You are on page 1of 15

Identifikasi Iris Mata Menggunakan Metode Alihragam Wavelet Haar Untuk Sistem Pengamanan Berangkas

(Diajukan sebagai tugas Mata Kuliah Pengolahan Sinyal Elektronika dan Cira)

Oleh : Nia Restu Juliantie 140310100062

JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013

LATAR BELAKANG

Salah satu cara yang digunakan untuk mengidentifikasi seseorang adalah diambil dari karakteristik alami yang dimiliki manusia (Biometrik). Teknologi dibidang pengenalan identitas (personal identification) dapat diaplikasikan sebagai pengendali akses dan sistem sekuriti. Berbagai macam sistem pengenal telah berkembang didunia, antara lain adalah : pengenal wajah, retina, sidik jari, telapak tangan, tanda tangan, ataupun suara. Salah satu bagian tubuh manusia yang lain yang bersifat unik dan bisa dijadikan sistem pengenal adalah iris atau selaput pelangi pada mata manusia. Dari pola yang dimiliki oleh selaput pelangi ini, ternyata memiliki pola yang unik untuk setiap orang. Pola ini juga memiliki kekonsistenan dan kestabilan yang tinggi bertahun-tahun tanpa mengalami perubahan. Dari kondisi ini, maka para ahli mata mengusulkan bahwa iris ini dapat dijadikan seperti sidik jari untuk identitas pribadi seseorang. Pada makalah ini akan dibahas perangkat lunak dengan metode Alihragam Wavelet sebagai sistem identifikasinya dan perangkat keras yaitu brankas elektronik yang menerima keluaran dari sistem identifikasi dan menerjemahkan sebagai akses untuk membuka pintu brankas. Dimana pada pengambilan data input berupa file video yang diambil secara online oleh handycam, yang nantinya dalam PC akan dilakukan pemrosesan citra hingga pengenalan pola iris. Kemudian setelah itu pola-pola tersebut dikenali oleh perangkat lunak melalui metode Wavelet-Haan. Pola- pola yang telah dapat dikenali tersebut kemudian disimpan ke dalam database sebagai referensi. Inti dari sistem sekuriti ini adalah membandingkan pola iris user dengan pola iris lain apakah dapat terkenali atau tidak dapat dikenali.

TEORI PENUNJANG I. PENGOLAHAN CITRA Pengolahan citra

merupakan

suatu

metode

yang digunakan

untuk mengolah gambar sehingga menghasilkan gambar lain sesuai dengan yang kita inginkan, khususnya menggunakan komputer menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Citra dalam perwujudannya dapat bermacam-macam, mulai dari gambar hitam putih dalam sebuah foto (yang tidak bergerak) sampai pada gambar berwarna yang bergerak pada pesawat televisi. 1.1 Teori Warna Data visual citra berwarna lebih kaya

dan rumit daripada

citra monokromatik. Setiap warna dihasilkan oleh kombinasi tiga warna dasar yaitu Merah (R), Hijau (G), dan Biru (B) dalam komposisi tertentu yang disebut Grey level dengan nilai 0 sampai 255 dengan format citra digital 24 bit. Komposisi warna-warna dasar tersebut dinyatakan dengan: C=aR + bG + cB.....................................................(2.1) Dari persamaan tersebut dengan gray level 0 sampai dengan 255 kita bisa mendapatkan 255 X 255 X 255 warna untuk diolah. 1.2 Grayscale Grayscale merupakan sebuah format warna dengan pengambilan rata-rata dari nilai r, g, dan b dari sebuah format gambar berwarna. Dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Grayscale = R+G+B /3...........................................(2.2 1.3 Kontras Kontras

menyatakan

sebaran

terang

(lighness)

dan gelap

(darkness) didalam sebuah gambar. Citra dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori kontras : citra kontras- rendah (low contras), citra kontras bagus (good contras) dan citra kontras-tinggi. 1.4 Segmentasi Citra Segmentasi gambar adalah pemisahan objek yang satu dengan objek yang lain dalam suatu gambar (Ballerini). Ada 2 macam segmentasi,

yaitu full segmentation dan partial segmentation.

Full

segmentation

adalah pemisahan suatu object secara individu dari background dan diberi ID (label) pada tiap-tiap segmen. Partial segmentation adalah pemisahan sejumlah data dari background dimana data yang disimpan hanya data yang dipisahkan saja untuk mempercepat proses selanjutnya. Ada 3 tipe dari segmentasi yaitu: 1. Classification-based: segmentasi berdasarkan kesamaan suatu ukuran dari nilai pixel. Salah satu cara paling mudah adalah thresholding. Thresholding ada 2 macam yaitu global dan lokal. Pada thresholding global, segmentasi berdasarkan pada sejenis histogram. Pada

thresholding lokal, segmentasi dilakukan berdasarkan posisi pada gambar, gambar dibagi menjadi bagianbagian yang saling melengkapi, jadi sifatnya dinamis. 2. Edge-based: mencari garis yang ada pada gambar dan garis tersebut digunakan sebagai pembatas dari tiap segmen. 3. Region-based: segmentasi dilakukan berdasarkan kumpulan pixel yang memiliki kesamaan (tekstur, warna atau tingkat warna abu-abu)

dimulai dari suatu titik ke titik-titik lain yang ada disekitarnya. 1.5 Filtering Yaitu mengambil fungsi citra pada frekwensi tertentu dan membuang fungsi citra pada frekwensi tertentu lainnya. Format koordinat dalam citra: Koordinat spatial (x,y) x=image sampling; y=gray-level quantization Koordinat frekwensi: koordinat berdasarkan frekwensi yang

dimiliki masing-masing pixel, atau dapat dilihat pada gambar di bawah:

Gambar 1. Format Koordinat Frekwensi Pada Citra

Frekwensi pada citra dipengaruhi oleh gradiasi warna yang ada pada citra Dengan menggunakan citra-citra yang bergradiasi rendah seperti gambar logo dan sketsa, dimana nilai merupakan nilai-nilai yang kecil. Demikian pula citra biner, citra dengan threshold tertentu merupakan citra-citra yang bergradiasi rendah, dan citra-citra ini berada pada frekwensi tinggi. Dari sifat-sifat citra pada bidang frekwensi, maka prinsip-prinsip treshold yang digunakan

filtering dapat dikembangkan sebagai berikut: Bila ingin mempertahankan gradiasi atau banyaknya level warna pada suatu citra, maka yang dipertahankan adalah frekwensi rendah dan frekwensi tinggi dapat dibuang atau dinamakan dengan Low Pass Filter. Hal ini banyak digunakan untuk reduksi noise dan proses blur. Bila ingin mendapatkan threshold atau citra biner yang menunjukkan bentuk suatu gambar , maka frekwensi tinggi dipertahankan dan frekwensi rendah dibuang atau dinamakan dengan High Pass Filter. Hal ini banyak digunakan untuk menentukan garis tepi (edge) atau sketsa dari citra. Bila ingin mempertahankan gradiasi dan bentuk, dengan tetap

mengurangi banyaknya bidang frekwensi (bandwidth) dan membuang sinyal yang tidak perlu maka frekwensi rendah dan frekwensi tinggi dipertahankan, sedangkan frekwensi tengahan dibuang atau dinamakan dengan Band Stop Filter. Teknik yang dikembangkan dengan

menggunakan Wavelet Transform yang banyak digunakan untuk kompresi, restorasi dan denoising. 1.6 Transformasi Wavelet Transformasi merupakan suatu proses pengubahan data menjadi bentuk lain sehingga mudah dianalisa. Salah satu contoh transformasi adalah transformasi wavelet. Transformasi wavelet merupakan generalisasi dari transformasi Fourier. Transformasi wavelet merupakan proses mengubah sinyal ke dalam berbagai gelombang wavelet asli (mother wavelet) dengan berbagai pergeseran dan penyekalaan. Dengan demikian faktor skala memegang peranan yang sangat penting. Menurut [Bruce and Gao,1996]

citra NM merupakan data dua dimensi yang berbentuk matriks dengan elemennya berupa pixelpixelpenyusun citra. Wavelet 2D dapat

dikonstruksikan dengan menggunakan horisontal wavelet 1D dan vertikal wavelet 1D. Transformasi wavelet terhadap masingmasing pixeldi dalam citra dapat dilakukan secara bergantian pada masingmasing kolom dan baris. Pertama kali dilakukan transformasi secara horisontal terhadap baris. Setelah itu dilakukan transformasi secara vertikal terhadap kolom. Langkah ini dilakukan secara bergantian sampai diperoleh koefisien aproksimasi dan koefisien detail dari citra.

Gambar 2. Ilustrasi Transformasi wavelet dalam citra

Salah satu keluarga wavelet adalah wavelet Haar. Transformasi menggunakan fungsi Haar sebagai fungsi basis merupakan transformasi wavelet yang paling sederhana. Fungsi Haar didefinisikan sebagai:

Transformasi wavelet Haar merupakan transformasi wavelet paling sederhana. Dalam transformasi wavelet Haar pada suatu citra dilakukan dengan menggunakan penapis lolos rendah (Low Pass Filter / LPF)

dan penapis lolos tinggi (High Pass Filter / HPF) sehingga diperoleh koefisisen wavelet [Ogden, R.T., 1997]. Algoritma:

a. Input: citra ternormalisasi b. Untuk masingmasing dekomposisi horisontal dan vertikal, cari

koefisien LPF dan HPF

c. Lakukan secara berulangulang pada koefisien aproksimasi yang diperoleh sebelumnya hingga level yang diinginkan.

1.6.1 Transformasi Wavelet Diskrit Transformasi wavelet diskrit secara umum merupakan dimana

dekomposisi citra pada frekuensi subband

citra tersebut

komponennya dihasilkan dengan cara penurunan level dekomposisi. Implementasi transformasi wavelet diskrit dapat dilakukan dengan cara melewatkan sinyal frekuensi tinggi atau highpass filter dan frekuensi rendah atau lowpass filter. Dibawah ini adalah gambar dari transformasi wavelet diskrit dua dimensi dengan level dekomposisi satu.

Dimana :

Seperti yang terlihat pada Gambar diatas , jika suatu citra dilakukan proses transformasi wavelet diskrit dua dimensi dengan level dekomposisi satu, maka akan menghasilkan empat buah subband, yaitu:

1. Koefisien Approksimasi (CA j+1) atau disebut juga subband LL

2. Koefisien Detil Horisontal (CD(h) j+1) atau disebut juga subband HL 3. Koefisien Detil Vertikal (CD(v) j+1) atau disebut juga subband LH 4. Koefisien Detil Diagonal (CD(d) j+1) atau disebut juga subband HH

dengan Level Dekomposisi 1 Subband hasil dari dekomposisi dapat didekomposisi lagi karena level dekomposisi wavelet bernilai dari 1 sampai n atau disebut juga transformasi wavelet multilevel. Jika dilakukan dekomposisi lagi, maka subband LL yang akan didekomposisi karena

subband LL berisi sebagian besar dari informasi citra. Jika dilakukan dekomposisi dengan level dekomposisi dua maka subband LL

akan menghasilkan empat buah subband baru, yaitu subband LL2 (Koefisien Approksimasi 2), HL2 (Koefisien Detil Horisontal 2), LH2 (Koefisien Detil Vertikal 2), dan HH2 (Koefisien Detil Diagonal 2). Dan begitu juga seterusnya jika dilakukan dekomposisi lagi.

1.6.2 Filter Wavelet Transformasi sebelumnya, wavelet diskrit seperti yang telah diterangkan

dimana citra dilakukan filtering oleh lowpass filter

dekomposisi dan highpass filter dekomposisi pada proses dekomposisi (pembelahan subband). Begitu pula pada saat citra dilakukan proses inverse transformasi wavelet diskrit, citra kembali dilakukan proses

upsampling yang diikuti proses filtering oleh lowpass filter rekonstruksi dan highpass filter rekonstruksi.

Keluarga wavelet memiliki ordo dimana ordo menggambarkan jumlah koefisien filternya.

1.6.3 Implementasi pada Matlab Fungsi yang memegang peranan dalam transformasi wavelet adalah wavedec2(X,2,wname)dimana wavedec2 berarti transformasi wavelet untuk data dua dimensi, X mewakili data citra, 2 mewakili transformasi wavelet dalam dua level dan wname adalah tipe wavelet. Berikut adalah contoh penggunaan transformasi wavelet menggunakan matlab. Di bawah ini source code untuk waveletbior.m :
function waveletbior() load woman2 %load detfingr; X = X(1:200,51:250); close all clf image(X) colormap(map) axis image; set(gca,'XTick',[],'YTick',[]); title('Original') pause % We will use the 9/7 filters with symmetric extension at the % boundaries. dwtmode('sym') wname = 'bior4.4' % Compute a 2-level decomposition of the image using the 9/7 filters. [wc,s] = wavedec2(X,2,wname); % Extract the level 1 coefficients. a1 = appcoef2(wc,s,wname,1); h1 = detcoef2('h',wc,s,1); v1 = detcoef2('v',wc,s,1); d1 = detcoef2('d',wc,s,1); % Extract the level 2 coefficients. a2 = appcoef2(wc,s,wname,2); h2 = detcoef2('h',wc,s,2); v2 = detcoef2('v',wc,s,2); d2 = detcoef2('d',wc,s,2); % Display the decomposition up to level 1 only. ncolors = size(map,1); % Number of colors. sz = size(X); cod_a1 = wcodemat(a1,ncolors); cod_a1 = wkeep(cod_a1, sz/2);

cod_h1 = wcodemat(h1,ncolors); cod_h1 = wkeep(cod_h1, sz/2); cod_v1 = wcodemat(v1,ncolors); cod_v1 = wkeep(cod_v1, sz/2); cod_d1 = wcodemat(d1,ncolors); cod_d1 = wkeep(cod_d1, sz/2); image([cod_a1,cod_h1;cod_v1,cod_d1]); axis image; set(gca,'XTick',[],'YTick',[]); title('Single stage decomposition') colormap(map) pause % Display the entire decomposition upto level 2. cod_a2 = wcodemat(a2,ncolors); cod_a2 = wkeep(cod_a2, sz/4); cod_h2 = wcodemat(h2,ncolors); cod_h2 = wkeep(cod_h2, sz/4); cod_v2 = wcodemat(v2,ncolors); cod_v2 = wkeep(cod_v2, sz/4); cod_d2 = wcodemat(d2,ncolors); cod_d2 = wkeep(cod_d2, sz/4); image([[cod_a2,cod_h2;cod_v2,cod_d2],cod_h1;cod_v1,cod_d1]); axis image; set(gca,'XTick',[],'YTick',[]); title('Two stage decomposition') colormap(map) pause % Here are the reconstructed branches ra2 = wrcoef2('a',wc,s,wname,2); rh2 = wrcoef2('h',wc,s,wname,2); rv2 = wrcoef2('v',wc,s,wname,2); rd2 = wrcoef2('d',wc,s,wname,2); ra1 rh1 rv1 rd1 = = = = wrcoef2('a',wc,s,wname,1); wrcoef2('h',wc,s,wname,1); wrcoef2('v',wc,s,wname,1); wrcoef2('d',wc,s,wname,1);

cod_ra2 = wcodemat(ra2,ncolors); cod_rh2 = wcodemat(rh2,ncolors); cod_rv2 = wcodemat(rv2,ncolors); cod_rd2 = wcodemat(rd2,ncolors); cod_ra1 = wcodemat(ra1,ncolors); cod_rh1 = wcodemat(rh1,ncolors); cod_rv1 = wcodemat(rv1,ncolors); cod_rd1 = wcodemat(rd1,ncolors); subplot(3,4,1); image(X); axis image; set(gca,'XTick',[],'YTick',[]); title('Original') subplot(3,4,5); image(cod_ra1); axis image; set(gca,'XTick',[],'YTick',[]); title('ra1') subplot(3,4,6); image(cod_rh1); image; set(gca,'XTick',[],'YTick',[]); title('rh1') subplot(3,4,7); image(cod_rv1); image; set(gca,'XTick',[],'YTick',[]); title('rv1') subplot(3,4,8); image(cod_rd1); image; set(gca,'XTick',[],'YTick',[]); title('rd1') subplot(3,4,9); image(cod_ra2); image; set(gca,'XTick',[],'YTick',[]); title('ra2') subplot(3,4,10); image(cod_rh2); image;

axis axis axis axis axis

set(gca,'XTick',[],'YTick',[]); title('rh2') subplot(3,4,11); image(cod_rv2); image; set(gca,'XTick',[],'YTick',[]); title('rv2') subplot(3,4,12); image(cod_rd2); image; set(gca,'XTick',[],'YTick',[]); title('rd2')

axis axis

Tampilan :

II. 2.1

PERANCANGAN SISTEM Perancangan Sistem (Hardware dan Software) Pengerjaan proyek akhir ini terdiri atas pengerjaan software sebagai sistem identifikasi dan kontroler utama lalu hardware sebagai eksen dari sistem ini yaitu brankas elektronik fungsinya adalah memproses perintah dari sistem utama (sistem identifikasi). Rancangan desain proyek ini dapat dilihat pada gambar dibawah :

Desain system

Diagram alir perangkat lunak

KESIMPULAN Dari penyusunan makalah dan presentasi yang telah dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan : Irismat merupakan bagian dari fisiologis manusia yang memiliki struktur unik dan berbeda setiap manusia sehingga dapat digunakan sebagai identifikasi identitas. Pengenalan irismata dapat dilakukan dengan pengolahan citra metoda wavelet. Metoda wavelet merubah citra digital menjadi persamaan matematis dan matriks biner. Program pengenalan irismata dapat di interface melalui mikrokontroler dengan perangkat kerasnya yang kemudian akan dihubungkan dengan sistem pengamanan berangkas.

DAFTAR PUSTAKA [1] Syamsiar, Fibri Trendy. SISTEM IDENTIFIKASI SCAN IRIS MATA

MENGGUNAKAN METODE JST PROPAGASI BALIK UNTUK APLIKASI SISTEM PENGAMANAN BRANKAS. Jurusan Teknik Elektronika, ITS. [2] Maimunnah. SISTEM PENGENALAN IRIS MATAMANUSIA DENGAN

MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET . Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 [3] Agustini, Ketut. PERBANDINGAN METODE TRANSFORMASI WAVELET SEBAGAI PRAPROSES PADA SISTEM IDENTIFIKASI PEMBICARA. Institut Pertanian Bogor. 2008 [4] Prihartono, Teguh Dwi. Identifikasi Iris Mata Menggunakan Alihragam Wavelet Haar. TRANSMISI, 13 (2), 2011, 71-75 [5] Bagus, Ida. Pencarian Citra Menggunakan Metode Transformasi Wavelet dan Metrika Histogram Terurut. Jurnal Teknik Elektro Vol. 6, No. 1, Maret 2006: 46 - 53

You might also like