You are on page 1of 4

Vidyana Putri Hidayati/071012078/Pembangunan Dunia Berkelanjutan/WEEK 10

Peran Organisasi Internasional Non-Pemerintah dalam Pembangunan Dunia Berkelanjutan


Konsep pembangungan dunia berkelanjutan tidak hanya menjadi perhatian bagi negara atau pemerintah saja. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, banyak pula aktor-aktor baru bermunculan yang kemudian turut berperan dalam keberlangsungan sistem dunia, salah satunya adalah organisasi non-pemerintah atau NGO. NGO disini muncul sebagai bentuk ketidakpuasaan atas kerja pemerintah atas suatu isu sehingga mereka kemudian membentuk sebuah kelompok yang membawa isu tersebut kembali agar mampu mendapatkan perhatian di kancah internasional. Salah satu isu yang sering dikesampingkan oleh suatu negara atau pemerintah adalah pelestarian lingkungan yang mana merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan dunia berkelanjutan. NGO sendiri memiliki beberapa peranan penting, yaitu; Meningkatkan kapasitas delegasi negara berkembang dalam negosiasi; Memunculkan kewaspadaan, dalam aspek lingkungan terkait dengan kewaspadaan akan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan secara fatal; Menempatkan diri sebagai fasilitator; Menyediakan informasi dan dukungan terkait; Menyediakan saran dan ekpertisi teknis terkait; Para ahli, dalam INGOs tertentu, menyediakan saran, analisis, dan rencana kebijakan strategis sesuai dengan preferensinya (Matthew, 2007). Dari sini kemudian membuktikan bahwa peran NGO tidak bisa dipandang sebelah mata saja. NGO merupakan sumber utama informasi dan tenaga ekspertisi dalam berbagai isu, di samping itu mereka juga memainkan peranan penting dalan mengawasi negara dan implementasi kerjasama internasional yang bergerak dalam isu hak asasi manusia dan lingkungan. Perlu digaris bawahi bahwa sumbangan dana dan pengetahuan serta informasi khusus yang dimiliki oleh para diplomat NGO telah meningkatkan legitimasi posisi mereka dalam forum negosiasi internasional sebagai instrumen mereka dalam meng-exercise powernya. Sehingga perlu pengetahuan dan informasi baru menjadi sumber kekuatan penting bagi NGO agar NGO beserta para diplomatnya bisa masuk untuk berpartisipasi dalam negosiasi lingkungan internasional.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa NGO berupaya untuk membawa suatu isu agar dapat menjadi perhatian internasional. NGO memiliki cara tersendiri dalam memunculkan suatu isu, yaitu dengan soft laws yang mana menggunakan strategi-strategi yang tidak memaksa, biasanya memanfaatkan sesuatu yang disukai oleh masyarakat seperti media sosial. Diharapakan dengan menggunakan cara yang lebih halus, NGO mampu mengambil simpati masyarakaT luas sehingga isu yang dibawa NGO tersebut dapat menjadi bagian dalam agenda internasional (Wapner, 2000). Sampai pada saat ini terdapat tiga tipe NGO, yaitu; organisasi aktivis, organisasi penasehat, dan organisasi aktivis-penasehat (Gubrandsen dan Andresen, 2004). Organisasi aktivis merupakan organisasi yang pendanaan beserta legitimasinya bersumber dari keanggotaan yang bersifat sukarela. Organisasi penasehat merupakan organisasi yang pendanaan beserta legitimasinya bersumber dari rekomendasi kebijakan. Sedangakan organisasi aktivis-penasehat merupakan organisasi transnasional yang tidak hanya bergerak sebagai aktivis namun juga penasehat. Salah satu NGO yang paling ketara perannya dalam memperjuangkan pembangunan dunia berkelanjutan adalah Greenpeace. Organisasi ini mengkategorikan permasalahan lingkungan hidup global ke dalam kategori substansi racun, energi dan atmosfer, isu nuklir, serta laut dan ekologi bumi (Wapner 2000). Greenpeace berpusat di Vancouver, Kanada. Keanggotaan dan pendanaan Greenpeace bersifat sukarela. Greenpeace menggunakan cara-cara soft laws seperti menyebarkan video-video tentang kondisi lingkungan, pamflet, poster, iklan dan kampanye agar mampu menarik perhatian masyarakat terhadap isu pelestarian lingkungan. Dalam menjalankan perannya, Greenpeace bersama NGO-NGO lingkungan lainnya mampu mendesak negara-negara untuk mengadakan Konferensi Bumi atau Earth Summit. Selain itu, terdapat juga NGO yang mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah negaranya, yaitu International Tropical Timber Organization (ITTO) dan organisasi lingkungan di Malaysia yakni Sahabat Alam Malaysia (SAM). Kedua organisasi tersebut sama-sama berjuang untuk mempertahankan hutan di Serawan karena pada saat itu di Sarawak telah terjadi penebangan hutan yang mengakibatkan gundulnya 12,2 juta meter persegi luas hutan. Karena hutan Kalimanatan merupakan salah satu paru-paru dunia, maka isu ini kemudian menjadi isu internasional. Berbagai usaha SAM seperti kampanye besar-besaran sampai pada akhirnya

mampu bekerja sama dengan ITTO akhirnnya membuahkan hasil/ Dari hasil temuan ITTO, dilaporkan bahwa tingkat keparahan penebangan hutan di Sarawak telah mencapai level 8 hingga 10. Kemudian ITTO merekomendasikan kepada pemerintah Malaysia untuk mengurangi aktivitas penebangan hutan hingga mencapai 1,5 juta meter persegi setiap tahunnya. Usaha pemerintah Malaysia dalam mengurangi jumlah penebangan hutan ini kemudian terlihat ketika tahun 1995 terdapat laporan dari Bussiness Times bahwa angka ekspor pohon Malaysia ke Eropa telah berkurang. Dari berbagai penjelasan diatas kemudian dapat disimpulkan bahwa peran NGO sangat penting mengingat bahwa pemerintah sendiri tidak mampu bahkan cenderung melupakan isu-isu penting seperti lingkungan. Sebaliknya, NGO juga diharapkan mampu menggandeng pemerintah dalam aksinya agar mampu turut bagian dalam perumusan suatu kebijakan interanasional, seperti yang dilakukan oleh Greenpeace. Aksi yang dilakukan Greenpeace dengan melakukan tanpa paksaan dan penggunaan media sebagai alat untuk membangkitkan sensibilitas ekologis merupakan cara yang sangat efektif dalam mencapai tujuan greenpeace. Menurut opini penulis, kehadiran NGO dalam dunia internasional membuat konsep pembangunan internasional semakin diperjuangkan. Namun peran NGO tidak bisa melebihi negara oleh karena itu hendaknya NGO tetap berada dalam jalur yang semestinya sehingga mampu terus berkontribusi dalam agenda internasional

REFERENSI: Gulbrandsen, Lars H & Steinar Andresen. 2004. NGO Influence in the Implementation of the Kyoto Protocol: Compliance, Flexibility Mechanisms, and Sinks dalam Global Environment Politics. The MIT Press, pp: 54-75 Paul Wapner, 2000, Greenpeace and Political Globalism, dalam Frank J. Lechner and John Boli (ed.), The Globalization Reader, Blackwell Publisher. Pettenger, Mary E. 2007. The Social Construction of Climate Change Power, Knowlegde, Norms, Discourses. Hampshire: Ashgate e Book.

You might also like