You are on page 1of 7

INSUFISIENSI AKOMODASI SEBAGAI AKIBAT TERJADINYA ASTENOPIA PADA SISWA YANG MENGGUNAKAN KOMPUTER Husnun Amalia*, Gusti G.

Suardana**, and Widya Artini** * Departemen Ophthalmology Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ** Departemen Oftalmologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

ABSTRAK Sampai saat ini penggunaan komputer secara luas terdistribusikan ke seluruh dunia dan keluhan mata terkait ditemukan dalam 75-90% dari populasi pengguna komputer. Gejala yang sering dilaporkan oleh pengguna komputer adalah kelelahan mata, iritasi, kemerahan, pandangan kabur, diplopia, membakar mata, dan asthenopia (kelelahan visual dari mata). Sebuah studi cross-sectional dilakukan untuk menentukan etiologi asthenopia pada siswa yang menggunakan komputer. Kuesioner terdiri dari 15 item digunakan untuk menilai gejala yang dialami oleh pengguna komputer. Pemeriksaan optalmologi untuk menilai kemampuan melihat visual terdiri atas , Hirschberg tes, titik dekat akomodasi, amplitudo akomodasi, titik dekat konvergensi, tes penutup, dan uji penutup alternatif. Sebanyak 99 siswa, di antaranya 69,7% memiliki asthenopia, yang berpartisipasi dalam studi ini. Gejala yang secara signifikan terkait dengan asthenopia adalah kelelahan visual (p = 0,031), mata terasa berat (p = 0,002), penglihatan kabur (p = 0,001), dan sakit kepala di pelipis atau belakang kepala (p = 0,000). asthenopia refraktif ditemukan pada 95,7% dari semua pasien asthenopia dengan insufisiensi akomodatif (AI), merupakan penyebab paling sering di 50,7%. Durasi menggunakan komputer per hari tidak signifikan terkait dengan prevalensi asthenopia (p = 0,700). Terdapat prevalensi yang tinggi dari asthenopia pada siswa ilmu komputer, sebagian besar disebabkan oleh asthenopia refraktif. Pengukuran akomodasi harus dilakukan lebih rutin dan teratur, mungkin sebagai skrining, khususnya pada pengguna komputer. Kata Kunci : astenopia, insufisiensi akomodasi, pengguna komputer, siswa

PENDAHULUAN Jumlah pengguna komputer meningkat di seluruh dunia dan mencapai 1 miliar pada tahun 2010 sebagai akibat dari peningkatan jumlah pengguna komputer baru di negara-negara berkembang seperti Cina, India dan Rusia. Ada semakin banyak bukti bahwa penggunaan komputer dapat mempengaruhi kesehatan visual. Bekerja di menggunakan komputer selalu berhubungan dengan gangguan mata yang dapat mempengaruhi ketajaman visual. Awalnya penelitian difokuskan pada efek pada mata akibat bahaya radiasi, tetapi kemudian muncul untuk memasukkan gejala karena eksposur mata pada video display terminal (VDT), yang dikenal sebagai sindrom penglihatan komputer. Beberapa studi menunjukkan bahwa sekitar 75% pengguna komputer memiliki masalah visual. Gejala yang sering dilaporkan oleh para

pengguna komputer adalah mata tegang, mata lelah, iritasi, kemerahan, penglihatan kabur, diplopia, mata pedas, dan asthenopia. Penyebab utama asthenopia diperkirakan terjadi karena kelelahan dari otot ciliary dan otot extraocular karena akomodasi berkepanjangan dan konvergensi yang dibutuhkan untuk penglihatan dekat. Faktor penyebab lain yang terlibat dalam asthenopia adalah kekeringan pada mata yang diakibatkan oleh meningkatnya paparan pada permukaan kornea ketika fokus lurus ke depan (bukan ke bawah pada teks tertulis) dan penurunan tingkat berkedip karena konsentrasi. Berdasarkan penyebabnya, asthenopia dapat diklasifikasikan sebagai asthenopia otot dan asthenopia refraktif. Asthenopia otot dapat disebabkan oleh heterophoria, heterotropia intermiten, dan konvergensi insufisiensi (CI), sedangkan asthenopia refraktif disebabkan anmetropia, presbiopia, akomodatif insufisiensi (AI), dan kombinasi akomodatif dan konvergensi insufisiensi. Anomali dari konvergensi dapat dideteksi dengan cara uji konvergensi titik dekat (NPC/near point convergency), sementara kelainan akomodatif terdeteksi oleh tes akomodasi dekat titik (NPA/Near point acomodasion). Gejala yang terjadi pada asthenopia adalah kemerahan, mata berat, mata kering, sakit kepala bagian frontal dengan nyeri periokular dan sakit kepala oksipital, pandangan kabur diplopia intermiten pada fiksasi dekat, dan kesulitan fokus, terutama bila membaca dan menulis. Penggunaan komputer terkait dengam sakit kepala dan kelelahan mata yang dilaporkan selama sebagai sebanyak 10% sampai 15% dari pemeriksaan mata rutin, dan beberapa peneliti menyatakan bahwa hampir 50% dari pengalaman pekerja VDT mengalami beberapa ketidaknyamanan mata. WHO telah memulai program untuk memberantas kebutaan pada tahun 2020, yang dikenal sebagai Vision 2020. Asthenopia adalah suatu kondisi reversibel dan tidak mengakibatkan penurunan kinerja atau efisiensi pasien. Asthenopia refraktif dapat dikoreksi dengan kacamata, sementara asthenopia otot dapat diperbaiki dengan latihan akomodatif dan konvergensi. Kemajuan teknologi saat ini dapat mencegah gejala asthenopia yang sesuai melalui ergonomis desain VDT. Data yang tersedia menunjukkan bahwa ada sejumlah besar pengguna komputer dan internet. Akibatnya, risiko asthenopia pada pengguna komputer mungkin mencapai proporsi epidemi di masa mendatang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan prevalensi asthenopia dan etiologinya pada pengguna komputer. METODE Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan cross-sectional, dengan tujuan menentukan prevalensi asthenopia, untuk memastikan sejauh mana bahaya kesehatan mata yang dihasilkan dari penggunaan komputer. Studi ini dilakukan pada bulan Februari 2007 di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Subyek Penelitian Subyek penelitian ini terdiri 99 mahasiswa dari Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia. Kriteria insklusi dalam penelitian ini adalah siswa strata 1 dan strata 2 dengan ketajaman visual dari 6/6 dengan atau tanpa koreksi yang bersedia untuk mengisi kuesioner dan untuk menerima pemeriksaan ophtalmologi. Pengecualian kriteria adalah adanya heterotropia nyata, amblyopia, dan kelainan okular yang dapat menggangguan atau menghalangi sumbu visual. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara kuesioner dan beberapa tes ophtalmologi. Data dikumpulkan dengan kuesioner terdiri atas status demografi, jumlah total jam kerja melihat dekat, dan 15 item pada keluhan subjektif karena asthenopia. Tanggapan terhadap 15 item dalam kuesioner diberi skor sebagai berikut: 0, tidak pernah, 1, jarang, 2, kadangkadang; 3, relatif sering, 4, sering, dan 5, selalu. Skor total untuk 15 pertanyaan yang diberikan kepada setiap subyek berkisar antara 0 sampai 75. Subjek penelitian dianggap beresiko menderita insufusiensi konvergensi jika jumlah skor mereka adalah 9. Subjek memiliki total skor <9 adalah kelompok dengan gejala negatif, sementara mereka dengan total skor 9 ditempatkan dalam kelompok dengan gejala positif. Selanjutnya subyek menerima pemeriksaan kemampuan melihat, yang terdiri dari penentuan ketajaman visual, Hirschberg tes, tes untuk NPA, amplitudo akomodasi (AA), dan NPC, tes penutup (CT), dan test penutup alternate (ACT). Subjek penelitian didiagnosa menderita AI jika diperoleh AA skor kurang dari nilai normal untuk usia sesuai dengan tabel Donder. Skor AA untuk rentang usia 17-19 tahun adalah 11 D, 20 - 24 tahun 8 D, 25-29 tahun 6 D, 30-34 tahun 5 D, dan 35-39 tahun 4 D (D = dioptries). NPC adalah kemampuan konvergensi mata pasien dalam mempertahankan fusi, dan Hasil tes nya dinyatakan dalam cm. Sebuah skor <10 cm adalah dikatakan normal dan skor> 10 cm berarti bahwa subjek memiliki CI. Analisis Data Data penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yakni data pada kelompok subyek dengan asthenopia dan data pada kelompok subyek normal. Hubungan antara variabel dari kelompok asthenopia dan kelompok normal dianalisis dengan menggunakan uji chi square. Sebuah p value <0,05 dianggap signifikan. Analisis data menggunakan program SPSS versi 15,0. HASIL Jumlah subyek yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 133, 34 tidak memenuhi kriteria inklusi, untuk alasan berikut: satu subjek memiliki katarak bawaan, empat subyek menderita heterotropia nyata, dan 29 subyek tidak menyelesaikan kuesioner. Jumlah subyek yang berpartisipasi sampai selesai penelitian adalah 99, terdiri dari 61 (61,4%) lakilaki dan 38 (38,4%) perempuan. Usia rata-rata subyek ( SD) adalah 20,2 1,8 tahun, dengan kisaran 18 hingga 26 tahun. Sebagian besar subyek (68 orang atau 68,3%)

menggunakan komputer 3-6 jam per hari, dan hanya 7 (7,1%) yang menggunakan komputer untuk < 2 jam per hari. Prevalensi dari asthenopia dalam penelitian ini adalah 69 (69,7%), sedangkan subyek normal adalah 30 (30,3%). Tabel 1 menunjukkan distribusi etiologi dari subyek asthenopic. Antara dua penyebab utama asthenopia, yakni refraksi anomali dan anomali otot, anomali refraksi menyumbang mayoritas dari penyebab asthenopia (95,7%), dimana AI peringkat tertinggi pada 50,7%. Hasil analisis (Tabel 2) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok untuk gejala mata lelah (p = 0,031), mata berat (p = 0,002), kesulitan membaca terakhir (p = 0,001), sakit kepala pada parietal atau occipital (p = 0,000), pandangan kabur (p = 0,001), kebingungan selama membaca (p = 0,014), dan gagal fokus atau hilangnya konsentrasi selama membaca (p = 0,003). Paling banyak subjek dalam kelompok asthenopia adalah aktif pada komputer selama 2-4 jam per hari.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa durasi penggunaan komputer sehari-hari tidak signifikan terkait dengan terjadinya asthenopia (p = 0,700).

DISKUSI Sampai saat ini penggunaan komputer telah menyebar secara luas di seluruh dunia dan keluhan mata yang menyertai terjadi pada 75 - 90% dari populasi pengguna komputer. Penelitian ini menunjukkan prevalensi tinggi asthenopia dari 69,7% pada pengguna komputer. Hasil yang sama diperoleh dalam penelitian di India pada pengguna komputer berusia 18-55 tahun, di antaranya 46,3% menderita asthenopia. Sebuah studi di Italia pada karyawan bank menemukan bahwa 39,1% dari subyek memiliki asthenopia Sebanyak 92,9% dari siswa ilmu komputer dalam penelitian kami memiliki keluhan mata, dari yang 69,7% menderita anomali refraksi. Blehm dkk. memperoleh hasil yang sama, dimana 75-90% pengguna komputer memiliki keluhan mata. Dari semua kemungkinan subjek mereka memiliki kelainan pada permukaan mata dan fotofobia, yang tidak diteliti dalam studi mereka. Kelainan pada permukaan mata disebabkan oleh mata kering dan masalah dengan kontak lensa. Mata kering mungkin karena berkurangnya refleks berkedip dan faktor lingkungan. Fotofobia adalah sensitivitas mata terhadap cahaya, dan pengguna komputer biasanya intens terkena cahaya dan kerlipan monitor. Penyebab dari terkena cahaya yang intens adalah jendela yang menghadap operator dan kurang dari cukup pencahayaan. AI adalah penyebab utama asthenopia, karena aktivitas yang berhubungan dengan komputer terlalu membebani mekanisme akomodasi. Persetujuan dari kesalahan refraksi mengarah ke meningkatnya probabilitas keluhan subyektif. Terjadinya penglihatan kabur adalah karena kegagalan dari mekanisme akomodatif untuk mempertahankan fokus pada objek dekat. Penglihatan kabur dapat diatasi dengan lensa positif atau dengan pelatihan akomodatif, di mana kasus subjek dengan AI dilengkapi dengan lensa 0,75 D hingga 1,25 D untuk penglihatan dekat. Pelatihan Akomodatif dapat dicapai dengan menggunakan teknik lensa lain, yang menggunakan 2 lensa sferis negatif dan 2 lensa positif , masing-masing berbeda 0.5D kekuatanya. Pasien diminta untuk fokus pada objek yang terletak pada jarak 40 cm di depannya, maka lensa ditempatkan, dengan pasien berusaha untuk mempertahankan fokus pada objek. Prosedur ini diulang 5 kali sehari, setiap kali untuk jangka waktu 3 menit. CI adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menjaga konvergensi binokular. Kondisi ini adalah penyebab yang paling sering asthenopia otot, yang ditemukan di 3-5% dari masyarakat umum. Dan dalam 4,3% dari asthenopia kelompok studi ini. CI mungkin dikelola oleh pelatihan konvergensi, di mana pasien berfokus pada ibu jari atau pensil yang digenggam oleh tangannya. Objek ini digenggam secara vertikal pada panjang lengannya di depan mata, lalu objek perlahan-lahan bergerak ke arah mata, sedangkan pasien mencoba menjaga konvergensi binokularnya. Prosedur ini dilakukan 3-4 sehari selama 5 menit kali dan secara umum pasien akan sembuh dalam 5-15 minggu. Kesalahan refraksi yang paling sering yang dihadapi adalah miopia (21,7%), Silindris (2,9%), dan astigmatisme (4,3%), yang dapat dikoreksi dengan lensa. Di sisi lain, kombinasi. AI dan CI dikelola dengan pelatihan akomodatif dan konvergensi.

Penelitian pada kelompok asthenopia yang berkaitan dengan komputer adalah kegiatan yang tampaknya lebih sering daripada jenis lain. Masih ada pendapat yang saling bertentangan pada hubungan lama penggunaan komputer terhadap terjadinya asthenopia. Sebanyak 73,0% dari subyek dengan asthenopia dilakukan pada pengguna dengan kegiatan untuk jangka waktu 3-4 jam per hari, tetapi tidak ada hubungan yang signifikan ditemukan antara durasi penggunaan komputer dan terjadinya asthenopia. Sebaliknya, sebuah penelitian di India menemukan bahwa menggunakan komputer dengan durasi lebih dari 78 menit dikaitkan dengan terjadinya asthenopia. Tujuh keluhan subjektif terbukti menjadi signifikan pada kelompok asthenopia, yakni kelelahan visual (p = 0,031), berat (p = 0,002), kesulitan mengingat (p = 0,001), penglihatan kabur (p = 0,001), sakit kepala parietal atau oksipital (p = 0,000), kebingungan saat membaca (p = 0,014), dan gagal fokus atau kehilangan konsentrasi selama membaca (p = 0,003). Kelelahan visual dan berat pada mata dapat disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mempertahankan fiksasi, terjadi pada subyek dengan CI. Penglihatan kabur dan gagal fokus adalah karena ketidakmampuan mekanisme akomodasi untuk mempertahankan fokus pada objek dekat, seperti yang ditemukan dalam subyek dengan AI. Pada subyek dengan miskin akomodasi ada juga terjadi sakit kepala ketika membaca. Gejala-gejala di atas dapat berkurang dan menghilang dengan pengelolaan asthenopia. Meningkatkan desain ergonomis workstation dan memodifikasi kebiasaan kerja dari pengguna komputer (dengan istirahat tambahan) telah terbukti memiliki efek positif pada kelelahan visual pada para pekerja ini. Asthenopia telah dipelajari secara ekstensif dalam literatur komputer, dan metode penilaian umum yang paling banyak digunakan adalah selfreporting, karena cepat dan murah dan metode tersebut dapat diterapkan untuk populasi umum. Namun, metode ini membawa risiko dari bias yang terjadi, dimana pengalaman pribadi responden dapat dipengaruhi ingatan, interpretasi, dan pelaporan gejala.

KESIMPULAN Studi ini menunjukkan bahwa asthenopia adalah masalah umum di antara siswa yang pengguna komputer dan sebagian besar disebabkan oleh akomodatif insufisiensi. UCAPAN TERIMA KASIH Kami ingin menyampaikan terimakasih kami kepada Dekan Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia, atas dukungan dan fasilitas yang diberikan kepada kami dalam melakukan penelitian ini. Kami juga berterima kasih kepada para mahasiswa fakultas di atas sebagai peserta studi atas kesediaan dan kerjasamanya.

You might also like