Professional Documents
Culture Documents
TUGAS AKHIR
Oleh :
MEDICAL SHOCKER
NIM. 0610722041
TUGAS AKHIR
OLEH :
MEDICAL SHOCKER
NIM. 0610722041
Hari : Jumat
Penguji I
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
Terhadap Intensitas Nyeri Osteoartritis Pada Lansia Di Panti Werdha Griya Asih
yang muncul pada masyarakat terutama usia lanjut, dimana keluhan utamanya
adalah nyeri. Adapun salah satu upaya untuk menangani nyeri adalah stimulasi
1. DR. dr. Samsul Islam Sp.MK, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran
3. DR. dr. Loeki Enggar Fitri, M.Kes, Sp. Park selaku dosen pembimbing I
yang diberikan.
6. Ibu Sri Redjeki, selaku Kepala Panti Werdha Griya Asih Lawang, dan
Brawijaya Malang: Ibu Dr. Sri Winarsih, Ibu Titin Andri Wihastuti, Mbak
8. Keluarga tercinta: Made Aryawan dan Putu Arjun Prasanna yang telah
rela berpisah demi sebuah asa; ibu dan ayah yang selalu memberikan
10. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan proposal ini
Penulis telah berusaha untuk menyusun Tugas Akhir ini dengan sebaik-
masih banyak kekurangan dalam Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, demi
Akhir kata, penulis meminta maaf bila dalam penyusunan Tugas Akhir ini
ada hal-hal yang tidak berkenan. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
Penulis
ABSTRAK
Halaman
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................... ........................... 1
1.2 Rumusan Masalah ........................... ........................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................... ........................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ........................... ........................... 5
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Nyeri Osteoartritis Sebelum Dilakukan Stimulasi Kutaneus:
Slow-Stroke Back Massage .................................... ................ 54
6.2 Nyeri Osteoartritis Setelah Dilakukan Stimulasi Kutaneus:
Slow-Stroke Back Massage .................................... ................ 55
6.3 Pengaruh Pemberian Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke Back
Massage Terhadap Intensitas Nyeri Osteoartritis Pada
Lansia .......................................................... .................. 58
6.4 Keterbatasan Penelitian .................................................. ........ 59
Halaman
Halaman
Halaman
Lampiran 8: Tabel Beda Rata-Rata Pre Test dan Post Test ....................... 72
Lampiran 11: Surat Permohonan Ijin Penelitian dan Pengambilan Data .... 75
PENDAHULUAN
secara dramatis pada abad 21 nanti. Berdasarkan data proyeksi penduduk tahun
1990-2025 dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2000, jumlah penduduk
usia lanjut mencapai 7,29 % (sekitar 15,2 juta jiwa) dari total jumlah penduduk
tubuh. Berdasarkan informasi data yang dikutip dari buku ajar geriatri, penyakit
tubuh yang bersifat progresif, non inflamasi, nonsistemik, dan recurrent (Reeves,
1999).
terutama wanita di atas 55 tahun (Reeves, 1999). Dalam suatu survey radiografi
pada usia 45-60 tahun mencapai 30% sementara pada usia di atas 61 tahun
lebih dari 65% (Noer, 1996). Dari hasil observasi di Poli Dalam Rumah Sakit Dr.
usia di panti adalah 23 orang dan semuanya berjenis kelamin perempuan serta
Pada osteoartritis, nyeri sendi adalah gejala yang paling menonjol dan
merupakan alasan yang paling sering bagi seorang penderita osteoarthritis untuk
Karenanya, terapi utama diarahkan untuk menangani nyeri ini (Potter & Perry,
1997).
perforasi dan gangguan ginjal (Daniel, 2006). Penelitian tentang osteoartritis juga
Dengan demikian, terapi non farmakologi kiranya patut menjadi salah satu
alternatif lain.
nyeri medial (yang memproses aspek emosional dari nyeri seperti ketakutan dan
bahwa manajemen sistem nyeri medial sebaiknya dijadikan target baru baik
fisik dan distraksi (Reeves, 1999; Koopman, 1997). Sementara itu, beberapa
modalitas fisik lain seperti masase, terapi yoga, akupresure, akupuntur, dan
mempengaruhi aktifitas sistem saraf otonom (Meek, 1993 dalam Potter & Perry,
ketakutan serta stres akibat penyakit yang dialami dan nyeri yang tak
pembuluh darah akan meningkatkan peredaran darah pada area yang diusap
sehingga aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi rasa sakit serta
hangat juga dapat meningkatkan rasa nyaman (Reeves, 1999). Nilai terapeutik
yang lain dari masase punggung termasuk mengurangi ketegangan otot dan
Salah satunya adalah penurunan secara bermakna pada intensitas nyeri dan
kecemasan serta perubahan positif pada denyut jantung dan tekanan darah,
yang mengindikasikan relaksasi pada pasien lansia dengan stroke (Mok, E et al,
2004).
intensitas nyeri osteoartritis pada lansia di Panti Werdha Griya Asih Lawang.
menangani nyeri ini, salah satunya adalah dengan stimulasi kutaneus : slow-
stroke back massage. Dari pernyataan ini maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
Asih Lawang?”
terhadap intensitas nyeri osteoartritis pada lansia di Panti Werdha Griya Asih
Lawang.
1.3.2 Tujuan Khusus
pada lansia.
nyeri.
lansia.
b. Sebagai dasar dalam menetapkan protap penatalaksanaan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
1. Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, terdiri dari fase
prasenium yaitu lansia yang berusia antara 55–65 tahun, dan fase
senium yaitu lansia yang berusia lebih dari 65 tahun (Jos Masdami dalam
Nugroho, 2000).
2. Lanjut usia adalah orang tua yang berusia lebih dari 60 tahun (UU No.13
tahun 1998).
Dilihat dari batasan lanjut usia di atas, dapat disimpulkan bahwa lanjut
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
Menurut teori ini, penuaan telah terprogram secara genetik untuk spesies
tertentu. Di dalam nuklei (inti sel) tiap spesies memiliki suatu jam genetik yang
telah diputar menurut suatu replikasi tertentu dan jika habis putarannya maka
Menurut teori ini, mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca
terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat
Radikal bebas dapat merusak karena sangat reaktif serta dapat bereaksi
dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Walaupun tubuh memiliki
penangkal, sebagian radikal bebas tetap lolos, bahkan makin lanjut usia, makin
kerusakan organel sel semakin banyak dan akhirnya sel akan mati (Darmojo,
2006).
Tidak semua orang bisa mencapai kebutuhan yang tertinggi. Kondisi ini
1996).
Berbagai perubahan fisik pada sistem organ terjadi pada individu akibat
1. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menjadi lebih tebal dan kaku, serta elastisitas jantung dan
2. Sistem Pernafasan
3. Sistem Integumen
jumlahnya, kolagen menjadi lebih kaku, dan lemak subkutan berkurang terutama
4. Sistem Reproduksi
dan hilangnya elastisitas, penurunan sekresi vagina, atropi uterus dan ovarium,
serta penurunan tonus muskulus pubokoksigeus. Pada pria, penis dan testis
menurun ukurannya dan kadar androgen berkurang (Smeltzer & Bare, 1996).
5. Sistem Muskuloskeletal
pengerutan dan sklerosis, begitu juga dengan serabut otot yang mengalami atrofi
(Nugroho, 2000). Sendi menjadi kurang dapat digerakkan (Potter & Perry, 1997).
6. Sistem Genitourinarius
Kapasitas kandung kemih menurun dan individu lanjut usia tidak mampu
yang sering pada pria lanjut usia (Smeltzer & Bare, 1996).
7. Sistem Gastrointestinal
8. Sistem Saraf
Penurunan kecepatan konduksi saraf, cepat bingung saat sakit fisik dan
selalu mengancam, sering bingung, panas, dan depresif. Hal ini disebabkan
antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi (Kompas, 1999 dalam
Banyak di antara orangtua tidak dapat menyesuaikan diri bahkan tidak dapat
Beberapa perubahan terjadi pada memori jangka pendek dan jangka panjang,
baik berupa memori berjam-jam yang lalu, bahkan sampai berhari-hari yang lalu.
Tingkat Intellegentia Quantion (IQ) pada lanjut usia tidak berubah untuk informasi
2.2 Osteoartritis
2.2.1 Definisi
bagian tepi sendi (Price, 1995). Batasan konsensus saat ini : penyakit
2006).
1. Usia.
Usia adalah faktor resiko yang paling kuat ke arah osteoartritis.
akibat refleksi perubahan kimia dari kartilago artikuler seiring dengan usia.
2. Obesitas
kegemukan.
3. Faktor Herediter
ini tampaknya poligenik dan diturunkan sebagai gen autosomal dominan pada
4. Perempuan
penyebab umum dari monoartikuler osteoartritis. Lutut adalah area yang sering
dapat mengarah pada perkembangan osteoartritis. Hal ini terekam dengan baik
2.2.3 Patofisiologi
ikat sendi, degenerasi, dan hipertrofi tulang atau pertumbuhan tulang berlebih
kartilago yang remuk masuk ke dalam cairan sinovial dan menyebabkan nyeri.
Kartilago artikuler akan terus memburuk, ujung tulang akan saling bergesekan
satu sama lain sehingga menyebabkan rasa sakit dan membengkak menjadi
kerusakan fokal tulang rawan sendi yang progresif dan pembentukan tulang
rawan baru pada dasar lesi tulang rawan sendi dan tepi sendi (osteofit). Keadaan
matriks tulang rawan sendi seperti proteoglikan dan kolagen yang menyebabkan
meningkat tajam, tetapi substansi ini juga dihancurkan dengan kecepatan yang
kecil serat kolagen tipe I diganti tipe II, sehingga terjadi perubahan diameter dan
orientasi dari serat kolagen yang merubah biomekanik dari tulang rawan. Hal ini
proses penyerapan kalsium dari tulang oleh osteoklas. Penurunan estrogen pada
kehilangan kalsium dan menjadi keropos. Proses ini juga terjadi di tulang rawan
(Hartono, 2000).
2.2.4 Klasifikasi
sebagai berikut (Solomon, 1997 & Brant, 1997 dalam Darmojo, 2006):
1. Lokalisata.
Akromegali, Okronosis)
1. Nyeri sendi
biasanya bertambah dengan kegiatan fisik sedang sampai berat dan sedikit
berkurang dengan istirahat (Noer, 1996). Rasa sakit biasanya pada penerima
bobot digambarkan sebagai rasa sakit yang berat saat mengangkat atau
menahan beban. Rasa sakit ini akan membatasi mobilitas pasien (Price, 1995).
sampai sendi hanya bisa digoyangkan menjadi kontraktur (Noer, 1996). Mungkin
ini disengaja karena rasa nyeri yang dialami atau karena penyempitan ruang
3. Kaku pagi
terutama setelah diistirahatkan. Perasaan kaku yang paling sering dialami pada
pagi hari atau sesudah bangun tidur. Biasanya berlangsung kurang dari 30 menit
dan akan berkurang setelah sendi-sendi itu digerakkan (Smeltzer & Bare, 1996).
4. Krepitasi
Gejala ini lebih berguna untuk pemeriksaan klinis osteoartritis lutut. Gejala
ini timbul dikarenakan ada gesekan antara kedua permukaan tulang sendi pada
5. Pembesaran sendi
(Noer, 1996).
Terutama dijumpai pada lutut, sendi paha dan tulang belakang dengan stenosis
1. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian
2006):
(Koopman, 1997).
2.3 Nyeri
2.3.1 Definisi
(Smeltzer & Bare, 1996). Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi
mengkaji nyeri (Clancy & Mc. Vicar, 1992 dalam Potter & Perry, 1997). Nyeri
fisik terhadap kerusakan jaringan aktual tetapi juga reaksi emosional dan
adalah apapun yang dikatakan oleh individu yang mengalaminya, yang ada
mendominasi dan bersifat tidak berkesudahan (Mahon, 1994 dalam Potter &
Perry, 1997).
dan reaksi (Potter & Perry, 1997). Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls
melalui serabut saraf perifer, lalu memasuki medula spinalis dan menjalani salah
satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-
abu di medula spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel inhibitor,
mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa
2.3.2.1 Resepsi
tersebut, yaitu reseptor nyeri (nosiseptor). Nosiseptor adalah ujung serabut saraf
terdapat pada saraf bebas, yang tersebar luas pada permukaan superfisial kulit
1997).
asetilkolin, ion kalium dan enzim proteolitik yang bergabung dengan lokasi
nyeri (Kenworthy et al, 2002). Apabila kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai
ambang nyeri, kemudian terjadilah aktivasi neuron nyeri (Potter & Perry, 1997).
serabut saraf perifer aferen. Dua tipe serabut saraf perifer yang mengkonduksi
stimulus nyeri: serabut A-delta dan serabut C (Guyton & Hall, 1997; Kenworthy et
A delta C
Bermielin: transmisi lebih cepat Tidak bermielin: transmisi lebih lambat.
Lapang reseptif kecil: lokasi tepat Lapang reseptif luas: not well localized
Treshold lebih tinggi Treshold lebih rendah
Tajam, terlokalisasi jelas Nyeri tumpul, gatal, terbakar
Unimodal: mekanik atau panas Polimodal: mekanik, panas, bahan
kimia
25% nosiseptor 75% nosiseptor
Sumber : Kenworthy, Snowley, Gilling. 2002. hal. 460
saraf traktus spinotalamus (Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 1997), yang
pusat. Di traktus ini juga terdapat serabut-serabut saraf yang berakhir di otak
tengah, yang menstimulasi daerah tersebut untuk mengirim stimulus kembali ke
bawah kornu dorsalis di medula spinalis (Paice, 1991 dalam Potter & Perry,
1997). Serabut ini disebut sistem nyeri desenden, yang bekerja dengan
tinggi di otak, talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan
pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks
asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus frontalis dan sistem limbik (Paice, 1991
dalam Potter & Perry, 1997). Ada sel-sel di dalam sistem limbik yang diyakini
berperanan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri (Potter & Perry,
1997).
2.3.2.2 Persepsi
transmisi saraf berakhir di dalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan
kognitif-evaluatif. Penjelasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Potter &
Perry, 1997):
Tabel 2.3 Sistem Interaksi Persepsi Nyeri
SENSORI-DISKRIMINATIF
Transmisi nyeri terjadi antara talamus dan korteks sensori.
Seorang individu mempersepsikan lokasi, keparahan dan
karakter nyeri.
Faktor-faktor yang menurunkan tingkat kesadaran (mis.
Analgesik, anestetik, penyakit serebral) menurunkan persepsi
nyeri.
Faktor-faktor yang meningkatkan kesadaran terhadap stimulus
(mis. Ansietas, gangguan tidur) meningkatkan persepsi nyeri.
MOTIVASI AFEKTIF
Interaksi antara pembentukan sistem retikular dan sistem limbik
menghasilkan persepsi nyeri.
Pembentukan retikular menghasilkan respons pertahanan,
menyebabkan individu menginterupsi atau menghindari stimulus
nyeri.
Sistem limbik mengontrol respon emosi dan kemampuan yaitu
koping nyeri.
KOGNITIF-EVALUATIF
Pusat kortikal yang lebih tinggi di otak mempengaruhi persepsi.
Kebudayaan, pengalaman dengan nyeri, dan emosi,
mempengaruhi evaluasi terhadap pengalaman nyeri.
Sistem ini membantu seseorang untuk menginterpretasi
intensitas dan kualitas nyeri sehingga dapat melakukan suatu
tindakan.
Sumber : Potter & Perry, 1997 hal. 1507
2.3.2.3 Reaksi
1. Respon Fisiologis
Nyeri dengan intensitas yang ringan hingga sedang dan nyeri yang
umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan
2. Respon Perilaku
Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri
meliputi menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur
Namun kurangnya ekspresi tidak selalu berarti bahwa klien tidak mengalami
nyeri. Ada 3 fase pengalaman nyeri (Meinhart & McCaffery, 1983 dalam Potter &
Perry, 1997), yaitu antisipasi, sensasi dan akibat (aftermath). Antisipasi terhadap
nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk
toleransinya. Toleransi bergantung pada sikap, motivasi dan nilai yang diyakini
seseorang. Fase akibat terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti. Klien
serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respon akibat dapat menjadi
dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan pengalaman
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi 2 yaitu: nyeri akut dan nyeri
1. Nyeri Akut.
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu yang singkat, biasanya
kurang dari 6 bulan (Kenworthy et al, 2002). Nyeri akut yang tidak diatasi secara
gastrointestinal, endokrin dan imunologik (Yeager et al, 1987 & Benedetti et al,
Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan.
kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 1997). Nyeri kronik mengakibatkan supresi
pada fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, depresi
dan ketidakmampuan.
1. Nyeri Nosiseptif.
Nosiseptif berasal dari kata “noxious/harmful nature” dan dalam hal ini
merusak jaringan.
2. Nyeri Neuropatik.
Nyeri spesifik terdiri atas beberapa macam, antara lain nyeri somatis,
yaitu nyeri yang umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit
(superfisial) pada otot dan tulang. Macam lainnya adalah nyeri menjalar (referred
pain) yaitu nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang jauh letaknya dari jaringan
yang menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari cedera organ viseral ( (Aziz Alimul,
2006). Sedangkan nyeri viseral adalah nyeri yang berasal dari bermacam-
macam organ visera dalam abdomen dan dada (Guyton & Hall, 1997).
terhadap nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan cepat dan adekuat, individu
mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri di masa mendatang dan dapat
mentoleransi dengan lebih baik. Jika pernah mengalami nyeri tanpa pernah
sembuh maka ansietas dan bahkan rasa takut dapat muncul. Jika klien tidak
meningkatkan persepsi pasien tentang nyeri, dan sebaliknya nyeri juga dapat
signifikan dalam ekspresi nyeri pada budaya yang berbeda. Individu mempelajari
apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka (Kozier,
2004).
pada lansia dan anak-anak. Pada lansia, cara berespons terhadap nyeri mungkin
berbeda, persepsi nyeri mungkin berkurang, kecuali pada lansia yang sehat
5. Efek plasebo
atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan
nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri (Potter & Perry, 1997).
7. Gaya Koping.
lingkungan atau hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, jadi gaya koping
Ada beberapa aspek yang perlu dikaji pada nyeri yang biasanya disebut
atau intesitas nyeri adalah karakteristik paling subjektif pada nyeri. Skala
deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif
daripada deskripsi nyeri pasien. Untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan
nyeri pada pasien. Perawat bertanya pada pasien tentang bagaimana gawatnya
Skala Bourbonais :
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak ……………Nyeri sedang Sangat
Nyeri nyeri
Teori pengendalian gerbang (Melzack & Wall, 1982 dalam Potter & Perry,
mengabaikannya. Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau
substansia di dalam kornu dorsalis pada medula spinalis, talamus dan sistem
limbik (Clancy & Mc Vicar, 1992 dalam Potter & Perry, 1997). Teori ini
dipengaruhi oleh:
gerbang. Sinyal nyeri ini bisa diblok dengan stimulasi serabut A beta. Serabut
saraf A beta adalah serat saraf bermielin yang besar sehingga mengantarkan
impuls ke sistem saraf pusat jauh lebih cepat daripada serabut A delta atau
serabut C. Serabut ini berespon terhadap masase ringan pada kulit, pergerakan
dan stimulasi listrik (Kenworthy et al, 2002). Ketiga hal ini, dalam bahasa non
(Guyton & Hall, 1997). Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut A
beta, maka gerbang akan menutup. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat
terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut (Potter
2. Neuroregulator: endorphin
mengirim impuls listrik melewati celah sinaps di antara 2 serabut saraf. Serabut
tanpa secara langsung mentransfer tanda saraf melalui sebuah sinap (Potter &
Perry, 1997).
nyeri dengan memblok transmisi impuls ini di dalam otak dan medula spinalis.
yang sama dirasakan berbeda oleh orang yang berbeda. Kadar ini dikendalikan
oleh gen (Guyton & Hall, 1997; Potter & Perry, 1997). Tehnik distraksi, konseling
dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter &
Perry, 1997).
dan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OANS), yang dipertimbangkan untuk
diberikan sebelum beralih ke kelompok kedua yaitu opioid, dan kelompok ketiga
sebagai analgesik, tetapi dapat digunakan untuk menangani nyeri pada situasi
2.4.1 Definisi
mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih
berdiameter kecil sekaligus menutup gerbang sinap untuk transmisi impuls nyeri
usapan yang perlahan selama 3-10 menit (Potter & Perry, 1997).
2.4.2 Pengaruh
jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan
ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang tidak terpakai akan
diperbaiki. Jadi akan timbul proses pertukaran zat yang lebih baik. Aktifitas
sel yang meningkat akan mengurangi rasa sakit dan akan menunjang proses
vertebra, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka terbuka yang
riwayat hipertensi atau disritmia, kaji denyut nadi dan tekanan darah.
dengan beberapa pendekatan, tetapi salah satu metode yang dilakukan ialah
dengan mengusap kulit klien secara perlahan dan berirama dengan tangan
dengan kecepatan 60 kali usapan per menit. Kedua tangan menutup suatu area
yang lebarnya 5 cm pada kedua sisi tonjolan tulang belakang, dari ujung kepala
b. Buka punggung klien, bahu, dan lengan atas. Tutup sisanya dengan selimut.
tangan atau tempatkan botol losion ke dalam air hangat. Tuang sedikit losion
di tangan. Jelaskan pada responden bahwa losion akan terasa dingin dan
e. Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu klien bahwa perawat
mengakhiri usapan.
i. Bersihkan kelebihan dari lubrikan dari punggung klien dengan handuk mandi.
Ikat kembali gaun atau bantu memakai baju/piyama. Bantu klien posisi yang
nyaman.
pertumbuhan tulang berlebih dalam bentuk taji/tonjolan tulang yang terjadi pada
Sendi adalah salah satu organ yang banyak memiliki reseptor nyeri (Guyton &
Hall, 1997). Stimulus nyeri yang mencapai ambang nyeri akan menyebabkan
aktivasi reseptor dan terjadi penjalaran impuls nyeri oleh serabut saraf A delta
punggung, dimana stimulus ini direspons oleh serabut A beta yang lebih besar,
maka stimulus ini akan mencapai otak lebih dahulu, dengan demikian akan
menutup gerbang nyeri sehingga persepsi nyeri tidak timbul. Di samping itu,
sistem kontrol desenden juga akan bereaksi dengan melepaskan endorphin yang
Lansia
Osteoartritis
Dipengaruhi oleh:
Pengalaman masa lalu
Ansietas
Budaya
Usia
Makna nyeri
Gaya koping
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
Penjelasan Kerangka Konsep
adalah nyeri pada persendian. Salah satu aspek yang paling sering dikaji untuk
intensitas nyeri. Intensitas nyeri dan nyeri secara umum dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu, ansietas, budaya, usia, efek plasebo, makna nyeri dan
gaya koping.
kutaneus: slow-stroke back massage, intensitas nyeri diukur begitu pula sesudah
3.2 Hipotesis
lansia.
BAB 4
METODE PENELITIAN
Ciri dari tipe penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat
(Nursalam, 2003).
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang mengalami nyeri
4.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua lansia yang mengalami nyeri
osteoartritis di Panti Werdha Griya Asih Lawang yang memenuhi kriteria sampel.
7. Kooperatif.
Panti Werdha Griya Asih Lawang yang memenuhi kriteria inklusi yang telah
ditentukan di atas.
Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah intensitas nyeri pada lansia
laporan hasil penelitian adalah mulai minggu ke-1 September 2007 sampai
2. Selimut mandi
3. Handuk mandi
4. Stopwatch
mengukur intensitas nyeri saat pre-test dan post-test pada responden yang
diteliti.
dengan manifestasi klinis berupa nyeri pinggul, kekakuan pagi < 60 menit,
10:
sangat
nyeri
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Persiapan
yang mengalami nyeri osteoartritis di daerah pinggul dan lutut sesuai dengan
di pagi hari.
berikut :
2. Buka punggung klien, bahu, dan lengan atas. Tutup sisanya dengan
selimut mandi.
3. Peneliti mencuci tangan dalam air hangat. Hangatkan losion di telapak
tangan atau tempatkan botol losion ke dalam air hangat. Tuang sedikit
usapan per menit. Kedua tangan menutup suatu area yang lebarnya 5 cm
pada kedua sisi tonjolan tulang belakang, dari ujung kepala sampai area
mandi. Ikat kembali gaun atau bantu memakai baju/piyama. Bantu klien
kali yaitu sebelum diberikan stimulasi kutaneus : slow-stroke back massage dan
apakah ada perubahan tingkat nyeri pada klien osteoartritis, maka dilakukan
tabulasi dan analisis data dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon Signed
intervensi dengan tingkat signifikansi p ≤ 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%. Bila
Werdha Griya Asih Lawang untuk melakukan penelitian. Setelah mendapat izin,
akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian serta
manfaat penelitian dengan tujuan responden dapat mengerti maksud dan tujuan
penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap
pengumpulan data yang diisi subjek, tetapi hanya diberikan kode tertentu, demi
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
BAB 5
2007 sampai dengan tanggal 5 Januari 2008 di Panti Werdha Griya Asih Lawang
Malang. Panti Werdha Griya Asih Lawang ini dipilih karena masih dalam wilayah
Kota Malang dan sebelumnya sudah ada kerja sama dengan Jurusan
dan tenang dan yang paling penting adalah jumlah sampel memungkinkan untuk
perlakuan.
55-69
70-89
>90
80%
Diagram 5.1.2.2 Diagram Lingkaran Usia Subyek Penelitian di Panti Werdha Griya Asih
Lawang Malang, 15 Desember 2007 – 5 Januari 2008
usia 70-89 tahun 80%, dan kelompok usia > 90 tahun 0%.
20%
Jaw a
50% Cina
Batak
30%
Diagram 5.1.2.3 Diagram Lingkaran Suku Subyek Penelitian di Panti Werdha Griya Asih
Lawang Malang, 15 Desember 2007 – 5 Januari 2008
subyek penelitian yang berasal dari Suku Jawa 50%, suku Cina 30% dan Suku
Batak 20%.
10% 30%
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMU
50%
subyek penelitian yang tidak sekolah 30%, SD 50%, SMP 10%, dan SMU 10%.
10%
30%
40%
subyek penelitian yang tidak bekerja 30%, pernah bekerja sebagai pembantu
Pinggul
Lutut
80%
Diagram 5.1.2.6 Diagram Lingkaran Lokasi Nyeri Subyek Penelitian di Panti Werdha
Griya Asih Lawang Malang, 15 Desember 2007 – 5 Januari 2008
di atas dapat dilihat bahwa subyek penelitian yang mengalami nyeri di bagian
Dari tabel 5.1.4 di atas dapat diketahui bahwa intensitas nyeri yang
stroke back massage adalah subyek penelitian yang mengalami nyeri sedang
5
Intensitas Nyeri
4
Pre test
Post test
3
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Subyek Penelitian
Diagram 5.1.5 Perubahan Intensitas Nyeri Subyek Penelitian Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage
Turun : 60%
Tetap : 40%
Meningkat : 0%
penelitian yang mengalami nyeri sedang dengan nilai 4-6 mengalami penurunan
menjadi nyeri ringan dengan nilai 2-3. Selain itu terdapat subyek penelitian yang
p adalah 0,011 dengan demikian p value < α (0,011 < 0,05), maka Ho ditolak dan
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Nyeri Osteoartritis Sebelum Dilakukan Pemberian Stimulasi Kutaneus:
yang progresif dan pembentukan tulang rawan baru pada dasar lesi tulang rawan
sendi dan tepi sendi (osteofit) (Noer, 1996). Selanjutnya, bagian-bagian tonjolan-
tonjolan tulang ini atau kartilago yang remuk masuk ke dalam cairan sinovial dan
akhirnya menyebabkan timbulnya persepsi nyeri (Reeves, 1999). Dari tabel 5.1.3
terlihat bahwa 100% subyek penelitian merasakan nyeri sedang dengan nilai
skala nyeri yang berbeda-beda dari 4-6, berarti ada perbedaan persepsi nyeri
meskipun stimulusnya sama. Hal ini dimungkinkan karena secara alami, nyeri
dengan nyeri, usia, budaya, ansietas, makna nyeri dan gaya koping (Potter &
Perry, 1997).
mengalami nyeri sedang. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan tipe nyeri
merasakan nyeri sebelumnya dan berlangsung selama lebih dari 6 bulan. Nyeri
kronik ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 1997)
yang memang terjadi pada osteoartritis berupa kerusakan fokal pada kartilago
intensitas dan kualitas nyeri sehingga dapat melakukan suatu tindakan pada saat
nyeri berikutnya (Potter & Perry, 1997). Karenanya nyeri sebagian besar berada
meningkat seiring dengan peningkatan usia. Usia merupakan salah satu faktor
perubahan kimia dari kartilago artikuler seiring dengan usia (Kaufman et al,
menit pada subyek penelitian memperlihatkan hasil seperti yang tercantum pada
tabel 5.1.4, dimana terdapat 40% subyek penelitian mengalami nyeri sedang
yang sebelumnya mengalami nyeri sedang dengan nilai lebih tinggi dan 60%
sedang. Hasil ini menunjukkan bahwa penurunan nilai intensitas nyeri setiap
perlakuan yang diberikan sama. Hal ini berhubungan dengan salah satu atribut
pasti dalam pengalaman nyeri yaitu bahwa nyeri bersifat individu (Mahon, 1994
dalam Potter & Perry, 1997) sehingga respon yang terjadi setelah perlakuan
nyeri sedang, yaitu 2 subyek dengan nilai dari 6 dan 5 menjadi 4 dan 2 subyek
dengan nilai skala yang tetap yaitu 4 dan 5. Hal ini karena nyeri seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pengalaman masa lalu, ansietas,
budaya, usia, dan efek plasebo (Smeltzer & Bare, 1996) serta makna nyeri dan
gaya koping(Potter & Perry, 1997). Peredaan nyeri yang adekuat atau tidak di
masa lalu akan mempengaruhi reaksi individu terhadap nyeri (Potter & Perry,
1997). Jadi jika nyerinya teratasi dengan cepat dan adekuat, individu mungkin
mentoleransi nyeri dengan lebih baik. Namun jika individu pernah mengalami
nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas dan bahkan rasa takut dapat muncul
tertentu untuk mengurangi nyeri kadang sulit berhasil, intensitas nyeri yang
dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien tentang nyeri (Potter & Perry,
1997). Jadi jika ketika dilakukan pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back
koping terhadap efek fisik dan psikologis dari nyeri seperti berkomunikasi dengan
keluarga pendukung, melakukan latihan atau menyanyi (Potter & Perry, 1997).
Jadi klien dengan sumber koping dan gaya koping yang tidak adekuat dapat
subyek penelitian yang dapat dilihat pada lampiran 8 didapatkan hasil bahwa
20% subyek penelitian tidak mengalami penurunan nilai skala nyeri, 30% subyek
Penurunan nyeri sebanyak 1 nilai terjadi dari intensitas nyeri sedang menjadi
ringan yaitu dari nilai 4 menjadi nilai 3 sebanyak 2 subyek penelitian dan dari nilai
5 menjadi nilai 4. Penurunan nyeri sebanyak 2 nilai terjadi dari tingkat nyeri
sedang menjadi nyeri ringan yaitu dari nilai 4 menjadi 2, dan tetap pada tingkat
nyeri sedang, hanya nilainya saja yang berubah yaitu dari nilai 6 menjadi 4.
Subyek penelitian yang mengalami penurunan nyeri sebanyak 3 nilai yaitu pada
tingkat nyeri sedang dengan nilai 6 dan 5 menjadi tingkat nyeri sedang dengan
nilai 3 dan 2. Mekanisme penurunan nyeri ini dapat dijelaskan dengan teori gate
control, yaitu intensitas nyeri diturunkan dengan dengan memblok transmisi nyeri
pada gerbang (gate), dan teori endorphin, yaitu menurunnya intensitas nyeri
ringan pada kulit sehingga impuls dihantarkan lebih cepat. Pemberian stimulasi
ini membuat masukan impuls dominan berasal dari serabut A beta sehingga pintu
gerbang menutup dan impuls nyeri tidak dapat diteruskan ke korteks serebri
untuk diinterpretasikan sebagai nyeri (Guyton & Hall, 1996). Di samping itu,
sistem kontrol desenden juga akan bereaksi dengan melepaskan endorphin yang
merupakan morfin alami tubuh sehingga memblok transmisi nyeri dan persepsi
nyeri tidak terjadi (Potter & Perry, 1997). Jadi intensitas nyeri yang dirasakan
tulang atau kartilago yang remuk yang kemudian masuk ke dalam cairan sinovial
dan akhirnya merangsang nosiseptor yang terdapat pada sendi dan periosteum
(Reeves, 1999; Guyton & Hall, 1997). Osteoartritis adalah nyeri yang bersifat
untuk dapat melakukan tindakan pada saat nyeri berikutnya sehingga nyeri yang
kutaneus: slow-stroke back massage, maka serabut saraf A beta yang banyak
terdapat di kulit akan terangsang sehingga pintu gerbang tertutup dan stimulus
penurunan intensitas dan nilai skala nyeri yang dirasakan oleh subyek penelitian.
Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1.5, dimana 80% subyek penelitian mengalami
Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dengan α = 0,05
didapatkan p value = 0,011. Dengan demikian p value < α (0,011 < 0,05, maka
lansia secara non farmakologis yang relatif tidak menimbulkan efek samping.
purposive sampling sehingga tidak ada kesempatan yang sama bagi anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel dan jumlah sampel yang kemungkinan
ansietas, makna nyeri dan gaya koping tidak dapat dikontrol sepenuhnya
3. Pemeriksaan rontgen pada sendi yang sakit untuk menegakkan secara pasti
3. Setelah dilakukan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test diperoleh hasil
p value < α (0,011 < 0,05) maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan
7.2 Saran
kelompok kontrol dan persiapan waktu, biaya dan tenaga yang lebih
banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, B. 1999. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Balai Pustaka
FKUI, Jakarta
Darmojo, B. 2006. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi Ke-3,
Balai Pustaka FKUI, Jakarta
Ellen, Martha Keene. 2000. Nursing Intervention & Clinical Skill, 2rd edition,
Mosby, USA
Guyton, Arthur C; Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, editor Bahasa
Indonesia : Irawati Setiawan Edisi 9, EGC, Jakarta
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah,
Salemba Medika, Jakarta
Hutapea, R. 2005. Sehat dan Ceria di Usia Senja, Rineka Cipta, Jakarta
Mok, E; Chin Pang Woo. 2004. The Effects of Slow-Stroke Back Massage on
Anxiety and Shoulder Pain In Elderly Stroke Patients,
http://www.sciencedirect.com/science, Diakses 30 October 2007
Noer, M. Sjaifoellah. 1996. Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Potter, Patricia A; Anne Griffin Perry. 1997. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2, Renata Komalasari
(penterjemah), 2005, EGC, Jakarta
Smeltzer SC, Bare B.G. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Vol. 1. Agung Waluyo (penterjemah), 2001, EGC, Jakarta
Smeltzer SC, Bare B.G. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Vol. 3. Agung Waluyo (penterjemah), 2001, EGC, Jakarta
Stevens, P.J.M. 1999. Ilmu Keperawatan Jilid 1 Edisi 2. Ed. Monica Ester., EGC,
Jakarta.
Lampiran 1
NIM : 0610722041
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-
benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
MEDICAL SHOCKER
NIM. 0610722041
Lampiran 2
SURAT PERSETUJUAN
MENJADI RESPONDEN SUBYEK PENELITIAN
Saya telah mendapat penjelasan dengan baik mengenai tujuan dan
manfaat penelitian yang berjudul “Pengaruh Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke
Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Osteoartritis Pada Lansia Di Panti
Werdha Griya Asih Lawang”.
Saya mengerti bahwa saya akan ditanya mengenai keparahan nyeri yang
saya alami dan akan diberikan usapan punggung secara perlahan saat
mengalami nyeri, kemudian ditanya kembali mengenai keparahan nyeri setelah
diberi usapan. Saya mengerti bahwa resiko yang akan terjadi dari penelitian ini
tidak ada. Apabila ada perlakuan atau tindakan yang menimbulkan respons
emosional, maka penelitian akan dihentikan dan peneliti akan memberi
dukungan.
Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian ini akan
dirahasiakan, dan kerahasiaan akan terjamin. Informasi mengenai indentitas
saya tidak akan ditulis pada intrumen penelitian dan akan disimpan secara
terpisah ditempat yang aman.
Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan serta dalam
penelitian ini atau mengundurkan diri dari penelitian setiap saat tanpa adanya
sanksi atau kehilangan hak-hak saya.
Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini
atau mengenai peran serta saya dalam penelitian ini, dan telah dijawab serta
dijelaskan secara memuaskan. Saya secara sukarela dan sadar bersedia
berperan serta dalam penelitian ini dengan menandatangani Surat Persetujuan
Menjadi Responden/ subyek Penelitian.
Lawang, ………………………….
Peneliti Responden,
Medical Shocker
NIM. 0610722041
Saksi – 1 Saksi – 2
Lampiran 4
NIM : 0610722041
Universitas Brawijaya
Medical Shocker
NIM. 0610722041
Mengetahui
Pembimbing I
Lampiran 5
LEMBAR WAWANCARA
No. Responden :
Inisial :
1 Ya 2 Tidak
3. Pernahkan anda diusap punggung untuk mengatasi nyeri?
1 Ya 2 Tidak
4. Bagaimanakah sifat nyeri yang anda rasakan?
1 Berdenyut 3 Tajam 5 Terus-menerus
2 Tajam 4 Kram 6 Hilang timbul
7 Lain-lain............
Lampiran 6
LEMBAR OBSERVASI
No. Responden :
Inisial :
PRE EKSPERIMEN
Skala Bourbonais :
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak ……………Nyeri sedang Sangat
Nyeri nyeri
POST EKSPERIMEN
Skala Bourbonais :
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak ……………Nyeri sedang Sangat
Nyeri nyeri
Petunjuk:
Lingkarilah nomor/skala yang sesuai dengan nyeri yang dirasakan dengan
patokan 0 untuk tidak nyeri dan 10 untuk nyeri yang sangat berat.
Kriteria Penilaian:
Tidak ada nyeri :0
Nyeri ringan : 1-3
Nyeri sedang : 4-6
Nyeri berat : 7-9
Sangat nyeri : 10
Lampiran 7
NPar Tests
De scriptiv e Statistics
Test Statisticsb
Post test -
Pre test
Z -2,549 a
Asymp. Sig. (2-tailed) ,011
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test