You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG MASALAH Setiap negara membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas karena sumberdaya manusia yang berkualitas akan berdampak positif terhadap perkembangan pembangunan suatu bangsa dalam berbagai bidang. Tidak hanya dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga sikap mental yang baik. Oleh karena itu, setiap negara selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya. Untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia itu dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pendidikan bangsanya karena dengan pendidikan yang berkualitas akan tercipta sumberdaya manusia yang berkualitas pula, yang pada akhirnya dapat mendukung terwujudnya target pembangunan nasional. Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru menjadi salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumberdaya manusia yang potensi dibidang pembangunan. Setiap guru seharusnya dapat mengajar didepan kelas. Bahkan mengajar itu dapat dilakukan pula pada sekelompok siswa diluar ataupun dimana saja. Mengajar merupakan salah satu komponen dari kompetensi-kompetensi guru. Dan setiap guru harus menguasainya serta terampil melaksanakan mengajar itu. Mengajar bukan tugas ringan bagi seorang guru. Dalam mengajar guru berhadapan dengan sekelompok siswa, mereka adalah makhluk hidup yang 1

2 memerlukan bimbingan dan pembinaan. Guru yang memiliki pengalaman mengajar yang cukup baik/lama biasanya menguasai dan terampil dalam mengajar. Pengalaman mengajar merupakan salah satu faktor dalam mendukung pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Pengalaman mengajar yang dimiliki oleh seorang guru menjadi penentu pencapaian hasil belajar yang akan diraih oleh siswa. Pengalaman mengajar yang cukup, dalam arti waktu yang telah dilalui oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya akan mendukung pencapaian hasil belajar sehingga tujuan yang telah ditetapkan akan tercapai. Menurut Sedarmayanti dalam Alfiana (2011) pengalaman merupakan modal yang besar artinya dalam menjalankan roda organisasi agar dapat lebih berhasil guna dan daya guna. Semakin lama karyawan bekerja pada suatu perusahaan maka karyawan tersebut akan lebih menguasai teknik dan metode dalam menyelesaikan pekerjaan. Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin mampu bekerja serta mengunakan fasilitas kerja yang baik. Pegawai akan semakin terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup. Pengalaman mengajar merupakan suatu hal yang menjadikan perhatian yang tidak kalah pentingnya dalam menentukan kinerja guru. Guru yang mempunyai pengalaman mengajar yang memadai, secara positif akan mendukung kinerjanya di sekolah. Sebaliknya jika pengalaman kerja yang dimiliki oleh guru tidak memadai, maka kurang mendukung keberhasilan kinerjanya disekolah. Berdasarkan diskusi dengan beberapa guru di SMPN 02

3 Wringinanom Gresik walaupun mereka sudah memiliki pengalaman mengajar yang cukup lama tetapi mereka masih memiliki kesulitan dalam proses belajar mengajar. Akibatnya pencapaian hasil belajar belum maksimal sehingga tujuan pembelajaran sulit untuk tercapai. Guru yang profesional dapat menghasilkan pendidikan berkualitas, hal ini dapat dicapai dengan menciptakan iklim pembelajaran yang menyenangkan. Di dalam proses belajar mengajar, tidak hanya siswa yang dituntut untuk memiliki motivasi dalam belajar tetapi guru juga harus memiliki motivasi didalam mengajar sehingga mampu memotivasi dan mendorong semangat belajar siswa, serta mampu memperdayakan kemampuan guru seoptimal mungkin. Untuk meningkatkan kinerja guru di sekolah diperlukan penataan lingkungan kerja sekolah, karena iklim kerja berpengaruh besar terhadap kinerja pegawai dalam organisasi. Dalam melaksanakan tugasnya, manusia yang bekerja pada organisasi perlu disubtitusi dengan berbagai stimulus dan fasilitas yang dapat meningkatkan kebutuhan dan gairah kerjanya. Iklim organisasi sekolah berkaitan dengan perasaan guru-guru terhadap seluruh aspek organisasi sekolah baik itu kepemimpinan kepala sekolah, perilaku guru-guru, maupun kondisi fisik sekolah. Semua ini akan mempengaruhi sikap dan perilaku guru dalam menjalankan tugasnya. Iklim yang mendukung usaha guru dalam menjalankan tugasnya dalam mencapai tujuan adalah iklim organisasi yang positif artinya personalia menunjukkan

4 hubungan yang akrab antara satu dengan yang lainnya. Segala persoalan yang timbul dapat diselesaikan dengan musyawarah. Iklim kerja merupakan suatu keadaan psikologis yang dirasakan guru dalam melakukan interaksinya dengan personil lainnya untuk memberikan kinerjanya yang optimal bagi sekolah. Sebagai seorang pimpinan, kepala sekolah perlu bekerja sama dengan para karyawan dan guru-guru agar tugastugas pendidikan dilaksanakan sesuai dengan tujuan pendidikan, sehingga produktivitas meningkat, baik kuantitas maupun kualitas. Di negara-negara maju, riset tentang iklim kerja di sekolah (school working environment atau school climate) telah berkembang dengan mapan dan memberikan sumbangan yang cukup signifikan bagi pembentukan sekolahsekolah yang efektif (artikel Wahyudi, Sarno Effendy, Asmiadi). Pembentukan lingkungan kerja sekolah yang kondusif menjadikan seluruh anggota sekolah melakukan tugas dan peran mereka secara optimal. Dalam sistem pendidikan dan pengajaran peranan guru sangatlah strategis dalam upaya menghantarkan peserta didik kearah tujuan yang hendak dicapai. Raka Joni dalam Seniawan dan Soedijarto, (1991 : 119) mengatakan, "secara makro tugas guru berhubungan dengan pengembangan sumber daya manusia yang pada akhirnya akan paling menentukan kelestarian dan kejayaan kehidupan bangsa". Lebih-lebih jika peranan guru dikaitkan dengan jenjang pendidikan dasar maka kita akan melihat betapa seorang guru akan menjadi faktor yang sangat penting dan strategis dalam meletakan fondasi bagi

5 pengembangan sumber daya manusia, karena jenjang yang Iebih tinggi pada dasarnya akan mudah dikelola jika fondasi dasar siswa sudah kuat. Menurut Sudjana (1989 : 1) "kurikulum diuntukan bagi siswa, melalui guru yang secara nyata memberi pengaruh kepada siswa pada saat terjadinya proses pengajaran". Mengingat peranan guru yang sentral dalam proses belajar mengajar, dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di sekolah itu sangat ditentukan oleh kualitas kemampuan guru, meskipun ada faktor lain yang terkait. Konsekuensinya, apabila kualitas proses pendidikan pada suatu jenjang pendidikan ditingkatkan maka kualitas kemampuan guru perlu ditingkatkan pula. Demikian juga sebaliknya, apabila kualitas pendidikan itu disinyalir kurang sesuai dengan harapan masyarakat, tentu yang lebih dulu mendapat tudingan adalah guru. Bahkan Natawidjaja (1992 : 11) mengungkapkan bahwa kritikan masyarakat terhadap kualitas guru yang tidak memadai dalam menyesuaikan dirinya terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam bidang pendidikan. Mewujudkan sosok pribadi guru yang sesuai dengan harapan masyarakat, dalam arti dapat berperan sebagai pendidik dan pengajar bukanlah pekerjaan yang mudah, akan merupakan pekerjaan yang sulit dan teramat sulit sudah barang tentu hal ini terkait dengan sejumlah aspek, baik yang melekat pada pribadi guru seperti aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Disamping hal-hal diluar guru seperti : Kurikukulum, sarana belajar, organisasi sekolah dan lainnya. Mengingat demikian strategisnya peranan seorang guru dalam menghantarkan tujuan pendidikan, maka guru dituntut untuk memiliki

6 kompetensi profesional. Hal ini Syaodih (1998) mengemukakan bahwa guru memegang perang yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa guru adalah perencana, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Karena guru juga mempakan barisan pengembang kurikulum yang terdepan, maka guru pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kurikulum. Menyadari hal tersebut, betapa penting nya untuk meningkatkan aktivitas, kreativitas, kualitas, dan profesionalisme guru. Hal tersebut lebih nampak lagi dalam pendidikan yang dikembangkan secara desentralisasi sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, karena disini guru diberi kebebasan untuk memilih dan mengembangkan materi standar dan kompetensi dasar yang sesuai dengan kondisi serta kebutuhan daerah dan sekolah. Simon dan Alexander (1980) telah merangkum lebih dari 10 hasil penelitian di negara-negara berkembang, dan menunjukkan adanya dua kunci penting dari peran guru yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar peserta didik; yaitu : jumlah waktu efektif yang digunakan guru untuk melakukan pembelajaran di kelas, dan kualitas kemampuan guru.. Dalam hal ini, guru hendaknya memiliki standar kemampuan profesional untuk melakukan pembelajaran yang berkualitas. Mulyasa (2008 : 13-14) mengatakan kualitas guru dapat ditinjau dari dua segi, dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses guru dikatakan berahasil apabila mampu melibatkan sebagia besar peserta didik secara aktif,

7 baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Disamping itu, dapat dilihat dari gairah dan semangat mengajarnya, serta adanya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran yang diberikannya mampu mengubah perilaku sebagian besar peserta didik ke arah penguasaan kompetensi dasar yang lebih baik. Untuk memenuhi tuntutan tersebut diperlukan berbagai kompetensi pembelajaran. Pengembangan kualitas guru merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan berbagai faktor yang saling terkait. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya tidak hanya menuntut keterampilan teknik dari para ahli terhadap pengembangan kompetensi guru, tetapi harus pula dipahami berbagai faktor yang mempengaruhinya. Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru dalam mengembangkan berbagai aspek pendidikan dan pembelajaran. Hal tersebut lebih terfokus lagi dalam implementasi kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, dengan manajemen berbasis sekolah, dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah. Pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara benar dan transparan dapat meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Dalam pelaksanaan berbagai kebijakan diatas, guru dituntut untuk menjadi ahli penyebar informasi yang baik, karena tugas utamanya antara lain menyampaikan informasi kepada peserta didik. Guru juga berperan sebagai perencana (designer), pelaksana (implementer), dan penilai (evaluator) pembelajaran. Apabila pembelajaran diarahkan untuk memenuhi kebutuhan

8 pribadi para peserta didik dengan penyediaan ilmu yang tepat dan latihan keterampilan yang mereka perlukan, haruslah ada ketergantungan terhadap materi standar yang efektif dan terorganisasi. Untuk itu diperlukan peran baru dari para guru, mereka dituntut memiliki keterampilan-keterampilan teknis yang memungkinkan untuk mengorganisasikan materi standar serta

mengelolanya dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, guru terutama berperan dalam mengembangkan materi standar dan membentuk kompetensi peserta didik. Sehubungan dengan itu, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan. Guru harus kreatif dalam memilah dan memilih, serta mengembangkan materi standar sebagai bahan untuk membentuk kompetensi peserta didik. Guru harus profesional dalam membentuk kompetensi peserta didik sesuai dengan karakteristik individual masing-masing. Guru juga harus menyenangkan, tidak saja bagi peserta didik, tetapi juga bagi dirinya. Artinya, belajar dan pembelajaran harus menjadi makanan pokok guru sehari-hari, harus dicintai, agar dapat membentuk dan membangkitkan rasa cinta dan nafsu belajar peserta didik. Dalam kondisi dan perubahan yang bagaimanapun dahsyatnya, guru harus tetap guru; jangan terpengaruh oleh isu, dan jangan bertindak terburu-buru. Kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan tugas profesinya secara layak dan bertanggungjawab (Usman : 1999 : 14). Sejalan dengan hal tersebut. Dahlan dalam makalah bahan diskusi Pelatihan Pengelolaan Madrasah Aliyah Dirjen Kelembagaan Agama Islam

9 Depag RI tanggal 14-31 Mei 2000 di Griya Astuti Cisarua Bogor, mengungkapkan setidaknya ada sepuluh standar kemampuan dasar guru yaitu : 1. Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya. 2. 3. Pengelolaan program belajar mengajar Pengelolaan Kelas

4. Penggunaan media dan sumber pembelajaran 5. Penguasaan landasan-landasan kependidikan 6. Pengelolaan interaksi belajar mengajar. 7. Penilaian prestasi siswa

8. Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan 9. Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah. 10. Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran. Standar kemampuan guru tersebut adalah merupakan modal yang penting dalam upaya melakukan proses pembelajaran yang mendukung bagi tercapainya tujuan yang ditetapkan. Kompotensi Guru yang dimilikinya sebagai pengembang kurikulum di sekolah sudah barang tentu ini merupakan modal penting dalam menciptakan situasi edukatif yang kondusif, sehingga diharapkan dengan modal kompetensi guru yang memadai siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Sebaliknya jika kompetensi guru sangat lemah dalam mengelola sistem kependidikan maka meskipun fasilitas di sekolah serba ada sangat sulit diharapkan hasil pendidikan tersebut dapat mecapai tujuan yang optimal. Bahkan dalam surat keputusan Menteri

10 Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 26 tahun 1989 tentang angka kredit bagi jabatan guru dalam lingkungan Depdiknas, guru dituntut untuk senantiasa meningkatkan kemampuan profesionalnya baik secara individu maupun secara bersama-sama. Lebih lanjut PP nomor 38 tahun 1992 tentang tenaga kependidikan, fasal 31 mengungkapkan bahwa : Tenaga kepndidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa. Sukadi (2006), Tugas dan Peran Guru, mempakan suatu proses yang meliputi : mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik. Mendidik berarti merumuskan dan mengembangkan nilai-nikai hidup (efektif). Mengajar berarti merumuskan dan mengembangkan Ilmu pengetahuan dan teknologi (kognitif), Adapun melatih berarti mengembangkan keterampilan para siswa (psikomotor). Ketiga tugas guru tersebut harus terintegrasi menjadi satu kesatuan dan tidak terpisah-pisah. Artinya, dalam melaksanakan tugas mengajar, seorang guru tidak bisa mengabaikan nilai-nilai kehidupan dan keterampilan. Mereka mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tidak mengesampingkan niali-nilai penggunaan Ilmu dan teknologi tersebut. Demikian pula dalam melatih para siswa, seorang guru tidak bisa mengabaikan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik. Untuk melaksanakan ketiga tugas pokok tersebut, seorang guru dituntut mempunyai beberapa kemampuan sebagai berikut : 1. Berwawasan luas, menguasasi bidang ilmunya, dan mampu mentransfer serta menerangkan kembali kepada siswa

11 2. Mempunyai sikap dan tingkah laku (kepribadian) yang patut diteladani sesuai dengan nilai-nilai kehidupan (values) yang dianut masyarakat dan bangsa 3. Memiliki keterampilan sesuai dengan bidang ilmu yang dimilikinya Peningkatan kualitas guru menuju kemampuan profesional guru adalah merupakan perwujudan dari upaya .meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan. Guru merupakan sosok manusia yang diberi amanat untuk membimbing dan mengarahkan generasi bangsa yang akan datang. Guru yang berkualitas dalam kinerjanya akan dapat mencerminkan nasib bangsa dan negara yang akan datang. Hal ini dengan asumsi bahwa jabatan apapun atau pekerjaan apapun pasti melalui proses pendidikan dan orang yang melakukan proses tersebut pasti selalu beriringan dengan sosok guru, karena kualitas pembelajaran akan berjalan dengan balk apabila guru mampu melakukannya. Fenomena di lapangan menunjukan bahwa masih terdapat anggapan bahwa untuk menjadi guru, yang penting memiliki kemauan persoalan kemampuan pada gilirannya akan mengikuti. Anggapan tersebut sudah barang tentu kurang kondusif bagi pembinaan profesionalisme guru dalam menjalankan tugas, peran dan fungsinya dalam menghantarkan peserta didik kearah tujuan yang dikehendaki. Ace Suryadi dari Balitbang Depdiknas yang dikutif oleh Usman (2001) menyatakan bahwa : "Berbagai temuan penelitian menunjukan beberapa kekhawatiran jika guru-guru kita ternyata belum sepenuhnya menguasai

12 kemampuan profesinya. Berdasarkan salah satu penelitian, penguasaan guru terhadap mata pelajaran memang masih berada di bawah standar yang diharapkan. Oleh karena itu maka tidaklah mengherankan jika guru belum dapat melaksanakan pekerjaannya secara profesional". Sudah barang tentu guru yang masih Iemah kompetensi

professionalnya akan sulit diharapkan tujuan pendidikan nasional akan tercapai. Sebagaimana tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan Nasional bahwa tujuan pendidikan adalah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Membicarakan perbaikan kurikulum, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan sampai kepada Kriteria sumberdaya manusia yang diinginkan oleh usaha pendidikan maka semua pasti bermuara pada kualitas guru (Muhibinsyah, 1995 : 224). Dengan demikian maka dapat ditarik benang merah betapa urgennya posisi guru dalam dunia pendidikan. Peran guru dalam mengembangkan kurikulum dalam ruangan kelas posisinya sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah proses pembelajaran. Sukmadinata (1988 : 212) mengemukakan bahwa :"Official curriculum merupakan kurikulum nyata yang dilaksanakan oleh sekolah atau kelas, suatu "reality". Kurikulum nyata atau actual curriculum merupakan implementasi dari

13 official curriculum oleh guru di dalam kelas. Beberapa ahli menyatakan betapapun bagusnya suatu kurikulum (official), tetapi hasilnya sangat bergantung pada upaya yang dilakukan oleh guru dan juga murid dalam kelas (actual). Dengan demikian guru memegang peranan penting baik di dalam penyusunan maupun pelaksanaan kurikulum". Kurikulum dapat dipahami, tidak hanya dokumen tertulis akan tetapi sebagai sebuah rencana pelajaran didalam ruangan kelas, dalam hal ini Beauchamp (1968 : 6) mengungkapkan bahwa "a curriculum is written document wich may contain many ingredients, but basically it is a plan for education of pupils during their enrollment in given school". Dengan demikian implementasi kurikulum dapat dikembangkan oleh guru dalam ruangan kelas sesuai dengan keadaan dan kebutuhan siswa atau peserta belajar.Dengan demikian kinerja profesional dalam melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum , dalam hal ini merupakan kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum di kelas yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Sejalan dengan hal tersebut Johnson (1978) Menurutnya kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dengan demikian, suatu kompetensi ditunjukan oleh penampilan atau unjuk kerja yang dapat dipertanggung jawabkan (rasional) dalam upaya mencapai suatu tujuan.Sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru, yaitu meliputi kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial

kemasyarakatan.

14 a. Kompetensi Pribadi, guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus di-gugu dan ditiru). Sebagai seorang model guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), di antaranya : Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya. b. Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama. c. Kemampuan untuk berprilaku sesuai dengan norma, antara dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat d. Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya, sopan santun dan tata krama e. Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik. Kompetensi Profesional, adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan yang sangat penting, oleh sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu , tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi ini di antaranya : a) Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, tujuan instmksional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran

15 b) Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan misalnya, paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar, dan lain sebagainya. c) Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya. d) Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran e) Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar. f) Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran. g) Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran. h) Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang, misalnya, paham akan administrasi sekolah, bimbingan, dan penyuluhan. i) Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja. Kompetensi Sosial Kemasyarakatan. Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, yang meliputi : a. Kemampuan untuk berinteraksi dan berkomonikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional. b. Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan.

16 c. Kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara kelompok Guru sebagai pengembang kurikulum dalam tulisan ini dipahami dalam pengertian mikro, yaitu mengembangkan kurikulum dalam ruangan kelas. Sejalan dengan hal ini Kusnandar (2007 : 42-43), ada beberapa paradigma baru yang harus diperhatikan guru dewasa ini adalah sebagai berikut: : 1. Tidak terjebak pada rutinitas belaka, tetapi selalu mengembangkan dan memperdayakan diri secara terus menerus untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya, baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan, seminar, lokakarya, dan kegiatan sejenisnya. Guru jangan terjebak pada aktivitas datang, mengajar, pulang, begitu berulang-ulang sehingga lupa mengembangkan potensi diri secara maksimal 2. Guru mampu menyusun dan melaksanakan strategi dan model

Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM) yang dapat menggairahkan motivasi belajar peserta didik. Guru harus menguasai berbagai macam strategi dan pendekatan serta model pembelajaran sehingga proses belajar-mengajar berlangsung dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan. 3. Dominasi guru dalam pembelajaran, dikurangi sehingga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih berani, mandiri, dan kreatif dalam proses belajar-mengajar

17 4. Guru mampu memodifikasi dan memperkaya bahan pembelajaran sehingga peserta didik mendapatkan sumber belajar yang lebih bervariasi 5. Guru menyukai apa yang diajarkannya dan menyukai mengajar sebagai suatu prefesi yang menyenangkan 6. Guru mengikuti perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutakhir sehingga memiliki wawasan yang luas dan tidak tertinggal dengan informasi terkini 6. Guru mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat luas dengan selalu menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji dan mempunyai integritas yang tinggi 7. Guru mempunyai visi ke depan dan mampu membaca tantangan zaman sehingga siap menghadapi perubahan dunia yang tak menentu yang membutuhkan kecakapan dan kesiapan yang baik. Beberapa hal tersebut di atas, mengisyaratkan bahwa pada dasarnya peranan guru dalam ruangan kelas adalah merupakan hubungan antar pribadi. Dalam hal ini pula menunjukan bahwa proses belajar mengajar bukan hanya sekedar kegiatan instruksional akan tetapi juga merupakan perilaku guru yang secara utuh diserap oleh siswa. Dengan demikian, guru dituntut selalu inovatif, kreatif, dan mampu mengimplementasikan sepuluh standar kemampuan dasar dalam upaya menghantarkan tujuan pendidikan secara optimal. Salah satunya melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar dengan pola komoniakasi multi trafic (multi trafic communication). Dalam pola komunikasi multi trafic ini, komonikasi terjadi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.

18 Dengan pola komonikasi seperti ini, antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa lainnya terjadi pertukaran (sharing) pengetahuan dan pengalaman sehingga proses belajar mengajar lebih bermakna. Untuk menciptakan pola semacam ini, guru harus memiliki beberapa keterampilan sebagai berikut : 1. Memiliki keterampilan bertanya yang meliputi : pertanyaan menggiring, pertanyaan untuk merangsang siswa berfikir dan mengemukakan gagasan, pertanyaan mengarahkan, dan pertanyaan yang bersifat mengendalikan arus komunikasi. 2. Memiliki keterampilan memberikan reward dan bentuk-bentuk

penghargaan atas pendapat, gagasan, dan pertanyaan siswa. 3. Terampil dan memilih dan mempergunakan metode dan media pembelajaran yang mendukung terjadinya pola komonikasi multi trafic. 4. Memiliki keterampilan memilih dan menyampaikan permasalahan yang dapat merangsang siswa mau berpikir dan melibatkan emosi dalam pembelajaran 5. Memahami dan mampu menerapkan pola pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dengan segenap metode dan media yang mendukungnya. Selain dengan cara-cara tersebut, keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar dapat dirangsang dengan cara sebagai berikut : 1. Memberikan kemerdekaan kepada siswa untuk mengemukakan ide, gagasan, pendapat, komentar, saran, dan kritik yang membangun. 2. Menciptakan suasana belajar mengajar yang terbuka (fair) dalam batas-batas yang wajar dan etis.

19 3. Memberikan penghargaan atas keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar dengan cara memberikan nilai tambah. 4. Membangun rasa percaya diri siswa dihadapan teman-temannya. 5. Mengurangi dominasi guru dalam proses pembelajaran. Berangkat dari pemikiran diatas, maka terdapat suatu perkembangan di SMPN 02 Wringinanom Gresik menyangkut kinerja professional guru dalam melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum. Hal ini mengingat tiga Tahun terakhir SMPN 02 mengalami peningkatan UAN yang sangat signifikan. Selain itu juga guru SMPN 02 tersebut tidak mengandalkan kewajibannya sebagai pengajar tetapi juga selalu melakukan mengayaan atau proses pembelajaran tambahan (Less). Mengingat begitu pentingnya peningkatan kompetensi profesional guru dalam melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum khususnya dalam dimensi kegiatan, maka hal inilah yang menjadi landasan berfikir penulis untuk melakukan penelitian tentang kompentensi profesional guru dalam melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum. Berkenaan dengan uraian diatas, tesis ini sengaja ditulis dengan judul Pengaruh tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar terhadap iklim kerja dan profesionalisme guru di SMPN 02 Wringinanom Gresik B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan permasalahan sebagaimana penulis paparkan pada latar belakang diatas, dalam penelitian ini fokus penelitian yang penulis bahas adalah sebagai berikut :

20 1. Apakah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap iklim kerja di SMPN 02 Wringinanom Gresik? 2. Apakah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap profesionalisme guru di SMPN 02 Wringinanom Gresik? 3. Apakah pengalaman mengajar berpengaruh terhadap iklim kerja di SMPN 02 Wringinanom Gresik? 4. Apakah pengalaman mengajar berpengaruh terhadap profesionalisme guru di SMPN 02 Wringinanom Gresik? 5. Apakah tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar berpengaruh terhadap iklim kerja dan profesionalisme guru di SMPN 02 Wringinanom Gresik? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dalam penelitian ini dimaksudkan : 1. Untuk menguji pengaruh tingkat pendidikan terhadap iklim kerja di SMPN 02 Wringinanom Gresik 2. Untuk menguji pengaruh tingkat pendidikan terhadap profesionalisme guru di SMPN 02 Wringinanom Gresik 3. Untuk menguji pengaruh pengalaman mengajar terhadap iklim kerja di SMPN 02 Wringinanom Gresik 4. Untuk menguji pengaruh pengalaman mengajar terhadap profesionalisme guru di SMPN 02 Wringinanom Gresik 5. Untuk menguji pengaruh tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar terhadap iklim kerja dan profesionalisme guru di SMPN 02 Wringinanom Gresik

21 D. KEGUNAAN PENELITIAN Kegunaan yang dapat diharapkan dari penelitian yang berjudul : Pengaruh tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar terhadap iklim kerja dan profesionalisme guru di SMPN 02 Wringinanom Gresik: a. Kegunaan Secara Teoritis : 1) Untuk mengembangkan khazanah tentang Pengaruh tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar terhadap iklim kerja dan profesionalisme guru di SMPN 02 Wringinanom Gresik. 2) Untuk mengembangkan khasanah pengetahuan terhadap perubahan paradigma Pengaruh tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar terhadap iklim kerja dan profesionalisme guru di SMPN 02 Wringinanom Gresik.. 3) Menjadi referensi peneliti sejenis. b. Kegunaan Praktis 1) Bagi pengelola SMPN 02 Wringinanom Gresik, iklim kerja dan profesionalisme guru sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar 2) Bagi masyarakat : memberikan wawasan bahwa tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar dapat mempengaruhi iklim kerja dan

profesionalisme guru. E. SISTEMATIKA TESIS Dalam penelitian ini, penulis mengatur pembahasan dengan sistematika sebagai berikut :

22 BAB I : PENDAHULUAN. Dalam pendahuluan ini penulis menjabarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, Manfaat penelitian, dan sistematika tesis. BAB II : KERANGKA DASAR TEORI DAN HIPOTESIS. Pada bab ini penulis membahas teori-teori dasar tentang tingkat pendidikan, pengalaman mengajar, iklim kerja, profesionalisme guru, dan Hipotesis. Bab III METODE PENELITIAN. Pada bab ini penulis membahas tentang Jenis Data Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data. Bab IV. ANALISIS HASIL PENELITIAN. Pada bab ini penulis membahas tentang Data Penelitian dan Analisis dan Hasil Penelitian. BAB V PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis membahas masingmasing variabel penelitian dan kemudian menggabungkan masing-masing variabel dan membuat konklusi sebagai jawaban secara teoritis dan hasil penelitian lapangan berdasarkan tujuan penelitian. Bab VI. PENUTUP. Pada bab ini penulis berusaha menyimpulkan hasil penelitian dalam tesis ini sekaligus memberikan saran-saran yang perlu penulis berikan.

You might also like