You are on page 1of 14

PARADIGMA PENELITIAN TEOLOGIS

Dipresentasikan dalam Seminar Kelas Semester I Program Magister UIN Alauddin Makassar pada Mata Kuliah Metodologi Penelitian Sosial dan Agama Oleh

SY. JAPAR SADIQ N I M 80100212177

Dosen Pemandu: Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M.Si. Dr. Muh. Ilyas Ismail, M.Pd., M.Si.

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR 2013

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah Pada awal perkembangan riset kualitatif, terjadi

pertentangan yang sangat tajam dengan riset kuantitatif, yang sebelumnya secara kuat telah menguasai kegiatan penelitian di segala bidang ilmu. Pada mulanya riset kualitatif dipandang sebagai kegiatan yang tidak bisa dipercaya dan dipandang tidak ilmiah. Perdebatan panjang dan saling menyerang telah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Dengan menunjukkan telah

kekuatanya berkembang menjadi

masing-masing, dan

pertentangan posisi

tersebut

mendudukkan

penelitian

kualitatif

berbeda, yaitu sebagai pendekatan yang diakui oleh

sebagian besar pakar penelitian dan para ilmuan sebagai suatu alternatif metodologi penelitian yang bisa digunakan. Pada saat ini kedua paradigma penelitian tersebut telah dinyatakan sama kedudukannya, dan bahkan bisa saling membantu untuk

memperkuat hasil penelitian. Positivisme yang menandai krisis-krisis di Barat,

sebenarnya marupakan salah satu dari sekian banyak aliran aliran filsafat di Barat, dan aliran ini berkembang sejak abad ke19 dengan perintisnya adalah seorang ahli filsafat dari Prancis yang bernama Auguste Comte. Meski dalam beberapa segi mengandung kebaruan namun pandangan ini merupakan bukan

suatu hal yang sama sekali baru, karena pada masa sebelumnya Kant sudah berkembang dengan pendangannya mengenai

empirisme yang dalam beberapa segi berkesesuaian dengan positivisme.1 Dalam menanggapi perkembangan pengetahuan manusia, Auguste Comte sebagai tokoh positivisme telah merumuskan adanya tiga jaman yaitu jaman teologis, metafisis, dan positif. Dalam jaman teologis diyakini adanya kuasa adi kodrati yang mengatur gerak dan fungsi semua gejala alam ini. Kuasa

tersebut berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada makhluk insani. Jaman ini dinyatakan terbagi menjadi tiga periode yaitu animisme, politeisme, dan monoteisme. Pada jaman metafisis, kuasa adi kodrati tersebut telah digantikan dengan konsepkonsep abstrak, seperti halnya kodrat, dan penyebab. Selanjutnya pada jaman positif, manusia telah membatasi diri pada fakta yang tersaji dan menetapkan hubungan antar fakta tersebut atas dasar observasi Atas dan dengan menggunakan ilmu

kemampuan

rasionya.

dasar

itu

perkembangan

pengetahuan juga terbagi menjadi tiga, yang pada awalnya bersifat teologis, kemudian berkembangan menjadi metafisis, dan selanjutnya dianggap mencapai kematangan positif. Jaman positif ini berkaitan dengan berkembangnya faham positifisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak boleh melebihi fakta, karena ilmu pengetahuan bersifat faktual.

Hardiman, F.Budi. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Kanisius, Yogyakarta, 2003, h. 54

Studi Islam Teologik (SIT) pada awalnya hanya mencakup enam pokok bahasan, yaitu, ulum al-Quran, ulum al-Hadis, ilmu Hukum Islam, ilmu Kalama tau Teologi, Tasawuf dan Filsafat. Namun pada akhirnya diperluas, enam pokok bahasan tersebut hanya disimpulkan menjadi studi Islam klasik, kemudian

ditambahkan studi Islam orientalistik, phenomenologik, dan kontekstual diperbandingkan dengan Studi Islam interdisipliner 2

B.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengertian paradigma teologis? 2. Bagaimanakah penelitian paradigma teologis?

Noen Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama, Edisi III Cet. 8 (PT. Bayu Indra Grafika: Yogyakarta) 1998, h. 171

BAB II PEMBAHASAN

1. Paradigma Penelitian Teologis 1. Pengertian penelitian Penelitian secara ilmiah, dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan hasrat ingin tahu yang telah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan suatu keyakinan bahwa setiap gejala akan dapat ditelaah dan dicari hubungan sebab akibatnya atau kecenderungan yang timbul. the careful, diligent, and exhaustive investigation of a scientific subyect matter, having as its aim the advancement of mankinds knowledge.3 Penelitian tidak lain adalah art and science guna mencari jawaban terhadap suatu permasalahan. Karena seni dan ilmiah maka penelitian juga akan memberikan ruang-ruang yang akan mengakomodasi adanya perbedaan tentang apa yang dimaksud dengan penelitian. Penelitian dapat pula diartikan sebagai cara pengamatan atau inkuiri dan mempunyai tujuan untuk mencari jawaban permasalahan atau proses penemuan, baik itu discovery maupun invention. Discovery diartikan hasil temuan yang memang sebetulnya sudah ada, sebagai contoh, misalnya penemuan benua Amerika adalah penemuan yang cocok
3

untuk

arti

discovery.

Sedangkan

invention

dapat

Ahmad Tanzeh, Metode Penelitian Praktis, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004), h. 6

diartikan sebagai penemuan hasil penelitian yang betul-betul baru dengan dukungan fakta. Misalnya hasil cloning dari hewan yang sudah mati dan dinyatakan punah, kemudian diteliti untuk menemukan jenis yang baru.4 Penelitian adalah proses ilmiah yang mencakup sifat formal dan intensif. Karakter formal dan intensif karena mereka terikat dengan aturan, urutan, hasil maupun akui cara dan

penyajiannya bermanfaat

agar bagi

memperoleh kehidupan

yang

manusia.

Intensif

dengan

menerapkan ketelitian dan ketepatan dalam melakukan proses penelitian agar memperoleh hasil yang dapat melalui

dipertanggungjawabkan,

memcahkan

problem

hubungan sebab dan akibat, dapat diulang kembali`dengan cara yang sama dan hasil yang sama.5 Penelitian menurut Kerlinger yang dikutip oleh Sukardi dalam bukunya Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya ialah proses penemuan yang mempunyai karakteristik, terkontrol, empiris, dan mendasarkan pada teori dan hipotesis atau jawaban sementara. Beberapa karakteristik penelitian sengaja ditekankan oleh Kerlinger agar kegiatan penelitian memang berbeda dengan kegiatan professional yang lainnya. Penelitian berbeda dengan kegiatan yang menyangkut tugas-tugas wartawan yang biasanya meliput dan melaporkan berita atas dasar fakta. Pekerjaan mereka belum
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), h. 3
5 4

Ibid., h. 4

dikatakan penelitian, karena tidak dilengkapi karakteristik lain yang mendukung agar dapat dikatakan hasil penelitian, yaitu karakteristik mendasarkan pada teori yang ada dan relevan dan dilakukan secara intensif dan dikontrol dalam

pelaksanaanya.6 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian tidak lain adalah usaha seseorang yang dilakukan secara misalnya sistematis observasi mengikuti secara aturan-aturan sistematis, metodologi, dan

dikontrol

mendasarkan pada teori yang ada dan diperkuat dengan gejala yang ada.7 Hasil penelitian ilmiah adalah kebenaran ilmiah atau pengetahuan ilmiah. Penelitian ilmiah yang

selanjutnya disebut penelitian atau research memiliki ciri: sistematis, logis dan empiris. Sistematis artinya memiliki metode yang bersistem yakni memiliki tata cara dan tata urutan serta bentuk kegiatan yang jelas dan runtut. Logis artinya menggunakan prinsip yang dapat diterima akal (nalar). Empiris artinya berdasarkan realitas atau kenyataan.8

2. Pengertian Paradigma Pengertian paradigma dalam Kamus Bahasa Indonesia lengkap adalah daftar uraian atas kata menjadi unsur-unsur

Ibid Ibid

7
8

Gempur Santoso, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005), h. 4

pembentuk kata tersebut.9 Sedangkan paradigma penelitian terkait dengan pertanyaan fundamental berupa pertanyaan ontologis, epistemologis dan metodologis. Paradigma adalah kontruksi manusia tentang apa yang benar, paradigma adalah benar berkenaan dengan analisis, suatu konstruksi yang dimiliki manusia. Adapun hubungan persoalan mendalam secara metafisik (ontologis), epistemologis dan metodologis dengan paradigma penelitian., menurut Guba dan Lincoln (1994), dapat dilukiskan dalam tabel 1.1. tabel berikut melukiskan posisi tiap

paradigma dalam hubungannya dengan ontologi, epistemologi dan metodologi. Tabel 1.1. juga menunjukkan kedudukan paradigma dalam hubungannya dengan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kualitatif terkait dalam paradigma teori kritis dan konstruktif, sedangakan penelitian kuantitatif terkait dengan paradigma positivisme dan postpositivisme.10

Table

1.1:

metafisika

(kepercayaan

dasar)

tentang Konstruksivis me

alternatif paradigma penelitian.11 Item Positivisme Postpositivisme

Teori kritis

Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo, tt), h.

467 Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 2-3
11
10

ibid

Onto- Realisme logi live-realitas real yang dapat difahami

Realisme Realitivismehistorislokal dan realitas spesifik yang sebenarnya terbentuk dibentuk oleh secara khusus faktor sosial, politik, cultural ekonomi, etnik, gender, didapatkan dalam waktu epist Dualistis/oby Modifikasi Transaksional/ Transaksional, emol ectivis dualistis/obyectivis/ subyectivist; subyectivist; ogi penemuan tradisi/komonotaskr perantara nilai menciptakan kebenaran itis; kemung- kinan temuan temuantemuan benar temuan

Realisme kritisrealisme real tetapi hanya dapat dipahami secara tidak sempurna dan probabilitas

Meto Experinment Modifikasi Dialogis/dielek Hermeneutik/ dolo al/manipulasi eksperimen tik dialektik gis ; verifikasi perbanyakan kritis; hipotesis, falsifikasi hipotesis; terutama mencakup metode metode kualitatif kuantitatif

3. Pengertian Teologis Teologi (bahasa Yunani , theos, "Allah, Tuhan", dan , logia, "kata-kata," "ucapan," atau "wacana") adalah wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama, spiritualitas dan Tuhan, Dengan demikian, teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Para teolog menggunakan analisis dan

argumen-argumen rasional untuk mendiskusikan, menafsirkan dan mengajar dalam salah satu bidang dari topik-topik agama.

10

Teologi memampukan seseorang untuk lebih memahami tradisi keagamaannya sendiri ataupun tradisi keagamaan lainnya, menolong membuat perbandingan antara berbagai tradisi, melestarikan, memperbaharui suatu tradisi tertentu, menolong penyebaran suatu tradisi, menerapkan sumbersumber dari suatu tradisi dalam suatu situasi atau kebutuhan masa kini, atau untuk berbagai alasan lainnya.12 Dapat disimpulkan bahwa penelitian paradigma teologis merupakan usaha seseorang yang dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan metodologi, secara sistematis, dan mendasarkan pada teori tertentu serta diperkuat dengan gejala yang berkaitan dengan keyakinan beragama.

2. Metodologi Penelitian Agama 1. Studi Islam Klasik Studi Islam klasik mencakup secara garis besarnya enam cabang ilmu, yaitu: ulum al-Quran, ulum al-Hadis, ilmu Hukum, ilmu Kalam atau Teologi, Tasawuf, dan Filsafat. 13 Mempelajari kerangka dasar pengetahuan Islam yang

didasarkan pada ilmu-ilmu al-Quran. Demikian juga halnya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Hadis sebagai sumber hukum kedua setelah al-Quran. Struktur hukum dalam Islam dikaji tersendiri untuk mengetahui ketentuan-ketentuan Islam. Ilmu Kalam mewakili diskursus mengenai perihal ketuhanan dan keyakinan
12 13

yang

melekat

padanya.

Pemahaman

konsep

https://id.wikipedia.org/wiki/Teologi diakses pada 18 Juni 2013 Noen Muhadjir, op. cit., h. 173

11

kedekatan antara

hamba dan Tuhannya menjadi pokok

bahasan Tasawuf. Rasionalisasi yang berkaitan dengan Islam ditampilkan dalam filsafat.

2. Studi Islam Orientalis Term orientalis digunakan untuk para ilmuan yang

mempelajari budaya, bahasa, dan adat istiadat bangsa-bangsa Asia, Afrika, dan pribumi Amerika Serikat dan Australia. Citra yang dikembangkan mengenai bangsa-bangsa tersebut adalah primitif, tidak rasional, tidak beradab dan berbagai konotasi yang rendah. Orientalis yang misionaris Kristen

mendeskripsikan Islam yang ada di Hindia Belanda adalah tidak berakar dan palsu, mereka mendasarkan dari studi antropologik dengan pendekatan positivistik.14

3. Historisme Kritis Dalam historisme kritis tampil dalam wujud menganalisis al-Quran dan Muhammad Rasulullah saw, dalam interpretasi asal-usul empirik, tidak mengakui keduanya adalah penetapan Allah Swt.15

4. Studi Islam Phenomenologik Metodologi penelitian phenomenologik berbeda dengan metodologi


14 15

penelitian

positivistik.

Metodologi

penelitian

Ibid., h. 175-176 Ibid., h. 176

12

positivistik menekankan mengenai pentingnya obyektifitas, ilmu bebas dari nilai pada apapun (value free). Metodologi pandangan mempunyai

phenomenologik demikian. Ilmu

umumnya

menolak

menurut

phenomenologik

hubungan dengan nilai (value bond).16 5. Studi Islam Kontekstual Setidaknya ada tiga arti kontekstual. Pertama, kontekstual diartikan sebagai upaya pemaknaan masa kini yang mendesak atau situasional. Kedua, pemaknaan kontekstual diartikan dengan melihat keterkaitan masa lampau, kini dan sekarang. Ketiga, pemaknaan kontekstual berarti mendudukkan

keterkaitan antara yang sentral dengan yang perifer.17

6. Studi Islam Multidisipliner dan Interdisipliner Studi Islam dapat dibedakan yaitu, studi Islam teologik dan studi Islam interdisipliner. Studi Islam teologik merupakan studi Islam yang dikenal di pondok pesentren, di madrasah serta di lembaga Islam tradisional. Sedangkan studi Islam interdisipliner (begitu juga multidisipliner) menghasilkan ahli hukum, ekonomi, ahli pendidikan, ahli teknik, ahli fisika yang memiliki wawasan dasar Islam.18

16 17 18

Ibid., h. 177 Ibid., h. 178 Ibid., h. 182

13

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan beberapa penjelasan yang telah dipaparkan, dapat ditarik beberapa kesimpulan berdasarkan rumusan

masalah sebagai berikut: 1. penelitian tidak lain adalah usaha seseorang yang dilakukan secara misalnya sistematis observasi mengikuti secara aturan-aturan sistematis, metodologi, dan

dikontrol

mendasarkan pada teori yang ada dan diperkuat dengan gejala yang ada 2. Pengertian paradigma dalam Kamus Bahasa Indonesia

lengkap adalah daftar uraian atas kata menjadi unsur-unsur pembentuk kata tersebut. Sedangkan paradigma penelitian terkait dengan pertanyaan fundamental berupa pertanyaan ontologis, epistemologis dan metodologis. Paradigma adalah kontruksi manusia tentang apa yang benar, paradigma adalah benar berkenaan dengan analisis, suatu konstruksi yang dimiliki manusia

14

3. Penelitian paradigma teologis merupakan usaha seseorang yang dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan metodologi, secara sistematis, dan mendasarkan pada teori tertentu serta diperkuat dengan gejala yang berkaitan dengan keyakinan beragama. 4. Metodologi Penelitian Agama 1. Studi Islam Klasik 2. Studi Islam Orientalis 3. Historisme Kritis 4. Studi Islam Phenomenologik 5. Studi Islam Kontekstual 6. Studi Islam Multidisipliner dan Interdisipliner DAFTAR PUSTAKA

Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo, tt) Hardiman, F.Budi. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Kanisius, Yogyakarta, 2003 https://id.wikipedia.org/wiki/Teologi diakses pada 18 Juni 2013 Muhadjir, Noen, Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama, Edisi III Cet. 8 (PT. Bayu Indra Grafika: Yogyakarta) 1998 Santoso, Gempur, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005) Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003) Tanzeh, Ahmad, Metode Penelitian Praktis, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004) _____________, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Teras, 2009)

You might also like