You are on page 1of 9

NAMA : MUHAMMAD FADHLAN HAGABEAN

MATA KULIAH : PERLINDUNGAN KONSUMEN

JUDUL TUGAS: PERLINDUNGAN KONSUMEN INDUSTRI PENERBANGAN

Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama dan teiliti, karena pelanggaran hak tersebut memberikan dampak yang sangat negatif terhadap diri dan keselamatan konsumen. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan macam produk barang / pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran secara langsung. Jika tidak hati-hati dalam memilih produk barang / jasa yang diinginkan, Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang / jasa tersebut. Perkembangan perekonomian, perdagangan dan perindustrian yang kian hari kian meningkat telah memberikan kebebasan yang luar biasa kepada konsumen utuk menggunakannya karena ada beragam variasi produk barang / jasa yang bisa digunakan. Bahkan perkembangan globalisasi dan perdagangan besar didukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi yang memberikan ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan, sehingga barang / jasa yang dipasarkan bisa dengan mudah didapatkan dan digunakan. Realita tersebut bias menjadi tantangan yang positif dan negatif. Dikatakan positif karena kondisi tersebut bias memberikan manfaat bagi konsumen untuk bisa memilih secara bebas barang / jasa yang dinginkannya yang sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi dibalik sisi positifnya ada sisi negatifnya yaitu kondisi tersebut menyebabkan posisi konsumen menjadi lemah dari pada pelaku usaha. Secara normatif berdasarkan kondisi diatas, upaya perlindungan konsumen menjadi sangat penting. Untuk mewujudkan perlindungan konsumen akan sulit jika kita mengharapkan kesadaran dari pelaku usaha, maka dari itu dibutuhkanya suatu tanggap masalah / kesadaran dari konsumen akan manfaat dan kelebihan produk barang / jasa yang mereka gunakan tetapi kepercayaan pun tidak cukup maka diperlukannya suatu aturan yang mengikatnya agar palaku usaha tidak semena-mena, dan hak-hak konsumenpun terlindungi. Adanya Undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha. Undang-undang perlindungan konsumen bisa mendorong iklim usaha yang sehat serta mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan yang ada dengan menyediakan barang / jasa yang berkualitas. Dalam penjelasan Undang-undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa dalam pelaksanaan akan tetap memperhatikan hak dan kepentingan pelaku usaha kecil maupun menengah. Bahkan menurut penjelasan Umum Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, faktor yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen adalah masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya. Jika dilihat lebih lanjut, konsumen ternyata tidak hanya dihadapkan pada persoalan lemahnya kesadaran dan ketidak mengertian mereka terhadap hak-haknya sebagai konsumen. Lebih dari itu konsumen ternyata tidak mendapatkan penjelasan mengenai manfaat barang / jasa bahkan konsumen tidak memiliki posisi tawar yang berimbang dengan pihak pelaku usaha. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa masalah perlindungan konsumen merupakan masalah yang sangat pelik karena konsumen tidak hanya dihadapkan pada keadaan untuk memilih apa yang yang diinginkannya ( apa yang terbaik ), melainkan juga pada keadaan ketika dia tidak dapat menentukan pilihannya sendiri karena pelaku usaha memonopolinya., dengan suatu alasan bahwa pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan perekonomiannya adalah prinsip ekonomi, yaitu mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Artinya dengan pemikiran umum seperti ini , sangat mungkin konsumen akan dirugikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang menjadi pertanyaan terhadap masalah ini adalah.

1.Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran hak konsumen dan perlindungan hukum pengguna jasa penerbangan dalam kasus delay? 2.Apa peran pemerintah dalam menanggapi masalah penerbangan yang delay. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui UU khusus, memberikan harapan agar para palaku usaha tidak sewenang-wenang. Maka konsumen memiliki hak dan posisi seimbang dengan para pelaku usaha. Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen. Dari pengertian di atas ada pokok-pokok dari perlindungan konsumen. Diantaranya kesamaan derajad antara konsumen dan pelaku usaha, konsumen mempunyai hak, pelaku usaha mempunyai kewajiban, Pemerintah perlu berperan aktif, keterbukaan dalm promosi barang, pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembangunan nasional, masyarakat perlu berperan serta. Disamping itu upaya perlindungan konsumen didasarkan pada asas dan tujuan. Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2 ada 5 asas perlindungan konsumen. 1.Asas manfaat, 2.Asas keadilan, 3.Asas keseimbangan, 4.Asas keselamatan dan keamanan konsumen, 5.Asas kepastian hukum. Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan dari perlindungan konsumen adalah meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, meningkatkan pemberdayaan konsumen, menciptakan unsur perlindungan hukum yang mengandung kepastian hukum, menimbulkan atau menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, meningkatkan kualitas barang / jasa yang menjamin kelangsungan usaha.

Konsumen Konsumen merupakan salah satu pihak dalam hubungan dan transaksi ekonomi yang haknya sering diabaikan oleh para pelaku usaha. Akibatnya hak-hak konsumen perlu dilindungi. Menurut UU Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 2, konsumen adalah setiap orang pemakai barang / jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sebagai pemakai barang / jasa konsumen memiliki beberapa hak dan kewajiban. Pengetahuan akan hakhak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai pihak konsumen yang mandiri dan paham akan hak-haknya. Berdasar UU Perlindungan Konsumen pasal 4, hak-hak konsumen. 1.Hak akan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang / jasa. 2.Hak untuk memilih dan mendapatkan barang / jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi dan jaminan yang dijanjikan. 3.Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang / jasa. 4.Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. 5.Hak untuuk mendapatkan avokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan

konsumen secara patut. 6.Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen 7.Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Selain memiliki hak konsumen juga memiliki kewajiban yang tak kalah pentingnya yang harus diperhatikan. Dalam UU Perlindungan Konsumen pasal 5 dikatakan bahwa kewajiban konsumen. 1.Membaca dan mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan pemanfaatan barang / jasa. Tujuannya adalah untuk menjaga keaamanan dan keselamatan konsumen itu sendiri. 2.Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang / jasa. Dengan itikad baik kebutuhan konsumen akan terhadap barang / jasa yang diinginkan bisa terpenuhi dengan penuh kepuasan. 3.Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. 4.Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Pelaku Usaha Dalam hukum perlindungan konsumen selain konsumen terdapat juga pelaku usaha, dan dalam UU Perlindungan Konsumen pasal 1 ayat 3 dijelaskan pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegitan usaha dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelengaraan kegitan uasha dalam berbagai bidang ekonomi. Untuk memberikan kepastian hukum sebagai bagian dari tujuan hukum perlindungan konsumen maka pelaku usaha memiliki hak dan kewajiban. Adapun kewajiban dari pelaku usaha berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 6 adalah. 1.Hak untuk menerima pembayaran yang sesuia dengan kesepakatan mengenai kondisi nilai tukar baran / jasa yang diperdagangkan. 2.Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. 3.Hak untuk pembelaan sepatunya didalm penyelesaian perkara perlindungan konsumen. Kewajiban pelaku usaha juga memiliki peranan yang penting selain hak, yang sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen pasal 7 kewajiban pelaku usaha adalah. 1.Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha. 2.Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai produk baran / jasa. 3.Melakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur dan tidak diskriminatif. 4.Menjamin mutu produk baran / jasa yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan ketentuan standart mutu barang yang berlaku. 5.Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba produk barang / jasa yang diproduksi, member garansi serta jaminan produk barang / jasa dibuat atau diperdagangkan. Selain memiliki hak dan kewajiban pelaku usaha juga memiliki tanggung jawab, menurut UU Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat 1 bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat mempergunakan barang / jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Penerbangan Dibentuknya Undang-Undang, yaitu UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Maka artinya hak-hak konsumen tersebut sudah diakui keberadaannya dan memiliki kepastian hukum yang diatur dalam Undang-Undang. Upaya hukum yang dilakukan oleh konsumen yang merasa dirugikan bisa menggunakan pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999. Bentuk perlindungan hukum bagi penumpang pengguna jasa transportasi udara, serta upaya hukum bagi penumpang yang dirugikan oleh perusahaan transportasi udara. yaitu antara lain Pengangkutan Udara 1939, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995. Materi perlindungan hukum yang diatur meliputi: 1.Tanggung jawab perusahaan pengangkutan udara yang terdiri dari tanggung jawab terhadap penumpang, 2.Tanggung jawab terhadap barang, tanggung jawab terhadap keterlambatan (delay) 3.Tanggung jawab asuransi. 4.Penentuan nilai ganti rugi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan pengangkutan udara. 5.Menentukan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penumpang yang mengalami kerugian, yaitu upaya hukum melalaui jalur pengadilan (litigation) dan upaya hukum di luar pengadilan (non litigation).

Bahkan dalam UU penerbangan soal kompensasi bagi penumpang yang dirugikan oleh servis maskapai. Dalam aturannya wajib memberi kompensasi dan informasi yang jelas jika jadwal keberangkatan tertunda. Untuk keterlambatan 30 menit-90 menit, maskapai wajib memberikan makanan dan minuman ringan. Untuk keterlambatan 90 menit hingga 180 menit, kompensasinya makan besar, dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya bila diminta. Sedangkan jika delay di atas 180 menit, maskapai wajib memberikan fasilitas akomodasi hingga penumpang diangkut penerbangan pada hari berikutnya. Untuk pembatalan penerbangan karena kesalahan pihak maskapai, penumpang dimungkinkan mengambil akomodasi hingga hari berikutnya atau meminta kembali biaya tiket secara penuh (refund). Dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan melalui dasar ; 1.Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33. 2.Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 3.Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821, 4.Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat. 5.Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa. 6.Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, 7.Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota, 8.Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang

Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen. Kita coba melihat sebuah contoh kasus yang terjadi dengan family saya:

Seorang warga Ciputat hendak pergi ke Surabaya dan rencananya menggunakan jasa penerbangan X dengan no penerbangan Y pada pukul 20.30 wib. Pada saat ceck-in tanggal keberangkatan, ternyata pemberangkatan di-delay dan perkirakan akan terbang pukul 04.00 wib keesokan harinya, dan ternyata kasus tersebut juga terjadi pada rute penerbangan yang lainnya. Diinformasikan bahwa alasan delay tersebut karena kerusakan pesawat, sementara pesawat bantuan belum bisa diterbangkan ke Surabaya karena alasan cuaca. Dan pada pukul 23.30 wib, diinformasikan bahwa penerbangan ke Surabaya dengan no penerbangan Y dibatalkan, alasan bandara Juanda disurabaya belum buka jam 5 pagi, ahirnya para penumpang dengan jasa penerbangan X dan no penerbangan Y akan diberangkatkan keesokan hari pada pukul 07.00 dengan kapasitas penumpang 14 / seat / atau kursi, dan sisanya akan diberangkatkan pada siang hari. ( Sindo, 17 September 2009 )

B.Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Konsumen Meskipun telah dibentuknya UU yang mengatur masalah pelanggaran hak konsumen masih banyak juga kasus- kasus pelanggaran konsumen, seperti halnya kasus pelanggaran konsumen pengguna jasa penerbangan salah satunya. Tak sedikit pelanggaran tersebut terjadi karena suatu hal yang mengenai prosedur pelayanan konsumen. Yang lebih parahnya lagi pelanggaran tersebut bukan terjadi sekali saja bahkan terjadi berulang-ulang hal ini diperkuat dengan beberapa pengaduan yang diterima Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang langsung dibawah komando Presiden SBY pada tahun 2007, mencatat 7 maskapai penerbangan yang paling banyak dikeluhkan konsumen. Ketujuh maskapai tersebut adalah AirAsia, Lion Air, Garuda, Adam Air, Sriwijaya Air, Wing Air dan Batavia Air. Terdapat 25 keluhan yang masuk BPKN. Keluhan tersebut adalah masalah penundaan jadwal penerbangan tanpa pemberitahuan 7 pengaduan. Kehilangan barang di bagasi 5 pengaduan, tiket hangus 4 pengaduan, tempat duduk tidak sesuai tiket 3 pengaduan, menolak booking lewat telepon 2 pengaduan. Serta sikap pramugari, keamanan, kebersihan dan bagasi ditelantarkan 4 pengaduan.

Bentuk-bentuk dari pelanggaran hak konsumen pengguna jasa penerbangan adalah 1.Pencatatan identitas 2.Penundaan penerbangan delay dengan alih / alasan faktor cuaca dan teknis operasional 3.Penundaan jadwal penerbangan delay tanpa pemberitahuan 4.Menjual tarif tiket dengan batas atas 5.Letak atau posisi kursi tidak sesuai demgam tiket 6.Kehilangan barang dibagasi ( Pasal 144 Undang Undang nomor 1 tahun 2009 ). 7.Tiket hangus

Pemerintah memiliki peran dalam mewujudkan perlindungan konsumen dengan mewajibkan seluruh maskapai penerbangan untuk memberikan kompensasi kepada para penumpang bila terjadi keterlambatan / delay / penerbangan lebih dari 30 menit. Penumpang juga dapat melakukan gugatan ke pengadilan bila hak-haknya itu diabaikan. Dengan adanya regulasi itu, maskapai penerbangan tidak bisa lagi lepas tanggung jawab dan membiarkan para penumpangnya telantar di bandara bila pesawat tersebut mengalami keterlambatan. Peran pemerintah dalam menyikapi pelanggaran hak perlindungan konsumen adalah dengan melalukukan pembinaan sesuai dengan pasal 10 UU no 1 tahun 2009 tentang penerbangan yaitu ; 1.Penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. 2.Pembinaan Penerbangan sebagaimana dimaksud meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan, 3.Pengaturan sebagaimana dimaksud meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur termasuk persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan serta perizinan. 4.Pengendalian sebagaimana dimaksud meliputi pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, perizinan, sertifikasi, serta bantuan teknis di bidang pembangunan dan pengoperasian. 5.Pengawasan sebagaimana dimaksud meliputi kegiatan pengawasan pembangunan dan pengoperasian agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum, 6.Pembinaan Penerbangan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat dan diarahkan untuk, 7.Pembinaan sebagaimana dimaksud dilakukan secara terkoordinasi dan didukung oleh instansi terkait yang bertanggung jawab di bidang industri pesawat udara, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta keuangan dan perbankan, Pemerintah daerah melakukan pembinaan penerbangan sebagaimana dimaksud sesuai dengan kewenangannya. Apabila faktor teknis kerap dijadikan alasan, pengawas di bandara mestinya melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap operator maskapai. Sebab itu merupakan suatu keganjilan. Jadi, harus ada penjelasan secara detil kepada penanggung jawab pengawasan di lapangan yang khusus menangani pelaporan dari maskapai. Jangan sampai faktor keterlambatan itu akibat pihak maskapai mencari-cari pembenaran sepihak. Bukan mustahil maskapai beralasan terlambat karena faktor teknis. Padahal yang sebenarnya, karena mereka masih menunggu penumpang yang belum datang. Alasan diatas cukup membuktikan bahwa pihak maskapai telah merugikan konsumen, UU Penerbangan 2008 mengatur hak, kewajiban dan tanggung jawab hukum para penyedia jasa dan pengguna jasa penerbangan, serta tanggung jawab hukum penyedia jasa penerbangan terhadap kerugian pihak ketiga. Dalam konteks perlindungan penumpang itu pula, UU Penerbangan 2008 melihat penyelenggaraan penerbangan dalam kerangka perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen secara tegas dijelasakan pada batang tubuh maupun penjelasan UU Penerbangan konsumen. Untuk lebih memantapkan perwujudan kepastian hukum Pasal yang semakin mempertegas perlindungan konsumen dalam UU ini seperti; 1.Pasal 1 angka 23 menjabarkan bahwa tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan

angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh: penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga. 2.Pasal 146 menegaskan: Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional. 3.Pasal 147 ayat (1) menambahkan: Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara. Sebenarnya, tanggung jawab pengangkut juga disinggung sekilas dalam UU Penerbangan 1992. Bahkan Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara sudah menentukan besaran ganti rugi maksimal satu juta rupiah. Namun kedua peraturan ini dianggap kurang memadai, apalagi besaran ganti rugi maksimal. Tetapi yang lebih menggembirakan bukan hanya perubahan besaran ganti rugi. UU Penerbangan 2008 juga merumuskan apa saja yang masuk kategori faktor cuaca dan teknis operasional. Kedua alasan ini sering dipakai sebagai alasan dasar penundaan penerbangan, padahal penumpang tak memiliki kemampuan untuk membuktikan kebenaran alasan tersebut. UU Penerbangan 2008 juga menegaskan faktor apa saja yang tidak termasuk pengertian teknis operasional. Setiap maskapai tidak boleh menggunakan dalih ini untuk delay keberangkatan: (i) Keterlambatan pilot, copilot, dan awak kabin; (ii) Keterlambatan jasa boga; (iii) Keterlambatan penanganan di darat; (iv) Menunggu penumpang, baik yang baru melapor, pindah pesawat, atau penerbangan lanjutan; dan (vi) Ketidaksiapan pesawat udara. Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 memberikan pengertian dan tanggung jawab pengangkut dan penanganan secara terpisah antara bagasi tercatat dan bagasi kabin beserta. Upaya Tanggung Jawab Pengusaha Angkutan Udara Jika Penumpang tidak Mendapatkan Pelayanan Berupa Keterlambatan Jadwal dan Tanggung Jawab Terhadap Kerusakan dan Kehilangan Barang Dalam Angkutan Udara Angkutan Udara. Proses penyelesaian sengketa melalui negosiasi pihak yang bersengketa melakukan perundingan secara langsung tanpa perantara pihak ketiga, negosiasi bersifat informal dan tidak berstruktur serta waktunya tidak tentu. efesiensi dan efektifitas kelangsungan negosiasi tergantung sepenuhnya pada para pihak. Bentuk-bentuk dari pelanggaran hak konsumen pengguna jasa penerbangan adalah kurang ketelitian dalam pencatatan identitas, penundaan penerbangan /delay/ dengan alasan faktor cuaca dan teknis operasional, penundaan jadwal penerbangan delay tanpa pemberitahuan, menjual tarif tiket dengan batas atas, letak atau posisi kursi tidak sesuai demgam tiket, kehilangan barang dibagasi ( Pasal 144 Undang Undang nomor 1 tahun 2009 ), tiket hangus. Pemrintah mempunyai peran yang penting dalam memujudkan perlindungan konsumen dengan mewajibkan seluruh maskapai penerbangan untuk memberikan informasi kepada para penumpang bila terjadi keterlambatan (delay) penerbangan lebih dari 30 menit. Peran pemerintah dalam meyikapi pelanngaran hak perlindunga konsumen adalah dengan melalukukan pembinaan sesuai dengan pasal 10 UU no 1 tahun 2009 tentang penerbangan diantaranya penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah, Pembinaan Penerbangan sebagaimana dimaksud meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan, Pengaturan sebagaimana dimaksud meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur termasuk persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan serta perizinan.

Dalam tahap pembinaan, pihak pemerintah selaku pembuat regulasi kepada publik khususnya perusahaan angkutan udara niaga berjadwal untuk segera mengubah beberapa ketentuan- ketentuan yang masih mengandung klausula baku yang berasal dari kebijakan perusahaan dapat menyesuaikan dengan Peraturan Perundang - Undangan yang berlaku. Sehubungan dengan berbagai persoalan terhadap kurangnya pelayanan dan kompensasi ganti rugi. Sepatutnya pihak calon penumpang atau calon konsumen membaca dan memahami kalusula baku yang ditawarkan perusahaan angkutan udara niaga berjadwal. Dengan harapan adanya pemahaman lebih lanjut terhadap hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang- Undang yang berlaku. Mengingat ada beberapa bagian klausula baku yang ada dalam tiket penerbangan yang belum sesuai dan belum jelas terhadap tingkat kelayakan masyarakat Indonesia dan ketentuan peraturan perundang Undangan. Maka perlunya pemerintah dan Peruashaan angkutan udara niaga berjadwal untuk mengubah sebagian kalusula baku yang masih mengandung unsur Pembatasan tanggung jawab. Berkaitan dengan kalusula baku yang ada dalam tiket penerbangan, maka sepatutnya pihak konsumen mendapatkan perlindungan hukum, perlindungan hukum berupa adanya klausula baku secara tertulis dengan penekanan pada prinsip tanggung jawab perusahaan angkutan udara yang terwujud dalam hak dan kewajiban antara perusahaan angkutan udara dan penumpang atau konsumen. Dan Perlindungan hukum, perlindungan hukum berupa adanya ketentuan secara tertulis yang disediakan kepada penumpang atau konsumen untuk mengajukan klaim atau tuntutan terhadap perselisihan yang berkaitan dengan kompensasi terhadap kurangnya pelayanan selama penerbangan. Adanya sosialisasi berkaitan dengan peran serta masyarakat selaku pengguna jasa penerbangan yang dapat memberikan penilaian, masukan kepada pemerintah Republik Indonesia dan Perusahaan Angkutan Udara niaga berjadwal. Maka dari itu akan terciptanya asas penerbangan yang sesuai pasal 2 UU no 1 tahun 2009 tentang penerbangan yaitu, Penerbangan diselenggarakan berdasarkan asas. Manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan,k epentingan umum, keterpaduan, tegaknya hukum, kemandirian, keterbukaan dan anti monopoli, berwawasan lingkungan hidup, kedaulatan Negara, kebangsaan dan kenusantaraan. Tercapainya tujuan yang sesuai pasal 3 UU no 1 tahun 2009 tentang penerbangan yaitu. Penerbangan diselenggarakan dengan tujuan. Mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat, memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional, menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional menunjang dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional, memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara, meningkatkan ketahanan nasional, mempererat hubungan antarbangsa.

You might also like