Professional Documents
Culture Documents
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Secara populer dikenal juga dengan istilah penyakit hati, sakit liver, atau sakit kuning. Hepatiti dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab seperti virus, bakteri, parasit, jamur, obat-obatan, bahan kimia, alkohol, cacing, gizi buruk, dan autoimun. Penyakit hepatitis terbanyak disebabkan oleh virus. Penyakit ini telah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu oleh Hippocrates dan semula dianggap sebagai suatu kesatuan klinik tersendiri pada akhir abad ke 18 dan 19 yaitu jauh sebelum perang dunia kesatu, yaitu pada perang Franco-Prusia, perang saudara antara Amerika Utara dengan Selatan. Pada saat itu hanya dikenal dua macam hhepatitis yang dapat menimbulkan Epidemi yaitu Hepatitis infeksiosa (HI) dan Hepatitis Serum (HS). Disebu HI karena Virus yang masuk ke tubuh kita melalui mulut (Fecal Oral Route) dengan masa inkubasi 3-6 minggu. Sedangkan HS cara penularanya melalui Darah (Parenteral) dengan masa Inkubasi 2-6 bulan. Tetapi perkembangan zaman dan kemajuan pemeriksaan Imunologis, maka pembagian diatas tidak berlaku lagi. disamping pembagian hepatitis berdasar penyebabnya, dapat juga dibagi atas perjalanan penyakit yaitu Hepatitis Akut dan Hepatitis Kronik. Penyakit hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis masih merupakan penyakit endemis di Indonesia. Sebagian besar hepatitis viral disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A, B, C, D, E, F, dan G (Dienstag and Isselbacher, 2005). Sampai saat ini belum ditemukan obat spesifik untuk penyakit hepatitis yang disebabkan oleh virus. Obat-obat yang selama ini diberikan untuk pengobatan hepatitis umumnya hanya diketahui sebagai pengobatan simptomatis, yaitu untuk meringankan gejala penyakit yang timbul disamping sebagai pengobatan suportif atau promotif yang berguna untuk membantu kelangsungan fungsi hati. Umumnya HAV pada anak dan bayi tidak begitu berat. Di negara berkembang, kebanyakan pd usia 10 thn, 20%nya usia 20 thn. Hepatitis infeksiosa / hepatitis dgn masa inkubasi pendek 15-45 hari. Penyebaran fekal-oral Kejadian penyakit ,Di tempat perawatan anak yang tidak terpelihara dengan baik Tidak mempunyai pembuangan tinja yang baik , Lupa mencuci tangan sebelum makan
banyak terjadi pada saat kehamilan bayi, dan masa anak anak. Oleh karena itu Indonesia termasuk salah satu negara yang sangat dihimbau oleh WHO untuk segera melaksanakan usaha pencegahan terhadap infeksi virus Hepatitis B. Prevalensi antiHCV pada donor darah dibeberapa tempat di Indonesia menunjukkan angka diantara 0,5% - 3,37%. Sedangkan prevalensi anti HCV pada hepatitis virus akut menunjukkan bahwa hepatitis C (15,5% - 46,4%) menempati urutan kedua setelah hepatitis A (39,8% - 68,3%) dan urutan ketiga di tempati oleh Hepatitis B (6,4 % -25,9 %). Untuk Hepatitis D, walaupun infeksi hepatitis ini erat hubungannya dengan infeksi hepatitis B, di Asia Tenggara dan cina infeksi hepatitis D tidak biasa dijumpai pada daerah dimana prevalensi HbsAg sangat tinggi. Hepatitis E di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi diSintang Kalimantan Barat yang diduga terjadi akibat pencemaran sungai yang digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Didapatkan HEV positif sebanyak 28/82 (34,1%). Tetapi pada Makalah ini kami akan menjelaskan tentang penyakit Hepatitis yang sering terjadi di masyarakat yaitu Hepatitis A,B dan C.
2.3 Etiologi Secara umum agen penyebab hepatitis Virus dapat diklasifikasikan kedalam dua grup yaitu Hepatitis dengan Transmisi secara Enterik dan transmisi melalui Darah. a. Transmisi secara Enterik Terdiri atas virus Hepatitis A (HAV) dan Virus Hepatitis E (HEV) Virus tanpa selubung Tahan terhadap cairan Empedu Ditemukan ditinja Tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik
2.4
Cara penularan
3
1. Penularan penyakit hepatitis A secara Fecal-Oral 2. Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu : Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar 3. Penularan Hepatitis C Secara Parenteral, Sexual. 2.5 Patofisiologi Pada stadium permulaan terjadi vasokonstriksi yang akan diikutivasodilatasi, udem, dan meningkatnya aktifitas kelenjar seromucinous dan goblet sel,kemudian terjadi infiltrasi leukosit dan deskuamasi epitel. Sekretmula-mula encer dan jernih kemudian berubah menjadi kental dan lekat(mukoid) berwarna kuning mengandung nanah dan bakteri (mukopurulen). Toksin terbentuk terserap dalam darah dan limfe, menimbulkan gejala-gejala umum. Pada stadium resolusi terjadi proliferasi epitel yang telah rusak dan mukosa menjadi normal kembali. 2.6 Diagnosa 2.6.1 Gambaran klinis STADIUM PRODROMAL ( 3-7 HARI ) Demam, gejala sal pencernaan, gejala sal pernapasan, nyeri sendi, kencing berwarna gelap (pada akhir fase) STADIUM IKTERIK ( 1-4 MGG ) Mata dan kulit menjadi kuning, hepatomegali + nyeri tekan, SGOT, SGPT meningkat, petanda virus +, Pd fase ikterik kadar igm mulai meningkat yg diikuti Ig G virus di feses menurun, Aminotransferase meningkat sejak gejala klinis mencapai puncak dlm wkt 1 mgg, Pemeriksaan ALT lebih spesifik. Penurunan kdr aminotransaminase diikuti pemanjangan PT dan peningkatan bilirubin prognosis buruk menilai cedera hati.
4
STADIUM KONVALESEN ( 1-2 MGG ) Ikterus menghilang Kencing menjadi jernih, nafsu makan membaik .
2.6.2
2.7 Diagnosis banding Rinitis Influenza Rinitis pada eksantema Virus Rinnitis alergika
2.8 Komplikasi 1. Otitis media akut. 2. Sinusitis paranasalis. 3. Infeksi traktus respiratorius bagian bawah seperti laring, tracho bronchitis, pneumonia. 4. Akibat tidak langsung pada penyakit-penyakti lain yaitu jantung danasma bronkhial.
2.9 Penatalaksanaan Rinitis akut merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri secaraspontan setelah kurang lebih 12 minggu. Oleh karena itu umumnya terapi yang diberikan lebih bersifat simptomatik, seperti analgetik, antipiretik, nasaldekongestan dan antihistamin disertai dengan istirahat yang cukup. Terapikhusus tidak diperlukan kecuali bila terdapat komplikasi seperti infeksisekunder bakteri, maka antibiotik perlu diberikan.Dekongestan oral mengurangi sekret hidung yang banyak, membuat pasien merasa lebih nyaman, namun tidak menyembuhkan.Tetes hidungefedrin 1 % sangat menolong, bila hidung tersumbat oleh karena lisozimdinonaktifkan dalam suasana basa, maka setiap obat hidung harus mempunyai pH asam untuk mencegah terjadinya aktivitas silia dan lisozim. Pemberianobat simtomatik oral sangat efektif dengan diberikan 4 jam sekali, suatukapsul yang terdiri dari :Efedrin sulfat 0,015 g, Pentobarbital 0,015 g, Asam asetil salisilat 0,300 g, dapat digantikan dengan 300 mg asetaminofen. Preparat analgetik-antipiretik dapat meringankan gejala,dimana antipiretik yang menjadi obat pilihan adalah Acetaminofen.
2.10 Pencegahan Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya rinitis akutadalah dengan menjaga tubuh selalu dalam keadaan sehat. Dengan begitudapat terbentuknya system imunitas yang optimal yang dapat melindungi tubuh dari serangan za-zat asing. Istirahat yang cukup, mengkonsumsi makanan danminuman yang sehat dan olahraga yang teraturjuga baik untuk menjaga kebugaran tubuh. Selain itu mengikuti program imunisasi lengkap jugadianjurkan seperti vaksinasi MMR untuk mencegah terjadinya rinitis eksantematous. Sedangkan pencegahan sendiri tergantung pada : Lebih seringmencuci tangan terutama sebelum menyentuh wajah Memperkecil kontak dengan orang-orang yang telah terinfeksi Tidak berbagi sapu tangan, alat makan, atau gelas minum Menutup mulut ketika batuk dan bersin.
3.1 Kesimpulan
Rinitis akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang paling sering disebabkan oleh virus.Virus yang paling sering menyebabkan rinitis akut adalah Rhinovirus dengan cara penularan dapat melalui droplet infection/kontak langsung dan kontak tidak langsung. Gejala yang timbul dalam stadium sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunya daya tahan tubuh.tidak ada terapi spesifik untuk penyakit ini selain istirahat dan pemberian obat simptomatis seperti analgetik,antipiretik dan obat dekongestan.
3.1 Saran
1. Meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga kebersihan dan higine sebagai tindakan pencegahan utama terhadap rinitis akut 2. Penderita dianjurkan menggunakan masker agar tidak menularkan ke orang lain 3. Menghindari alergen (dingin, debu, dll)
Daftar Pustaka
1.Soetjipto D., Wardani RS.2007, Hidung.Dalam : Buku Ajar Ilmu KesehatanTelinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta : FK UI,hal : 118-122. 2. Ballenger JJ. 1994, Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam : Penyakit Telinga Hidung Telinga Tenggorok Kepala danLeher. Edisi ke-13.Jakarta : Binarupa Aksara, hal :1-25. 3. Heilger PA, 1997, Hidung : Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam : Boies BukuAjar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal :173-189; 206-208. 4. Pearson, Kern Cody. 1993. Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Halaman 164-168. 5. External Nose tersedia pada http://visual.merriam-webster.com/human-being/sense-organs/smell-taste/nasal-fossae.php 6. Eroschenko, Viktor P. 2001. Atlas Histologi Di Fiore. Jakarta. Penerbit buku kedooookteran EGC, Halaman 231-232. 7. Rukmini, Sri. Dr. Sp. THT dan dr. Herawati Sri Sp. THT. 1999. Teknik Pemeriksaan telinga, Hidung dan Tenggorokan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Halaman 31-32. 8. Lumbantobin, S.M. Prof, Dr. dr. 2008. Neurologi Klinik Pemeriksaan fisik dan Mental. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Halaman 22. 9. Sadler, W.T. 1996. Embriologi Kedokteran Langman Edisi ke-7. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 331.
8
Daftar isi Daftar isi.............................................................................................................................. Kata pengantar .................................................................................................................... BAB I. Pendahuluan............................................................................................................ 2 Embriologi dan anatomi hidung.......................................................................................... 2 Embrio hidung..................................................................................................................... 3 Anatomi hidung................................................................................................................... 3 Pendarahan hidung.............................................................................................................. 4 Persarafan hidung................................................................................................................ 4 Mukosa hidung.................................................................................................................... 5 Fisiologi hidung................................................................................................................... 5 Histologi.............................................................................................................................. 6 BAB II Tinjauan Pustaka.................................................................................................... 7 Definisi................................................................................................................................ 7 Epidemiologi....................................................................................................................... 7 Etiologi ............................................................................................................................... 7 Cara penularan..................................................................................................................... 8 Patofisiologi ........................................................................................................................ 8 Diagnosa ............................................................................................................................. 8
9
Gambaran klinis................................................................................................................... 8 Pemeriksaan fisik................................................................................................................. 9 Diagnosa banding................................................................................................................ 10 Komplikasi Penatalaksanaan Pencegahan.......................................................................................................................... 10 Bab III. Kesimpulan dan Saran............................................................................................ 11 Kesimpulan ......................................................................................................................... 11 Saran.................................................................................................................................... 11
10