You are on page 1of 9

LAPORAN AWAL PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN LOW VOLUME SAMPLER (LVS)

OLEH: NAMA NIM KELOMPOK REKAN KERJA : SEPTYA ARDIANI : 1107120820 : I (SATU) : 1. NOVALINA A.Y 2. VINA LESTARI R 3. RICKO DWI ADI S 4. HADI PURNAMA P 5. MAYSHARA 6. JORDI RIFALDI 8. M. KAMAL SYAH 9. SITI ARDIANI (1107114231) (1107114231) (1107136616) (1107152052) (1107120337) (1107114246) (1107120469) (1007113581)

HARI/ TANGGAL PRAKTIKUM :

7. SANNY AMIRARASY (1107114102)

ASISTEN:

LABORATORIUM KUALITAS UDARA JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum 1. Agar praktikan dapat mengoperasikan alat LVS sesuai dengan prosedur pratikum; 2. Mengukur kondisi meteorologi terkait dengan perhitungan konsentrasi partikulat; 3. Mengetahui konsentrasi partikulat tersuspensi yang berukuran kecil dari 10 m. 1.2 Metode Percobaan Metode yang digunakan adalah adsorbsi pada permukaan filter. 1.3 Prinsip Pengukuran 1. Udara dihisap melalui filter fiber glass dengan kecepatan aliran udara (flow rate) 20 L/mnt. Dengan rentang kecepatan aliran udara tersebut, partikulat yang berukuran < 10 m (diameter aerodinamik) akan tertahan dan menempel pada permukaan filter; 2. Partikulat yang berukuran besar dari 10 m akan mengendap pada sekatsekat elutriator, sehingga partikulat yang akan tertahan pada permukaan filter hanya yang berukuran 10 m; 3. Metode ini digunakan untuk mengukur PM10 di udara ambien dengan satuan 10 g/m3, dengan cara menimbang berat partikel yang tertahan di permukaan filter dan menghitung volume udara yang terhisap; 4. Selain menentukan konsentrasi partikulat, filter hasil sampling juga dapat digunakan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam partikulat tersebut. Misal: sulfat, nitrat, ammonium, Cl, dan elemen logam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Pencemaran udara menurut UUPLH No. 23 Tahun 1997 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke udara, dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu dan menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. (Hidayat, 2008) Menurut PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. ( PP No. 41 Tahun 1999) Partikulat adalah bentuk dari padatan atau cairan dengan ukuran molekul tunggal lebih besar dari 0,002 mikrometer tetapi lebih kecil dari 500 mikrometer yang tersuspensi di atmosfer pada kondisi normal. Partikulat dapat berupa asap, debu dan uap yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Di samping mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke ke dalam sistem pernafasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernafasan dan kerusakan paru-paru. Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan visibilitas. (Soedomo, 2001) PM10 merupakan salah satu pencemaran berbentuk partikulat. PM10 adalah material yang terdispersi di udara, baik berbentuk padat maupun cair yang berukuran kecil dari 10 m. PM10 terdiri dari partikel halus berukuran kecil dari 2,5 m dan sebagian partikel kasar berukuran 2,5 sampai 10 m. Sumber (PM10) berbeda untuk setiap daerah, tergantung dari aktivitas di daerah tersebut. Particulate matter adalah polutan berupa partikulat tersuspensi, disebut juga PM (Particulate Matter) merupakan salah satu komponen penting terkait dengan pengaruhnya terhadap kesehatan. (Taufikurrahman, 2000) PM dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu (Taufikurrahman, 2000): a) Coarse PM Coarse PM (PM kasar atau PM2,5-10) berukuran 2,5-10 m, bersumber

dari abrasi tanah, debu jalan (debu dari ban atau kampas rem), ataupun akibat agregasi partikel sisa pembakaran. Partikel seukuran ini dapat masuk dan terdeposit di saluran pernapasan utama pada paru (trakhebronakial). b) Fine PM (< 2,5 m) c) Ultrafine (< 0,1 m) Fine PM dan ultrafine berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dapat dengan mudah terdeposit dalam unit terkecil saluran pernapasan (alveoli) bahkan dapat masuk ke sirkulasi darah sistematik. PM10 dapat berupa (Taufikurrahman, 2008): a) Asap, kotoran dan debu dari pabrik, pertanian, dan jalan; b) Jamur, spora, dan serbuk sari. Sumber PM10 (Haryanto, 2010): a) Pembakaran bahan bakar minyak, (gasoline, diesel fuel); b) Pencampuran dan penggunaan pupuk dan pestisida; c) Konstruksi, proses-proses industri seperti pembuatan besi dan baja; d) Pertambangan; e) Pembakaran sisa pertanian (jerami); f) Kebakaran hutan. PM10 menyebabkan dampak merugikan dalam hal: a) Kesehatan masyarakat; b) Penurunan visibilitas; c) Kerusakan estetika. Dari studi yang dilakukan baru-baru ini, PM 10 yang terpapar pada orangorang yang sudah memiliki penyakit jantung dan paru-paru. Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernafasan akan disisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernafasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama. Partikel inhalable adalah partikel dengan diameter di bawah 10 m (PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan, pada konsentrasi 140 g/m 3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350

g/m3 dapat memperparah kondisi penderita bronkhitis. Toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya (Haryanto, 2010). Langkah-langkah untuk mengurangi polusi PM10 (Haryanto, 2010): a) Clean Air Act yang dibuat oleh pemerintah dan menambah pajak bagi industri yang melakukan pencemaran udara; b) Mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui diantaranya Fuel Cell dan Solar Cell; c) Menghemat energi yang digunakan; d) Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal; e) Yang terpenting adalah untuk menumbuhkan kesadaran diri kita akan pentingnya lingkungan hidup yang sehat. Partikel inhalable adalah partikel dengan diameter di bawah 10 m (PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan, pada konsentrasi 140 g/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 g/m 3 dapat memperparah kondisi penderita bronkhitis. Toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya (Haryanto, 2010).

BAB III PROSEDUR PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan 1. Low Volume Sampler ( LVS) Terdiri dari 3 unit bagian: a) Face plate pada bagian elutriator; b) Elutriator; c) Motor pompa vakum; 2. Tripod; 3. Filter; 4. Pinset; 5. Kompas, untuk penentuan arah angin; 6. Weather pocket man, sebagai pengukur suhu dan kelembapan; 3.2 Prosedur Praktikum 3.2.1 Sebelum Praktikum 1. Bersihkan filter yang digunakan dengan menggunakan sikat kecil; 2. Filter dikondisikan selama 24 jam, kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca analitik (pemberian nomor pada filter dilakukan sebelum penimbangan). Sebelum sampling dilakukan filter tidak boleh dilipat; 3. Setelah ditimbang letakkan filter di dalam file box yang telah diisi silica gel dan dilapisi kertas alumunium foil. 4. Tutup rapat file box dengan selotip, agar uap air tidak masuk. 3.2.2 Pada Saat Praktikum 1. Siapkan sumber arus listrik, pastikan voltase alat sama dengan voltase sumber arus listrik; 2. Pasang tripod setinggi 1-1,5 m sebagai tempat untuk meletakkan elutriator; 3. Pasang filter dengan rapi diantara face plate yang terletak pada slang yang akan menghubungkan elutriator dengan pompa vakum; 4. Hidupkan LVS dan atur laju aliran sampai 20 l/menit pada tombol

pengatur laju aliran; 5. Catat kecepatan aliran udara setelah alat hidup 5 menit. Biarkan sampling berlangsung selama 1 jam; 6. Catat kondisi meteorologi (suhu, tekanan udara, kelembapan udara, arah, dan kecepatan angin) minimal setiap 10 menit, dan apabila sampling berakhir catat kembali laju aliran udara; 7. Setelah praktikum berakhir, matikan alat LVS, face plate dibuka dan filter dikeluarkan, filter dilipat sedemikian rupa sehingga bagian yang mengandung partikulat tersuspensi saling berhadapan; 8. Masukkan filter tersebut ke dalam plastik; 9. Kondisikan filter dalam desikator selama minimal 24 jam; 3.2.3 Setelah Praktikum Filter yang telah dikondisikan ditimbang minimal 5 kali pengukuran untuk masing-masing filter. 3.3 Rumus Volume udara yang dihisap:
( Q1+ Q2 + Qn ) xT n

V=

Dimana:
V = Volume udara yang terhisap (m ) Q = Kecepatan udara awal (m /mnt) Q = Kecepatan udara akhir (m /mnt) T = Waktu sampling (mnt) N = Jumlah data pengukuran
2 3 1 3 3

Volume STP:
Pstp x Vstp Tstp

Dimana:
Pstp = tekanan standar (1 atm/760mmHg) Vstp = volume standar Tstp = suhu standar (25oC/298 K)

Konsentrasi partikel tersuspensi


C= (Ws Wo) x 106 Vstp

Dimana:
C Ws Wo 106 = Konsentrasi partikel tersuspensi (g/m3) = Berat filter fiber glass setelah sampling (g) = Berat filter fiber glass sebelum sampling (g) = Konversi dari g menjadi g

DAFTAR PUSTAKA
Haryono, S. Huboyo. 2009. Pengukuran Konsentrasi PM10 Pada Udara Dalam Ruang. Semarang: Universitas Diponegoro Hidayat, Fajar. 2008. UUPLH No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. http://lestarikanbumikita.blogspot.com/2008/06/undang-undang-republikindonesia.html. Tanggal akses: 2 Juni 2013 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999. Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. http://www.cets-uii.org/BML/Udara/pp4199%20Penc %20udara/index.html. Tanggal akses: 2 Juni 2013 Soedomo, Moestikahadi. 2001. Pencemaran Udara. Bandung: Penerbit ITB Taufikurrahman, Choesin, D.N, dan Esyanti R.R. 2002. Diktat Pengetahuan Lingkungan Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, ITB, Bandung

You might also like