variabel dependen berupa variabel kompensasi CEO yang diukur dari gaji, bonus, bentuk lain kompensasi seperti mobil, saham dan variable kinerja perusahaan yang diukur dari Return on Asset (ROA). Variabel lain yang digunakan adalah variabel independen dengan indikator pengukuran adalah tenure, umur, prosentasi pemilikan saham, pendidikan dan dualiti. Dengan menggunakan Pearson Product Moment Correlation dan analisis

regresi, hasil penelitian Mitchell menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kompensasi CEO dengan variabel independen. Hasil penelitian tentang berbagai variabel yang digunakan dalam penelitian sebelumnya dari jurnal ilmiah dan disertasi berbagai negara dipetakan pada Lampiran 1. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian digambarkan secara ringkas pada Lampiran 2. Model Penelitian Penelitian ini merupakan gabungan dari hasil pemetaan variabel yang mempengaruhi kompensasi eksekutif dan pengembangan dari kajian teoritis yang diajukan oleh Finkelstein dan Hambrick (1988) dan Barkema dan Gomez-Mejia (1998). Pendekatan yang diajukan Finkelstein dan Hambrick (1988) dan Barkema dan Gomez-Mejia (1998) tersebut diharapkan akan memberikan analisis yang komprehensif terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi eksekutif BUMN Perkebunan di Indonesia. Dibandingkan dengan konsep teoritis Barkema dan Gomez-Mejia (1998) juga ada penambahan tiga variabel dari kategori kriteria yaitu keperintisan usaha (intrapreneurship), resiko jabatan (job risk) dan gaya kepemimpinan. Terdapat penambahan satu variabel dari kategori tata kelola yaitu mekanisme pengambilan keputusan di tingkat eksekutif. Disamping itu, terdapat perubahan variabel komposisi dewan komisaris menjadi efektivitas arahan Rapat Umum Pemegang Saham dan perubahan variabel tingkat litbang menjadi tingkat kemampuan adaptasi teknologi. Dengan pendekatan tersebut, faktor-faktor yang menentukan kompensasi eksekutif dapat dikelompokan ke dalam kategori kriteria, tata kelola dan kontingensi. Kategori kriteria meliputi skala usaha perusahaan, pasar tenaga kerja, human capital, kompleksitas pekerjaan (job complexity), kemampuan perusahaan membayar kompensasi eksekutif, keperintisan usaha (intrapreneurship), resiko jabatan (job risk) dan gaya kepemimpinan (leadership style). Kategori tata

kelola terdiri dari efektivitas praktek RUPS dan mekanisme keputusan di tingkat eksekutif. Kategori kontingensi meliputi kondisi industri/resiko bisnis, strategi bisnis/perusahaan dan tingkat kemampuan adaptasi teknologi (Lampiran 3) Selanjutnya model penelitian tersebut diperinci lagi menjadi dua model analisis yaitu model analisis dengan variabel laten tingkat individu seperti human capital (dengan indikator tenure/masa jabatan, umur dan pendidikan), efektivitas RUPS (indikator efektivitas sistem pengawasan dan efektivitas arahan kebijakan), mekanisme keputusan eksekutif (indikator transparansi, akuntablitas, keadilan, tanggung jawab) resiko bisnis (indikator fluktuasi harga dan fluktuasi produktivitas), kemampuan adaptasi teknologi (indikator implementasi perbaikan teknologi dan kemampuan antisipasi teknologi), pasar tenaga kerja eksekutif (indikator total kompensasi perusahaan pesaing), kompleksitas jabatan (indikator span of control, function division, management level dan jumlah tanggung jawab), resiko jabatan (indikator tingkat dan jumlah resiko) dan gaya kepemimpinan (indikator transformasional, transaksional, demokratis dan mengarahkan). Model analisis lainnya terkait dengan variabel tingkat perusahaan yaitu skala usaha (indikator total penjualan, nilai aset dan jumlah pegawai), kemampuan perusahaan membayar kompensasi (indikator total profit dan ROI, diversifikasi produk dan perluasan pasar (indikator diversifikasi produk dan target pemasaran) dan keperintisan usaha (indikator jumlah anak perusahaan dan jumlah inovasi). METODE PENELITIAN Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2009 sampai dengan Agustus 2009. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa variabel tingkat individu didapat dengan melakukan penyebaran kuesioner (dengan skala Likert) ke setiap direksi dan dewan komisaris PTPN/PTRNI, setiap decision makers kompensasi eksekutif di Kementerian Negara BUMN, stakeholders dari Ditjen Perkebunan, dan beberapa karyawan BUMN Perkebunan. Data sekunder berupa variabelvariabel tingkat perusahaan, variabel human capital, variabel kompleksitas jabatan, kompensasi eksekutif dan variabel-variabel kinerja perusahaan dalam

penelitian ini adalah data kuantitatif yang diperoleh dari Kementerian Negara BUMN, PTPN/PTRNI dan instansi terkait. Teknik Pengambilan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah semua eksekutif (Dewan Direksi dan Dewan Komisaris) PTPN/RNI, semua pengambil keputusan (decision makers) kompensasi eksekutif BUMN Perkebunan di Kementerian BUMN dan semua karyawan BUMN Perkebunan. Menurut Ferdinand (2000) jumlah sampel yang dibutuhkan dalam analisis SEM sedikitnya sebesar jumlah variabel indikator dikalikan lima. Dengan demikian, jumlah sampel yang direncanakan diambil dalam penelitian ini adalah 46 variabel indikator dikalikan lima yaitu 230 sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Perincian rencana responden adalah seluruh direksi dan komisaris PTPN/PTRNI (147 responden), seluruh decision makers di Kementerian Negara BUMN (17 responden), dua stakeholders di Ditjenbun dan 66 karyawan BUMN Perkebunan Dalam pelaksanaannya ternyata jawaban responden tidak sesuai dengan yang direncanakan. Respon responden eksekutif sebesar 55,78%, decision makers 73,33%, Ditjenbun 100% dan karyawan 37,88%, sehingga jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah 120 responden. Analisis Structural Equation Model (SEM) memungkinkan dilakukan dengan jumlah sampel 100- 200 (Hair et al, 1999). Teknik Pengolahan dan Analisis Data Analisis SEM (program SEM) dan analisis kontingensi dipergunakan untuk menjawab tujuan penelitian pertama. Variabel independen yang digunakan dalam analisis SEM adalah sembilan variabel laten penentu kompensasi eksekutif pada tingkat individu sedangkan variabel dependen adalah kompensasi eksekutif. Uji validitas dan uji reliabilitas dilakukan untuk menguji alat ukur penelitian. Uji reliabilitas dan uji validitas indikator, uji model pengukuran dan uji model struktural dilakukan dalam analisis SEM. Uji chi square dan koefisien kontingensi dilaksanakan dalam analisis kontingensi. Metode Two Stage Least Square (2 SLS) dipergunakan untuk menjawab tujuan penelitian pertama dan kedua. Variabel independen yang digunakan adalah empat variabel penentu

kompensasi eksekutif pada tingkat perusahaan, sedangkan variabel dependen dari masing-masing adalah kompensasi eksekutif dan kinerja perusahaan. Prosedur metode Two Stage Least Square dilaksanakan melalui spesifikasi model, identifikasi model, model pendugaan, validasi model dan simulasi kebijakan. Terdapat lima simulasi kebijakan yaitu peningkatan masing-masing 10% terhadap skala usaha, kemampuan bayar, strategi bisnis, keperintisan usaha dan kombinasinya HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi Eksekutif (Variabel Tingkat Individu) Uji validitas dan uji reliabilitas dilakukan dengan teknik Cronbach alpha dengan bantuan SPSS 13 for windows. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kuisioner yang telah dibuat adalah valid dan reliabel pada taraf kepercayaan 95%. Hasil pengujian validitas dan reliabilitas indikator berdasarkan nilai muatan faktor yang lebih besar dari 0,5 dan nilai t yang lebih besar dari 1,96 menunjukkan bahwa sembilan variabel laten yang diteliti secara konsisten dan tepat dapat dijelaskan oleh masing-masing variabel indikatornya. Hasil perhitungan uji reliabilitas konstruk atau reliabilitas komposit masing-masing model pengukuran dengan kriteria koefisien reliabilitas konstruk dan atau variance extracted didapat bahwa seluruh variabel laten mempunyai nilai koefisien reliabilitas konstruk lebih besar 0,70 dan variance extraced lebih besar 0,50 kecuali variabel laten human capital. Hasil uji persamaan struktural untuk model tingkat individu menunjukkan bahwa, dilihat dari ukuranukuran nilai 2 , df, p-value yang lebih besar dari =0,05; RMSEA yang lebih kecil dari 0,08; nilai GFI, nilai AGFI dan nilai CGI, model dasar persamaan struktural tersebut merupakan model yang baik. Tetapi jika dilihat hubungan antara variabel laten eksogen dengan variabel laten endogen masih banyak yang tidak mempunyai hubungan signifikan dan masih bervariasinya pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain sehingga sulit untuk menarik kesimpulan karena kurang didukung oleh teori. Padahal kalau dilihat dari teori, seharusnya terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel laten eksogen terhadap variabel endogen. Dengan

demikian, model persamaan struktural awal yang diajukan oleh peneliti tidak fit dengan data penelitian Setelah dilakukan respesifikasi berulang-ulang, model terbaik dari hasil analisis sembilan variabel laten penentu kompensasi eksekutif dengan menggunakan SEM terlihat pada Lampiran 4. Hasil model terbaik ini ditunjukkan dengan nilai 2 =50; df=36; p-value=0,05; RMSEA= 0,059; nilai GFI =0,93; nilai CFI=0,98. Mekanisme keputusan eksekutif (MK) dan kompleksitas jabatan (KJ) memberikan pengaruh secara langsung terhadap kompensasi eksekutif dengan signifikan 0,05 dan nilai t sebesar 2,50 untuk MK dan nilai t = 14,91 untuk KJ. Mekanisme keputusan eksekutif mempunyai pengaruh terhadap kompensasi eksekutif dengan nilai 0,17 dan standard error = 0,07; yang artinya peningkatan satu standar deviasi mekanisme keputusan eksekutif akan meningkatkan kompensasi eksekutif dengan 0,17 standar deviasi. Sumbangan masing-masing indikator transparansi, akuntablitas, keadilan dan pertanggungjawaban terhadap variabel latenmekanisme keputusan eksekutif secara berturut-turut adalah 0,83; 0,96; 0,80 dan 0,70. Kompleksitas jabatan memberikan pengaruh terhadap kompensasi eksekutif dengan nilai 0,99 dan standard error = 0,07; yang artinya peningkatan satu standar deviasi kompleksitas jabatan akan meningkatkan kompensasi eksekutif dengan 0,99 standar deviasi. Variabel laten kompleksitas jabatan dibentuk oleh indikator-indikator. Sumbangan masing-masing indikator span of control, function division, management level dan jumlah tanggung jawab terhadap variabel laten secara berturut-turut adalah 0,41; 0,41; 1,10 dan 0,27. Dengan demikian, secara statistik hasil ini menunjukkan bahwa model teoritik sesuai dengan data penelitian. Oleh karena itu, model ini dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh dua variabel laten eksogen yaitu mekanisme keputusan eksekutif dan kompleksitas jabatan terhadap variabel laten endogen kompensasi eksekutif. Dari hasil analisis SEM, dengan berbagai modifikasi, menunjukkan bahwa hanya ada dua variabel laten yaitu mekanisme keputusan eksekutif dan kompleksitas jabatan yang mempunyai

pengaruh langsung dan positif terhadap kompensasi eksekutif. Oleh karena itu agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang hubungan antar variabel maka analisis kontingensi dilakukan. Hasil analisis kontingensi dapat dilihat pada Lampiran 5. Ada beberapa variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan kompensasi eksekutif. Pertama, variabel human capital mempunyai hubungan yang signifikan dengan variabel kompensasi eksekutif. Ukuran keeratan antara dua variabel adalah 0,437. Jika indikator-indikator human capital dikorelasikan dengan komponen kompensasi eksekutif, terdapat korelasi yang signifikan antara indikator-indikator human capital dan komponen kompensasi eksekutif kecuali tidak ada hubungan yang signifikan antara indikator umur dengan indikator bonus. Apabila variabel kompensasi eksekutif dihubungkan dengan indikator-indikator human capital, hasil koeffsien chi square adalah signifikan pada tingkat 1% untuk tenure, signifikan pada tingkat 5% untuk umur dan signifikan pada tingkat 5% untuk pendidikan. Kedua, mekanisme keputusan eksekutif mempunyai hubungan yang signifikan dengan kompensasi eksekutif. Ukuran keeratan antara dua variabel adalah 0,360. Dikaitkan dengan indikator-indikator mekanisme keputusan eksekutif, maka didapatkan hasil bahwa hanya prinsip akuntabiltas mempunyai hubungan yang signifkan dengan gaji, benefit dan bonus dari eksekutif BUMN Perkebunan. Hubungan yang signifikan juga terjadi antara kompensasi eksekutif dengan salah satu indikator mekanisme keputusan eksekutif yaitu akuntabilitas dengan koefisien sebesar 0,029. Ketiga, pasar tenaga kerja eksekutif mempunyai hubungan yang signifikan dengan kompensasi eksekutif, ditunjukkan dengan koefisien Chi- square sebesar 0,028. Ukuran keeratan antara dua variabel adalah 0,401. Hubungan signikan juga terjadi antara indikator benefit dengan total kompensasi eksekutif dengan koefisien chi square sebesar 0,034. Keempat, kompleksitas jabatan mempunyai korelasi yang signifikan dengan kompensasi eksekutif. Ukuran keeratan antara dua variabel adalah 0,542. Keempat indikator dari kompleksitas jabatan mempunyai korelasi signifikan terhadap total kompensasi eksekutif. Keempat indikator ini juga mempunyai korelasi signifikan terhadap gaji, benefit dan bonus, yang ditunjukan dengan koefisien chi

square berturut-turut sebesar 0,001; 0,001; 0,001 dan 0,004. Hubungan Faktor-faktor Penentu Kompensasi dengan Kinerja Perusahaan (Variabel Tingkat Perusahaan) Hasil analisis dengan menggunakan metode 2 SLS menunjukkan bahwa: 1. Kemampuan bayar (total profit) mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan dengan kinerja keuangan (EBIT). 2. Kemampuan bayar (ROI) mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan dengan kinerja keuangan (ROE). 3. Diversifikasi produk dan perluasan pasar (target pemasaran) mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan dengan kinerja pelanggan (volume penjualan). 4. Skala usaha (nilai aset) mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan dengan kinerja pelanggan (harga jual). 5. Kemampuan bayar (ROI) mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan dengan kinerja pelanggan (harga jual). 6. Diversifikasi produk dan perluasan pasar (diversifikasi produk) mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan dengan kinerja pelanggan (harga jual). 7. Skala usaha (jumlah pegawai) mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan dengan kinerja proses internal (target rendemen) 8. Diversifikasi produk dan perluasan pasar (target pemasaran) mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan dengan kinerja proses internal (realisasi rendemen). 9. Kemampuan bayar (total profit) mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan dengan kinerja pertumbuhan dan pembelajaran (investasi diklat). 10. Skala usaha (jumlah pegawai) mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan dengan kinerja pertumbuhan dan pembelajaran (jumlah pegawai ikut diklat). 11 Kemampuan bayar (total profit) mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan dengan kinerja pertumbuhan dan pembelajaran (jumlah pegawai ikut diklat). Dampak Perubahan Kebijakan Faktor Penentu Kompensasi Eksekutif terhadap Kinerja Perusahaan

Dampak perubahan kebijakan empat variabel tingkat perusahaan terhadap kinerja perusahaan dianalisis dengan menggunakan metode 2 SLS dan hasilnya disajikan pada Lampiran 6. Lampiran 6 memperlihatkan bahwa (1) apabila skala usaha, kemampuan bayar, diversifikasi produk dan perluasan pasar dan keperintisan usaha secara sendiri-sendiri ditingkatkan 10% maka hasil simulasi menunjukkan bahwa indikator-indikator kinerja keuangan kurang sensitif terhadap perubahan tersebut kecuali peningkatan diversifikasi produk dan perluasan pasar sebesar 10% akan memberikan pengaruh sensitif terhadap ROE, (2) apabila skala usaha, kemampuan bayar, dan keperintisan usaha secara sendiri-sendiri ditingkatkan 10 persen maka hasil simulasi menunjukkan bahwa pangsa pasar dan volume penjualan kurang sensitif terhadap perubahan tersebut kecuali peningkatan diversifikasi produk dan perluasan pasar sebesar 10% akan memberikan pengaruh sensitif terhadap pangsa pasar dan volume penjualan, (3) apabila skala usaha, kemampuan bayar, diversifikasi produk dan perluasan pasar dan keperintisan usaha secara sendiri-sendiri ditingkatkan 10% maka hasil simulasi menunjukkan bahwa harga jual, wilayah pasar, target rendemen, realisasi rendemen, investasi diklat sensitif terhadap perubahan tersebut, sebaliknya jumlah pegawai yang ikut diklat tidak sensitif terhadap perubahan tersebut., (4) apabila kombinasi skala usaha, kemampuan bayar, diversifikasi produk dan perluasan pasar dan keperintisan usaha ditingkatkan 10% maka hasil simulasi menunjukkan bahwa semua indikator kinerja perusahaan sensitif terhadap perubahan tersebut, kecuali ROE. Implikasi Manajerial 1. Kementerian Negara BUMN dapat menggunakan berbagai teori-teori yang terkait dengan kompensasi eksekutif dalam menentukan kompensasi eksekutif di BUMN Perkebunan (bukan menggunakan teori untuk remunerasi karyawan). 2. Dalam menyusun kompensasi eksekutif di BUMN Perkebunan memerlukan penambahan variabel/indikator yang mempengaruhi kompensasi eksekutif yaitu yaitu mekanisme keputusan eksekutif dan human capital. 3. Kebijakan kompensasi eksekutif dapat dilakukan selaras dengan siklus hidup perusahaan

10

Kombinasi sebagian faktor-faktor penentu komponen eksekutif secara bersama-sama dapat digunakan sebagai suatu kebijakan dalam meningkatkan kinerja perusahaan

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan berikut: sebagai

perluasan pasar, dan keperintisan usaha tidak sensitif terhadap kinerja keuangan. Apabila kombinasi skala usaha, kemampuan bayar, diversifikasi produk dan perluasan pasar dan keperintisan usaha ditingkatkan 10% maka hasil simulasi menunjukkan bahwa semua indikator kinerja perusahaan sensitif terhadap perubahan tersebut, kecuali kinerja keuangan (ROE). Saran Untuk Penelitian Mendatang Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dari aspek ruang lingkup dan metode penelitian sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya. Agar hasil penelitian ini secara komprehensif dapat membantu merumuskan model kompensasi eksekutif di BUMN pada umumnya dan khususnya di BUMN Perkebunan, maka untuk melengkapi hasil penelitian ini, berikut ini ada beberapa saran yang dapat disampaikan terkait dengan penelitian di masa mendatang yaitu: 1. Untuk mendapatkan gambaran faktor-faktor yang menentukan kompensasi eksekutif yang lebih komprehensif maka penelitian dapat diperluas dengan sektor lainnya di luar sektor BUMN Perkebunan. Dengan melakukan penelitian seperti ini diharapkan dapat memperkaya dan memperluas pemahaman akan pentingnya identifikasi faktor-faktor yang menentukan kompensasi eksekutif BUMN. Disamping itu juga akan didapatkan company grade dan job grade cluster BUMN yang lebih komprehensif dalam menentukan gaji eksekutif, penentuan benefit/tunjangan dan tantiem/bonus yang lebih sesuai dengan kondisi riil sehingga hasil penelitian akan memberikan argumen yang lebih komprehensif dalam membuat kebijakan kompensasi eksekutif BUMN di Indonesia. 2. Mengingat terbatasnya waktu responden dari eksekutif BUMN Perkebunan untuk mengisi kuisioner penelitian akan memberikan hasil yang lebih komprehensif jika pendekatan kuantitatif yang telah dilakukan dalam penelitian dengan menambahkan pendekatan lainnya seperti studi kasus dan focus group discussion melalui pengambilan responden dan nara sumber yang ahli dalam BUMN Perkebunan. Dengan demikian, dapat diketahui informasi bagaimana kondisi yang sebenarnya tentang kompensasi eksekutif BUMN Perkebunan. 3. Dari hasil pengujian model hipotesis yang memperlihatkan terdapat lima variabel yang

1. Faktor-faktor penentu kompensasi eksekutif yang mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan terhadap kompensasi eksekutif adalah mekanisme keputusan eksekutif, kompleksitas jabatan, skala usaha (indikator total penjualan), kemampuan bayar (indikator total profit), dan diversifikasi produk dan perluasan pasar (indikator diversifikasi produk). 2. Faktor-faktor penentu kompensasi eksekutif yang mempunyai hubungan signifikan dengan kompensasi eksekutif adalah human capital, resiko bisnis (fluktuasi harga) dan pasar tenaga kerja eksekutif. 3. Skala usaha mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan terhadap kinerja pelanggan, kinerja proses bisnis internal dan kinerja pertumbuhan dan pembelajaran. 4. Kemampuan perusahaan membayar kompensasi eksekutif mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan, kinerja pelanggan, dan kinerja pertumbuhan dan pembelajaran. 5. Diversifikasi produk dan perluasan pasar mempunyai hubungan positif dan pengaruh signifikan terhadap kinerja pelanggan, dan kinerja proses bisnis internal. 6. Dampak kebijakan perubahan faktor-faktor penentu kompensasi eksekutif terhadap kinerja BUMN Perkebunan menunjukkan bahwa skenario kebijakan dengan melakukan perubahan terhadap skala usaha, kemampuan perusahaan membayar kompensasi, diversifikasi produk dan perluasan pasar, dan keperintisan usaha pada tingkat perusahaan terhadap kinerja perusahaan menunjukkan bahwa indikatorindikator kinerja pelanggan, kinerja proses bisnis internal dan kinerja pertumbuhan dan pembelajaran sensitif terhadap perubahan tersebut. 7. Perubahan skala usaha, kemampuan perusahaan membayar kompensasi, diversifikasi produk dan

11

tidak terbukti mempengaruhi kompensasi eksekutif yaitu efektivitas RUPS, kemampuan adaptasi teknologi, resiko jabatan, gaya kepemimpinan dan keperintisan usaha. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap beberapa variabel tersebut yang dirasa penting dalam persaingan yang semakin ketat seperti kemampuan adaptasi teknologi dan gaya kepemimpinan. Kedua variabel ini sangat penting untuk dilakukan penelitian dengan lebih mendalam mengingat secara empiris peranan kedua variabel ini dapat meningkatkan kinerja BUMN Perkebunan. Penambahan variabel yang terkait dengan kompensasi karyawan akan membuat penelitian lebih komprehensif. 4. Analisis kelayakan model kompensasi eksekutif di BUMN Perkebunan. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui apakah model kompensasi eksekutif di BUMN Perkebunan ini layak dilihat dari aspek ekonomi, keuangan dan sosial. Dengan demikian, dalam analisis ini penekanannya dilihat dari berbagai aspek dan komprehensif agar nantinya diperoleh berbagai informasi yang dapat dijadikan landasan kuat dalam mengembangkan model sistem kompensasi eksekutif di BUMN Perkebunan.

DAFTAR PUSTAKA Ariyoto, K, 2000. Good Corporate Governance dan Konsep Penegakannya di BUMN dan Lingkungan Usahanya. Usahawan no 10 tahun XXIX Oktober. Asian Development Bank, 2003. Corporate Governance for Business Enterprises. ADB. Manila. Barkema, H,G and L.R. Gomes-Mejia, 1998. Managerial Compensation and Firm Performance: A General Research Framework. Academy of Management Journal, Vol 41 No 2 Becker, G.S, 1996. Human Capital: A Theoritical and Empiris Analysis, with Special Reference to Education. 3rd edition. University of Chicago Press. Boyd, B.K, 1995. CEO Duality and Firm Performance: A Contingency Model. Strategic Management Journal, Vol 16. Conyon, M.J and Peck, S.I, 1998. Board Control, Remuneration Committee and Top Management Compensation. Academy of Management Journal, Vol 41, No 2.

Cordeiro, J.J and R. Veliyath, 2003. Beyond Pay for Performance: A Panel Study of the Determinants of CEO Compensation. American Business Review, Vol 21, No 1. Cordeiro, JJ: P. Mukherjee: D.D. Kent, 2006. Nonparametric Assessment of CEO Compensation Practices. Management Research News, Vol 29 No 5. Daily, C.M, Johson, J.L, Ellstrand, A.E and Dalton, D.R, 1998. Compensation Committee Composition as a Determinant of CEO Compensation. Academy of Management Journal Vol 41 No 2. Eisenhardt, K.M, 1989. Agency Theory: An Assessment and Review. Academy of Management Review, Vol 4, No 1. Fama, E and M.C. Jensen, 1983. Separation of Ownership and Control. Journal of Law and Economics Vol 26. Ferdinand, A, 2000. Structural Equation Model: Dalam Penelitian Manajemen. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Finkelstein, S and D.C. Hambrick, 1988. Chief Executive Compensation: A Synthesis and Reconciliation. Strategic Management Journal. Nov/Dec 1988, Vol 9, No 6. Forum Human Capital Indonesia, 2007. Pemikiran Strategik Human Capital Indonesia. Jakarta. Gomez- Mejia, L.R and R.M. Wiseman, 1997. Reframing Executive Compensation: An Assessment dan Outlook. Journal of Management Journal, Vol 23. Gomez-Mejia, L,R, 2002. Structure and Process of Diversification, Compensation Strategy and Firm Performance. Strategic Management Journal Vol 12. Hair, J.F, Ronald,L.T, Rolph,E.A and William, B 1998. Multivariate Data Analysis. Prentice Hall, New Jersey. Hallock, K and K.J. Murphy, 1999. The Economics of Executive Compensation.Edward Elger Publishing Limited, London. Hambrick, D.C and P.A. Mason, 1984. Upper Echelons: the Organization as a Reflection of Its Top Managers. Academy of Management Review No 9. Hijazi, S.T and Bhatti, K.K, 2007. Determinants of Compensation Executive an Its Impact on Organizational Performance. Compensation and Benefit Review, Vol 39 No 2. Hill, C.W and P. Phan, 1991. CEO Tenure as a Determinant of CEO Pay. Academy of Management Journal, Vol 34.

12

Jensen, M and W.H. Mecking, 1976. Theory of the Firm; Managerial Behaviour, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, Vol 3 No 4. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara, 2002. Keputusan Menteri BUMN No KEP117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek GCG pada BUMN. Jakarta. Mitchell, R. G, 2002. Executive Compensation and Firm Performance: An Empirical Investigation. Dissertation. The School of Business and Entrepreneurship. Nova Southeastern University. Otten, J.A, 2008. Theories on Executive Pay. A Literature Overview and Critical Assessment. Munich Personal RePEc Archive (MPRA). http://mpra.ub.uni-muenchen.de/6969/. Porter, M, 1998. Competitive Strategy: Techniques for Analyzing Industries and Competitiveness. Fress Press, New York. PTPN I-XIV/RNI, 2005, 2006, 2007. Laporan Manajemen Perusahaan Tahun Buku 2005, 2006,2007 (Audited). Rajagopalan , N and Finkelstein S, 1992. Effects of Strategic Orientation adn Environmental Change on Senior Management Reward Systems.Strategic Management Journal,Vol 13. Rajagopalan, N and Prescott, J.E, 1990. Determinants of Top Management Compensation: Explaining the Impact of Economic, Behavioral, and Strategic Constructs and Moderating Effects of Industry. Journal of Management,Vol 16 No 2. Ramaswamy, K; R. Veliyath and L. Gomes, 2000. A Study of the Determinants of CEO Compensation in India. Management International Review, Vol 40 No 2. Swa, 2006. Yuk Mengintip Gaji Petinggi BUMN. Pebruari 2006. www.swa.co.id. Tosi, H.L and Greckhamer, T, 2004. Culture and CEO Compensation. Organization Science Vol 15 no 6. Veliyath, R, 1996. Business Risk and Performance: An Examination of Industry Effects. Journal of Applied Business Research, Vol 12, No 3. Veliyath, R, Ferris, S.P, and Ramaswamy, K, 1994. Business Strategy and Top Management Compensation: the Mediating Effects of Employment Risk, Firm Performance and Size. Journal of Business Research, No 30.

13

Lampiran 1. Variabel-variabel Yang Digunakan Dalam Penelitian Sebelumnya di Berbagai Negara Tahun 1990 - 2007 No 1 Nama Variabel Kinerja Perusahaan Metode Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi Model ekonomi Model regresi OLS Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi SEM Analisis regresi DEA Analisis regresi Penulis dan Tahun Jensen dan Murphy, 1990 Gregg et al, 1993 Conyon dan Leech, 1994 Main et al, 1995 Vittniemi, 1997 Hall dan Liebman, 1998 Snider, 2000 Ha, 2000 Torello, 2000 Attaway, 2000 Randoy dan Nielsen, 2002 Mitchell, 2002 Cordeire dan Veliyath, 2003 Choo dan Tan, 2004 Kato dan Kubo, 2005 Cordeiro et al, 2006 Liling, 2006 Zhu, 2007 Ha, 2000 Snider, 2000 Cordeire dan Veliyath, 2003 Cordeiro et al, 2006 Zhu, 2007 Hijazi dan Bhatti, 2007 Attaway, 2000 Torello, 2000 Ha, 2000 Ramaswamy et al, 2000 Snider, 2000 Mitchell, 2002 Hijazi dan Bhatti, 2007 Hijazi dan Bhatti, 2007 Hijazi dan Bhatti, 2007 Ha, 2000 Mitchell, 2002 Randoy dan Nielsen, 2002 Cordeire dan Veliyath, 2003 Ramaswamy et al, 2000 Zhu, 2007 Torello, 2000

2.

Skala Usaha

Model regresi OLS Model ekonomi Analisis regresi DEA Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi Model regresi OLS Analisis regresi Model ekonomi Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi Model regresi OLS Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi Analisis regresi

Human Capital

4 5 6.

Kompleksitas Jabatan Kemampuan Perusahaan Membayar Kompensasi Komposisi Dewan Komisaris

Resiko bisnis

Lampiran 2. Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran Penelitian Kompensasi Eksekutif BUMN Perkebunan

Latar Belakang

Kesenjangan Penelitian Kesenjangan Determinan

Teori Keagenan Teori Human Capital

Studi Pustaka

Faktor-faktor Determinan Hubungan Determinan. Kompensasi, Kinerja

Permasalahan

Analisis Determinan dan Pengaruh Determinan Analisis Hubungan Determinan dengan Kinerja Perusahaan

Tujuan Penelitian

Penelitian Lapang Desk study

Metode Pengumpulan Data

Analisis Faktor- Faktor Penentu Kompensasi dan Hubungannya dengan Kinerja Perusahaan

Data dan Informasi (Kondisi saat ini)


Data primer Data sekunder

Metode Perumusan Model Penyusunan dan Simulasi Model


Model Struktural Model Pengukuran Metode 2SLS SEM Analisis Korelasi Analisis Regresi Analisis Kualitatif

Wawancara Stakeholders

Pengembangan Kompensasi Eksekutif BUMN Perkebunan

15

Lampiran 3. Model Penelitian Kompensasi Eksekutif BUMN Perkebunan Indonesia Human Capital Efektivitas RUPS Kinerja Keuangan Mekanisme Keputusan Resiko Bisnis Kompleksitas Pekerjaan Skala Usaha Kompensasi Eksekutif Kinerja Proses Internal

Kinerja Pelayanan

???

Kemampuan Membayar Kompensasi

Diversifikasi dan Pasar

Adaptasi Teknologi

Kinerja Pembelajaran dan Pertumbuhan

Keperintisan Usaha Pasar Tenaga Kerja Resiko Jabatan Gaya Kepemimpinan

16

Lampiran 4.

Besar Pengaruh Antar Variabel Laten dan Muatan Faktor Setiap Indikator dari Variabel Laten

X6 0.83* X7 X8 X9 0.96* 0.80* 0.70*

MK
0.17*

KE
X15 0.41* 0.41* X16 1.15* X17 0.27* X18 0.99*

KJ

dimana X6 = transparansi X7= akuntabilitas X8 = keadilan X9 = tanggung jawab X15 = rentang kontrol (jumlah pegawai yang secara langsung disupervisi eksekutif) X16= divisi fungsional (jumlah divisi yang menjadi tanggung jawab langsung eksekutif) X17 = manajemen level (jumlah tingkat manajemen dibawahnya yang secara tidak langsung diawasi eksekutif) X18 = jumlah tanggung jawab eksekutif Catatan: best fit model dengan X2 =50,96; df=36, p-value= 0.05; RMSE=0.059, CGI > 0.98 nilai t = 2.50 untuk MK dan nilai t =14,91 untuk KJ

17

Lampiran 5. Hasil Analisis Kontingensi Hubungan Antara Variabel - variabel Penentu Kompensasi Eksekutif Dengan Variabel Kompensasi Eksekutif (N=120) Variabel-variabek Penentu Kompensasi Ekskutif 1. Human Capital 2. Efektivitas Praktek RUPS 3. Mekanisme Keputusan Eksekutif 4. Resiko Bisnis 5. Kemampuan Adaptasi Teknologi 6. Pasar Tenaga Kerja Eksekutif 7. Kompleksitas Jabatan 8. Resiko Jabatan 9. Gaya Kepemimpinan Keterangan: *** signifikan pada tingkat 1 % ** signifikan pada tingkat 5 % * signifikan pada tingkat 10 % Koefisien Chi square 0.001*** 0.378 0.037** 0.359 0.612 0.028** 0.001*** 0.259 0.199 Ukuran Keeratan 0.437 0.311 0.360 0.314 0.278 0.401 0.542 0.330 0.341

Lampiran 6.

Dampak Perubahan Kebijakan Faktor Penentu Kompensasi Eksekutif terhadap Kinerja Perusahaan

Indikator Kinerja

Nilai Dasar

EBIT ROE Pangsa Pasar Volume Penjualan Harga Jual Wilayah Pasar Target Rendemen Realisasi Rendemen Investasi Diklat Peserta Diklat

165145 11.3978 165.9 145224 1572.7 0.4276 754.2 733.3 3931.6 1674.4

Skenario I Skala Usaha (%) 2.93 -20.96 3.07 1.97 97.16 445.46 121.57 119.19 84.50 6.17

Skenario II (Kemampuan Byr ) (% ) 8.17 18.61 2.89 1.96 95.03 452.08 118.23 116.49 68.50 6.55

Skenario III (Diversifikasi dan Pasar) (%) 0.50 0.84 11.69 11.73 99.29 452.46 123.85 122.72 68.21 2.11

Skenario IV (Keperintisan) (%)

Skenario V (Kombinasi) (%)

0.00 -3.15 2.41 1.50 91.34 445.30 115.37 113.86 68.05 1.13

11.61 -1.51 12.84 12.67 108.80 459.40 132.94 130.70 85.10 12.55

18

You might also like