You are on page 1of 24

BAB I KONSEP DASAR MEDIS CEDERA KEPALA

A. PENGERTIAN Cedera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, komusio (gegar) serebri, kontusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu diantaranya subdural, epidural, intraserebral dan batang otak (Doenges, edisi 3. 2000:270). Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun tajam. Defisit neurololgis terjadi karena robeknya substansi alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak (Fransisca B. Batticaca, 2008:96). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, Arif. Jilid 2. 2000:3). Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).

KLASIFIKASI CEDERA KEPALA Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang

dipakai

dalam

menentukan

derajat

cedera

kepala.

Cedera

kepala

diklasifikasikan dalam berbagai aspek, yaitu : 1. Berdasarkan derajat penurunan kesadaran (Muttaqin, Arif. 2008:271) a. Cedera Kepala Ringan (CKR) jika GCS antara 13-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusio atau hematom (sekitar 55%). b. Cedera Kepala Sedang (CKS) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia 30 menit 24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung). c. Cedera Kepala Berat (CKB) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoma atau edema. 2. Tipe cedera kepala (Muttaqin, Arif. 2008:273-274) a. Trauma kepala terbuka : terjadi bila tulang tengkorak masuk ke dalam jaringan otak dan melukai atau menyobek, disebabkan karena tembakan atau benda tajam. b. Trauma kepala tertutup (Muttaqin, Arif. 2008) : mengakibatkan kondisi komosio, kontusio, epidural hematoma, subdural hematoma, intracranial hematoma, komosio atau gegar otak, di tandai dengan : 1) Cedera kepala ringan 2) Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali 3) Hilang kerusakan otak permanen 4) Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah

5) Disorientasi sementara 6) Tidak ada terapi khusus Kontusio serebri atau memar otak, dengan tanda-tanda : 1) Ada memar otak 2) Perdarahan kecil lokal atau difus dengan gejala adanya gangguan lokal dan adanya perdarahan 3) Gejala : Gangguan kesadaran lebih lama Refleks patologis positif, lumpuh, konvulsi

3. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter (Mansjoer, Arif. Jilid 2. 2000:3) a) Trauma tumpul : Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil) b) Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)

B. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. ETIOLOGI a) Faktor Presipitasi a. Gerakan puntir mendadak b. Pukulan langsung

c. Gaya meremuk d. Kontraksi otot extrim e. Terjatuh f. Kecelakaan lalu lintas (Brunner & Suddarth, 2000:2357) b) Faktor Predisposisi Menurut (Muttaqin, Arif. 2008) : a. Trauma oleh benda atau serpihan tulang yang menembus jaringan otak. b. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak. c. Efek percepatan. d. Efek perlambatan pada otak.

2. PATOFISOLOGI Menurut Sylvia A. Prince (2005) kerusakan otak yang terjadi pada trauma kepala dapat disebabkan oleh 2 cara, yaitu : 1) Efek langsung trauma pada fungsi otak Disebabkan suatu benda yang langsung menembus dan merobek jaringan otak, efek kekuatan diteruskan ke otak dan akhirnya percepatan dan perlambatan (akselerasi deselerasi) pada otak. Ada 2 macam kekuatan yang diterangkan melalui 2 jalan yang mengakibatkan 2 efek berbeda, yaitu : a. Cedera setempat. Di sebabkan benda tajam dengan kekuatan rendah tenaga kecil kerusakan neurologis terjadi dalam tempat

yang terbatas dan disebabkan oleh benda atau fragmen tulang yang menembus dura pada tempat serangan. b. Cedera menyeluruh lazim terjadi pada trauma tumpul dan setelah kecelakaan mobil kerusakan terjadi waktu energi diserap lapisan pelindung (rambut, tengkorak, kulit kepala) Jika kepala bergerak dan berhenti tiba-tiba, kerusakan dapat disebabkan oleh cedera setempat dan akselerasi deselerasi. Hal ini menyebabkan isi dalam tengkorak yang keras bergerak sehingga memaksa otak membentuk permukaan dalam tengkorak pada tempat berlawanan dengan benturan, ini disebutkan cedera contre coup. Bila tidak bergerak melewati bagian dalam rongga tengkorak yang kasar akan merobek, mengoyak jaringan ini diperhebat bila trauma menyebabkan rotasi tengkorak. 2) Efek sekunder trauma (efek selanjutnya dari sel-sel otak yang bereaksi terhadap trauma) Menyebutkan perubahan neurologis berat, karena reaksi terhadap cedera jaringan yang menimbulkan perubahan isi cairan intra sel. Ekstravasi darah, peningkatan suplay darah ke tempat itu dan mobilisasi sel-sel untuk memperbaiki dan membuang debris seluler. Neuron sel-sel fungsional otak tergantung dari menit ke menit pada suplay konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen sebagai akibat cedera sirkulasi otak kehilangan kemampuan untuk mengatur volume darah yang terjadi yang menyebabkan iskemik pada daerah dalam otak.

3. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis cedera kepala menurut (Rosjidi, Cholik Harun. 2007) a) Perubahan tingkat kesadaran b) Nyeri kepala c) Pelebaran pupil d) Muntah e) Peningkatan tekanan darah f) Perubahan denyut nadi g) Hipertermia h) Perubahan pola nafas

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Fransisca B. Batticaca. 2008) 1. CT- Scan (dengan atau tanpa kontras) Mengidentifikasi luasnya perdarahan dan determitasi vaskurer, dan perubahan jaringan otak. 2. MRI Digunakan seperti CT-scan dengan atau tanpa kontras, radioaktif 3. Cerebral Angiography Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan, trauma 4. EEG (Elektro Encelo Grafi) Dapat melihat gelombang yang patologis

5. X-ray Mendeteksi struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis (perdarahan atau edema) 6. BAER (Brain Auditory Evoked Respons) Mengoreksi batas korteks dan otak kecil 7. PET (Positron Emission Tomography) Mendeteksi aktivitas metabolisme 8. CSS (Cairan Serebro Spinal) Lumbal pungsi dapat dilakukan jika terjadi perdarahan

subharachoid dan untuk mengevaluasi atau mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinalis 9. Kadar Elektrolit Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intracranial 10. Analisa Gas Darah (AGD atau Astrup) Analisa gas darah (AGD atau Astrup) adalah salah satu tes diagnostik untuk menentukan status respirasi.

5. KOMPLIKASI (Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajah Mada University Press, 2003) 1) Hematom Epidural. a. Akut (minimal 24 jam sampai dengan 3x24 jam) - Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)

- Gejala Laserasi dapat menjadi hemiparese b. Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma subkutan c. Pemeriksaan neurologis menunjukan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral dari hematoma, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal : hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif. d. CT-scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks e. LCS : Jernih f. Penatalaksanaan yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) penigkatan pembuluh darah. 2) Hemaotom Subdural

3) Perdarahan intracerebral Perdarahan dalam kortexs cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapatis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. 4) Oedema Serebri

Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsan. Gejala- gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak normal, hanya tekanannya dapat meninggi. - Tekanan Intra Kranial meningkat - Cephalgia memberat - Kesadaran menurun

6. PENATALAKSANAAN MEDIS a. Oksigenasi dan IVFD b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema) 1. 5 mg/ 6 jam untuk hari I dan II 2. 5 mg/8 jam untuk hari III 3. 5 mg/12 jam untuk hari IV 4. 5 mg/24 jam untuk hari V c. Terapi neuropatik : citicolin, piroxicam d. Terapi anti perdarahan bila perlu e. Terapi antibiotik untuk profilaksi f. Terapi antipeuretik bila demam g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah i. Intake cairan tidak boleh lebih dari 800 cc/24 jam selama 3-4 jam

10

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Marilynn E. Doenges, 2000:270) 1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan aliran darah oleh (SOL) Spacing Occupating Lession (hemorrhagie, hematoma): edema serebral (respon local ataupun pada cedera, perubahan metabolic) 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pusat pernafasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeobronkial 3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan fisiologi, konflik psikologis 4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan atau tahanan 5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma atau defisit neurologis 6. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif 7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, kelemahan otot untuk mengunyah dan menelan 8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situsional, ketidakpastian tentang hasil atau harapan

11

9. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan kognitif, tidak mengenal informasi atau sumber-sumber.

D. FOKUS INTERVENSI 1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan aliran darah oleh (SOL) Spacing Occupating Lession (hemoragic, hematoma) : edema serebral (respon local ataupun pada cedera, perubahan metabolic) Tujuan : Aliran darah ke otak kembali normal

Kriteria : - Tidak kehilangan kesadaran - Tanda tanda vital stabil

Intervensi : a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan perfusi jaringan ke otak dan potensial peningkatan TIK b. Pantau atau catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (GCS) c. Monitor vital sign d. Evaluasi keadaan pupil (ukuran, ketajaman, kesamaan antara kanan dan kiri, reaksi terhadap cahaya) e. Kaji perubahan penglihatan

12

f. Pertahankan kepala atau leher pada posisi tengah atau posisi netral. Hindari pemakaian bantal pada kepala. g. Berikan waktu istirahat diantara aktivitas keperawatan yang dilakukan dan batasi waktu dari setiap prosedur tersebut. h. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan i. Kolaborasi Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi Tinggikan kepala 15-45 derajat sesuai indikasi atau yang dapat ditoleransi Berikan obat sesuai indikasi Analgetik sedang

Rasional : a. Menentukan pilihan intervensi b. Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP c. Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh penurunan tekanan darah diastolic (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK d. Untuk mengetahui fungsi dari nervus optikus (II) dan nervus okulomotor (III) e. Akan menggambarkan area kerusakan otak, sehingga membantu pemilihan intervensi

13

f. Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena selanjutnya akan meningkatkan TIK g. Aktivitas yang dilakukan terus-menerus dapat meningkatkan TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif h. Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan dan menurunkan TIK Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan fase dilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK Dapat diindikasikan untuk menghilangkan nyeri dan dapat berakibat negative pada TIK tetapi harus digunakan dengan hatihati untuk mencegah gangguan pernafasan

2. Pola

nafas

tidak

efektif

berhubungan

dengan

kerusakan

neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeobronkial Tujuan : pola nafas kembali efektif Kriteria : Pola nafas efektif (14-20 x/menit) Bebas sianosis Tidak ada bunyi stridor, ronchi, wheezing

Intervensi : a. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan

14

b. Catat kompetensi refleks menelan dan kemampuan untuk melindungi jalan nafas sendiri c. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi d. Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar e. Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan yang tidak normal f. Pantau penggunaan dari obat-obatan depresan pernafasan seperti sedatif g. Kolaborasi Pantau analisa gas darah , tekanan oksimetri Lakukan rontgen toraks tulang Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi

Rasional : a. Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau menandakan lokasi atau keterlibatan otak b. Kemampuan memobilisasi atau membersihkan secret penting untuk memelihara jalan nafas c. Untuk memudahkan ekspansi atau verifikasi paru dan menurunkan kemungkinan adanya lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas d. Mencegah atau menurunkan ateletosis

15

e. Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi serebral f. Dapat meningkatkan gangguan atau komplikasi pernafasan g. - Menentukan kecukupan pernafasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi - Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tanda komplikasi yang berkembang - Memobilisasi dan membersihkan jalan nafas serta menurunkan atelektasis atau komplikasi lain

3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, konflik psikologis Tujuan : kemampuan berfikir pasien bisa kembali normal Kriteria : Pasien dapat berorientasi sesuai dengan kenyamanan Pasien dapat mengenali adanya perubahan dalam proses pikir

Intervensi : a. Kaji rentan perhatian, kebingungan dan catat tingkat ansietas pasien b. Pastikan dengan orang terdekat untuk membandingkan kepribadian atau tingkah laku pasien sebelum mengalami trauma dengan respon pasien sekarang

16

c. Pertahankan bantuan yang konsisten oleh staf atau keberadaan staf sebanyak mungkin d. Jelaskan pentingnya melakukan pemeriksaan neurologis secara berulang dan teratur e. Kurangi stimulus yang merangsang, kririk yang negative f. Anjurkan pada orang terdekat untuk meberikan berita baru g. Hindari meninggalkan pasien sendirian ketika mengalami gelisah atau berontak h. Koordinasi atau ikut sertakan pada pelatihan kognitif atau program rehabilitasi sesuai indikasi

Rasional : a. Rentan perhatian atau kemampuan untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara tajam b. Perubahan pada interprestasi stimulus dapat berkembang tergantung dari keadaan trauma c. Memberikan pasien perasaan yang stabil, dan mampu mengontrol situasi d. Mencegah atau membatasi komplikasi yang mungkin terjadi dan tidak menimbulkan suatu hal yang serius pada pasien dapat membantu menurunkan ansietas e. Menurunkan resiko terjadinya respons pertengkaran atau penolakan f. Meningkatkan orientasi realitas dan berfikir normal

17

g. Dukungan dapat memberikan ketenangan yang menurunkan ansietas dan resiko terjadinya trauma h. Untuk kompensasi gangguan pada kemampuan berfikir dan mengatasi masalah konsentrasi, memori, daya penilaian dan menyelesaikan masalah

4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan atau tahanan Tujuan : mampu mempertahankan kekuatan otot Kriteria : Adanya peningkatan kekuatan dan fungsi bagian tubuh

Intervensi : a. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi b. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala

ketergantungan (0-4) c. Ubah posisi secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut d. Berikan atau bantu untuk melakukan latihan tentang gerak e. Bantu pasien dengan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi f. Berikan perawatan kulit dan pertahankan kebersihan linen g. Berikan perawatan mata, air mata buatan, tutup mata sesuai kebutuhan

18

Rasional : a. Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan b. Kategori dengan nilai 2-4 mempunyai resiko yang terbesar untuk terjadinya bahaya sehubungan dengan imobilisasi c. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan meningkatan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh d. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi atau posisi normal ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena statis e. Prosesi penyembuhan yang lambat sering menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program pemulihan f. Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan resiko terjadinya eksoriasi kulit g. Melindungi jaringan lunak dari kekeringan

5. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasive Tujuan : Tidak terjadi infeksi Kriteria : - Tidak ada tanda-tanda infeksi - Terjadi penyembuhan luka Intervensi :

19

a. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik cuci tangan yang baik b. Observasi daerah kulit yang mengalami trauma, daerah yang terpasang alat invasive c. Pantau suhu tubuh secara teratur d. Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi Kolaborasi e. Berikan antibiotik sesuai indikasi Rasional : a. Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial b. Mendeteksi dini tanda-tanda awal infeksi c. Mendeteksi dini tanda-tanda awal terjadinya infeksi d. Menurunkan pemajanan terhadap pembawa kuman penyebab infeksi e. Antibiotik berguna untuk menahan pertumbuhan dan

perkembangbiakan mikroorganisme

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, kelemahan otot untuk mengunyah dan menelan Tujuan : Pasien mampu menerima nutrisi, dapat mengunyah dan menelan dengan baik. Kriteria hasil : Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, Berat badan ideal

20

Intervensi : a. Kaji kemampuan mengunyah dan menelan b. Auskultasi bising usus c. Timbang berat badan dan indikasi d. Berikan makanan dalam jumlah yang kecil dalam waktu yang sering dan teratur Kolaborasi e. Konsul dengan ahli gizi f. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti : albumin darah, keadaan asam amino, zat besi, ureum, kreatinin, dll

Rasional : a. Menentukan jenis makanan b. Membantu dalam menentukan respons dari peristaltik usus terhadap suatu makanan c. Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi d. Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan e. Mengidentifikasi kebutuhan kalori atau nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh dan keadaan penyakit sekarang f. Mengidentifikasi defisiensi nutrisi, fungsi organ, dan respon terhadap terapi nutrisi

21

7. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma atau defisit neurologis Kriteria : Tingkat kesadaran normal (GCS : E4, M6, V5)

Intervensi : a. Pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, sensorik dan proses pikir b. Hilangkan suara bising atau stimulasi yang berlebihan sesuai kebutuhan c. Bicara dengan suara lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana, pertahankan kontak mata d. Berikan stimulasi yang bermanfaat. Hindari isolasi baik secara fisik maupun psikologis e. Buat jadwal istirahat yang adekuat atau periode tidur tanpa gangguan f. Beri kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dan melakukan aktifitas g. Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi wicara dan terapi kognitif

Rasional : a. Kerusakan dapat terjadi saat trauma awal atau kadang-kadang berkembang setelahnya akibat dari pembengkakan atau perdarahan b. Menurunkan ansietas, respon emosi yang berlebihan c. Membantu pasien untuk memunculkan komunikasi

22

d. Menstimulasi pasien dengan baik selama melatih kembali fungsi kognitifnya e. Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur f. Menurunkan frustasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan pola respons yang memanjang g. Meningkatkan evaluasi dan fungsi fisik, kognitif, dan ketrampilan perseptual

8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasional, ketidakpastian tentang hasil harapan Tujuan Kriteria : Keluarga mampu menerima perubahan situasi dan krisis : Keluarga mampu atau dapat mengekspresikan perasaan, keluarga mampu mengidentifikasi sumber eksternal dan internal dan menggunakan kemampuannya untuk mencegah krisis

Intervensi : a. Catat bagian-bagian dari unit keluarga, keberadaan atau keterlibatan sistem pendukung b. Anjurkan untuk mengakui perasaannya c. Evaluasi atau diskusikan harapan atau tujuan keluarga d. Anjurkan untuk menggunakan cara-cara koping tingkah laku yang cukup berhasil yang sebelumnya dilakukan

23

e. Libatkan keluarga dalam pertemuan tim rehabilitasi dan perencanaan perawatan

Rasional : a. Menentukan adanya sumber keluarga dan mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan b. Membantu untuk menyatakan perasaannya tentang apa yang sedang terjadi sebagai akibat dari pemberian keyakinan yang kurang tepat c. Untuk mendapatkan atau mengumpulkan informasi yang akurat d. Berfokus pada kekuatan dan penguatan kemampuan khusus untuk menghadapi krisis saat sekarang e. Memungkinkan keluarga untuk menjadi bagian integral dari rehabilitasi dan memberikan rasa kontrol

9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat atau keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi atau sumber-sumber Tujuan Kriteria : Informasi tentang penyakit pasien terpenuhi : Ada partisipasi dalam proses pengobatan, kondisi, mampu aturan

mengungkapkan

pemahaman

tentang

pengobatan dan potensial komplikasi.

Intervensi :

24

a. Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan juga keluarganya b. Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma dan pengurus sesudahnya c. Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri d. Identifikasi tanda atau gejala adanya faktor resiko secara individual.

Rasional : a. Memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang didasarkan atas kebutuhan secara individual. b. Membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan

meningktakan pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya c. Berbagai tingkat bantuan mungkin perlu dierncanakan yang didasarkan atas kebutuhan yang bersifat individual d. Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi dan intervensi lebih awal untuk mencegah terjadinya komplikasi yang serius.

You might also like