You are on page 1of 17

PROJECT BASED LEARNING NURSING CARE

KONSTIPASI & ILEUS PARALITIK

Disusun oleh: NI MADE PUTRI P. 105070200111027 PSIK - Reguler

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

Asuhan Keperawatan Konstipasi Pengkajian 1. Pola defekasi dan keluhan selama defekasi Pengkajian ini antara lain : bagaimana pola defekasi dan keluhan selama defekasi. Secara normal, frekuensi buang air besar pada bayi sebanyak 4-6 kali/hari, sedangkan orang dewasa adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah rata-rata pembuangan perhari adalah 150gram. 2. Keadaaan feses meliputi : No. 1. Keadaan Warna Normal Bayi : kuning Abnormal Putih, hitam/tar/merah Penyebab Kurangnya kadar empedu, erdarahan saluran bagian atas, cerna atau

perdarahan saluran cerna bagin bawah. Dewasa : coklat Pucat berlemak Malabsorbsi lemak Khas Fese dan Amis dan perubahan Darah dan infeksi dipengaruhi 3. 4. makanan Konsistensi Lunak Bentuk oleh bau dan Cair Diare dan absorbsi kurang bentuknya Obstruksi peristaltik dan yang bleeding. tertelan

2.

Bau

berbentuk Sesuai diameter Kecil, rektum

seperti pensil

5.

konstituen

Makanan tidak lemak,

cepat yang Darah, pus, benda, Internal dicerna, asing, mukus, atau Infeksi, pigmen inflamasi.

bakteri yang mati, cacing. empedu, mukosa usus, dan air/

benda, iritasi, atau

3. Faktor yang mempengaruhi eliminasi Faktor yang mempengaruhi eliminasi antara lain perilaku kebiasaaan defekasi, diet (makanan yang mempengaruhi defeasi), makanan yang biasa dimakan, makanan

yang dihindari dan pola makan yang teratur atau tidak, cairan (jumlah dan jenis minuman/hari), aktivitas (kegiatan sehari-hari), penggunaan obat, kegiatan yang spesifik, stres, pembedahan/ penyakit menetap, dll/ 4. Pemeriksaan fisik Meliputi keadaan abdomen seperti ada atau tidaknya distensi, simetris atau tidak, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut dan tenderness. Kemudian, pemeriksaan rektum dan anus dinilai dari ada atau tidaknya inflamasi, sperti perubahan warna, lesi, dan massa. Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer. Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit. Analisa data Data Data subyektif : Seminggu tidak BAB, kebiasaan BAB tiga kali sehari Data obyektif :

Pola

Etiologi BAB tidak feses

Masalah teraturKontipasi tidak

Eliminasi

lancar konstipasi

Inspeksi : pembesaran abdomen Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses Perkusi : redup Auskultasi : bising

usus tidak terdengar Data Subjektif : Klien tidak nafsu makan Data Objektif : Bising usus tidak terdengar

Sulit BAB Perut terasaNutrisi kurang dari begah Nafsu makankebutuhan

menurun Menurunnya intake makanan Nutrisi kurang dari kebutuhan Konsistensi tinja yang kerasNyeri akut sulit keluar Akumulasi di kolon Nyeri anbdomen

Data Subjektif : Keluhan nyeri dari pasien Data Objektif : Perubahan nafsu makan Diagnosa Keperawatan

1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan. 3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen. Intervensi dan Rasional Diagnosa Tujuan

: Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)

Kriteria hasil : Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari Konsistensi feses lembut Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan Intervensi Mandiri

Rasional

Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya Atiur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi Berikan cairan jika tidak

Untuk mengembalikan keteraturan pola defekasi klien Untuk memfasilitasi refleks defekasi Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekal Untuk melunakkan eliminasi feses

kontraindikasi 2-3 liter per hari Kolaborasi

Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi

Untuk melunakkan feses

Diagnosa Tujuan

: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan : menunjukkan status gizi baik

hilangnya nafsu makan. Kriteria Hasil : Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal Nilai laboratorium dalam batas normal Melaporkan keadekuatan tingkat energi Intervensi Mandiri

Rasional

Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.

Menjaga pola makan pasien sehingga pasien makan secara teratur

Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.

Pasien merasa nyaman dengan makanan yang dibawa dari rumah dan dapat meningkatkan nafsu makan pasien.

Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi

Dengan pemberian porsi yang besar dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.

Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.

Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan.

Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai. Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.

Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan makanan

Kaji turgor kulit pasien

Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan

Kolaborasi Observasi

Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah

Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah

Ajarkan metode untuk perencanaan makan

Klien terbiasa makan dengan terencana dan teratur.

Health Edukasi

Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal

Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan.

Diagnosa abdomen Tujuan

: Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada : Menunjukkan nyeri telah berkurang

Kriteria Hasil : Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil. Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi. Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri. Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan nonanalgesik secara tepat. Intervensi Rasional

Mandiri

Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau radio

Klien dapat mengalihkan perhatian dari nyeri

Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas

Hati-hati dalam pemberian anlgesik opiat

terhadap efek analgesik opiat

Perhatikan kemungkinan interaksi obat obat dan obat penyakit pada lansia

Hati-hati dalam pemberian obatobatan pada lansia

Observasi

Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyaman pada skala 0 10

Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien

Gunakan lembar alur nyeri Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensif

Mengetahui karakteristik nyeri Agar mngetahui nyeri secara spesifik

Health education

Instruksikan pasien untuk meminformasikan pada perawat jika pengurang nyeri kurang tercapai

Perawat dapat melakukan tindakan yang tepat dalam mengatasi nyeri klien

Berikan informasi tetang nyeri

Agar pasien tidak merasa cemas

Evaluasi 1. Klien BAB teratur setiap hari dengan konsistensi feses lunak tanpa defekasi berlebih. 2. Berat badan dan nafsu makan normal 3. Klien tidak merasakan nyeri abdomen

Asuhan Keperawatan pasien dengan Ileus Paralitik 1. Pengkajian

pengkajian ileus terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik, dan evaluas diagnostik. pada anamnesa keluhan utama yang lazim didapatkan adalah keluhan kembung dan tidak bisa kentut(flatus). Keluhan adanya kembung dan tidak bisa flatus bersifat akut disertai mual, muntah, anoreksia, dan nyeri ringan pada abdomen. pada pengkajian riwayat penyakit sekarang, perawat mengkaji riwayat pembedahan abdominal, jenis pembedahan, penyebab adanya intervensi bedah, kondisi klinik preoperatif, pengetahuan mobilisasi dini pasien pasien praoperatif, dan adanya penyakit sistemik yang memperberat, seperti adanya sepsis, gangguan metabolik, penyakit jantung, pneumonia pascabedah, prosedur bedah saraf, dan trauma abdominal berat. Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan karena perut kembung dan belum bisa melakukan flatus, serta perlunya pemenuhan informasi pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik. Pada survei umum pasien terlihat lemah. TTV biasa didapatkan perubahan. Pada pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan : Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi : secara umum akan terlihat kembung dan didapatkan adanya distensi abdominal : bising usus atau tidak ada : nyeri tekan lokal pada abdominal : timpani akibat abdominal mengalami kembung diagnostik yang dapat membantu, meliputi pemeriksaan

Pengkajian

laboratorium untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit atau metabolik, foto polos abdomen untuk mendeteksi adanya dilatasi gas berlebihan dari usus kecil dan usus besar. Pengkajian Penatalaksanaan Medis : 1. Konservatif Sebagian besar kasus ileus pasca bedah mendaat intervensi konservatif. Pasien harus menerima hidrasi intravena. Untuk pasien dengan muntah dan distensi, penggunaan selang nasogastrik diberikan untuk menurunan gejala, namun belum ada penelitian dalam literatur yang mendukung penggunaan selang nasogastrik untuk memfasilitasi resolusi ileus. Panjang selang ke saluran gastrointestinal tidak memiliki manfaat atau

perbaikan ileus. Untuk pasien dengan ileus berlarut-arut, obstruksi mekanis harus diperiksa dengan kontras. Sepsis dan gangguan elektrolit yang mendasari terutama hipokalemia , hiponatremia, dan hipomagnesemia, dapat memperburuk ileus. Lkondisi ini didiagosis dan diperbaiki (Mukherjee, 2008) Cara lainnya adalah menghentikanobat yang memproduksi ileus (misalnya :opiat). Dalam bentuk suatu studi, jumlah morfin yang diberikan secara langsung akan berhubungan dengan terjadinya ileus (Cali, 2000) Pengguna narkotika pascaoperasi dapat dikurangi dengan suplemen dengan obat antiinflamasi non steroid (OAINS). OAINS dapat menurunkan ileus dengan menurunkan peradangan lokal dan dengan mengurangijumalh narkotika yang digunakan. Studi miolelektrik dari elektroda ditempatkan pada usus besar, dimana studi ini telah mengungkapkan resolusi lebih cepat dari yang diberikan pada pasien ileus versus yang diberikan ketorolac morfin, namun kelemahan OAINS digunakan mencakup disfungsi trombosit dan ulserasi mukosa lambung. Kondisi ini dapat dipertimbangkan dengan penggnaan agen cyclooxygen-2 untuk menurunkan efek ini (Ferraz, 1995) Sampai saai ini belum ada suatu variabel yang secara akurat memprediksi resolusi ieus. Pemeriksaan kondisi klinis masi menjadi perameter penting untuk mengevaluasi asupan oral dan fungsi usus yang baik. Laporan dari pasien bahwa sudah terjadi flatus harus dinilai ulang dengan seksama secara pemeriksaan fisik dan diagnostik yang akurat,serta tidak boleh hanya mengandalkan dari laporan pasien (Mukherjee, 2008) 2. Terapi diet Umumnya, menunda intake makan oral sampai tanda klinis ileus berakhir. Namun, kondisi ileus tidak menghalangi pemberian nutrisi enteral. Pemberian enteral secara hati-hati dan dilakukan secara bertahap (Ng WQ, 2003). Pada suatu studi pemberian permen karet menunjukkan bahwa mengunyah permen karet sebagai bentuk pemberian makanan palsu pada fase pemulihan awal dari ileus pascabedah setelah laparoskopi colectomy. Sembilan belas pasien menjalani elektif laparokpi colectmy secara acak. Sepuluh pasien yang ditetapkan ke grup permen karet dan sembilan untuk kelompok kontrol. Kelompok permen karet yang digunakan tiga kali sehari pascaoperasi pertama pagi sampai intake oral. Terjadinya flatus lebih cepat dalam

kelompok permen karet daripada di kelompok kontrl buang air besar pertama tercatat pada 3,21 hari dalam kelompok permen karet versus 5,8 hari pada kelompok kontrol (asao, 2002) 3. terapi aktivitas Kebijakan konvensional pada praktik klinik memberikan pemahaman bahwa ambulansi dini merangsang fungsi usus dan meningkatkan ileus pascabedah. Meskipun hal ini belum ditunjukkan dalam literatur. Dalam sebuah studi nonrandomized mengevaluasi 34 pasien, elektroda bipolar seromuskular di tempatkan di segmen saluran gastrointestinal setelah laparotomi. Sepuluh pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pascaoperasi hari pertama, dan yang lainnya 24 pasien ditugaskan untuk ambualasi pada pascabedah hari ke-4. Hasil yang didapat, ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil mioelektrik dalam pemulihan di lambung, jejunu, atau usus antara 2 kelompok tersebut (Waldhausen, 1990). Akan tetapi pelaksanaan ambulansi tetap bermanfaat dalam mencegah pembentukan ateleksis, obstruksi vena provunda, dan pneumonia tetapi tidak memiliki peran dalam mengobati ileus. 4. terapi farmakologis Sampai saat ini belum ada studi yang menilai manfaat supositoria dan enema untuk pengobatan ileus. Eritromisin, suatu agonis reseptor motilin, telah digunakan untuk paresis pasca operasi lambung namun belum terbukti bermanfaat bagi ileus. Metoklopramid, sebuah antagonis dopaminergik, sebagai obat antimuntah dan prokinetik. Data telah menunjukkan bahwa pemberian obat ini dapat benar-benar memperburuk ileus (Mukherjee, 2008). Terapi farmakologis yang dianjurkan adalah golongan Opioid antagonis selektif, misalnya alvimopan. Alvimopan ini ditunjukkan untuk membantu mencegah ileus postoperatif reseksi usus (Maron, 2008).

2. Analisa Data Data Etiologi Masalah Keperawatan

DS : klien seminggu sehari DO :

Faktor predisposisi ileus mengeluh paralitik tidak hipomotilitas kemampuan dalam pasase BAB, (kelumpuhan) intestinal intestinal

kebiasaan BAB tiga kali hilangnya material feses

Inspeksi : pembesaran abdomen Palpasi : perut terasa keras, feses ada impaksi

Konstipasi

Perkusi : redup

Auskultasi : bising usus tidak terdengar DS : DO : klien sering haus, lemas, Faktor predisposisi ileus mengeluh paralitik hipomotilitas

(kelumpuhan) intestinal gangguan GI mual, kembung Risiko kekurangan volume cairan

Mukosa bibir kering, muntah,

mata cowong, turgor anoreksiakehilangan kulit menurun, cairan dan elektrolit Risiko ketidakseimbangan DS : DO : cairan tubuh Faktor predisposisi ileus paralitik hipomotilitas

(kelumpuhan) intestinal gangguan muntah, GI mual, kembung Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan

anoreksiaasupan nutrisi tidak adekuat Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan

3. Diagnosa Keperawatan 1. Konstipasi b. d. hipomotilitas intestinal 2. Risiko kekurangan volume cairan b.d. keluar cairan tubuh dari muntah, kemampuan absorpsi air oleh intestinal 3. Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat 4. Intervensi dan Kriteria Hasil 1. Konstipasi b.d. hipomotilitas / kelumpuhan. Tujuan : dalam waktu 5 x 24 jam terjadi perbaikannkonstipasi. Kriteria Hasil : Laporan pasien sudah mampu flatus dan keinginann untuk BAB. Bising usus terdengar normal, frekuensi 5-25 x/menit. Gambaran foto polos abdomen tidak terdapat adanya akumulasi gas di dalam intestinal. Intervensi Kaji faktor predisposisi terjadinya ileus. Rasional Walaupun predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pasca bedah abdomen, tetapi ada faktor predisposisi lain yang mendukung dikolaborasikan intervensi medis, peningkatan untuk misalnya resiko mendapat adanya terjadinya ileus. Hal ini harus segera

sepsis harus diatasi, kondisi gangguan Monitoring status cairan. elektrolit harus dikoreksi. Penurunan volume cairan akan

meningkatkan resiko ileus semakin parah karena terjadi gangguan elektrolit. Peran perawat kondisi harus status mendokumentasikan cairan dan harus

melaporkan apabila didapatkan adanya perubahan yang signifikan. Evaluasi secara berkala laporan pasien Pemantauan secara rutin dapat

tentang flatus dan periksa kondisi bising memberikan data dasar pada perawat

usus.

atausebagai ileus.

peran

untuk evaluasi

kolaborasi harus

dengan medis tentang kondisi perbaikan Hasil didokumentasikan secara hati-hati pada Pasang selang nasogastrik. status medis. Pemasangan kembung dan selang distensi nasogastrik abdomen.

dilakukan untuk menurunkan keluhan Perawat melakukan pemantauan setiap 4 jam daripengeluaran pada selang Lakukan teknik ambulansi. nasogastrik. Walaupun terdapat studi yang tidak berhubungan randomise elektroda ditempatkan gastrointestinal Sepuluh ambulasi ditugaskan pascabedah pada untuk hari dengan peningkatan 34 pasien, saluran untuk hari pada yang resolusi ileus. Dalam sebuah studi nonmengevaluasi bipolar di setelah seromuskular segmen ditugaskan pascaoperasi ambualasi ke-4. Hasil laparorotomi.

pasien

pertama, dan yang lainnya 24 pasien

didapat, ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil mioelektrik dalam pemulihan di lambung, jejunu, atau usus antara 2 kelompok tersebut (Waldhausen, dalam 1990). Akan tetapi pelaksanaan ambulansi tetap bermanfaat mencegah pembentukan ateleksis, obstruksi vena provunda, dan Kolaborasi : Opioid antagonis selektif. pneumonia. Alvimopan ini ditunjukkan untuk

membantu mencegah ileus postoperatif

reseksi usus (Marom, 2008). 2. Risiko kekurangan volume cairan b.d. keluar cairan tubuh dari muntah, kemampuan absorpsi air oleh intestinal Tujuan : dalam waktu 5 x 24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Kriteria Hasil : Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembap, turgor kulit normal. TTV dalam batas normal CRT < 3 detik, urin > 600ml/hari Laboratorium : nilai elektrolit normal. Rasional Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urin, monitoring yang ketat pada produksi urin <600 ml/hari merupakan tanda-tanda Kaji sumber kehilangan cairan terjadi syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan muntah dapat disertai dengan keluarnya via oral yang juga akan meningkatkan risiko Dokumentasikan intake dan output cairan Monitor TTV secara berkala gangguan elektrolit Sebagai data dasar dalam pemberian terapi cairan dan pemenuhan hidrasi tubuh secara umum. Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya sistem kardiovaskular untuk melakukan kompensasi Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur. Kolaborasi Pertahankan pemberian cairan secara mempertahankan TD Mengetahui adanya oengaruh adanya peningkatan tahanan perifer. Jalur yang paten penting untuk

Intervensi Menitoring status cairan (turgor, membran mukosa, urin output)

IV

pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol intake dan output cairan

Evaluasi kadar elektrolit

Sebagai deteksi awal menghindari gangguan elektrolit sekunder dari muntah pada pasien peritonitis.

3. Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat Tujuan Kriteria Hasil : dalam 7 x 24 jam asupan nutrisi adekuat : - bising usus kembali noraml dengan frekuensi 5-25x/menit - pasien dapat menunjukan metode menelan makanan yang tepat - terjadi penurunan gejala kembung dan distensi abdomen - berat badan pada hari ke 7 pascabedah meningkat minimal 0,5kg evaluasi Intervensi secara berkala kondisi Rasional sebagai data dasar teknik pemberian asupan nutrisi pemberian enteral diberikan secara hati-hati berikan stimulan permen karet dan dilakukan bertahap sesuai tingkat toleransi dari pasien pada studi pemberian permen karet menunjukan permen bahwa mengunyah bentuk karet sebagai

motilitas usu berikan nutrisi parenteral

pemberian makanan palsu pada fase pemulihan awal dari ileus pascabedah setelah pasien laparoskopi yang kolektomi. 19 menjalani elektif

laparoskomi kolektomi secara acak. 10 pasien ditetapkan ke grup permen karet dan 9 untuk kelompok berupa

permen karet denan durasi 3kali/hari pada terjadi palsu pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik (sekali seminggu) lakukan perawatan mulut intervensi untuk menurunkan risiko infeksi oral kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis nutrisi yang akan digunakan pasien ahli gizi harus terlibat dan dalam jenis penentuan komposisi hari pertama lebih karet pascaoperasi. cepat pada di flatus permen

kelompok yang mendapat makanan daripada kelompok kontrol berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan

makanan yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan individu

Evaluasi Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah : 1. kemamapuan motilitas pasien meningkat konstipasi dapat teratasi. 2. Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan tubuh. 3. Asupan nutrisis tubuh optimal. 4. Pasien tidak mengalami syok hipovolemik. 5. Terjadi penurunan respon kecemasan. 6. Terpenuhinya informasi kesehatan. 7. Nyeri terkontrol atau teradaptasi. Daftar Pustaka Carpenito, Lynda Juall. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pd praktik klinis Edisi 9. Halaman 284-291.Jakarta : EGC Farmacia (2007).International Digestive Disease Week, SIMPOSIA - Vol.6 No.10, Mei 2007 . from http://www.majalah-farmacia.com, 11 november 2011 Brunner & Suddarth (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah edisi 8 vol.2. Jakarta : EGC Budi santosa, Panduan diagnosa kaperawatan nanda 2005-2006. Prima medika

Susanty, ely (2011).Diagnosa keperawatan aplikasi Nanda dan NIC NOC. Yogyakarta : Modya karya

You might also like