You are on page 1of 159

TESIS

PRAKTIKUM ODONTEKTOMI BERORIENTASI ERGONOMI MENINGKATKAN KINERJA PRAKTIKAN DI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

NYOMAN WIRADHARMA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012

TESIS

PRAKTIKUM ODONTEKTOMI BERORIENTASI ERGONOMI MENINGKATKAN KINERJA PRAKTIKAN DI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

NYOMAN WIRADHARMA NIM:0990461001

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ERGONOMI-FISIOLOGI KERJA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2012

PRAKTIKUM ODONTEKTOMI BERORIENTASI ERGONOMI MENINGKATKAN KINERJA PRAKTIKAN DI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja, Program Pascasarjana Universitas Udayana

NYOMAN WIRADHARMA NIM:0990461001

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ERGONOMI-FISIOLOGI KERJA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
ii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL : 16 Januari 2012

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH.

NIP. 19471211 197602 1 001

Dr. Ketut Tangking Widarsa, MPH NIP. 19480120 197903 1 001

Mengetahui :

Ketua Program Megister Program Studi Ergonomi Fisiologi Kerja Pascasarjana Universitas Udayana

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof. Dr. I Dewa Putu Sutjana, M.Erg NIP. 19470704 197903 1 001

Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001

iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 16 Januari 2012

Panitia Penguji Tesis, berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No. :.. Tanggal : 11 Januari 2012

Ketua

: Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH

Sekretaris: dr. Ketut Tangking Widarsa, MPH Anggota : 1. Prof. Dr. dr. Alex Pnagkahila, Msc. Sp. And 2. Dr. Ir. Wayan Parwata ST. 3. dr. Ketut. Karna, PFK, M, Kes.

iv

SURAT PERNYATAAN BUKAN KARYA PLAGIAT

Yang bertandatangan di bawah ini, saya

Nama NIM Program Studi Konsentrasi Alamat Mahasiswa

: drg. Nyoman Wiradharma : 0990461001 : Pasca Sarjana UNUD : Ergonomi- Fisiologi Kerja : Perum. Grenn Kori Ubung, Jl. Nuansa Hijau Utama V no 9, Banjar Tegal Kori Kaja, Denpasar Utara.

Telp & HP

: (0361) 415374,081999018999

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat dalam rangka pendidikan Program Magister bukan merupakan jiplakan sebagian atau seluruhnya dari karya seseorang. Kalau Kemudian hari ditemukan adanya unsur plagiat maka gelar yang telah saya terima, bersedia untuk dicabut. Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan benar dan dengan segala konsekuensinya. Denpasar, 21 September 2011 Yang membuat pernyataan,

drg. Nyoman Wiradharma

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas rakhmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul Praktikum Odontektomi Berorientasi Ergonomi Meningkatkan Kinerja Praktikan Di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Dalam penyusunan Tesis ini tidak lepas dari adanya bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat: Bapak Prof. dr. I Dewa Putu Sutjana, M.Erg selaku Ketua Program Magister Ergonomi-Fisiologi Kerja, Program Pascasarjana, Universitas Udayana yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, dan petunjuk selama bimbingan kepada penulis sehingga dapat diselesaikannya Tesis ini. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Bapak Prof. DR. dr. N. Adiputra, M.OH selaku pembimbing I dan Bapak dr. Ketut Tangking Widarsa, MPH selaku pembimbing II, yang telah banyak memberi petunjuk bimbingan dan saran perbaikan sehingga dapat diselesaikannya Tesis ini. Tidak lupa ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp. And., DR. Ir. Wayan Parwata, M.T., dan Dr Ketut Karna, PFK, M.Kes selaku tim penguji yang telah banyak memberikan saran dan bimbingannya selama penyusunan Tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu staf pengajar pada Program Magister Ergonomi-Fisiologi Kerja, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, telah banyak membimbing, memberi saran dan membantu mencarikan buku penunjang sehingga Proposal Tesis ini dapat sesuai dengan waktu yang ditentukan. Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu pegawai Program Magister Ergonomi-Fisiologi Kerja, Program Pascasarjana dan Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, para senior, dan rekan-rekan mahasiswa S2 Ergonomi-Fisiologi Kerja yang telah banyak membantu sehingga Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian Tesis ini.

vi

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dengan segala keterbatasan, Tesis ini masih perlu disempurnakan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran-saran dari berbagai pihak.

Denpasar, Januari 2012 Penulis

vii

ABSTRAK

PRAKTIKUM ODONTEKTOMI BERORIENTASI ERGONOMI MENINGKATKAN KINERJA PRAKTIKAN DI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

Praktikum odontektomi ini merupakan praktikum pembedahan gusi pada mulut dengan menggunakan peralatan bedah secara khusus. Peralatan bedah mulut ini terdiri dari seperangkat alat yang masing-masing alat mempunyai fungsi tersendiri. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji secara terukur apakah praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat menurunkan beban kerja, keluhan subjektif, dan meningkatkan kinerja praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasarwati Denpasar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan rancangan pre-post test control group design. Sampel yang digunakan sebanyak 30 mahasiswa yang dibagi menjadi dua bagian yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan masing-masing 15 mahasiswa. Kelompok kontrol melakukan praktikum seperti biasa dan kelompok perlakuan melakukan praktikum menggunakan orientasi ergonomi. Beban kerja diukur dari denyut nadi kerja yang dihitung dengan metode 10 denyut. Kelelahan secara umum diperoleh melalui pengisian kuesioner 30 items kelelahan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang. Keluhan otot skeletal diprediksi dengan kuesioner Nordic Body Map. Sedangkan kinerja diukur dengan skor penilaian unjuk kerja. Data dianalisis dengan menggunakan uji t dan uji Mann Whitney pada taraf kemaknaan 5%. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan (p < 0,05) pada beban kerja, keluhan subjektif, dan kinerja pada kedua kelompok. denyut nadi kerja kelompok kontrol adalah 104,29 denyut permenit, sedangkan kelompok perlakuan adalah 90,16 denyut permenit, atau menurun sebesar 13,5%. Rerata skor keluhan otot skeletal pada kelompok kontrol adalah 59,27, sedangkan kelompok perlakuan adalah 39,80 atau mengalami penurunan sebesar 32,8%. Pada kelelahan secara umum, rerata skor pada kelompok kontrol adalah 52,73 dan pada kelompok perlakuan adalah 47,00 atau mengalami penurunan sebesar 20,3%. Rerata kinerja pada kelompok kontrol adalah 46,13, sedangkan rerata kinerja ada kelompok perlakuan adalah 51,33, atau terjadi peningkatan sebesar 11,3%. Disimpulkan bahwa penerapan fungsi ergonomi pada praktikum odontektomi dapat menurunkan beban kerja, keluhan subjektif, dan dapat meningkatkan kinerja mahasiswa praktikan. Kata Kunci : Praktikum Odontektomi, Orientasi Ergonomi, Kinerja

viii

ABSTRACT ERGONOMIC ORIENTED PRACTICE IN ODONTECTOMY IMPROVES THE STUDENT PERFORMANCE FACULTY OF DENTISTRY MAHASARASWATI UNIVERSITY DENPASAR Odontectomy representing gum surgery practice in mouth by using equipment of surgical operation peculiarly. This surgical operation equipment consist of a set appliance which is each appliance have their own function. The object of this study is conducted to meassure do odontectomy practice, stand in ergonomics, reduces burden activity, subjective complaints, and improving practice the students performance in The Faculty of Dentistry Mahasaraswati University Denpasar. Output pre and post test control group design was applied in this study. Sample was divided into two groups that consist of 15 students in each group, with two treatments, that is control group (practice as usual) and treatment group (practice with ergonomics orientation). The work load was assessed by the work pulse which is measured with 10 pulse method. In general, fatigue indication is obtained from 30 item fatigue questioner from IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Japan. Skeletal muscle sigh predicted by Nordic Body Map questioner. While the performance can be predicted with working assessment score. Data is analysed by T-test and Mann Whitney test in meaning level 5%.

The result of this study show there is a significant difference (p<0,05) in work load, subjective complaint, and performance in this two groups. Working pulse in control group is 104,29 pulse per minute (PPM), while in treatment group is 90,16 pulse per minute, or reduced about 13,5%. Mean score skeletal muscle complaint in control group is 59,27, while in treatment group is 39,80 or reduced about 32,8%. In general fatigue, mean score in control group is 52,73 and in treatment group is 47,00 or reduced 20,3%. Performance mean in control group is 46,13, while performance mean in treatment group is 51,33, or there is improvement about 11,3%.

ix

Conclusion is odontectomy practice with ergonomics based orientation reduces burden activity, subjective complaint and improving students practice performance.

Key words : odontectomy, ergonomics orientation, performance

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................ iv UCAPAN TERIMAKASIH........................................................................... iv ABSTRAK ..................................................................................................... viii ABSTRACT ................................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ....................................................................... 7 2.1 Tinjauan Ergonomi .................................................................................... 7 2.2 Peralatan Kerja .......................................................................................... 8 2.3 Prosedur Standar Odontektomi Gigi Impaksi .......................................... 9 2.4 Risiko Kerja .............................................................................................. 16 2.5 Sikap Kerja Ergonomis Praktek Dokter Gigi ............................................ 19 2.6 Aktivitas Otot Ketika Kerja ...................................................................... 22 2.7 Kinerja ....................................................................................................... 26 2.8 Ceklis ........................................................................................................ 34 2.9 Beban Kerja ............................................................................................... 37 2.10 Lingkungan Kerja ................................................................................... 44

xi

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS .......... 48 3.1 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 48 3.2 Konsep ..................................................................................................... 50 3.3 Hipotesis .................................................................................................... 51

BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................. 53 4.1 Rancangan Penelitian ............................................................................... 53 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 54 4.3 Penentuan Sumber Data ........................................................................... 54 4.4 Variabel Penelitian ................................................................................... 56 4.5 Instrumen Penelitian ................................................................................. 62 4.6 Prosedur Penelitian .................................................................................... 63 4.7 Pengolahan dan analisis data .................................................................... 72

BAB V HASIL PENELITIAN ..................................................................... 75 5.1 Kondisi Subjek .......................................................................................... 75 5.2 Analisis Kondisi Lingkungan Kerja .......................................................... 77 5.3 Analisis Beban Kerja ................................................................................. 78 5.4 Analisis Keluhan Subjektif ....................................................................... 80 5.5 Analisis Kinerja ......................................................................................... 81 5.6 Ketertinggalan Alat pada Praktikum Odontektomi ................................... 82

BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................. 85 6.1 Kondisi Subjek .......................................................................................... 85 6.2 Kursi Kerja ................................................................................................ 86 6.3 Lingkungan Kerja ...................................................................................... 87 6.4 Beban Kerja ............................................................................................... 89 6.5 Penurunan Keluhan Subjektif ................................................................... 90 6.6 Peningkatan Kinerja .................................................................................. 93 6.7 Perbandingan Antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan terhadap Penurunan Beban Kerja, Penurunan Keluhan Subjektif, dan Peningkatan Kinerja ...................................................................................................... 98

xii

6.8 Kelemahan Penelitian ................................................................................ 101

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 102 7.1 Simpulan ................................................................................................... 102 7.2 Saran .......................................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Hal

2.1 Peralatan Praktek Odontektomi ................................................................ 14 2.2 Insisi envelope [amplop] ........................................................................... 14 2.3 Insisi envelope ........................................................................................... 15 2.4 Jika digunakan flap tiga-sudut .................................................................. 15 2.5 Saat flap jaringan dibuka pada insisi pembebas ........................................ 15 2.6 Setelah jaringan lunak dibuka ................................................................... 16 2.7 Kemudian, tulang pada aspek bukal dan distal gigi impaksi dibuang menggunakan bur ...................................................................................... 16 3.1 Bagan kerangka konsep penelitian ........................................................... 51 4.1 Bagan Rancangan Penelitian ..................................................................... 53 4.2 Bagan Hubungan antara Variabel Penelitian ............................................ 58 4.3 Alur Penelitian .......................................................................................... 64 6.1 Pengukuran mikroklimat ruangan praktikum ............................................ 88 6.2 Rerata Denyut Nadi Kerja praktikan ......................................................... 90 6.3 Rerata Keluhan Subjektif pada Praktikan Odontektomi ........................... 92 6.4 Persiapan peralatan sebelum praktikum .................................................... 95 6.5 Subjek memperhatikan ceklis Dan peralatan yang disiapkan sebelum praktikum dimulai .................................................................................... 95 6.6 Mahasiswa sedang menjalankan praktikum odontektomi ......................... 96 6.7 Grafik Peningkatan Kinerja ....................................................................... 97 6.8 Sikap kerja sebelum ada penambahan kursi .............................................. 99 6.9 Sikap kerja setelah ada penambahan kursi kerja ....................................... 99 6.10 Praktikan bisa melakukan praktikum dengan sikap kerja duduk dan berdiri secara dinamis sesuai keperluan .................................................. 100

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel

Hal

2.1 Tingkat Beban Kerja Menurut Keluaran Energi ....................................... 39 2.2 Klasifikasi Beban Kerja Berdasarkan Beban Kardiovaskular .................. 40 5.1 Data Karakteristik Fisik Subjek Mahasiswa Praktikum Odontektomi ..... 75 5.2 Data Antropometrik .................................................................................. 76 5.3 Hasil Analisis Pengukuran Lingkungan Kerja .......................................... 77 5.4 Komparabilitas Denyut Nadi praktikan odontektomi ............................... 79 5.5 Hasil Analisis Keluhan Subjektif sebelum bekerja (pre) .......................... 80 5.6 Hasil Analisis Keluhan Subjektif setelah bekerja (post) ........................... 81 5.7 Hasil Uji Kinerja Praktikan ....................................................................... 82 5.8 Jumlah Ketinggalan Alat Praktikum Odontektomi ................................... 83 5.9 Data Alat Yang Tertinggal ........................................................................ 84

xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Gigi bungsu pada manusia adalah gigi geraham tetap yang tumbuh terakhir kali di mulut. Gigi ini tumbuh pada usia sekitar 17-22 tahun. Gigi bungsu ini normalnya berjumlah 4 buah, dua di rahang atas kanan dan kiri, dan dua lagi di rahang bawah kanan dan kiri. Tidak semua gigi geraham bungsu ini tumbuh dengan normal, biasanya gigi bungsu di rahang bawah yang sering kali tidak normal pertumbuhannya. Gigi bungsu yang tumbuhnya tidak normal, artinya gigi itu tumbuh dengan posisi dan arah yang salah atau gigi cuma bisa tumbuh setengah karena terjepit gigi geraham di sebelahnya atau disebut impaksi. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung rahang pada kisaran waktu yang diperkirakan. Gigi mengalami impaksi sebagai akibat dari gigi disebelahnya, lapisan tulang yang padat, atau jaringan lunak yang tebal dan menghambat erupsi. Gigi yang tumbuh pada posisi demikian, dapat menimbulkan penyakit, karena susah membersihkan dengan sikat gigi sehingga menjadi sarang bakteri. Jika dibiarkan bisa terjadi infeksi atau merusak gigi di sebelahnya. Hal ini akan membuat gusi bengkak dan gigi jadi berlubang bahkan lama kelamaan akan terbentuk kista atau tumor. Gejala-gejala yang biasanya timbul jika gigi terjadi impaksi adalah migren, kepala pusing, sakit saat membuka mulut dan telinga berdengung. Jika

terjadi gejala seperti ini harus dilakukan pencabutan gigi bungsu, yang dalam bahasa kedokteran disebut odontektomi. Gigi yang terlihat mengalami impaksi pada usia 18 tahun memiliki kesempatan sebesar 30-50% untuk erupsi sempurna pada usia 25 tahun. Sehingga kasus gigi impaksi yang harus dilakukan penanganan seperti pencabutan gigi atau bahkan pembedahan gusi banyak dilakukan di kalangan remaja hingga dewasa (Coulthard et al., 2003). Di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar terdapat praktikum odontektomi. Untuk melaksanakan praktikum ini mahasiswa harus mendapatkan pasien yang mempunyai keluhan gigi impaksi. Pasien dengan keluhan gigi impaksi ini tidaklah sulit ditemui, karena banyak terjadi pada remaja dengan usia 17-24 tahun. Praktikum odontektomi ini merupakan praktikum pembedahan gusi pada mulut dengan menggunakan peralatan bedah secara khusus. Peralatan bedah mulut ini terdiri dari seperangkat alat yang masingmasing alat mempunyai fungsi tersendiri. Praktikum yang telah dilakukan selama ini dirasa perlu untuk ditingkatkan kinerja para praktikannya. Seringkali ketika praktikum bedah mulut ini terjadi ketinggalan salah satu alat, keluhan cepet lelah, dan nilai praktikum yang belum memuaskan. Tertinggalnya alat akan berdampak pada terganggunya proses pembedahan bahkan bisa berakibat fatal pada pasien. Dari studi pendahuluan dari 23 kali praktikum dalam satu semester terdapat lima kali kasus tertinggalnya alat. Praktikum odontektomi biasanya dilakukan selama 4 jam. Ada beberapa hal yamg harus dilakukan oleh praktikan sebelum, ketika, dan sesudah praktikum odontektomi. Sebelum praktikum, para praktikan harus menyiapkan peralatan,

memahami prosedur yang ada, dan menyiapkan pasien terutama dari segi mental. Ketika praktikum, para praktikan melakukan prosedur kerja praktek, dengan duduk atau berdiri selama empat jam. Pasien diberi anastesi dulu sebelum dilakukan praktek odontektomi. Dalam praktek, salah satu alat yang digunakan adalah kompresor untuk keperluan bor dan peralatan lainnya. Posisi operator/praktikan yang duduk lama sekitar 4 jam menyebabkan terjadinya keluhan sakit di pinggang dan bahu. Posisi statis ini juga akan menyebabkan praktikan mengeluh cepat capai. Survei yang dilakukan oleh Chowanadisai (2000) di Thailand menyatakan bahwa sebanyak 78% dokter gigi mengalami sakit punggung disaat melakukan tindakan. Disamping itu, suara kompresor juga menjadikan suasana tempat praktek menjadi sedikit bising, akan tetapi kebisingan ini masih di bawah batas ambang, dari studi pendahuluan kebisingan yang disebabkan oleh suara kompresor sekitar 78 dB dengan batas ambang kebisingan adalah 85 dB. Posisi kerja yang tidak ergonomis ini akan memungkinkan menurunkan kinerja praktikan, sehingga di perlukan langkah solutif. Untuk mengatasi permasalahan di atas bisa dilakukan langkah solutif yaitu peningkatan kinerja para praktikan berorientasi ergonomi. Peningkatan kinerja berorientasi ergonomi ini dilakukan dengan cara penerapan checklist peralatan dan prosedur bedah mulut secara ketat, pemberian teh manis kepada operator di sela-sela kerja, serta sikap kerja operator yang dinamis antara duduk dan berdiri. checklist dilakukan sebelum bedah dilakukan dan setelah bedah dilakukan. Jika checklist ini diterapkan dengan baik, diprediksi akan meningkatkan kinerja para

mahasiswa praktikum karena alat bedah bisa dinyatakan siap pakai dan proses pembedahan bisa berlangsung dengan cepat, aman, dan tidak ada ketinggalan atau kekurangan alat tertentu. Pemberian teh manis adalah untuk menambah asupan air dan kalori operator agar tetap prima dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan posisi dinamis duduk dan berdiri adalah untuk mengurangi keluhan sakit di pinggang dan di bahu. Oleh karena itu dipandang perlu dilakukan penelitian tentang praktikum odontektomi yang berorientasi ergonomi dalam rangka peningkatan kinerja para praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: a. Apakah praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat

meningkatkan kinerja praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar ? b. Apakah praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi keluhan subjektif praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar ? c. Apakah praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi jumlah ketinggalan alat bedah mulut pada praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji secara terukur apakah praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasarwati Denpasar.

1.3.2 Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Untuk mengetahui praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar b. Untuk mengetahui praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi keluhan subjektif praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. c. Untuk mengetahui praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi jumlah ketinggalan alat bedah mulut pada praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar

1.4 Manfaat Hasil Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan : a. Dapat memberikan solusi terhadap permasalahan praktikum odontektomi dalam hal peningkatan kinerja para mahasiswa praktek odontektomi di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. b. Menjadi salah satu masukan bagi pengambil kebijakan pada perguruan tinggi Universitas Mahasaraswati untuk memperhatikan proses kerja praktek agar lebih memenuhi kaedah ilmu ergonomi. c. Dapat digunakan untuk membantu mahasiswa praktek odontektomi di perguruan tinggi manapun agar bekerja lebih aman dengan kinerja yang baik. 1.4.2 Manfaat Teoritis

Penelitian ini merupakan aplikasi dari teori Ergonomi, diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan acuan untuk penelitian yang sejenis atau penelitian lebih lanjut yang mendalam.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Ergonomi Alat dan lingkungan kerja, jika tidak dirancang dengan baik akan dapat menyebabkan ketidaknyamanan, tidak efisien, dan tidak efektif. Untuk memperoleh suatu cara, sikap, alat, dan lingkungan kerja yang sehat dan aman perlu berdasar kepada kemampuan, kebolehan, dan keterbatasan manusia. Dengan tujuan ideal adalah mengatur pekerjaan tersebut berada dalam batas-batas di mana manusia bisa mentolerirnya, tanpa menimbulkan kelainan-kelainan (Manuaba, 1998). Ergonomi merupakan suatu ilmu dan banyak diaplikasikan dalam berbagai proses perancangan produk ataupun operasi kerja sehari-sehari, seperti aplikasi ergonomi dalam proses perancangan peralatan kerja untuk penggunaan yang lebih efektif. Ergonomi sebagai disiplin ilmu yang bersifat multi disipliner dengan menggabungkan elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi, enjinering, higine, sosial dan ilmu lainnya, maka ergonomi akan berkaitan dengan aktivitas kerja. Tujuan dari hal tersebut adalah sebagai berikut (Wibowo, 1998). a. Meningkatkan kemampuan fisik dan mental, khususnya untuk keamanan dan keselamatan, serta mengurangi atau menghilangkan beban fisik dan mental yang berlebihan untuk kenyamanan atau keserasian operasional.

b. Pengintegrasian secara rasional aspek-aspek fungsional, teknis, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan pada suatu sistem untuk peningkatan efisiensi hubungan timbal balik manusia dan mesin. c. Mengorganisasikan suatu aktivitas kerja ke arah produktivitas untuk peningkatan atau kepuasan kerja operator, konsumen pekerja dalam memenuhi kesejahteraan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ilmu ergonomi dapat memberikan kontribusi pada banyak hal dalam rangka mencapai tujuan yang positif dan sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah-masalah yang praktis terdapat dalam aspek kehidupan manusia.

2.2 Peralatan Kerja Dalam perkembangan modern ini pemilihan peralatan kerja di masyarakat umumnya didasari pada pertimbangan ekonomi dari pada dengan pertimbangan kemudahan serta kenyamanan pemakainya. Suatu peralatan kerja yang belum sesuai akan dapat menimbulkan kelelahan, perasaan kurang nyaman, dan disertai penurunan efisiensi kerja (Grandjean, 1988; Manuaba, 1994). Setiap pekerjaan membutuhkan peralatan kerja yang tentunya telah teruji keserasiannya terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan pemakainya (Grandjean, 1988; Manuaba, 1992a). Pada dasarnya, setiap tenaga kerja sebaiknya mengetahui dan mengerti peralatan kerja yang sesuai dengan persyaratan ergonomi agar nyaman dipakai dan efisien. Bila peralatan kerja tersebut belum sesuai dengan pemakainya perlu dilakukan perbaikan dan dimodifikasi. Dengan

demikian, setiap usaha perbaikan peralatan kerja hendaknya bersifat sederhana serta murah biayanya, bisa dan mudah dilakukan, dan dapat memberikan keuntungan secara ekonomi (Manuaba, 1992b).

2.3 PROSEDUR STANDAR ODONTEKTOMI GIGI IMPAKSI 2.3.1 Definisi Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung rahang pada kisaran waktu yang diperkirakan. Suatu gigi mengalami impaksi akibat gigi tetangga, lapisan tulang yang padat, atau jaringan lunak yang tebal dan menghambat erupsi. Karena gigi impaksi tidak erupsi, maka akan tertahan seumur hidup pasien kecuali dilakukan pembedahan untuk mengeluarkannya. Namun, harus diingat bahwa tidak semua gigi yang tidak erupsi dinyatakan mengalami impaksi. Jadi, diagnosis impaksi membutuhkan pemahaman tentang kronologi erupsi, serta faktor-faktor yang mempengaruhi potensi erupsi (Peterson dkk., 2004). Umumnya, suatu gigi mengalami impaksi akibat panjang lengkung gigi yang kurang adekuat dan ruangan erupsi lebih kecil dibandingkan dengan panjang total lengkung gigi. Gigi-geligi yang seringkali mengalami impaksi adalah gigi molar tiga rahang atas dan bawah, gigi kaninus rahang atas dan premolar rahang bawah. Gigi molar tiga paling sering mengalami impaksi karena merupakan gigi yang paling terakhir erupsi, ruangan erupsi yang dibutuhkannya kurang adekuat. Sejumlah penelitian mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi potensi erupsi gigi molar tiga. Dua faktor yang dinyatakan paling prognostik adalah

10

angulasi gigi molar tiga dan ruang yang tersedia untuk erupsi (Miloro Michael, 2004). Erupsi gigi molar tiga akan selesai pada usia 20-24 tahun. Namun, satu atau beberapa gigi M3 mengalami kegagalan erupsi pada 1:4 orang dewasa. Menurut SOP Odontektomi 2 beberapa penelitian longitudinal, gigi yang terlihat mengalami impaksi pada usia 18 tahun memiliki kesempatan sebesar 30-50% untuk erupsi sempurna pada usia 25 tahun. Dalam serangkaian penelitian di Swedia, prevalensi impaksi ditemukan sebesar 45,8% (Anonim, 1997)

2.3.2 Pemeriksaan Gigi impaksi dapat menimbulkan gangguan ringan sampai serius jika gigi tersebut tidak erupsi. Tidak semua gigi impaksi menimbulkan masalah klinis yang signifikan, namun setiap gigi impaksi memiliki potensi tersebut. Gigi yang tidak erupsi akan menimbulkan rasa nyeri jika terjadi infeksi. Saat pemeriksaan, ketiadaan gigi, karies atau mobilitas gigi tetangga harus diperhatikan. Terjadinya infeksi dapat dilihat dari pembengkakan, pengeluaran pus, trismus, dan pelunakan limfonodus servikal regional (Coulthard dkk., 2003). Pemeriksaan radiografik harus didasarkan pada penelusuran riwayat dan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan radiografik sangat penting sebelum pembedahan dilakukan namun tidak perlu dilakukan saat pemeriksaan awal, jika terdapat infeksi atau gangguan lokal lainnya. Pemeriksaan radiologis gigi impaksi harus dapat menguraikan hal-hal berikut ini (Coulthard dkk., 2003) : a. Tipe dan orientasi impaksi serta akses untuk mencapai gigi b. Ukuran mahkota dan kondisinya

11

c. Jumlah dan morfologi akar d. Tinggi tulang alveolar, termasuk kedalaman dan densitasnya e. Lebar folikuler f. Status periodontal dan kondisi gigi tetangga g. Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang atas dengan kavitas nasal atau sinus maksilaris h. Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang bawah dengan saluran interdental, foramen mentale, batas bawah mandibula. Jenis radiografi yang dapat digunakan, antara lain: a. Periapikal, tomografi panoramik atau oblique lateral dan CT scan untuk gigi molar tiga rahang bawah b. Tomografi panoramik (atau oblique lateral, atau periapikal yang adekuat) untuk gigi molar tiga rahang atas. c. Parallax film (dua periapikal atau satu periapikal dan satu film oklusal) untuk gigi kaninus rahang atas d. Radiografi periapikal dan true occlusal untuk gigi premolar dua rahang bawah; radiografi panoramik juga dapat digunakan jika radiografi periapikal tidak dapat menggambarkan seluruh gigi yang tidak erupsi.

2.3.3 Alat Dan Bahan Alat dan bahan untuk melakukan odontektomi adalah sebagai berikut: a. Sikat tangan b. Handuk

12

c. Lap Meja d. Duck dan clamp e. Hand scone f. Masker g. Kaca mulut besar h. Kaca mulut kecil i. Sonde bengkok j. Sonde lurus k. Excavator 2 buah l. Pinset anatomi m. Nerbeken 3 buah n. Spuit 3cc o. Suction tip p. Cheek retractor q. Sacalpel blade no 11-15 r. Resparatorium s. Straight hand piece t. Contra angle hand pice u. Bur fissure long shank v. Bur fissure diamond w. Bein x. Tang ekstraksi M3 atas/bawah y. Bone file

13

z. Spuite irigasi aa. Needle holder bb. Needle cc. Pinset chirurgis dd. Scrisor ee. Arteri clamp ff. Tang trismus gg. Sabun cuci hh. Alcohol 70% ii. Betadine solution 10% jj. Pehacain kk. Vaseline ll. Larutan saline mm. Suture(silk) nn. Spongostan 2 buah oo. Tampon dan kasa pp. Adrenalin 2mg 2 ampul qq. Tabung oksigen rr. Spuit 1 cc

Instrumen lain yang umum digunakan disajikan dalam gambar berikut ini:

14

Gambar 2.1 Peralatan Praktek Odontektomi 2.3.4 Teknik Odontektomi Teknik dalam praktikum odontektomi adalah seperti ilustrasi gambar berikut :

Gambar 2.2 Insisi envelope [amplop] seringkali digunakan untuk membuka jaringan lunak mandibula dalam pencabutan gigi impaksi molar tiga: Perluasan insisi ke posterior harus divergen ke arah lateral agar tidak terjadi perlukaan saraf lingual.

15

Gambar 2.3 Insisi envelope dibuka ke arah lateral sehingga tulang yang menutupi gigi impaksi terbuka.

Gambar 2.4 Jika digunakan flap tiga-sudut, insisi pembebas dibuat pada aspek mesial gigi molar dua.

Gambar 2.5 Saat flap jaringan dibuka pada insisi pembebas, akan diperoleh lapangan pandang yang lebih luas, terutama pada aspek apikal daerah pembedahan.

16

Gambar 2.6 Setelah jaringan lunak dibuka, tulang yang menutupi permukaan oklusal gigi dibuang menggunakan bur fissure atau chisel tangan.

Gambar 2.7 Kemudian, tulang pada aspek bukal dan distal gigi impaksi dibuang menggunakan bur.

2.4 Risiko Kerja 2.4.1 Pengertian Risiko Kata risiko banyak dipergunakan dalam berbagai pengertian dan sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Seseorang menyatakan bahwa ada risiko yang harus ditanggung jika mengerjakan pekerjaan tertentu. Memahami konsep risiko secara luas, akan merupakan dasar yang esensial untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko. Risiko dapat diartikan dalam hal-hal berikut :

17

a. Risk is the chance of loss (risiko adalah kans kerugian). Chance of Loss biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan di mana terdapat suatu keterbukaan terhadap kerugian atau suatu kemungkinan. Kerugian, sebaliknya jika disesuaikan dengan istilah yang dipakai dalam statistik, maka chance sering dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. b. Risk is the possibility of loss (risiko adalah kemungkinan kerugian). Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara nol dan satu. Definisi ini barangkali sangat mendekati dengan pengertian risiko yang dipakai sehari-hari, akan tetapi definisi ini agak longgar, tidak cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif c. Risk is uncertainty (risiko adalah ketidakpastian). Tampaknya ada kesepakatan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Karena itulah risiko sama artinya dengan ketidakpastian. Pada praktikum odontektemi memungkinkan ada resiko, resiko disini bisa diartikan sebagai hal-hal yang memungkinkan akan mengakibatkan terjadinya bahaya, dampak kerugian, dan ketidak lancaran pada proses praktikum. Risiko yang terjadi bisa jadi mengakibatkan hal yang fatal bagi pasien odontektomi.

2.4.2 Faktor Risiko Kerja dan penanganannya Faktor resiko diasosiasikan dengan jumlah tugas yang dapat menyebabkan cedera musculoskeletal. Faktor resiko digunakan untuk menganalisis tugas manual (manual task ). Manual task atau manual material handling memiliki interaksi

18

yang kompleks antara pekerja dan lingkungan kerja. Faktor resiko kemudian dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu (Suhardi & Bambang, 2008):

a. Tekanan langsung kepada tubuh. Hal ini meliputi faktor seperti tingkat tekanan pada muscular, postur/sikap kerja, pengulangan pekerjaan, getaran peralatan dan lama waktu kerja. b. Kontribusi faktor resiko yang secara langsung mempengaruhi tuntutan kerja. Hal ini meliputi layout area kerja, penggunaan alat, penangan beban. Jika komponen ini di desain ulang pengaruh dari tekanan dapat dikurangi. c. Memodifikasi faktor resiko dapat memberi masukan pada perubahan sikap kerja sehingga akibat dari faktor resiko dapat dikurangi. Ada dua pendekatan dasar dalam menangani risiko, yaitu : a. Pengendalian risiko (risk control) b. Pembiayaan risiko (risk financing) Pengendalian risiko dijalankan dengan metode berikut : a. Menghindari risiko b. Mengendalikan kerugian c. Pemisahan d. Kombinasi atau pooling e. Pemindahan risiko Hal yang biasanya terjadi pada praktikum odontektemi adalah risiko ketertinggalan alat praktikum. Pengendalian faktor risiko ini adalah dengan melakukan kontrol terhadap persiapan praktikum. Salah satu kontrol yang bisa

19

digunakan adalah dengan cara pengisian checklist kepada setiap peserta praktikum.

2.5 Sikap Kerja Ergonomis Praktek Dokter Gigi Seorang dokter gigi dalam melaksanakan praktek memerlukan peralatan kerja yang berhubungan dangan sikap kerja duduk dan berdiri ketika menangani pasien. Berkaitan dengan sikap kerja ini, sikap kerja yang ideal adalah : a. Kerja otot statis sedikit b. Dalam melakukan tugas dengan memakai tangan, mudah dan alamiah c. Muskuler effort kecil dapat dipertahankan d. Sikap kerja berubah/dinamis lebih baik dari pada sikap statis tegang Dokter gigi bekerja dengan apa yang disebut sebagai sistem manusiamesin karena peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan perawatan gigi. Biasanya peralatan dokter gigi ini telah dirancang dengan baik, instrumen dapat ditempatkan dalam jangkauan dan diambil dan kembali dengan cara alami. Instrumen harus ditempatkan pada jarak yang benar baik secara vertikal maupun horizontal sehingga keluhan lengan dan bahu bisa terkurangi. Selain itu, banyak peralatan yang tidak cocok untuk dokter gigi yang berbadan tinggi, sehingga ragam desain diperlukan untuk penggunaan peralatan dokter gigi yang berbadan pendek dan tinggi. Seorang dokter gigi perlu melakukan kerja dengan sikap duduk maupun berdiri. Hal ini harus dilakukan secara dinamis dan tidak boleh statis.

20

Perbandingan sikap kerja duduk dan berdiri ditinjau dari epidemiologi adalah sebagai berikut : a. Pada pekerja dengan sikap duduk, risiko meningkatnya kanker usus 1,6 - 4,0 kali lebih besar dari pada sikap kerja berdiri b. Fungsi paru (VC : FeV) menurun pada sikap duduk c. Sikap duduk sering terjadi trombosis vena dalam d. Venus return lebih besar/baik sikap berdiri dari pada sikap duduk e. Berdiri terlalu lama dapat meningkatkan volume tungkai 2 - 5%, karena edema f. Duduk terlalu lama menyebabkan vericosa vena Dalam melakukan praktek menangani pasien hendaknya dokter gigi atau mahasiswa calon dokter gigi yang melakukan praktek perlu memperhatikan sikap kerja ini. Sikap kerja yang disarankan adalah sikap kerja dinamis yaitu duduk berdiri secara bergantian sesuai keperluan. Jika melakukan kerja duduk atau berdiri saja secara statis maka hal yang terjadi adalah : a. Memerlukan tenaga/energi yang lebih tinggi, pada kerja yang sama b. Denyut nadi meningkat lebih tinggi & cepat lelah c. Otot memerlukan waktu pemulihan yang lebih lama Tempat pasien dalam praktek dokter gigi sudah didesain khusus sehingga bisa diatur sedemikian rupa, sehingga bisa disesuaikan dengan sikap kerja seorang dokter gigi. Kursi kerja dokter gigi pun demikian ada yang sudah didesain khusus sehingga bisa diatur tinggi rendahnya ada juga yang hanya sekedar kursi sebagai tempat duduk. Perlu diperhatikan sikap kerja yang ergonomis dalam melakukan

21

praktek penanganan pasien gigi ini. Secara prinsip, untuk mengatasi sikap tubuh dalam bekerja secara ergonomis adalah sebagai berikut (Pheasant, 1991) : a. Cegah inklinasi kedepan pada leher dan kepala b. Cegah inklinasi kedepan pada tubuh c. Cegah penggunaan anggota gerak bagian atas, dalam keadaan terangkat d. Cegah pemutaran badan dalam sikap asimetris (terpilin/twisting) e. Sendi hendaknya dalam range 1/3 dari gerakan maximum f. Sediakan sandaran punggung & pinggang (waist) pada semua tempat duduk g. Jika menggunakan otot hendaknya dalam posisi yang mengakibatkan kekuatan maximum Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam sikap kerja duduk dan berdiri secara dinamis adalah sebagai berikut (Grandjean, 1988) : a. Sikap kerja berdiri diupayakan posisi badan tegak, pusat beban tubuh (central of gravity) dalam membawa beban/benda tidak membuat badan bungkuk, posisi tangan membawa benda tidak lebih dari 90o pada beban yang berat. b. Sikap kerja duduk pada kursi, diupayakan posisi tulang belakang tegak, kursi kerja sesuai dengan antropometri. Tinggi dan kedalaman kursi yang dipergunakan adalah sesuai dengan antropometri pemakai. Tinggi kursi seuai dengan tinggi poplitea pada persentil 50. Kedalaman kursi disesuaikan dengan persentil 50 dari jarak pantat poplitea. Lebar kursi disesuaikan dengan

persentil 50 dari lebar pantat. Tinggi meja kerja sesuai dengan tinggi siku posisi duduk. Posisi tangan tidak lebih dari 90o terhadap lengan berada di atas objek kerja.

22

c. Kursi objek (pasien) bisa atur atau dinaik turunkan sesuai dengan kebutuhan dokter gigi, sehingga dokter gigi melakukan kerja dengan posisi yang nyaman sesui dengan kaidah ergonomi.

2.6 Aktivitas Otot Ketika Kerja Praktikum Odontektomi merupakan praktikum yang juga melibatkan kerja tubuh termasuk otot. Otot hanya mempunyai kemampuan berkontraksi dan relaks (santai). Analogi mekanismenya adalah seperti silinder pneumatic, aktivitas tunggal dengan sistem pegas. Walaupun pada hakekatnya tidak ada pegas dalam tubuh manusia. Dari sinilah otot sebagai penggerak utama bergerak dengan arah berlawanan terhadap otot yang lain yang dikenal sebagai gerakan antagonis yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengembalikan posisi tangan dan kaki pada tempat asalnya. Dalam pergerakan yang pelan dan terkendali, baik otot penggerak utama maupun yang antagonis berada pada posisi tegang (tension) selama dalam pergerakannya. Sebaliknya dalam pergerakan yang cepat, otot antagonis secara otomatis relaks. Sumber energi bagi otot adalah berasal dari pemecahan senyawa phosphate kaya energi dari kondisi energi tinggi ke energi rendah, yang mana dalam waktu yang sama akan menghasilkan muatan elektroelektro dan menyebabkan gerakan relative dari Molekul Actin dan Myosin. Hal ini ditunjukkan pada proses berikut : ATP = ADP + Energi. ATP = Adenosin Tri Phosphat.

23

ADP = Adenosin Di Phosphat. Untuk melanjutkan proses ini, ATP harus disintesa dengan bahan baker yang berasal dari sumber lain.

2.6.1

Aerobic Aerobic yaitu perubahan ATP menjadi ADP dan energi dengan bantuan

oksigen yang cukup. Asam laktat yang dihasilkan oleh kontraksi otot dioksidasi dengan cepat menjadi CO2 dan H2O dalam kondisi aerobic. Sehingga beban kerja yang tidak terlalu melelahkan akan dapat berlangsung cukup lama. Disamping itu aliran darah yang cukup akan mensupplay lemak, karbohidrat dan oksigen kedalam otot, akibat dari kondisi kerja yang terlalu lama akan menyebabkan kadar glikogen dalam darah akan menurun drastic di bawah normal, dan kebalikannya kaadar asam laktat akan meningkat, dan kalau sudah demikian maka cara terbaik adalah menghentikan pekerjaan, kemudian istirahat dan makanmakanan yang bergizi untuk membentuk kadar gula dalam darah. Hal tersebut diatas merupakan proses kontraksi otot yang telah disederhanakan melalui pembangkit energinya, dan sekaligus menandakan pentingnya aliran darah untuk otot. Pada respirasi aerob, merupakan proses respirasi yang membutuhkan udara terutama oksigen. Secara garis besar, proses tersebut dibagi dalam 4 tahap, sebagai berikut, a. Glikolisis; Proses yang berlangsung di luar mitokondria dan secara anaerob. Dalam
proses ini terjadi pengubahan 1 molekul glukosa (6 C) menjadi 2 asam piruvat (3 C). Dalam proses glikolisis dihasilkan 2 asam piruvat, 2 ATP, dan 2 NADH.

24

b. Dekarboksilasi Oksidatif; Dekarboksilasi oksidatif merupakan reaksi antara yaitu


antara glikolisis dengan siklus krebs. Dalam proses ini terjadi perubahan dari 2 asam piruvat (3 C) menjadi 2 asetil Ko Enzim A (2 C). Hasil dari proses ini adalah 2 asetil Ko Enzim A, dan 2 NADH.

c. Siklus Krebs; Siklus Krebs terjadi di mitokondira. Dalam proses ini terjadi
perubaha dari 2 asetil ko enzim A menjadi 2 CO2.. Proses ini berlangsung secara aerob. Hasil dari proses ini adalah 2 CO2, 2 FADH, dan 6 NADH.

d. Rantai Transport Elektron ; Pada proses ini terjadi penerjemahan elektron


berenergi tinggi. Pada proses ini dihasilkan H2O dan terjadi konversi energi dengan rumus : 1 NADH : 3 ATP 1 FADH : 2 ATP

2.6.2

Anaerobic Anaerobic yaitu perubahan ATP menjadi ADP dengan energi tanpa bantuan

oksigen. Glikogen yang terdapat dalam otot terpecah menjadi energi, dan membentuk asam laktat. Dalam proses ini asam laktat akan memberikan indikasi adanya kelelahan otot secara lokal, karena kurangnya jumlah oksigen yang disebabkan oleh kurangnya jumlah supply darah yang di pompa oleh jantung. Misalnya jika ada gerakan yang bersifat tibatiba (mendadak), lari jarak dekat dan lain sebagainya. Sebab lain adalah karena pencegahan kebutuhan aliran darah yang mengandung oksigen dengan adanya beban otot statis. Ataupun karena aliran darah yang tidak cukup mensupplay oksigen dan glikogen akan melepaskan asam laktat.

25

Pada respirasi anaerob, merupakan salah satu proses katabolisme yang tidak menggunakan oksigen bebas sebagai penerima atom hidrogen ( H ) terakhir, tetapi menggunakan senyawa tertentu ( seperti : etanol, asam laktat ). Asam piruvat yang dihasilkan pada tahapan glikolisis dapat dimetabolisasi menjadi senyawa yang berbeda ( ada/tersedianya oksigen atau tidak ). Pada kondisi aerobik ( tersedia oksigen ) sistem enzim mitokondria mampu mengkatalisis oksidasi asam piruvat menjadi H2O dan CO2 serta menghasilkan energi dalam bentuk ATP ( Adenosin Tri Phosphat ). Pada kondisi anaerobik ( tidak tersedia oksigen ), suatu sel akan dapat mengubah asam piruvat menjadi CO2 dan etil alkohol serta membebaskan energi ( ATP ). Atau oksidasi asam piruvat dalam sel otot menjadi CO2 dan asam laktat serta membebaskan energi ( ATP ). Bentuk proses reaksi yang terakhir disebut, lazim dinamakan fermentasi. Proses ini juga melibatkan enzim-enzim yang terdapat di dalam sitoplasma sel. Pada respirasi anaerob, tahapan yang ditempuh meliputi : a. Tahapan glikolisis, dimana 1 molekul glukosa ( C6 ) akan diuraikan menjadi asam piruvat, NADH dan 2 ATP b. Pembentukan alkohol ( fermentasi alkohol ), atau pembentukan asam laktat ( fermentasi asam laktat ) c. Akseptor elektron terakhir bukan oksigen, tetapi senyawa lain seperti : alkohol, asam laktat d. Energi ( ATP ) yang dihasilkan sekitar 2 ATP

26

2.7 Kinerja 2.7.1 Pengertian Kinerja Kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel (Ilyas, 2001). Asad (2000) mengungkapkan bahwa penampilan kerja (job performance) adalah sebagai hasil kerja yang menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerjanya. Tingkat sejauhmana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut tingkat prestasi (level of performance). Kinerja (performance) dapat juga diartikan sebagai suatu catatan keluaran hasil dari suatu fungsi jabatan atau seluruh aktivitas kerjanya dalam periode waktu tertentu (Singer, 1990). Kinerja adalah hasil yang dicapai melalui serangkaian kegiatan dan tata cara tertentu dengan menggunakan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran perusahaan yang ditetapkan (Mangkunegara, 2000). Kinerja juga dikenal dengan istilah karya, di mana pengertiannya yang dikemukakan oleh Cantika (2005): Hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik ataupun materual dan non fisik atau non material. Kinerja Sumber daya manusia merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance atau Aktual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi kinerja seseorang adalah hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai

27

SDM per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.7.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah (Mangkunegara, 2000: 67): a. Pengetahuan (knowledge). Pengetahuan yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelejensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki karyawan. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, media dan informasi yang diterima. b. Ketrampilan (skill). Kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang dimiliki karyawan. Seperti ketrampilan konseptual (Conseptual Skill), ketrampilan manusia (Human Skill), dan Ketrampilan Teknik (Technical Skill). c. Kemampuan (ability). Kemampuan yang terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki seorang karyawan yang mencakup loyalitas, kedisiplinan, kerjasama dan tanggung jawab. d. Faktor motivasi (Motivation). Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja di lingkungan perusahaannya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi sebaiknya jika mereka bersifat negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja

28

yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pemimpin, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja juga terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal (Mangkunegara, 2000). Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja karyawan baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan jika karyawan mempunyai kinerja yang buruk disebabkan karena orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakantindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.

2.7.3

Penilaian kinerja Mahasiswa dalam proses belajar di kampus Arikunto (2001) menyebutkan bahwa melakukan evaluasi berarti

mengukur dan menilai. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran, pengukuran bersikap komulatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut, yang hasilnya digunakan untuk membuat keputusan, agar proses pelaksanaan pendidikan lebih baik. Menurut Irawan (2001) evaluasi menempati posisi yang strategis dalam proses belajar mengajar. Sedemikian penting ervaluasi sehingga tidak ada satupu

29

usaha untuk memperbaiki mutu proses belajar mengajar yang dapat dilakukan dengan baik tanpa disertai langkah evaluasi. Secara umum ada dua macam evaluasi yang dikenal, yaitu evaluasi hasil belajar (disebut juga evaluasi substantif/tes/pengukuran hasil belajar) dan evaluasi proses belajar mengajar, disebut juga evaluasi manajerial. Kedua evaluasi ini merupakan kompponenkomponen yang sangat penting dalam suatu proses belajar mengajar karena berbagai masukan yang diperoleh dari proses evaluasi dapat digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan berbagai komponene dalam proses belajar mengajar di kampus. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran telah tercapai dan mengetahui keefektifan pengalaman belajar dalam mencapai hasil belajar yang optimal (Sudjana, 2002). Dengan evaluasi dapat dilakukan revisi atau sebagai konrol terhadap desain pengajaran dan strategi pelaksanaan pembelajaran serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran, agar tidak terjadi penyimpangan terhadap proses pelaksanaan sehingga dapat dicapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Zainuddin dan Puspitasari (2005) evaluasi merupakan titik tolak dari semua kemajuan. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana evaluasi dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai landasan dari tindakan manajemen untuk mengelola kelangsungan lembaga menuju ke peningkatan kualitas yang berkelanjutan. Fungsi evaluasi menyangkut dua hal penting, yaitu 1) evaluasi dapat mengungkap kualitas kinerja lembaga ataupun program, 2) evaluasi dapat menjadi perangkat manajemen yang utama

30

dalam pengelolaan kelangsungan lembaga atau program. Evaluasi yang lazim dilaksanakan di lingkungan perguruan tinggi di samping evaluasi hasil belajar adalah evaluasi diri yang ditujukan pada pengenalan diri mengenai kualitas kinerja. Menurut Zainul (2005) asesmen kinerja adalah melakukan penilaian dengan menggunakan penilaian subjektif yang menyangkut mutu kinerja atau hasil kerja yang ditunjukkan mahasiswa. Biasanya dengan penilaian yang demikian akan terjadi penilaian subjektif yang secara mudah akan kehilangan reabilitas dan keadilan dalam penilaian. Untuk menjamin reabilitas, keadilan dan kebenaran penilaian, diperlukan cara-cara tertentu yaitu dengan mengembangkan kriteria atau rubrik yang digunakan sebagai alat atau pedoman penilaian kinerja atau hasil kerja mahasiswa. Rubrik diharapkan dapat membantu dosen untuk menentukan tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan. Rubrik disusun secara bersama-sama oleh dosen yang bersangkutan, kemudian hasil penentuan rubrik diinformasikan kepada mahasiswa agar mahasiswa secara jelas memahami dasar penilaian yang akan digunakan untuk mengukur suatu kinerja mahasiswa. Dosen dan mahasiswa mempunyai pedoman bersama yang jelas tentang tuntutan kinerja yang diharapkan. Rubrik diharapkan pula dapat menjadi pendorong atau motivator bagi mahasiswa dalam proses pembelajaran. Sebagai kriteria dan alat penskoran rubrik terhadap daftar kriteria yang diwujudkan dengan dimensi-dimensi kinerja, aspek-aspek atau konsep yang akan dinilai serta gradasi mutu, mulai dari tingkat yang paling sempurna sampai dengan tingkat yang paling buruk. Jika dibandingkan dengan tes, maka rubrik dapat

31

dibandingkan dengan kisi-kisi tes. Kisi-kisi tes menguraikan secara rinci tujuan atau kemampuan yang akan dicapai, pokok bahasan dan sub pokok bahasan (Zainul, 2005). Menurut Zainul (2005) rubrik adalah beberapa komponen yang terdiri atas satu atau beberapa dimensi. Dimensi-dimensi kinerja inilah yang akan ditentukan mutunya atau diberi peringkat (rating). Setiap dosen harus dapat mengembangkan rubrik agar ketercapaiannya dapat lebih dihayati oleh dosen dan mahasiswa. Dalam mengembangkan rubrik perlu diperhatikan beberapa langkah, Zainul (2005) menyebutkan langkah-langkah pengembangan rubrik sebagai berikut : a. Menentukan konsep, keterampilan atau kinerja yang akan diases (assesmen) b. Merumuskan dan mendefinisikan dan menentukan urutan konsep atau keterampilan yang akan diases ke dalam rumusan atau definisi yang akan menggambarkan aspek kognitif dan aspek kinerja. c. Menentukan konsep atau keterampilan yang terpenting dalam tugas (task) yang harus diases. d. Menentukan skala yang digunakan. e. Mendeskripsikan kinerja mulai yang diharapkan sampai denga kinerja yang tidak diharapkan. f. Melakukan uji coba dengan membandingkan kinerja atau hasil kerja mahasiswa dengan rubrik yang telah dikembangkan. g. Merevisi skala yang digunakan

32

Secara lebih rinci Chicago Public Schools (CPS) menggariskan beberapa langkah pengembangan skoring rubrik, sebagai berikut : a. Dosen, atau dosen bersama dengan sejawatnya menentukan kinerja yang akan diases. Penentuan ini dapat dilakukan melalui diskusi bersama sejawat dengan bidang studi yang sama atau yang lebih praktis adalah melihat GarisGaris Besar Program Pengajaran (GBPP) yang telah disusun ketika menentukan kurikulum. b. Tulislah definisi dari setiap dimensi yang telah diputuskan. Pendefinisian ini merupakan langkah yang kritis. Bila definisi kurang akurat, atau bahkan dalam definisi itu tertinggal beberapa aspek penting dari dimensi kinerja yang akan diases maka selanjutnya asesmen terhadap dimensi itu tidak akan sempurna. c. Menentukan skala dari dimensi yang akan diases. Skala itu tentu saja dapat berbentuk deskriptif atau numerik. Apapun bentuk skala yang digunakan setiap kategori skala itu harus didefenisikan secara baik dan diberi contoh kinerja yang ditujukan dalam setiap kategori. Sebenarnya pada tahap ini tidaklah selalu harus dalam bentuk skala. Dapat juga dikembangkan semacam checklist, sehingga hanya dalam bentuk ada atau tidak adanya suatu dimensi. d. Tahap berikutnya adalah melakukan penilaian terhadap rubrik yang telah dikembangkan. e. Selanjutnya dilakukan sosialisasi dengan melibatkan semua pihak yang terkait dengan asesmen kinerja. Dengan melakukan sosialisasi ini diharapkan semua pihak dapat memperlihatkan komitmennya.

33

Gomes (2000) mengatakan bahwa penilaian kinerja terdiri atas 3 tipe, yaitu 1) penilaian berdasarkan hasil, yaitu penilaian yang didasarkan adanya target-target dan ukuran spesifik serta dapat diukur, 2) penilaian berdasarkan perilaku yaitu penilaian-penilaian yang berkaitan dengan pekerjaan, 3) penilaian berdasarkan judgement yaitu penilaian yang didasarkan kuantitas pekerjaan, koordinasi, pengetahuan pekerjaan dan keterampilan, kreativitas semangat kerja, kepribadian, keramahan, dan integritas pribadi serta kesadaran dan dapat dipercaya dalam menyelesaikan tugas. Menurut Wangsatorntanakhun yang dikutip dari Zainul (2005)

menyatakan bahwa asesmen kinerja diwujudkan berdasarkan empat asumsi pokok, yaitu 1) asesmen kinerja yng didasarkan pada partisipasi aktif mahasiswa, 2) tugas-tugas yang diberikan atau dikerjakan oleh mahasiswa yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses pembelajaran, 3) asesmen tidak hanya untuk mengetahui posisi mahasiswa pada suatu saat dalam proses pembelajaran, tetapi lebih dari itu, asesmen juga dimaksudkan untuk memperbaiki proses pembelajaran itu sendiri, dan 4) dengan mengetahui lebih dahulu kriteria yang akan digunakan untuk mengukur dan menilai keberhasilan proses pembelajarannya, mahasiswa secara terbuka dan aktif berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Asesmen kinerja dapat memperbaiki proses pembelajaran, karena asesmen kinerja membantu dosen untuk membuat keputusan-keputusan selama proses pembelajaran masih berjalan. Pada praktikum odontektomi, kinerja mahasiswa praktek bisa diukur dengan membuat form penilaian kinerja praktek dengan cara skoring. Skor yang

34

diberikan bisa menggunakan skala likert. Dalam form penilaian kinerja tersebut harus memuat aspek dan prosedur praktikum yang harus disiapkan dan dijalankan oleh mahasiswa, dan target atau tujuan akhir dari praktikum harus diperoleh.

2.8 checklist 2.8.1 Pengertian checklist Checklist merupakan suatu daftar yang mengandung atau mencakup faktor-faktor yang ingin diselidiki (Walgito, 1995:150). Checklist merupakan daftar yang berisi unsur-unsur yang mungkin terdapat dalam situasi atau tingkah laku atau kegiatan individu yang diamati (Depdikbud:2005:56). Dari pengertian ini dapat dinyatakan bahwa checklist merupakan salah satu metoda untuk memperoleh data yang berbentuk daftar yang berisi pernyataan dan pertanyaan yang ingin diselidiki dengan memberi tanda cek oleh individu/kelompok. Tujuan digunakannya checklist adalah untuk mengetahui / mengecek ada tidaknya sifat/kebiasaan, keterampilan/pengalaman, pengetahuan dari seseorang, syarat suatu kondisi, dan sebagainya. Checklist ini bermanfaat untuk mendapatkan faktor-faktor yang relevan dengan masalah yang sedang menjadi pusat perhatian. Faktor-faktor yang diperoleh ini dapat terperinci menurut keperluan yaitu sesuai dengan persiapan dan rencana yang telah dibuat sebelum daftar cek ini disiapkan. Di kampus, checklist ini dapat digunakan dalam beberapa situasi antara lain seperti :1) dalam perkuliahan yaitu ketika kuliah berlangsung, 2) dalam belajar perorangan yaitu ketika individu belajar, 3) dalam praktikum, 4) dalam pelaksanaan kerja kelompok, 5) dalam konsultasi/konseling, dan sebagainya

35

2.8.2 Fungsi checklist Fungsi checklist antara lain adalah untuk : 1) sebagai inventory ( alat pencatat hasil observasi yang dipergunakan seseorang dalam mengamati sesuatu, 2) sebagai alat pencatat hasil observasi (pengguna daftar cek hanya sebagai observer), 3) sebagai alat evaluasi (Depdikbud:2005:56). Sesuai dengan fungsi yang melekat pada checklist, ciri-ciri checklist yang baik antara lain adalah a. Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu b. Direncanakan secara sistematis c. Berupa format yang praktis dan baik. d. Hasil pengecekan diolah sesuai dengan tujuan. e. Dapat diperiksa validitas, reabilitas dan ketelitiannya f. Bersifat kuantitatif. Kelebihan checklist antara lain adalah : a. Hasil checklist lebih sistematis b. Memudahkan observer untuk mendapat gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan individu. c. Menghemat waktu dan tenaga. Sedangkan keterbatasan checklist antara lain adalah : a. Bila observee dalam mengerjakan tidak sesuai dengan petunjuk akan mengakibatkan observer sulit dalam melakukan evaluasi. b. Observer mengalami kesulitan dalam memberikan bimbingan bila observee menutupi kelemahannya.

36

Pada praktikum odontektomi, checklist bisa digunakan untuk daftar isian kendali, evaluasi dan observasi.

2.8.3 Bentuk-Bentuk checklist Macam-macam checklist antara lain adalah (Depdikbud:2005:56) : a. Checklist perorangan b. Checklist kelompok c. Checklist dalam skala penilaian d. Checklist dalam angket e. Checklist masalah. checklist ini biasanya digunakan sebagai salah satu cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi individu/kelompok dengan mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya : a. Efisiensi b. Intensitas c. Validitas dan reliabilitas Agar checklist hasilnya valid dan reliabel perlu diperhatikan petunjuk pelaksanaan dan cara mengerjakannya. Petunjuk yang harus diperhatikan meliputi untuk instruktur dan pengisi. Analisa terhadap checklist dapat dilakukan secara individual dan kelompok. Analisa secara kelompok dibedakan menjadi analisa per butir/item masalah dan analisa per topik masalah. Masing-masing dianalisa dengan rumus yang berbeda.

37

Hasil analisa data checklist bisa dilengkapi dengan data yang diperoleh dari teknik lain, hasil ini dapat dipergunakan untuk merencanakan program berikutnya, atau sebagai evaluasi dari suatu kegiatan.

2.9 Beban Kerja Beban kerja (work load) merupakan faktor stressor tubuh yang dibedakan menjadi dua kelompok (Rodahl, 1989; Van Wonterghem, 1999 ) yaitu : a. Beban kerja eksternal. 1. Berdasarkan tugas (task) : jenis pekerjaan, analisis pekerjaan bersifat kualitatif dan kuantitatif tergantung dari kegiatan fisik, peralatan yang dipergunakan, cara kerja, dan tempat kerja. 2. Aspek organisasi : kerja tim, lama kerja, jadwal kerja, istirahat, dan lainlain. 3. Lingkungan kerja : suhu lingkungan, kelembaban udara, intensitas penerangan, bising, vibrasi, debu, sosial budaya, dan sebagainya. 4. Aspek manusia : ukuran tubuh dan biomekanik. b. Beban kerja internal. 1. Beban somatis : jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, pendidikan, latihan/pengalaman, dan adaptasi. 2. Beban psikis : motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, harapan, norma adat dan budaya, tabu, ketegangan akibat manajemen.

38

Adiputra (1998) juga menyebutkan bahwa secara umum beban kerja ada dua macam yaitu: a. Beban kerja eksternal (stressor) adalah beban kerja yang berasal dari pekerjaan yang sedang dilakukan. Beban eksternal meliputi pekerjaan, organisasi dan lingkungan. b. Beban kerja internal adalah beban kerja yang ditimbulkan oleh faktor individual pekerja yang bersifat somatis dan psikis. Dalam penilaian beban kerja ini, ada dua kriteria yang dapat dipakai (Rodahl, 1989) yaitu : a. kriteria objektif, yang dapat diukur dan dilakukan oleh pihak lain yang meliputi: reaksi fisiologis, reaksi psikologis/ perubahan tindak tanduk; b. kriteria subjektif yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan sebagai pengalaman pribadi, misalnya beban kerja yang dirasakan sebagai kelelahan yang menggangu, rasa sakit atau pengalaman lain yang dirasakan.

2.9.1 Penilaian beban kerja Penilaian beban kerja secara objektif yang paling mudah dan murah, secara kuantitatif dapat dipercaya akurasinya adalah pengukuran frekuensi denyut nadi. Frekuensi nadi kerja dari seluruh jam kerja, selanjutnya dipakai dasar penilaian beban kerja fisik, karena perubahan rerata denyut nadi berhubungan linier dengan pengambilan oksigen. Hal ini merupakan refleksi dari proses reaksi (strain) terhadap stressor yang diberikan oleh tubuh, dimana biasanya besar strain berbanding lurus dengan stress (Adiputra, 1998).

39

Penilaian

beban

kerja

secara subjektif dapat

dilakukan

dengan

menggunakan kuesioner. Kuesioner tersebut akan menunjukkan tanda-tanda yang menyatakan adanya suatu kelelahan yang dialami orang akibat beban kerja yang membebaninya, oleh karena interaksi pekerja dengan jenis pekerjaan, tempat kerja, organisasi/cara kerja, peralatan kerja dan lingkungannya (Bridger, 1995). Penilaian beban kerja ini dapat juga dilihat dari beberapa variabel seperti pemakaian O2, penggunaan kalori, dan denyut nadi. Salah satu cara dalam menentukan konsumsi kalori atau pengerahan tenaga kerja untuk mengetahui derajat beban kerja adalah dengan penghitungan denyut nadi kerja, yaitu rerata nadi selama bekerja. Berdasarkan pemakaian O2, konsumsi kalori, dan denyut nadi, tingkat beban kerja dapat dibedakan seperti yang terlihat pada Tabel 2.1 (Sanders & Mc Cormick, 1987; Grandjean, 1988; Sumamur, 1995) berikut.

Tabel 2.1 Tingkat Beban Kerja Menurut Keluaran Energi Tingkat beban kerja Keluaran energi (kcal/min) 1.5 1.6 2.5 2.5 5 5.0 7.5 7.5 10.0 10.0 12.5 > 12.5 Keluaran energi/ 8 jam (d-kcal) < 720 768 1200 1200 2400 2400 3600 3600 4800 4800 6000 > 6000 Denyut nadi (dpm) 60 70 65 75 75 100 100 125 125 150 150 180 > 180 Konsumsi oxygen (l/menit) 0.3 0.32 0.5 0.5 1.0 1.0 1.5 1.5 2.0 2.0 2.5 > 2.5

Istirahat Beban kerja sangat ringan Beban kerja ringan Beban kerja sedang Beban kerja berat Beban kerja sangat berat Beban kerja luar biasa berat

Sumber: Sanders & McCormick, 1987.

40

Cara lain untuk menentukan penilaian klasifikasi beban kerja fisik adalah klasifikasi Vanwonterghem, yaitu klasifikasi beban kerja fisik berdasarkan beban kardiovaskular yang dihitung berdasarkan data denyut nadi istirahat, denyut nadi kerja dan denyut nadi maksimum 8 jam (Intaranont & Vanwonterghem, 1993 dalam Suyasning, 1998), dengan rumus-rumus sebagai berikut: a. Denyut nadi maksimum 8 jam Denyut nadi maksimum 8 jam = 220 umur (untuk pria) atau = 200 umur (untuk wanita)

100 x (denyut nadi kerja denyut nadi istirahat) b. % CVL = --------------------------------------------------------Denyut nadi max. 8 jam denyut nadi istirahat Berdasarkan beban kardiovaskular, beban kerja fisik diklasifikasikan seperti dalam Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Klasifikasi Beban Kerja Berdasarkan Beban Kardiovaskular


%CVL < 30 % 30 % < CVL 60 % 60 % < CVL 80 % 80%< CVL 100 %
Sumber: Suyasning (1998)

Klasifikasi Beban Kerja Ringan Sedang Berat Sangat berat

Keterangan Tidak terjadi kelelahan (no particular fatigue, no action required) Perlu perbaikan (attention level, improvement measurement advised) Kerja dalam waktu singkat (action required on short term) Perlu segera tindakan (immediate action required)

Beban kerja pekerja pada proses penghalusan batu permata dapat berupa beban kerja yang berasal dari faktor eksternal dan dapat juga berasal dari faktor internal, sehingga secara objektif bisa diukur dengan menggunakan denyut nadi kerja, dan secara subjektif bisa diukur dengan menggunakan kuesioner.

41

2.9.2 Denyut nadi sebagai alat ukur beban kerja Grandjean (1988) menyebutkan bahwa beban kerja fisik tidak hanya ditentukan oleh jumlah Kilo Joule Kalori yang dikonsumsi, tetapi juga ditentukan oleh jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima serta tekanan panas dari lingkungan kerja yang dapat meningkatkan denyut nadi. Denyut nadi akan berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanika, fisika, maupun psikis. Oleh karena itu denyut nadi bisa digunakan untuk mengukur beban kerja. Pengukuran denyut nadi selama kerja merupakan suatu metode untuk menilai beban kardiovaskular. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi secara palpasi adalah dengan meraba denyut nadi pada arteri radialis dan dicatat secara manual memakai jam henti (stop watch) menggunakan metode sepuluh denyut (Kilbon, 1992). Keuntungan penggunaan nadi kerja untuk menilai beban kerja adalah selain prosesnya mudah, cepat, murah, tidak diperlukan peralatan yang mahal, hasilnya juga cukup reliabel. Secara objektif, beban kerja para praktikan odontektomi bisa diukur dengan mengukur denyut nadi selama periode kerja menggunakan metode 10 denyut.

2.9.3 Keluhan subjektif Keluhan subjektif adalah tanda faktor personal yang menyatakan adanya suatu kelelahan yang dialami pekerja atau orang akibat beban kerja yang

42

membebaninya karena interaksi pekerja atau orang dengan jenis pekerjaan, rancangan tempat kerja, dan atau peralatan kerja, termasuk sikap kerjanya (Bridger, 1995; Suardana, 2001). Kelelahan bagi setiap orang lebih bersifat subjektif karena terkait dengan perasaan. Hasil penelitian para ahli menyatakan bahwa keadaan dan perasaan lelah adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri, yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonis, yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak. Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi yang menyebabkan kecendrungan untuk tidur. Sedangkan sistem penggerak terdapat dalam formatio retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan dalam tubuh ke arah bekerja (Sumamur, 1995; Grandjean, 1988). Kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasistas kerja dan ketahanan tubuh (Sumamur, 1995). Secara fisiologis terdapat dua macam kelelahan yaitu: a. Kelelahan otot adalah suatu keadaan dimana otot mengalami kelelahan akibat ketegangan yang berlebihan, terlihat dari beberapa gejala tremor pada otot atau perasan nyeri yang terdapat pada otot, penurunan tenaga, gerakan otot yang lebih lambat dan juga koordinasi otot menurun (Sumamur, 1995). Penyebab terjadinya kelelahan otot dimungkinkan karena sikap kerja yang cenderung statis tanpa adanya kesempatan untuk pemulihan yang cukup, sehingga aliran darah menuju ke otot terhambat, suplai oksigen dan glukose

43

menurun, terjadi penumpukan sisa metabolisme dan akhirnya timbul nyeri/sakit pada otot tubuh (Grandjean, 1988; Guyton & Hall, 1996); b. Kelelahan umum adalah suatu keadaan yang terlihat dari gejala perubahan psikologis berupa kelambanan aktivitas motoris, respirasi, perasaan sakit dan berat pada bola mata, sehingga akan mempengaruhi kerja fisik maupun kerja mental (Grandjean, 1988). Kelelahan yang berlanjut dapat menyebabkan kelelahan kronis dengan gejala-gejala : 1) penurunan kestabilan fisik, 2) kebugaran menurun, 3)

gerakan lemah, 4) rasa tak mau bekerja, dan 5) kesakitan yang meningkat, di samping itu kelelahan juga menyebabkan gangguan psikosomatik, dengan gejala-gejala; 1) sakit kepala, 2) rasa pusing, 3) mengantuk, 4) denyut jantung berdebar, 5) keringat dingin, 6) nafsu makan hilang, dan 7) gangguan pencernaan (Grandjean, 1988; Pheasant, 1991). Kelelahan secara umum ini bisa diprediksi dengan menggunakan 30 item kelelahan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang dengan empat skala Likert. Sedangkan kelelahan otot bisa diprediksi dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map. Kelelahan otot (otot skeletal) sesuai dengan Nordic Body Map dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bagian otot trunkus, bagian otot ekstremitas bagian atas (bahu, lengan, dan tangan) dan bagian otot ekstremitas bagian bawah (tungkai dan kaki). a. Bagian otot trunkus terdiri dari : leher bagian atas, leher bagian bawah, punggung, pinggang, bokong, pantat.

44

b. Bagian otot ekstremitas bagian atas terdiri dari : bahu kiri, bahu kanan, lengan atas kiri, lengan atas kanan, siku kiri, siku kanan, lengan bawah kiri, lengan bawah kanan, pergelangan tangan kiri, pergelangan tangan kanan, tangan kiri, tangan kanan. c. Bagian otot ekstremitas bagian bawah terdiri dari : paha kiri, paha kanan, lutut kiri, lutut kanan, betis kiri, betis kanan, pergelangan kaki kiri, pergelangan kaki kanan, kaki kiri, kaki kanan. Alternatif pengukuran kelelahan secara objektif adalah menggunakan : 1) waktu reaksi (reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi-reaksi yang memerlukan kordinasi); 2) konsentrasi (pemeriksaan Bourdon Wiersma, uji KLT); 3) uji flicker fusion; 4) EEG; dan 5) kuesioner (Sumamur, 1995). Sedangkan alternatif pengukuran secara subjektif adalah dengan cara wawancara.

2.10 Lingkungan Kerja Ergonomi merupakan studi tentang penyerasian antara pekerjaan dan pekerja untuk meningkatkan kinerja dan melindungi kehidupan. Untuk dapat melakukan penyerasian tersebut harus dapat diprediksi adanya stressor yang menyebabkan strain dan kemudian mengevaluasinya. Lingkungan kerja adalah salah satu stressor yang harus diperhitungkan.

2.10.1 Mikroklimat Mikroklimat merupakan faktor yang penting diperhatikan dalam lingkungan kerja karena dapat bertindak sebagai stressor yang dapat menyebabkan strain pada pekerja apabila tidak dikendalikan secara baik.

45

Mikroklimat dalam lingkungan kerja terdiri dari unsur suhu udara, panas radiasi, kelembaban, dan gerakan udara (Manuaba, 1992b; Grandjean, 1988). Untuk

negara dengan empat musim, rekomendasi untuk comfort zone pada musim dingin adalah suhu ideal berkisar antara 19-23 oC dengan kecepatan udara antara 0,1-0,2 m/det dan pada musim panas suhu ideal antara 22-24 oC dengan kecepatan udara antara 0,15-0,4 m/det serta kelembaban antara 40-60% sepanjang tahun (Grandjean, 1988; Manuaba 1998). Sedangkan untuk negara dengan dua musim seperti Indonesia, rekomendasi tersebut perlu mendapat koreksi. Grandjean (1998) memberikan batas toleransi suhu tinggi sebesar 35 - 40 oC; kecepatan udara 0,2 m/det; kelembaban udara 40 - 50%; dan perbedaan suhu permukaan adalah lebih kecil dari 4 oC. Pekerja Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya berkisar antara 29 30 oC dengan kelembaban udara sekitar 85 95 % (Sumamur, 1995). Salah satu sistem pengujian iklim kerja adalah dengan parameter Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) atau Wet Bulb Globe Temperature (WBGT).

2.10.2 Intensitas penerangan Penerangan yang baik memungkinkan pekerja dapat melihat objek dengan jelas, cepat dan tanpa ada upaya yang tidak perlu, serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan. Sumamur (1995) menyatakan bahwa penerangan yang baik ditentukaan oleh: (a) pembagian luminensi dalam lapangan penglihatan; (b) pencegahan kesilauan; (c) arah sinar; (d) warna; dan (e)

46

panas penerangan terhadap panas lingkungan. Intensitas penerangan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya jelas akan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Selanjutnya Sumamur (1995) menyatakan bahwa penerangan yang buruk dapat menimbulkan; a. kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja; b. kelelahan mental; c. keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata; d. kerusakan alat penglihat; dan e. meningkatnya kecelakaan. Sedangkan Manuaba (1998) memberikan contoh penerangan untuk pekerjaan yang setengah teliti adalah 170 350 luks, sedangkan pekerjaan teliti adalah di atas 350 lux. Salah satu contoh pekerjaan teliti yang memerlukan penerangan tambahan adalah praktikum odontektomi ini. Ada dua macam sumber penerangan yaitu penerangan alami dan penerangan buatan. Penerangan alami bersumber pada cahaya matahari sedangkan penerangan buatan biasanya bersumber pada lampu listrik. Praktikum odontektomi memerlukan penerangan buatan pada saat melakukan pekerjaan odontektomi tersebut.

2.10.3 Kebisingan Kebisingan merupakan suatu bunyi yang tidak dikehendaki dan tidak diinginkan yang bersifat mengganggu kenyamanan dan kesehatan telinga. Kebisingan di tempat kerja umumnya terjadi karena adanya bunyi-bunyian yang

47

diakibatkan proses produksi yang tidak dikehendaki. Terdapat dua hal yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya (Sumamur, 1995). Sedangkan faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan ini adalah intensitas, sifat bising, dan paparan waktu kerja (Tana, 2002). Kebisingan di tempat kerja dapat menggangu aktivitas kerja sehingga pekerja tidak dapat bekerja dengan nyaman. Kebisingan juga dapat mempengaruhi fisiologis tubuh seperti: denyut jantung meningkat, kontriksi pembuluh darah di kulit, tensi otot bertambah, tekanan darah meningkat, metabolisme meningkat dan menurunnya aktivitas alat pencernaan (Manuaba, 1998). Nilai ambang batas kebisingan adalah nilai intensitas suara tertinggi yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan gangguan daya dengar yang tetap untuk waktu kerja tidak lebih dari 8 jam sehari ditetapkan 85 dBA (Pulat, 1992; WHS, 1993). Pekerja yang terkena paparan kebisingan melebihi ambang batas (diatas 85 dBA) maka akan berakibat buruk pada pendengaran yang pada akhirnya akan mengalami gangguan daya dengar. Secara psikologi kebisingan akan mengakibatkan emosi meningkat, perasaan yang tidak menentu, dan merasa pening (Grandjean, 1988)

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir Secara ergonomis faktor yang mempengaruhi kapasitas seseorang untuk melakukan pekerjaan adalah sebagai berikut: a. Faktor manusia yang berkaitan dengan karakteristik operator (subjek), umur, jenis kelamin, ukuran antropometrik tubuh, pengalaman kerja. b. c. Faktor tugas (task) yang berkaitan dengan alat kerja dan tempat kerja. Faktor organisasi yang berkaitan dengan waktu kerja akan mempengaruhi kenyamanan penggunaan suatu alat, beban yang berlebihan di luar batas kemampuan akan merugikan pelaksanaan tugas atau aktivitas. d. Faktor lingkungan yang berkaitan dengan temperatur serta kelembaban udara yang mengakibatkan terjadinya beban kerja tambahan menimbulkan adanya beban fisik dan mental yang berlebihan. Kinerja pada dasarnya berkaitan erat dengan proses kerja. Proses kerja di pengaruhi oleh subjek, peralatan yang dipakai dan lingkungan kerja. Praktikum odontektomi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati

pelaksanaannya dilakukan oleh mahasiswa yang merencanakan praktikum odontektomi tersebut. Rerata mereka berada pada semester 9 sehingga mereka sudah mendapatkan pengetahuan odontektomi yang dianggap memadai. Untuk melakukan praktikum ini ada tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap paska pelaksanaan. Pada tahap persiapan, mahasiswa harus menyiapkan

48

49

pasien, peralatan praktikum hingga sterilisasi alat. Pada tahap pelaksanaan mahasiswa harus mengikuti prosedur praktikum odontektomi yang ada. Sedangkan tahap paska pelaksanaan praktikum, mahasiswa harus merapikan peralatan yang ada. Praktikum odontektomi biasanya dilakukan selama empat jam. Sebelum praktikum, para praktikan harus menyiapkan peralatan, memahami prosedur yang ada, dan menyiapkan pasien terutama dari segi mental. Ketika praktikum, para praktikan melakukan prosedur kerja praktek, dengan duduk atau berdiri selama empat jam. Pasien diberi anastesi dulu sebelum dilakukan praktek odontektomi. Posisi operator/praktikan yang duduk lama sekitar 4 jam menyebabkan terjadinya keluhan sakit di pinggang dan bahu. Posisi statis ini juga akan menyebabkan praktikan mengeluh cepat capai. Disamping itu, suara kompresor jg menjadikan suasana tempat praktek menjadi sedikit bising, akan tetapi kebisingan ini masih di bawah batas ambang, dari studi pendahuluan kebisingan yang disebabkan oleh suara kompresor sekitar 78 dB. Seringkali pada tahap persiapan terjadi ketertinggalan alat. Hal ini akan memberikan risiko jika praktikum tetap dilaksanakan. Pada tahap pelaksanaan, terkadang mahasiswa sedikit teledor akan prosedur praktikum yang sedang dijalani, hal ini mungkin karena human error atau kekurangtelitian mahasiswa dalam praktikum. Kemudian pada tahap paska praktikum juga ada risiko mengabaikan peralatan tidak ditata rapi sebagaimana semula, sehingga memungkinkan alat cepat rusak atau ada risiko kehilangan alat.

50

Untuk meningkatkan kinerja para praktikan dan mengatasi permasalahan di atas bisa dilakukan dengan beberapa langkah solutif berorientasi ergonomi di antaranya adalah penerapan checklist peralatan dan penerapan prosedur bedah mulut secara ketat, pemberian teh manis kepada operator di sela-sela kerja, serta sikap kerja operator yang dinamis antara duduk dan berdiri. Dengan langkah solutif ini juga diharapkan terjadi peningkatan kinerja mahasiswa dalam praktikum odontektomi.

3.2 Konsep Konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti bagan berikut ini :

51

MASUKAN

Kondisi Subjek: Umur, ketrampilan/pen galaman, kondisi kesehatan. PROSES Pekerjaan: Jenis pekerjaan, cara kerja, alat kerja, tempat kerja. LUARAN - Peningkatan kinerja praktikan - Penurunan keluhan Subjektif. - Menghindari ketinggalan alat

Organisasi: Waktu kerja, sistem kerja.

Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi : - Penggunaan checklist - Minum teh manis - Sikap kerja duduk berdiri

Lingkungan: Mikroklimat, Intensitas penerangan, kebisingan.

Gambar 3.1 Bagan kerangka konsep penelitian

3.3 Hipotesis Dari Kajian pustaka, kerangka berpikir, dan konsep di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut.

52

d. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar e. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi keluhan Subjektif praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar f. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi jumlah ketinggalan alat bedah mulut pada praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian Penel Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan rancangan pre-post post test control group design. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan seperti pada bagan berikut.

Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian Keterangan erangan Gambar : P : populasi R : random sederhana S : sampel Ra : random alokasi K : kelompok Kontrol (praktikum odontektomi tanpa orientasi ergonomi yaitu tanpa menggunakan checklist, minum teh manis, dan sikap kerja duduk berdiri) P : kelompok Perlakuan (praktikum odontektomi dengan orientasi ergonomi yaitu menggunakan checklist, minum teh manis, dan sikap kerja duduk berdiri) O1,O3 : menunjukan pendataan yang dilakukan sebelum praktek (pre-test), terhadap: 1. denyut nadi istirahat dari subjek penelitian. 2. keluhan subjektif O3,O4 : menunjukan pendataan yang dilakukan setelah kerja (post-test post ), terhadap: 1. frekuensi denyut nadi sesaat setelah kerja. 2. keluhan Subjektif 3. kinerja 4. jumlah ketinggalan alat 53

54

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Pengambilan data akan dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2011.

4.3 Penentuan Sumber Data 4.3.1 Penentuan populasi Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa peserta praktikum odontektomi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Jumlah populasi yang ada adalah 49 mahasiswa. 4.3.2 Kriteria subjek

4.2.2.1 Kriteria inklusi subjek: a. tidak cacat fisik, mental, dan tidak sedang sakit; b. umur antara 21 tahun sampai 23 tahun; c. merencanakan melakukan praktikum odontektomi d. pernah mengikuti kuliah odontektomi dan asistensi praktikum odontektomi 4.3.2.2 Kriteria eksklusi subjek: subjek terpilih menolak berpartisipasi dalam penelitian; 4.3.2.3 Kriteria drop out: a. subjek tidak dapat mengikuti penelitian secara penuh oleh karena subjek pindah kuliah, berhenti kuliah, sakit, kecelakan kerja, atau yang

55

lainnya sehingga tidak dapat meneruskan kegiatan dalam penelitian ini; b. memberikan data yang ekstrim;

4.2.3 Penentuan sampel Rancangan penelitian ini menggunakan sampel yang tidak sama subjek, sehingga dalam menentukan jumlah sampel minimal pada penelitian ini yang cocok adalah menggunakan rumus Pocock (1986) sebagai berikut:

2 2 n = f( , ) (1 2 ) 2
Dimana : n = jumlah sampel = standar deviasi (SD) kinerja praktikan sebelum perlakuan (P0) 1 = rerata kinerja praktikan sebelum perlakuan (P0) 2 = rerata kinerja praktikan setelah perlakuan (P1) f(,) = faktor kesalahan (= 0,05; = 0,10 ) Dari penelitian pendahuluan didapatkan; = SD = 6,57 1 = 32,76 2 = 42,59 f (,) = 13 (tabel Pocock, 1986) Maka besar sampel (n) berdasarkan formula tersebut adalah :

n =

2(11,27)2 13 = 11,6 dibulatkan menjadi 12 (70,93 100,78) 2

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, besar sampel yang diperoleh adalah 12 mahasiswa. Untuk menghindari apabila terjadi subjek droup out dari

56

penelitian, maka besarnya sampel ditambah 20 % menjadi 14,4 dan dibulatkan menjadi 15. Sehingga besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan menjadi 15 mahasiswa praktikum odontektomi baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan.

4.2.4 Teknik Pengambilan sampel Teknik penentuan sampel untuk penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik undian, maka setiap anggota populasi diberi nomor terlebih dahulu sesuai dengan jumlah anggota populasi (Bakta, 1997; Sugiyono, 2003;). Jumlah populasi mahasiswa yang melakukan praktek kepanitraan klinik bedah mulut yang masuk kriteria inklusi sejumlah 49 mahasiswa. Dari 49 mahasiswa ini, diundi sehingga terpilih 30 mahasiswa sebagai sampel penelitian. Dari 30 mahasiswa ini di random lagi menggunakan teknik undian menjadi dua bagian bagian pertama kelompok kontrol sejumlah 15 mahasiswa dan bagian kedua kelompok perlakuan sejumlah 15 mahasiswa juga.

4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah semua faktor yang dapat mempengaruhi faktor risiko dan kinerja mahasiswa praktek odontektomi, antara lain: Kondisi subjek yang meliputi umur, tingkat pendidikan/ketrampilan, kondisi kesehatan; Pekerjaan yang meliputi jenis praktikum, alat praktikum, sikap kerja operator, dan tempat praktikum; Organisasi yang meliputi lama praktikum dan sistem kerja; dan Lingkungan yang meliputi mikroklimat; kebisingan, dan

57

intensitas penerangan. Variabel-variabel tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi variabel bebas, variabel tergantung, dan variabel kontrol. Analisis hubungan antara variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Variabel bebas meliputi dua kategori yaitu : 1. Kontrol (praktikum odontektomi tanpa menggunakan checklist, minum teh manis, dan sikap kerja duduk berdiri); 2. Perlakuan (praktikum odontektomi menggunakan checklist, minum teh manis, dan sikap kerja duduk berdiri); c. Variabel tergantung adalah keluhan subjektif, jumlah ketinggalan alat, dan kinerja. d. Variabel pengganggu yang akan dikontrol adalah : 1. kondisi subjek (umur, tingkat ketrampilan/pengalaman, dan kesehatan); 2. pekerjaan (jenis praktikum, cara kerja, alat praktikum, tempat praktikum); 3. organisasi kerja (jam praktikum, sistem kerja); dan 4. kondisi lingkungan (Mikroklimat, Intensitas penerangan, kebisingan.). Hubungan antara variabel dalam penelitian ini secara bagan dapat dilihat pada gambar berikut. kondisi

58

Variabel Bebas a. K (praktikum odontektomi tanpa orientasi ergonomi yaitu tanpa menggunakan checklist, minum teh manis, dan sikap kerja duduk berdiri); b. P (praktikum odontektomi dengan orientasi ergonomi yaitu menggunakan checklist, minum teh manis, dan sikap

Variabel Kontrol a. Kondisi subjek ((umur, tingkat ketrampilan/pengalaman, dan kondisi kesehatan). b. Pekerjaan (jenis praktikum, tempat praktikum). c. Organisasi Kerja (jam praktikum, sistem kerja). d. Lingkungan Kerja (mikroklimat, Intensitas penerangan, kebisingan).

Variabel Tergantung a. kinerja b. keluhan subjektif c. jumlah ketinggalan alat

Gambar 4.2 Bagan Hubungan antara Variabel Penelitian

4.4.2 Definisi operasional variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut. a. Kontrol (praktikum odontektomi tidak berorientasi ergonomi) adalah praktikum odontektomi sesuai dengan prosedur praktikum yang berlaku di kampus Kedokteran Universitas Mahasaraswati Denpasar tanpa orientasi ergonomi dalam pelaksanaan praktikum tersebut.

59

b. Perlakuan (praktikum odontektomi dengan orientasi ergonomi) adalah praktikum odontektomi sesuai dengan prosedur praktikum yang berlaku di kampus Kedokteran Universitas Mahasaraswati Denpasar dengan

menggunakan kaedah ergonomi dalam pelaksanaan praktikum tersebut. c. Orientasi Ergonomi adalah penerapan prinsip-prinsip ergonomi di saat melakukan kerja, dalam penelitian ini penerapan prinsip ergonomi yang diterapkan pada mahasiswa praktkum odontektomi adalah penggunaan ceklis dan sikap kerja duduk berdiri secara dinamis, serta pemberian teh manis yang diminum setiap satu jam kerja. Orientasi ergonomi ini dilakukan dalam rangka peningkatan produktivitas kerja mahasiswa praktikum. d. Umur mahasiswa praktek kepanitraan klinik bedah mulut adalah selang waktu dari sejak lahir sampai pada saat dilakukan pengukuran, dilihat dari KTP berdasarkan tahun lahir, satuan tahun; e. Keterampilan/pengalaman adalah ketrampilan/pengalam subjek dalam hal melakukan praktikum odontektomi, dinyatakan dengan pengakuan subjek dan catatan kartu rencana studi mahasiswa yang bersangkutan. Dalam penelitian ini subjek adalah mahasiswa yang belum pernah melakukan praktikum odontektomi tetapi sudah mendapatkan kuliah dan asistensi tentang odontektomi. f. Kondisi kesehatan adalah kondisi kesehatan mahasiswa yang tidak cacat fisik, mental, dan tidak sedang sakit. Kondisi ini dapat diketahui dari keterangan dokter dan pengakuan subjek.

60

g. Jam praktikum adalah waktu praktikum odontektomi yaitu mulai pukul 08.00 WITA s.d 12.00 WITA. h. Sistem kerja adalah sistem praktikum odontektomi yang telah ditetapkan secara akademis oleh fakultas kedokteran gigi Universitas Mahasaraswati. i. Mikroklimat adalah kondisi klimat dari lingkungan praktikum odontektomi yang meliputi Suhu basah (diukur dengan sling psychrometer merek Hisamatsu buatan Jepang dengan skala Celcius, yang tabungnya dihubungkan dengan air melalui media kapas), suhu kering (diukur dengan sling psychrometer dengan merek Hisamatsu buatan jepang dengan skala Celcius), dan kelembaban (yaitu kelembaban udara relatif di lingkungan kerja yang diperoleh dengan mengkonversikan nilai suhu basah dan suhu kering ke dalam grafik/tabel psikrometrik dengan satuan % RH (Prosentase Relatif Humidity); j. Intensitas penerangan adalah fluks cahaya yang jatuh pada suatu bidang seluas 1 m2 satuan untuk intensitas penerangan adalah luks (lx), diukur dengan luxmeter, merek Sanwa buatan Sanwa Electronic Japan; dan k. Kebisingan adalah kebisingan di tempat kerja karena pukulan pada saat penempaan logam yang diukur dengan soundlevel meter yang dinyatakan dengan satuan desibel l. Beban kerja adalah beban yang diterima tubuh yang berasal dari luar tubuh dan dari dalam tubuh sendiri selama melakukan praktikum. Beban kerja utama merupakan beban kerja yang diterima karena melakukan tindakan sedangkan beban kerja tambahan adalah beban kerja yang diterima karena pengaruh lingkungan. Penilaian secara objektif terhadap beban kerja ini diperoleh dari

61

rerata hasil pengukuran frekuensi

denyut nadi kerja yang diukur saat

praktikum berlangsung. Pengukuran frekuensi denyut nadi dilakukan menggunakan metode palpasi pada saat istirahat kerja dan pada saat kerja sedang berlangsung. m. Kinerja mahasiswa praktikum odontektomi adalah unjuk kerja yang dilakukan oleh mahasiswa ketika pra praktikum, saat praktikum, dan setelah praktikum. Penilaian kinerja ini berdasarkan form penilaian kinerja mahasiswa dengan skor lima skala likert yang diisi oleh para dosen pengampu praktikum odontektomi. Penlaian ini dilakukan sebelum, pada saat, dan sesudah praktikum. n. Keluhan subjektif adalah keluhan sakit atau kondisi tertentu (tidak nyaman) pada tubuh (subjek). Keluhan subjektif ini terdiri dari dua macam yaitu kelelahan secara umum dan keluhan otot skeletal. Keluhan subjektif ini di ukur sebelum dan sesudah praktikum. o. Kelelahan secara umum adalah keluhan kelelahan yang diukur dengan menggunakan kuesioner 30 item kelelahan dengan empat skala Likert dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang. p. Keluhan otot skeletal adalah keluhan yang terjadi pada otot rangka mahasiswa praktik kepanitraan klinik bedah mulut yang diukur dengan kuesioner Nordic Body Map dengan empat skala Likert juga. Skala Likert yang dimaksud adalah: A mempunyai nilai 1 merupakan suatu kondisi tidak merasakan sakit sama sekali, B mempunyai nilai 2 merupakan suatu kondisi bagian tubuh merasakan sakit yang ringan, C mempunyai nilai 3 merupakan suatu kondisi bagian tubuh

62

merasakan sakit, dan D mempunyai nilai 4 merupakan suatu kondisi bagian tubuh merasakan sakit yang berat. q. Jumlah alat yang tertinggal adalah jumlah terjadinya ketertinggalan alat karena faktor lupa dari subjek sebelum praktikum, dan faktor kelalaian subjek setelah selesai praktikum (alat tidak dirapikan seperti semula), dan bukan ketinggalan alat dalam tubuh pasien ketika operasi (hal ini tidak mungkin terjadi jika praktikan melaksanakan prosedur praktikum dengan baik).

4.5 Instrumen Penelitian Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Sling thermometer merek Hisamatsu buatan Jepang, digunakan untuk

mengukur kondisi mikroklimat yang meliputi suhu basah, suhu kering dan ISBB. b. Luxmeter untuk mengukur intensitas penerangan, dengan spesifikasi merek Sanwa, buatan Sanwa Electric Japan; c. Stop watch merek Diamon buatan Shanghai Cina digunakan untuk mencatat waktu dan menghitung denyut nadi. d. Soundlevel meter NA.24 merk Rion buatan Tokyo Japan, digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan. e. Kamera film merek Nikon D40x degan lensa 18-55mm digunakan untuk mendokumentasikan proses kerja selama praktikum.

63

f. Kuesioner 30 daftar pertanyaan dengan empat skala Likert dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang digunakan untuk identifikasi kelelahan secara umum. g. Kuesioner Nordic Body Map dengan empat skala Likert digunakan untuk menginterpretasikan keluhan otot skeletal mahasiswa praktikum. h. Form pengukuran risiko ketinggalan alat, digunakan untuk mengukur seberapa banyak kasus ketinggalan alat ketika praktikum odontektomi dilaksanakan. i. Form pengukuran kinerja mahasiswa praktikum, digunakan untuk mengukur kinerja praktikum mahasiswa dalam melaksanakan praktek odontektomi. j. Ceklis praktikum odontektomi, dilakukan untuk mengurangi resiko

ketinggalan alat, dan pengendalian prosedur praktikum. Ceklis ini diterapkan pada kelompok perlakuan.

4.6 Prosedur Penelitian 4.6.1 Alur Penelitian Alur penelitian dapat dilihat pada bagan berikut.

Populasi N = 49 Random Sampel n = 30

64

15

Random Alokasi

15

Data sebelum praktikum : - DN istirahat - Keluhan subyektif - Jumlah alat - Mikroklimat

Data sebelum praktikum: - DN istirahat - Keluhan subyektif - Jumlah alat - Mikroklimat

Praktikum odontektomi tanpa orientasi ergonomi

Praktikum odontektomi dengan orientasi ergonomi

Data setelah praktikum : - DN kerja - Jumlah alat - kinerja - Keluhan subjektif - Mikroklimat

Data setelah praktikum : - DN kerja - Jumlah alat - kinerja - Keluhan subjektif - Mikroklimat

Analisis Gambar 4.3 Alur Penelitian

4.6.2 Tata Laksana Penelitian 4.6.2.1 Tahap persiapan Tahap persiapan yang dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan adalah sebagai berikut.

65

a. Pendataan subjek yang menjadi populasi target. b. Menyiapkan kelengkapan administrasi yang diperlukan untuk mendukung jalannya penelitian, yaitu berupa : informed consent, formulir biodata, kuesioner 30 item dengan empat skala Likert, dan koesioner Nordic Body Map, form risiko ketinggalan alat, form kinerja mahasiswa, checklist praktikum odontektomi. c. Menghubungi subjek untuk diminta kesediannya mengikuti penelitian. d. Melakukan pemilihan sampel berdasarkan metode dan kriteria yang telah ditetapkan sehingga diperoleh besar sampel 30 mahasiswa dan membagi dua secara random alokasi masing-masing sebanyak 15. e. Mengadakan diskusi dengan subjek untuk menjelaskan penelitian yang akan dilakukan. f. Subjek mengisi biodata yang telah disediakan. g. Mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian. h. Mempersiapkan prosedur praktikum dan pengambilan data.

4.6.2.2 Tahap pelaksanaan penelitian Penelitian dilakukan pada jam kerja yaitu pukul 8.00 wita hingga pukul 12.00 Wita. Tahap kegiatan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut. a. Sebelum mulai kerja

66

1. Pengukuran denyut nadi istirahat secara palpasi pada arteri radialis tangan kanan; 2. Subjek mengisi kuesioner keluhan subjektif (kuesioner 30 daftar

pertanyaan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang dan Kuesioner Nordic Body Map). 3. Pencatatan suhu lingkungan (dalam oC), kelembaban relatif; intensitas penerangan dan kebisingan. 4. Menghitung jumlah alat yang digunakan untuk praktikum 5. Kelompok perlakuan melakukan pengisian checklist persiapan praktikum. 6. Dokumentasi pengukuran.

b. Pada waktu kerja 1. Pengukuran denyut nadi kerja secara palpasi pada arteri radialis tangan kanan setiap setengah jam kerja. 2. Pencatatan suhu lingkungan (dalam oC), kelembaban relatif; intensitas penerangan dan kebisingan setiap setengah jam kerja. 3. Kelompok perlakuan melakukan pengisian checklist praktikum, kerja duduk berdiri bergantian dan minum teh manis setiap jam kerja. 4. Dokumentasi pengukuran. c. Setelah Kerja 1. Pengukuran denyut nadi istirahat secara palpasi pada arteri radialis tangan kanan 15 menit setelah kerja. posisi

67

2. Pencatatan suhu lingkungan (dalam oC), kelembaban relatif; intensitas penerangan dan kebisingan. 3. Mengisi form kinerja 4. Kelompok perlakuan melakukan pengisian checklist paska praktikum. 5. Subjek mengisi kuesioner keluhan subjektif (kuesioner 30 daftar

pertanyaan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang dan Kuesioner Nordic Body Map). 6. Menghitung kembali jumlah alat yang digunakan praktikum 7. Dokumentasi Pengukuran.

e. Protokol pelaksanaan penelitian Penelitian ini terdiri dari dua kelompokm perlakuan yaitu kelompok kontrol sebanyak 15 mahasiswa dan kelompok perlakuan sebanyak 15 mahasiswa. Lama praktikum adalah tiga jam yaitu dari pukul 9.00 Wita hingga pukul 12.00 Wita. Aturan kegiatan adalah sebagai berikut. a. Pukul 08.00 WITA subjek dikumpulkan (satu jam sebelum penelitian) dan diberikan penjelasan tentang tata cara penelitian yang akan dilakukan (seperti cara mengisi kuesioner). b. Pukul 08.15 WITA subjek diistirahatkan selama 15 menit. c. Pukul 08.30 WITA dilakukan pengukuran denyut nadi istirahat dengan metode 10 denyut, pengisisan kuesioner 30 item kelelahan, dan pengisian koesioner Nordic Body Map. Setelah itu dibagi dua kelompok sesuai dengan hasil random alokasi. Dilakukan perhitungan jumlah alat yang akan dipakai

68

untuk praktikum. Untuk kelompok perlakuan diberikan checklist persiapan praktikum dan melakukan tindakan seperti yang tertera dalam checklist. d. Pukul 09.00 WITA subjek dipersilahkan mulai praktikum. Untuk kelompok perlakuan disiapkan ceklis dan teh manis. e. Melakukan pengukuran mikroklimat di tempat kerja setiap setengah jam, mulai pukul 09.00 WITA hingga 12.00 Wita. f. Melakukan pengukuran denyut nadi kerja setiap setengah jam. g. Untuk kelompok perlakuan, posisi kerja duduk berdiri (pada saat perlu duduk, praktik dilakukan dengan duduk, dan pada saat perlu berdiri maka praktik dilakukan dengan cara berdiri), setiap jam kerja minum teh manis yang sudah disediakan, dan sambil praktikum melakukan pengisian checklist. h. Pukul 12.00 Wita, subjek berhenti praktikum. i. Pukul 12.05 dilakukan pembagian lembar kuesioner 30 item kelelahan dan koesioner Nordic Body Map kemudian subjek diminta untuk mengisinya. Melakukan perhitungan jumlah alat yang digunakan saat praktikum. Untuk kelompok perlakuan melakukan pengisian checklist paska praktikum, dan melakukan tindakan sesuai dengan yang tertera dalam checklist.

4.6.3 Prosedur pengukuran 4.6.3.1 Frekuensi denyut nadi a. Denyut nadi istirahat 1. Persiapan pengukuran

69

Subjek telah tiba dilokasi penelitian satu jam sebelum penelitian dilaksanakan. Kemudian subjek diistirahatkan selama 15 menit. 2. Prosedur pengukuran a. Subjek diukur denyut nadi istirahatnya secara palpasi pada pergelangan tangan kanan di atas pembuluh darah arteri radialis dengan cara perabaan ketiga ujung jari (telunjuk, jari tengah dan jari manis). Yang diukur adalah waktu (t) yang perlukan untuk 10 denyut nadi. b. Pengukuran ini dilakukan tiga kali berturut-turut dan hasilnya dirataratakan. 3. Pencatatan Pencatatan dilakukan terhadap waktu yang digunakan untuk 10 denyut nadi dengan satuan detik, kemudian dihitung dengan rumus [(10/t) sehingga satuannya menjadi denyut per menit. b. Denyut nadi kerja 1. Prosedur pengukuran a. Pengukuran dilakukan pada pergelangan tangan di atas pembuluh darah arteri radialis dengan cara perabaan ketiga ujung jari (telunjuk, jari tengah dan jari manis) dengan metode 10 denyut. b. Pengukuran dalam satu siklus kerja (3 jam) dilakukan setiap setengah jam kerja. Sehingga dalam satu siklus kerja ada enam kali pengukuran. Hasil pengukuran kemudian dirata-ratakan. x 60]

70

2. Pencatatan: pencatatan dilakukan terhadap waktu (t) yang dibutuhkan untuk sepuluh denyut nadi subjek, yang kemudian dihitung dengan rumus [(10/t) x 60] denyut per menit. c. Nadi kerja Nadi kerja diperoleh dengan menghitung selisih denyut nadi kerja dengan denyut nadi istirahat dari masing-masing subjek.

4.6.3.2 Penilaian keluhan subjektif Penilaian keluhan subjektif meliputi kelelahan secara umum yang dinilai dengan kuesioner 30 item pertanyaan dengan empat skala Likert dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang dan keluhan otot skeletal yang dinilai dengan kuesioner Nordic Body Map empat skala Likert. Adapun langkah penilaiannya adalah sebagai berikut. a. Persiapan 1. Mempersiapkan kuesioner 30 item pertanyaan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang dan kuesioner Nordic Body Map sesuai dengan jumlah subjek. 2. Menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada subjek penelitian. b. Prosedur penilaian 1. Sebelum mulai praktikum, masing-masing subjek diberikan kuesioner 30 item kelelahan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang

71

dan kuesioner Nordic Body Map dan subjek diminta untuk mengisi sendiri kuesioner tersebut dengan memberi tanda rumput () pada item-item yang sesuai dengan keluhan yang dirasakannya, kemudian hasilnya

dikumpulkan. 2. Setelah selesai praktikum, masing-masing subjek diberikan lagi kuesioner 30 item kelelahan dan kuesioner Nordic Body Map dan subjek diminta untuk mengisi sendiri kuesioner tersebut dengan memberi tanda rumput () pada item yang sesuai dengan keluhan yang dirasakannya, kemudian hasilnya dikumpulkan. 3. Penilaian ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu: pagi, sebelum pekerjaan dimulai dan siang setelah praktikum.

c. Pencatatan 1. Nilai kelelahan sebelum kerja adalah jumlah skor keluhan kelelahan sebelum kerja dengan menggunakan 4 skala Likert. 2. Nilai kelelahan setelah kerja adalah jumlah skor keluhan kelelahan setelah kerja dengan menggunakan 4 skala Likert. 3. Nilai keluhan otot skeletal sebelum kerja adalah jumlah skor keluhan otot skeletal sesuai dengan tingkat keluhan yang dirasakan sebelum kerja dengan menggunakan 4 skala Likert. 4. Nilai keluhan otot skeletal setelah kerja adalah jumlah skor keluhan otot skeletal sesuai dengan tingkat keluhan yang dirasakan setelah kerja dengan menggunakan 4 skala Likert.

72

5. Nilai skor kelelahan dihitung berdasarkan selisih nilai skor kelelahan setelah kerja dikurangi nilai skor kelelahan sebelum kerja. 6. Nilai skor keluhan otot skeletal dihitung berdasarkan selisih nilai skor keluhan otot skeletal setelah kerja dikurangi nilai skor keluhan otot skeletal sebelum kerja.

4.6.3.3 Perhitungan jumlah alat dan ketinggalan alat Penilaian jumlah alat dan ketinggalan alat berdasarkan form data jumlah alat praktek odontektomi. Perhitungan ini dilakukan oleh para dosen pengampu praktikum odontektomi di Laboratorium Bedah Mulut Fakultas Kedoketeran Gigi Universitas Lampiran 3. Mahasaraswati Denpasar. Form daftar alat ini terdapat pada

4.6.3.4 Penilaian kinerja Penilaian kinerja mahasiswa dalam praktikum odontektomi berdasarkan form penilaian dengan skor 5 skala likert yang diisi oleh para dosen pengampu praktikum odontektomi di Fakultas Kedoketeran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Form penilaian kinerja ini terdapat pada Lampiran 4.

4.7 Pengolahan dan analisis data Data yang dihasilkan dari kelompok Kontrol dan kelompok Perlakuan diolah dan dianalisis dengan bantuan komputer menggunakan program aplikasi

73

SPSS (Statistical Package for The Social Science) versi 15.0. Uji statistik untuk analisis data tersebut adalah sebabagi berikut. a. Semua data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif sehingga diperoleh rerata, simpang baku, dan rentangan dari setiap variabel penelitian. b. Terhadap data beban kerja (denyut nadi) dari masing-masing perlakuan diuji normalitasnya dengan menggunakan Shapiro-Wilk test pada tingkat

kemaknaan ( = 0,05). c. Uji beda efek antara kelompok kontrol dengan perlakuan terhadap variabel beban kerja (denyut nadi) dengan menggunakan uji t. Sedangkan untuk data skor risiko ketinggalan alat, skor kinerja, dan keluhan subjektif baik pada keluhan otot skeletal maupun kelelahan secara umum diuji dengan menggunakan uji Mann Witney. d. Hipotesis untuk uji statistik tersebut adalah sebagai berikut. 1. Hipotesis 1: H0 : kk = kp Ha : kk kp keterangan: kk = rerata skor kinerja kelompok kontrol kp = rerata skor kinerja kelompok perlakuan 2. Hipotesis 2: H0 : rk = rp Ha : rk rp keterangan: rk = rerata skor keluhan subjektif kelompok kontrol rp = rerata skor keluhan subjektif kelompok perlakuan

74

3. Hipotesis 3: H0 : rk = rp Ha : rk rp keterangan: rk = rerata jumlah ketinggalan alat kelompok kontrol rp = rerata jumlah ketinggalan alat kelompok perlakuan

BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Kondisi Subjek 5.1.1 Analisis karakteristik fisik subjek Hasil analisis deskriptif terhadap data karakteristik subjek yang meliputi variabel umur, berat badan, dan tinggi badan disajikan pada Tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Data Karakteristik Fisik Subjek Mahasiswa Praktikum Odontektomi

No 1 2 3 5

Variabel Umur (th) Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) Indeks Massa Tubuh

Rerata 22,2 60,7 164,9 22,3

SB 1,2 4,9 4,1 1,7

Rentangan 21 25 55 - 70 154 - 170,5 20,5 - 25,9

Keterangan : SB : Simpang baku

Rerata umur subjek adalah 22,2 1,2 tahun. Indeks massa tubuh dihitung berdasarkan perbandingan berat badan satuan kg dengan kuadrat dari tinggi badan dalam satuan meter pada subjek yang bersangkutan. Diperoleh rerata indeks massa tubuh praktikan adalah 20,5 1,7. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi fisik subjek dalam kondisi yang baik dengan tubuh termasuk ideal.

75

76

5.1.2 Antropometrik Praktikan Odontektomi Hasil pengukuran antropometrik para praktikan di analisis secara deskriptif meliputi : rerata, simpang baku dan rentangan. Hasil Analisis ini disajikan pada Tabel 5.2 berikut Tabel 5.2 Data Antropometrik
No 1 2 3 4 5 6 7 Variabel Tinggi badan Tinggi siku duduk Tinggi popliteal Jarak Pantat ke popliteal Lebar pantat Tinggi pinggang Lebar pinggang Rerata (cm) 164,9 20,0 41,0 40,0 37,1 29,8 41,1 SB (cm) 4,1 1,6 1,2 1,9 1,5 1,5 1,1 Rentangan (cm) 154,0 17,0 39,0 36,0 34,0 26,0 40,0 170,5 22,0 42,5 41,5 38,5 31,0 44,5 Persentil 5 154,0 17,0 39,0 36,0 34,0 26,0 40,0 Persentil 50 165,1 20,0 41,0 41,0 38,0 30,5 41,0

Keterangan : SB : Simpang Baku

Berdasarkan data antropometrik ini maka ukuran kursi kerja yang dipergunakan adalah sebagai berikut. a. Tinggi kursi yang dipergunakan adalah sesuai dengan tinggi poplitea praktikan pada persentil 50, dari hasil perhitungan didapat 57,0 cm. b. Kedalaman kursi adalah 41 cm. Hal ini disesuaikan dengan persentil 50 dari jarak pantat poplitea dengan rentangan 36 43 cm. c. Lebar kursi adalah 38 cm. Hal ini disesuaikan dengan persentil 50 dari lebar pantat. d. Kursi tanpa sandaran agar praktikan bisa leluasa melakukan kegiatan dengan duduk berdiri secara dinamis.

77

5.2 Analisis Kondisi Lingkungan Kerja Kondisi lingkungan kerja diindikasikan dari suhu basah, suhu kering, kelembaban relatif, ISBB (Indeks Suhu Bola Basah), kebisingan, dan intensitas cahaya. Data kondisi lingkungan ini diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro wilk dan diperoleh hasil data lingkungan kerja tersebut pada kelompok kontrol dan perlakuan berdistribusi normal (P > 0,05). Hasil analisis kondisi lingkungan kerja selama penelitian ini disajikan pada Tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3 Hasil Analisis Pengukuran Lingkungan Kerja

No 1 2 3 4 5

Variabel Suhu basah ( oc ) Suhu kering ( oc ) Kelembaban relatif (%) Intensitas Cahaya (Lux) Intensitas Suara (dBA) Keterangan : SB = Simpang Baku

Kontrol rerata SB

Perlakuan rerata SB

26,9 30,9 72,4 407,6 69,8

0,38 0,21 1,12 10,17 0,57

27,1 30,6 71,9 409,7 70,1

0,29 0,69 1,27 2,54 0,68

-2,400 0,814 0,802 -0,444 -1,581

0,074 0,461 0,467 0,669 0,189

Dari Tabel 5.3 ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan kerja untuk para praktikan baik pada kelompok kontrol maupun perlakuan masih dalam batasbatas adaptasi untuk melakukan suatu aktivitas kerja. Variabel suhu basah, suhu kering, kelembaban, dan intensitas cahaya tidak mempunyai perbedaan yang nyata antara kedua kelompok tersebut (p > 0,05).

78

5.3 Analisis Beban Kerja 5.3.1 Uji normalitas data beban kerja Beban kerja diukur berdasarkan denyut nadi praktikan baik pada saat istirahat (denyut nadi istirahat) maupun pada saat kerja (denyut nadi kerja). Sebelum dilakukan analisis efek perlakuan, perlu dilakukan uji normalitas terhadap data denyut nadi tersebut. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasil uji Shapiro-Wilk dapat dilihat pada Lampiran 10 bagian b. Dari uji tersebut diperoleh bahwa denyut nadi istirahat maupun denyut nadi kerja pada ketiga perlakuan berdistribusi normal (P> 0,05).

5.3.2 Komparabilitas denyut nadi istirahat Komparabilitas denyut nadi istirahat ini dilakukan untuk melihat kondisi awal dari para praktikan apakah berbeda secara bermakna atau tidak. Hal ini diperlukan untuk melihat apakah perubahan beban kerja itu murni karena efek perlakuan atau ada faktor luar yang ikut andil memberikan perubahan beban kerja tersebut. Komparabilitas denyut nadi istirahat pada praktikan odontektomi ini dilakukan dengan mengunakan uji independent t-test. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.4. Dari Tabel 5.4 diperoleh bahwa denyut nadi istirahat pada masing-masing kelompok tidaklah berbeda secara bermakna (p > 0,05). Hal ini bisa diartikan bahwa kondisi awal denyut nadi istirahat para praktikan odontektomi pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sama.

79

Tabel 5.4 Komparabilitas Denyut Nadi praktikan odontektomi


Kontrol Variabel Rerata (denyut/menit) Denyut Nadi Istirahat Denyut Nadi Kerja 67,35 104,29 4,293 4,649 SB Perlakuan Rerata (denyut/menit) 67,24 90,16 3,960 2,651 0,030 105,039 0,971 0,000 SB t P

Keterangan : SB : Simpang Baku

5.3.3 Efek perlakuan terhadap beban kerja Efek perlakuan yang dimaksud adalah apakah terjadi perubahan terhadap beban kerja dari masing-masing kelompok perlakuan. Efek perlakuan ini dianalisis dengan melakukan uji beda kemaknaan pada denyut nadi praktikan odontektomi pada masing-masing perlakuan yang diberikan. Uji beda kemaknaan ini dilakukan dengan menggunakan independent t-test. Hasil uji independent t-test pada denyut nadi kerja (beban kerja) disajikan pada Tabel 5.4. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan perlakuan (p<0,05). Jika dilihat beda rerata antara kelompok kontrol terhadap kelompok perlakukan dapat dinyatakan bahwa terdapat penurunan beban kerja sebesar 13,5%.

80

5.4 Analisis Keluhan Subjektif 5.4.1 Komparabilitas keluhan subjektif sebelum kerja Keluhan subjektif ini diprediksi dari keluhan otot skeletal dan kelelahan secara umum para praktikan. Sebelum dilakukan uji kemaknaan efek perlakuan, perlu dilihat terlebih dahulu komparabilitas kondisi awal untuk keluhan subjektif para praktikan. Komparabilitas ini dilakukan untuk meyakinkan apakah perbedaan keluhan subjektif benar-benar karena efek perlakuan atau ada faktor lain yang ikut mempengaruhinya. Uji statistik yang digunakan dalam hal ini adalah Mann Whitney karena sumber data berupa skoring. Hasil analisis data keluhan subjektif sebelum bekerja (pre) antara kedua perlakuan disajikan pada Tabel 5.5 sebagai berikut. Tabel 5.5 Hasil Analisis Keluhan Subjektif sebelum bekerja (pre)
Variabel keluhan subjektif Keluhan Otot Skeletal Kelelahan Secara Umum Rerata 30,47 Kontrol (P0) SB 1,88 Perlakuan (P1) Rerata 30,53 SB 1,59 -0,119 0,905

32,27

1,58

31,73

1,33

-0,977

0,329

Keterangan : SB : Simpang Baku

Kondisi awal (pre) dari masing masing perlakuan baik pada keluhan otot skeletal maupun kelelahan secara umum didapat p > 0,05. Hal ini memandakan bahwa kondisi awal tidak berbeda.

81

5.4.2 Efek perlakuan terhadap keluhan subjektif Efek perlakuan terhadap keluhan subkejtif baik kelelahan secara umum maupun keluhan otot skeletal dianalisis dengan melakukan uji beda kemaknaan pada masing-masing perlakuan yang diberikan. Uji beda kemaknaan ini dilakukan dengan menggunakan uji Mann Whitney. Hasil analisis uji beda kemaknaan keluhan subjektif setelah bekerja (post) dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut Tabel 5.6 Hasil Analisis Keluhan Subjektif setelah bekerja (post)
variabel Keluhan subjektif Keluhan Otot Skeletal Kelelahan Secara Umum Rerata 59,27 Kontrol (P0) SB 3,03

Perlakuan (P1) Rerata 39,80 SB 2,46

-4,520

0,000

52,73

2,87

47,00

4,26

-3,620

0,000

Keterangan : SB : Simpang Baku

Dari Tabel 5.6 di atas dapat dinyatakan bahwa kondisi akhir (post) untuk keluhan subjektif baik keluhan otot skeletal maupun kelelahan secara umum didapat p<0,05. Hal ini menandakan bahwa terjadi perbedaan secara signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.

5.5 Analisis Kinerja Kinerja mahasiswa praktikum odontektomi adalah unjuk kerja yang dilakukan oleh mahasiswa ketika pra praktikum, saat praktikum, dan setelah

82

praktikum. Penilaian kinerja ini berdasarkan form penilaian kinerja mahasiswa dengan skor lima skala likert yang diisi oleh para dosen pengampu praktikum odontektomi. Untuk mengetahui efek perlakuan yang diberikan maka dilakukan uji beda kemaknaan rerata antar kedua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Karena data kinerja berupa hasil skoring dengan sampel yang berbeda, maka uji yang digunakan adalah uji Mann Whitney. Hasil analisis ditampilkan pada Tabel 5.7 berikut.

Tabel 5.7 Hasil Uji Kinerja Praktikan kelompok Kontrol Perlakuan Jumlah skor kinerja Rerata 46,13 51,33 SB 2,61 2,38 z p

-4,069

0,000

Dari Tabel 5.7 di atas, dapat dilihat bahwa hasil kinerja praktikan mempunyai perbedaan yang signifikan antar masing-masing perlakuan (p<0,05). Dilihat dari nilai reratanya bahwa kelompok perlakuan mempunya nilai rerata yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol.

5.6 Ketertinggalan Alat pada Praktikum Odontektomi Ketertinggalan Alat pada Praktikum odontektomi dihitung berdasarkan jumlah alat praktikum yang tertinggal. Kasus tertinggal yang dihitung adalah sebelum mulai praktikum, dan setelah selesai praktikum. Setelah selesai

83

praktikum dikatakan alat tertinggal jika tidak dirapikan menjadi satu seperti semula. Jumlah alat yang tertinggal merupakan jumlah terjadinya ketinggalan peralatan praktikum odontektomi karena faktor lupa dari subjek sebelum praktikum, dan faktor kelalaian subjek setelah selesai praktikum (alat tidak dirapikan seperti semula). Data jumlah alat tertinggal ini dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut. Secara lengkap data alat tertinggal terdapat pada Lampiran 14.

Tabel 5.8 Jumlah Ketinggalan Alat Praktikum Odontektomi Jumlah Mahasiswa yang terkena kasus ketinggalan alat n= 15 Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan 5 (33,3%) 0 (0%)

Jumlah keseluruhan Alat Tertinggal n= 34 7 (0,16%) 0 (0%)

Dari Tabel 5.8 di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol ada 5 mahasiswa yang punya kasus alat tertinggal ketika praktikum odontektomi, sedangkan jumlah peralatan yang tertinggal dari 5 mahasiswa (33,3% dari jumlah sampel) tersebut adalah 7 (0,16% dari keseluruhan jumlah alat). Sedangkan pada kelompok perlakuan yaitu menggunakan ceklis cecara ketat pada praktikum odontektomi, ternyata memperoleh hasil yang baik yaitu tidak terjadi kasus ketinggalan alat. Secara rinci 5 mahasiswa yang ketinggalan alat tersebut ditunjukkan pada Tabel 5.9 sebagai berikut.

84

Tabel 5.9 Data Alat Yang Tertinggal Mahasiswa 1 2 3 4 5 Nama Alat Tertinggal Sikat tangan Masker Straight hand piece Exavator Pinset Anatomi Rerata 5 mahasiswa Rerata 15 mahasiswa Jumlah Alat Tertinggal 1 1 1 2 2 1,5 0,47

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Kondisi Subjek Subjek pada penelitian ini merupakan mahasiswa aktif yang semuanya sedang menempuh praktikum odontektomi. Rerata umur subjek adalah 22,2 1,2 tahun, berat badan 60,7 4,9 Kg, sedangkan rerata indeks massa tubuh praktikan adalah 20,5 1,7. Berat badan normal adalah tinggi badan dikurangi 100, dan berat badan ideal adalah berat badan normal 10% (Tjondronegoro, 1981; Manuaba, 1998). Indeks massa tubuh dihitung berdasarkan perbandingan berat badan dalam satuan kg dengan kuadrat dari tinggi badan dalam satuan meter pada subjek yang bersangkutan. Indeks massa tubuh (IMT) yang normal untuk orang Indonesia adalah 18 25 (Almatzier, 2001). Irawan & Suparmoko (2002) mengatakan bahwa umur produktif

berkisar antara 15 64 tahun. Grandjean (1988) mengatakan bahwa kondisi umur berpengaruh terhadap kemampuan kerja fisik atau kekuatan otot seseorang. Kemampuan fisik maksimal seseorang dicapai pada umur antara 25 35 tahun dan akan terus menurun seiring dengan bertambahnya umur. Dilihat dari umur subjek, berat badan dan indeks masa tubuh, dapat dinyatakan bahwa pada

penelitian ini kondisi fisik subjek berada pada umur produktif dan dalam kondisi yang baik dengan tubuh yang termasuk ideal. Indeks Massa tubuh yang tidak normal akan mempengaruhi beban kerja seseorang. Mahasiswa yang terlalu gemuk atau yang terlalu kurus akan

85

86

dipengaruhi oleh kondisi fisiknya jika bekerja. mahasiswa gemuk tidak bisa bekerja atau praktikum secara lincah karena untuk bergerak dipengaruhi oleh berat badan tubuhnya, sehingga jika banyak bergerak akan lebih cepat lelah dan kinerja menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Streker dkk., (1998) yang menyatakan bahwa pekerja gemuk tidak bisa bekerja secara lincah karena untuk bergerak dipengaruhi oleh berat badan tubuhnya, sehingga jika banyak bergerak akan lebih cepat lelah dan kinerja menurun.

6.2 Kursi Kerja Dilihat dari data antropometri, maka ukuran kursi kerja yang dipergunakan dalam praktikum odontektomi ini adalah sebagai berikut. e. Tinggi kursi yang dipergunakan adalah sesuai dengan tinggi poplitea praktikan pada persentil 50, dari hasil perhitungan didapat 57,0 cm. f. Kedalaman kursi adalah 41 cm. Hal ini disesuaikan dengan persentil 50 dari jarak pantat poplitea dengan rentangan 36 43 cm. g. Lebar kursi adalah 38 cm. Hal ini disesuaikan dengan persentil 50 dari lebar pantat. Kursi kerja ini didesain sesuai antropometri praktikan, dan dengan sandaran jika praktikan perlu bersandar. Kursi ini sudah ada di ruang praktikum dan kebetulan kursi yang ada berbentuk bulat, akan tetapi lebar dan kedalaman yang diperlukan sudah sesuai ukurannya dengan ukuran bulatan tempat duduk tersebut (diameter 45 cm). Di samping itu, ketinggian kursi yang perlu diatur.

87

Ketinggian kursi ini bisa diatur karena ada pengaturan ketingiain kursi (adjustable) pada kursi yang ada di ruangan laboratorium kedokteran gigi. Kursi kerja ini digunakan agar praktikan bisa duduk secara dinamis, di saat perlu duduk bisa menggunakan tempat duduk, di saat perlu berdiri bisa berdiri dengan baik tanpa diganggu oleh kursi yang menjadi tempat duduknya. Kursi ini juga dilengkapi dengan roda agar bisa dipindah secara dinamis sesuai keperluan.

6.3 Lingkungan Kerja Lingkungan kerja yang meliputi kebisingan, intensitas cahaya dan mikroklimat yang terdiri dari suhu basah, suhu kering, dan kelembaban udara relatif yang diukur tiap setengah jam mulai pukul 09.00 s.d 12.00 WITA. Sumber penerangan berasal dari sinar matahari (ventilasi jendela) dan dari penerangan buatan (pemasangan lampu yang ada). Manuaba (1998) menyatakan bahwa nilai ambang batas dari suhu udara untuk pekerja adalah 33 C dan kelembaban relatif untuk orang Indonesia yang masih tergolong nyaman adalah antara 70% - 80%. Sedangkan intensitas penerangan tergantung dari jenis pekerjaan, pekerjaan presisi memerlukan intensitas yang lebih tinggi dari pada pekerjaan yang tidak memerlukan ketelitian dengan penerangan dari 300 700 lux. Nilai ambang batas intensitas suara tertinggi yang masih dapat diterima manusia tanpa mengakibatkan gangguan daya dengar yang tetap untuk waktu kerja tidak lebih dari 8 jam sehari adalah 85 dBA (Pulat, 1992; WHS, 1993; dan Permennaker, 1999).

88

Gambar 6.1 Pengukuran Pengukuran mikroklimat ruangan praktikum

Hasil analisis yang ditunjukkan oleh tabel 5.3 dinyatakan bahwa untuk variabel suhu basah dan suhu kering berada di bawah ambang batas. Rerata kelembaban masing-masing perlakuan berada di antara 70 80%. Intensitas cahaya berada di antara 300 700 lux. Dan intensitas suara (kebisingan) juga berada di bawah batas ambang dengar tertinggi (85 dBA). Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan kerja praktikum odontektomi masih berada dalam batas-batas batas aman dan nyaman man dari masing-masing masing masing kelompok perlakuan sehingga tidak menimbulkan efek fisiologis yang dapat mengganggu pekerjaan praktikum. praktikum Penelitian enelitian yang dilaksanakan oleh Kerana dkk., (1997) mengungkapkan bahwa rerata suhu kering 29,94 C, sedangkan seda Manuaba & Vanwonterghem (1996) mengemukakan, bahwa suhu pada musim kering meningkat 31-32 31 C di tempat yang teduh dan sampai 36C di bawah sinar matahari langsung. Hasil uji independent t test terhadap data lingkungan kerja seperti se yang ditunjukkan Tabel abel 5.3 menyatakan menyat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk kondisi lingkungan kerja (p > 0,05) dari kelompok kontrol dengan

89

kelompok perlakuan, sehingga dapat dinyatakan bahwa pada kelompok kontrol dan perlakuan mempunyai kondisi lingkungan yang sama.

6.4 Beban Kerja Beban kerja dapat diprediksi dari denyut nadi praktikan karena denyut nadi adalah salah satu indikator yang bisa dipakai untuk menentukan tingkat beban kerja seseorang. Hasil pengukuran denyut nadi praktikan pada masingmasing kelompok perlakuan dinyatakan oleh Tabel 5.4. Dari hasil analisis

tersebut didapat bahwa rerata denyut nadi istirahat pada kelompok kontrol (P0) dan kelompok perlakuan (P1) adalah tidak berbeda secara signifikan (P > 0,05). Artinya bahwa kondisi denyut nadi awal subjek bisa dianggap sama. Sedangkan untuk denyut nadi kerja diperoleh perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Rerata denyut nadi kerja subjek pada kelompok kontrol (praktikum odontektomi tanpa orientasi ergonomi) adalah 104,29 denyut permenit, hal ini termasuk beban kerja sedang (Grandjean, 1988). Sedangkan rerata denyut nadi subjek kelompok perlakuan (praktikum odontektomi dengan berorientasi

ergonomi) adalah 90,16 denyut permenit, hal ini termasuk beban kerja ringan (Grandjean, 1988). Peningkatan denyut nadi kerja lebih rendah secara bermakna karena berkurangnya beban kerja tambahan ini disebabkan karena pemberian intervensi ergonomi pada proses pratikum. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Subrata, (2003) dan Murniasih (2003) juga menyatakan bahwa dengan

90

intervensi ergonomi yaitu memberikan kursi kerja agar pekerja dapat duduk secara alamiah di saat kerja dapat menurunkan denyut nadi kerja secara signifikan. Secara grafik, penurunan frekuensi denyut nadi kerja praktikan dapat dilihat pada Gambar ambar 6.1 berikut.

104,29 105 Denyut Nadi (Denyut permenit) 100 95 90 85 80 Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan 90,16

Sampel Penelitian

Gambar 6.2 Grafik Rerata Denyut Nadi Kerja Praktikan

6.5 Penurunan Keluhan Subjektif Keluhan subjektif diprediksi dengan munculnya keluhan pada otot skeletal dan keluhan kelelahan secara umum. Dari Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 ditampilkan analisis rerata jumlah skor dari keluhan otot skeletal dan kelelahan secara umum dari setiap kelompok perlakuan baik pre-test maupun post-test. Dari hasil analisis didapat bahwa rerata skor keluhan otot skeletal dan skor kelelahan secara umum sebelum bekerja (Pre) antara kelompok (kelompok kelompok kontrol dan kelompok

91

perlakuan) adalah tidak berbeda secara signifikan (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi keluhan awal dari subjek adalah sama. Hasil analisis untuk keluhan subjektif setelah bekerja (post) antar kelompok menggunakan uji Man Whitney diperoleh perbedaan yang signifikan (p = 0,000). Rerata skor keluhan otot skeletal setelah bekerja pada kelompok kontrol adalah 59,27, sedangkan rerata skor keluhan otot skeletal kelompok

perlakuan adalah 39,80 atau mengalami penurunan sebesar 32,8%. Pada keluhan kelelahan secara umum, rerata skor pada kelompok kontrol adalah 52,73 dan pada kelompok perlakuan adalah 47,00 atau mengalami penurunan sebesar 20,3%. Penurunan keluhan subjektif ini terjadi karena antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan ada perbedaan dalam hal pemberian kursi kerja. Pada kelompok kontrol tidak ada kursi kerja, sedangkan pada kelompok perlakuan ada kursi kerja yang bisa dipakai secara dinamis. Penurunan keluhan beban kerja dipengaruhi juga oleh karena adanya pendingin ruangan pada ruang operasi, pemberian teh manis dan penerapan ceklis pada kelompok perlakuan. Penurunan keluhan subjektif pada praktikan akan lebih jelas dengan melihat tampilan grafik pada Gambar 6.2 berikut.

92

59,27
60 Jumlah Skor keluhan subjektif 50 40 30 20 10 0 keluhan otot skeletal kelelahan secara umum kelompok kontrol kelompok perlakuan

52,73 47 39,8

Gambar 6.3 Rerata Keluhan Subjektif pada Praktikan Odontektomi

Chavalitsakulchai & Shahnavaz (1991) mengatakan bahwa gangguan pada sistem muskuloskeletal yaitu pada pinggang, leher, bahu dan paha diakibatkan diakibatka oleh sikap kerja yang salah seperti sikap kerja duduk atau berdiri. Sejalan dengan apa yang dinyatakan Ruccer & Sunnel (2002) terhadap para dokter gigi, mereka menyatakan bahwa posisi praktek yang salah dalam bekerja terlebih lagi dalam menggunakan perlatan atan pompa akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal. Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan melakukan perubahan sikap kerja yang tidak alamiah menjadi alamiah. Chung & Choi (1997); Sutajaya utajaya & Citrawathi (2000) juga menyatakan bahwa keluhan subjektif berupa berupa gangguan otot skeletal dan kelelahan dapat diturunkan secara signifikan (p < 0,05) pada subjek dengan melakukan perbaikan pada stasiun kerja dan sikap kerja yang lebih ergonomis.

93

Pheasant (1991) menerangkan bahwa sikap kerja duduk dalam waktu cukup lama dan pembebanan otot statik akibat sikap kerja paksa menyebabkan terjadinya bendungan darah vena, penimbunan cairan dan varices vena pada kaki dan sering dirasakan sebagai bentuk kelelahan otot. Hal ini juga terlihat pada praktikan yang tidak menggunakan kursi kerja, berdiri dalam waktu cukup lama sehingga terjadi penimbunan produk sisa metabolisme yang tampak dalam bentuk kelelahan otot pada organ tubuh tertentu yang menyebabkan timbulnya keluhan yang lebih besar dibandingkan dengan praktikan yang menggunakan kursi kerja secara dinamis.

6.6 Peningkatan Kinerja Perhitungan kinerja mahasiswa praktikum odontektomi adalah

berdasarkan unjuk kerja yang dilakukan oleh mahasiswa ketika pra praktikum, saat praktikum, dan setelah praktikum. Unjuk kerja ini merupakan dasar dari penilaian mahasiswa dalam menempuh praktikum odontektomi. Secara umum dasar penilaian ini berdasarkan form yang sudah ada, akan tetapi dilakukan modifikasi atau penyesuaian terhadap praktikum odontektomi pada penelitian ini. Untuk itu, penilaian kinerja ini berdasarkan form penilaian kinerja mahasiswa dengan skor lima skala likert yang diisi oleh para dosen pengampu praktikum odontektomi. Penilaian kinerja dilakukan pada kedua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Untuk mengetahui efek perlakuan yang diberikan maka dilakukan uji beda kemaknaan rerata antar kedua kelompok tersebut. Karena data

94

kinerja berupa hasil skoring dengan sampel yang berbeda, maka uji yang digunakan adalah uji Mann Whitney. Hasil analisis ditampilkan pada Tabel 5.7 pada Bab V. Dari hasil analisis tersebut diperoleh rerata kinerja pada kelompok kontrol adalah 46,13 dan sedangkan rerata kinerja ada kelompok perlakuan adalah 51,33. Kelompok perlakuan memiliki kinerja lebih baik dari pada kelompok kontrol yaitu dari 46,13 menjadi 51,33 atau meningkat sebesar 11,3%. Peningkatan ini terjadi karena adanya penggunaan ceklis akan peralatan dan unjuk kerja para praktikan, sehingga dari awal sejak praktikum belum dimulai hingga praktikum selesai, ada kontrol yang membuat kerja mahasiwa praktikum menjadi lebih baik. Dalam hal kinerja memang perlu diperhatikan kaedah ergonomi, karena ergonomi membicarakan tentang bagaimana seseorang bisa bekerja lebih sehat, efektif, efisien, dan produktif. Intervensi ergonomi dalam hal perbaikan sikap kerja atau stasiun kerja adalah mutlak diperlukan karena dengan intervensi ergonomi akan dapat menurunkan beban kerja ataupun keluhan secara subjektif serta dapat meningkatkan produktivitas kerja (Adiputra dkk., 2000; Azmi dan Marentani, 2001; Straker dkk., 1998). Pada Gambar 6.4 terlihat bahwa praktikan mempersiapkan peralatan

sebelum melakukan praktikum, sedangkan pada dan Gambar 6.5 praktikan melakukan pengecakan pada ceklis terhadap peralatan yang telah mereka siapkan untuk melakukan praktikum odontektomi.

95

Gambar 6.4 Persiapan peralatan sebelum praktikum

Gambar 6.5 Subjek memperhatikan ceklis Dan peralatan yang disiapkan sebelum praktikum dimulai

96

Gabar 6.6 Mahasiswa sedang menjalankan praktikum odontektomi

Pada Gambar 6.6 terlihat bahwa praktikan melakukan praktikum odontektomi dengan penerapan kaedah ergonomi. Sebelum praktikum peralatan di kontrol dengan menggunakan ceklis sehingga para praktikan siap melakukan me tindakan tanpa harus alat tertinggal di rumah, saat praktikum disediakan kursi kerja sehingga mereka bisa bekerja dengan cara duduk dan berdiri secara dinamis sesuai keperluan. Peningkatan kinerja disebabkan juga oleh karena pemberian istirahat sambil bil minum teh manis, penggunaan cheklist yang ketat, adanya sikap duduk dan berdiri yang dinamis dari operator dan perubahan beban kerja dari sedang menjadi ringan oleh karena adanya intervensi ergonomi tersebut. Dengan penerapan prinsip ergonomi ini ternyata ternyata bisa meningkatkan kinerja para praktikan. Secara grafik peningkatan kinerja ini dapat dilihat pada Gambar 6.8 berikut.

97

51,33 52 51 50 49 48 47 46 45 44 43 Jumlah Skor Nilai Praktikum

46,13

kelompok kontrol

kelompok perlakuan

Sampel Penelitian

Gambar 6.7 Grafik Peningkatan Kinerja

Peningkatan kinerja ini juga diperkuat dengan adanya penurunan ketertinggalan alat praktikum selama penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa praktikan. Pada Tabel 5.8 diketahui bahwa pada kelompok kontrol terdapat 5 mahasiswa yang alat praktikumnya tertinggal, tertinggal, dengan jumlah alat yang tertinggal adalah 7 alat. Sedangkan pada kelompok perlakuan (menggunakan ceklis secara ketat pada praktikum odontektomi) ternyata diperoleh bahwa tidak ada kasus mahasiswa yang alatnya tertinggal, atau tidak dirapikan lagi setelah set praktikum. Sehingga tidak ada kasus untuk peralatan tertinggal. Hal ini menandakan bahwa kinerja mahasiswa praktikum odontektomi berorientasi ergonomi memberikan dampak yang baik dari sisi peningkatan kinerjanya.

98

6.7

Perbandingan Antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan terhadap Penurunan Beban Kerja, Penurunan Keluhan Subjektif, dan Peningkatan Kinerja

Berdasarkan uraian bahasan di atas, diperoleh bahwa praktikum odontektomi dengan berorientasi ergonomi dapat menurunkan beban kerja, keluhan subjektif, dan dapat meningkatkan kinerja mahasiswa praktikan. Pada penilaian beban kerja, rerata denyut nadi kerja subjek pada kelompok kontrol (praktikum odontektomi tanpa orientasi ergonomi) adalah 104,29 denyut permenit, sedangkan rerata denyut nadi subjek kelompok perlakuan (praktikum odontektomi dengan berorientasi ergonomi) adalah 90,16 denyut permenit, atau menurun sebesar 13,5%. Pada penilaian keluhan subjektif, rerata skor keluhan otot skeletal setelah bekerja pada kelompok kontrol adalah 59,27, sedangkan rerata skor keluhan otot skeletal kelompok perlakuan adalah 39,80 atau mengalami penurunan sebesar 32,8%. Pada kelelahan secara umum, rerata skor pada kelompok kontrol adalah 52,73 dan pada kelompok perlakuan adalah 47,00 atau mengalami penurunan sebesar 20,3%. Penurunan keluhan subjektif ini adalah karena penerapan prinsip ergonomi dari para praktikan selama melakukan praktikum odontektomi. Saat bekerja pada kelompok kontrol (tidak menerapkan prinsip ergonomi), para praktikan tidak menggunakan ceklis, tidak menggunakan kursi kerja, sehingga memungkinkan terjadi tertinggal alat dan keluhan subjektif yang lebih besar dibanding kelompok perlakuan. Sedangkan pada kelompok perlakuan (dengan menerapkan prinsip ergonomi) para praktikan sudah menerapkan ceklis dan bisa menggunakan kursi

99

kerja, sehingga mereka bisa melakukan praktikum tanpa ada resiko ketinggalan alat, dan selama praktikum bisa duduk dan berdiri secara dinamis. Terjadinya perubahan sikap kerja ini bisa dilihat seperti pada Gambar 6.9; Gambar 6.10; dan Gambar 6.11 berikut.

Gambar 6.8 Sikap kerja sebelum ada penambahan kursi

Gambar 6.9 Sikap kerja setelah ada penambahan kursi kerja

100

Gambar 6.10 Praktikan bisa melakukan praktikum dengan sikap kerja duduk dan berdiri secara dinamis sesuai keperluan

Pada penilaian kinerja yang dilakukan pada kedua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, rerata kinerja pada kelompok kontrol adalah 46,13, sedangkan rerata kinerja ada kelompok perlakuan adalah 51,33, atau terjadi peningkatan sebesar 11,3%. Penurunan beban kerja maupun keluhan subjektif dan peningkatan kinerja ini merupakan efek dari intervensi ergonomi pada praktikan, hal yang ssama juga pernah dinyatakan oleh Manuaba (1998); Adiputra dkk., (2000); Azmi dan Marentani (2001); dan Arjani (2003). Intervensi ergonomi yang dilakukan antara lain adalah penggunaan alat bantu kerja, perbaikan sikap kerja dengan menyediakan atau memperbaiki kursi dan meja kerja, dan sebagainya. Sehingga hasil dan pembahasan penelitian ini dapat menyatakan bahwa: a. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

101

b. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi keluhan subjektif praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. c. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi jumlah ketinggalan alat bedah mulut pada praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar

6.8 Kelemahan Penelitian Ada beberapa kelemahan yang mungkin terjadi dalam penelitian ini dan perlu mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut : a. Kondisi subjek selama di luar waktu penelitian sulit dipantau b. Emosi dan motivasi subjek tidak dapat diukur dan dikendalikan oleh peneliti. c. Kondisi alat kerja, bahan baku, dan kondisi subjek sulit diukur dengan pasti kesamaannya.

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan Dari hasil dan pembahasan penelitian yang diuraikan pada Bab V dan Bab VI dapat diambil simpulan sebagai berikut. g. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. h. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi keluhan subjektif praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. i. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi jumlah ketinggalan alat bedah mulut pada praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

7.2 Saran Beberapa saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Dari penelitian yang sudah dilakukan terbukti bahwa praktikum odontektomi yang berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja, mengurangi keluhan subjektif, dan dapat mencegah terjadinya peralatan tertinggal. Untuk itu disarankan kepada para dosen pembimbing praktikum dan para pengambil

103 102

102 103

kebijakan di institusi pendidikan untuk memperhatikan kaidah ergonomi agar terjadi peningkatan kinerja yang berefek pada meningkatnya mutu pendidikan. b. Dari hasil penelitian ini, dipandang perlu untuk memberikan mata kuliah ergonomi pada fakultas kedokteran gigi sehingga nantinya proses kerja dokter gigi lebih produktif dan sesuai dengan kaidah ergonomi. c. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam pada orientasi ergonomi terhadap praktikum yang lain di bidang kedokteran gigi, sehingga penggunaan ceklis dalam praktikum odontektomi ini bisa dijadikan acuan dan dikembangkan pada praktikum yang lain.

DAFTAR PUSTAKA Adiputra, N. 1998. Metodologi Ergonomi. Denpasar: Program Studi ErgonomiFisiologi Kerja, Universitas Udayana. Adiputra, N, Sutjana D.P. & Manuaba, A. 2000. Ergonomics Intervention in Small Scale Industry in Bali. Dalam : Lim, KY ed. Proceding of the Joint Conference of APCHI and ASEAN Ergonomics, Singapore. Almatzier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Anonim. 1997. National Clinical Guidelines 1997. Faculty of dental surgery Royal College of Surgeons of England. Arikunto, S., 2001, Prosedur Penilaian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Jakarta, Rineka Cipta. Arjani, S. 2003. Penggunaan Meja Conveyor Mengurangi Beban Kerja dan Keluhan Muskuloskeletal Serta Meningkatkan Produktivitas Kerja Pekerja Penggergajian Kayu Dengan Mesin Benso di Desa Sangeh. Tesis Magister Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja. Universitas Udayana. Denpasar. Asad, M., 2000, Psikologi Industri, Edisi ke-4, Yogyakarta, Penerbit Liberty. Azmi, N., Maretani, M. 2001. Perbaikan Posisi Kerja Mengurangi Keluhan Subjektif gangguan Muskuloskeletal pada Pekerja Helpen di CV PM Bogor. The Indonesian Journal of Ergonomic. Vol.2 No.2 : 67 74. Bakta, I.M. 1997. Seminar Metodologi Penelitian. Fakultas Kedokteran. Universitas Udayana. Bridger, R.S. 1995 Introduction to Ergonomic. Singapore : McGrraw Hill Inc. Cantika. 2005. Manajemen Sunber Daya Manusia, Penerbit Universitas Muhammaadiyah, Malang. Chavalitsakulchai, P & Shahnavaz, H. 1991. Musculoskeletal Discomfort and Feeling of Fatique Among Female Professional Worker : the Need For Concideration. Journal of Human Ergology. Vol 20. No 2 : 257-264. Available from http://www.postech.ac.kr/ie/huma/html/journal/InterJ.htm. Acessed June 20, 2011 Chowanadisai, 2000, Dental Ergonomi, Available www.elsevier.nl/inca/publications/store/. Acessed June 3, 2011 from

Chung M.K., Choi K.I. 1997. Ergonomic analysis of musculoskeletal discomforts among conventional VDT operators. Journal of Computers and industrial engineering. Vol 33 : 521-524. Available from http://www.postech.ac.kr /ie/huma/html/journal/Inter-J.htm. Acessed June 20, 2011. Coulthard P, Horner K, Sloan P, dkk. 2003. Master dentistry: oral and maxillofacial surgery, radiology, pathology and oral medicine. Elsevier Science Limited. Churchill Livingstone. England. Depdikbud. 2005. Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V: Buku IIIE Bimbingan Konseling. Jakarta : Universitas Terbuka Gomes, F.C., 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Andi Offset. Grandjean, E. 1988. Fitting The Task to The Man. A Textbook of Occupational Ergonomics, 4th edition, Taylor & Francis: London. Guyton, A.C. dan J.E. Hall. 1996. Medicine Physiology. Pensylvania: W. B. Sounders Company. Ilyas, Y., 2001, Kinerja Teori Penilaian dan Penelitian, Jakarta, FKM UI. Irawan & Suparmoko. 2002. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta : BPFE Universitas Gajah Mada. Irawan, P., 2001, Evaluasi Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Diknas. Kerana, TJ., Suyasning, HI., and Manuaba, A. 1997. The affect of postural load and environmental conditions to Balinese farmers physical performance. Procedings of ASEAN Ergonomics 97, 5th SEAS Conference, 518-523. Malaysia: IEA Press. Kilbon, A. 1992. Measurement and Assessment of dynamic work dalam Wilson, J.R. & Corlet, E.N. eds. Evalluation of human Work, A Practical Ergonomics Metodology. Tailor & Francis Great Britain. Mangkunegara A.A Anwar Prabu 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Cetakan Pertama, Remaja Rosda Karya, Bandung. Manuaba, A. & Vanwonterghem. 1996. Improvemnet of quality of life: determination of exposure limits for physical strenuous task under tropical condition. Dept. Of Physical School of Medecine Udayana UniversityCERGO International Brussels. Belgium. The Commission of The European Communities Brussel, Belgium

68

Manuaba, A. 1992a. Penerapan Ergonomi untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. Disampaikan pada Seminar K3 dengan tema Melalui Pembudayaan K3 Kita Tingkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Perusahaan di IPTN Bandung, 20 Februari 1992. Manuaba, A. 1992b. Pengaruh Ergonomi Terhadap Produktivitas. Bunga Rampai Ergonomi Vol. 11. Program Studi Ergonomi Fisiologi Kerja Universitas Udayana, Denpasar. 1998. Manuaba, A. 1994. Developing Ergonomics Culture at The Goverment Owned Sugar Case Factory No. XXI XXII at East Java, Indonesia. Toronto : IEA Conference. Manuaba, A. 1998. Dengan Desain yang Aman Mencegah Kecelakaan dan Cedera. Bunga Rampai Ergonomi vol.1. Denpasar: Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja. Universitas Udayana. Miloro Michael.2004. Petersons of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. BC Decker Inc. Hamilton, London. Murniasih, N. 2003. Modifikasi Pisau Matetuesan dan Perbaikan Sikap Kerja dapat Menurunkan Keluhan Subjektif serta Meningkatkan Produktivitas Kerja Tukang Tues. Tesis Magister Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja. Universitas Udayana. Denpasar. Permennaker. 1999. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta. Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR, dkk. 2004. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 4th ed. Mosby company. Pheasant, S. 1991. Ergonomics, Work and Health. London : Macmillan Academic Professional Ltd. Pocock, S.J. 1986. Clinical Trials A Practical Approach : the size of clinical trial: Chichester: John Wiley & Sons. Pulat, B.M. 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics. Hall International, Englewood Cliffs-New Jersey. USA. Pulat, B.M. 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics. Hall International, Englewood Cliffs-New Jersey. USA. Rodahl, K. 1989. The Physiologi of Work. London: Taylor & Francis.

69

Ruccer, L., Sunnel, S. 2002. Ergonomic Risk Factors Associated with Clinical Dentistry. Journal of the California Dental Association. Vol.30, No.2. available from http://www.cda.org/member/pubs/journal/jour0202/2002 CDA Journal - Feature Article.htm. Accessed June 20, 2011. Sanders, M.S. & Mc. Cormick, E.J. 1987. Human Factors in Engineering and Design. New York : Mc. Graw Hill Book Company. Singer, M.G., 1990, Human Resource Management, Boston, PSW-Kent Publising Company. Straker, Pollock, and Mangharam. 1998. The Effect of Shoulder Posture on Performance, Discomfort and Muscle Fatigue Whilst Working on a Visual Display Unit. Journal Applied Ergonomics. Vol 25. no 4. ESA Engineer Desain. Available from www.elsevier.nl/inca/publications/store/ 3/0/3/8/9/30389.pub.istaut.shtml. Acessed June 3, 2011 Suardana, E. 2001. Penggunaan Tangkai Tambahan Pada Sekop Menurunkan Beban Kerja Serta Keluhan Subjektif Penyekop Pasir. Tesis Magister Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja. Universitas Udayana. Denpasar. Subrata, M. 2003. Pemakaian Alat Pelindung Pada Jari Telunjuk Tangan Dan Pemakaian Tempat Duduk Pada Pekerja Pemotong Gigi Taring Anak Babi Mengurangi Cedera Dan Menurunkan Keluhan Subjektif Serta Meningkatkan Produktivitas Kerja. Tesis Magister Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja. Universitas Udayana. Denpasar. Sudjana, N., 2002, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung, PT.Remaja Rosdakarya . Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung. Suhardi, Bambang, 2008, Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri Jilid 1 untuk SMK, Jakarta : Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Sumamur, PK. 1995. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. Sutajaya, I.M. & Citrawathi, D.M. 2000. Perbaikan Kondisi Kerja Mengurangi Beban Kerja dan Gangguan pada Sistem Muskuloskeletal Mahasiswa dalam menggunakan Mikroskop di Laboratorium Biologi STKIP Singaraja. Dalam Wignyo Soebroto, S. & Wiratno, SE. Eds. Proceedings Seminar nasional Ergonomi. PT. Guna Widya. Surabaya. 239 242. Suyasning, HI. 1998. Penggunaan Lintasan Berundak Ergonomis dan Penampungan Sementara Meningkatkan Produktivitas Kerja Wanita Pengangkut Batu Padas (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

70

Tana, L. 2002. Gangguan Pendengaran Akibat Bising pada Pekerja Perusahaan Baja di Pulau Jawa. Jurnal Kedokteran Trisakti. Vol. 21. No. 3. Tjondronegoro, A. 1981. Obesitas. Komisi Pengembangan Riset dan Perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 23-26. Vanwonterghem, K. 1999. Health and Working Condition In South East Asia Heat Stress and Physical Workload. Proceedings of The First International Workshop On Health And Working Conditions In South East Asia Heat Stress and Physical Workload Edited By Yoopat, P. Thailand: Rangsit University Walgito Bimo. 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM. WHS (Workplace Health and Safety), 1993. Noise Management at Work, Code of Practice for Healthy and safe workplaces. Queensland Government, Australia Wibowo, B. P. 1998. Desain Produk Industri. Yayasan Delapan-Sepuluh. Bandung. Zainuddin, M., Susy Puspitasari, 2005, Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi I, Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Zainul, A., 2005, Alterrnative Assesment, Jakarta, Diknas.

71

LAMPIRAN 1 Surat Persetujuan

SURAT PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama Umur

: .............................................................................................. : ..................... Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : ..............................................................................................

Dengan ini menyatakan sepenuhnya menyadari manfaat dan resiko penelitian yang berjudul Penggunaan Ceklis Untuk Mengurangi Risiko Ketinggalan Alat Dan Meningkatkan Produktivitas Kerja Mahasiswa Praktek Odontektomi Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, oleh karena itu dengan sukarela saya menyetujui untuk diikut sertakan sebagai subjek penelitian dengan catatan apabila suatu saat merasa dirugikan dalam bentuk apapun dapat menarik diri dari persetujuan ini.

Mengetahui Peneliti,

Denpasar, .......................... Hormat Saya,

Nyoman Wiradarma

________________________

LAMPIRAN 3 Form Jumlah Ketinggalan Alat FORM ISIAN JUMLAH KETINGGALAN ALAT PRAKTIKUM ODONTEKTOMI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR No Responden : ......................... NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Nama Alat/bahan Sikat Tangan Handuk Lap meja Duck dan Clamp Hand scone Masker Kaca mulut besar 3 buah Kaca mulut kecil 3 buah Sonde bengkok 3 buah Sonde lurus 3 buah Exavator 2 buah Pinset Anatomi 2 buah Nerbeken 3 buah Spuit 3 cc 3buah Suction tip 3 buah Cheek retraktor Scalpel blade no 11-15 resparatorium Straight hand piece Contra angle hand piece Bur fissure long shank Bur fissure diamond Bein Tang ekstraksi m3 atas/bawah Ketinggalan (ya/tdk)

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 41 42 43

Bone file Spuite irigasi Needle holder Needle Pinset chirurgis Scirsor Arteri clamp Tang trismus Sabun cuci Alcohol 70% Betadine solution Pehacaine Vaseline Suture(silk) Spongostan 2 buah Tampon dan kasa Adrenalin 2mg 2 ampul Tabung oksigen spuit 1 cc Stetescope Tensimeter

Jumlah ketinggalan alat

LAMPIRAN 4. Form Kinerja Mahasiswa Praktikum Odontektomi FORM PENILAIAN KINERJA MAHASISWA PRAKTIKUM ODONTEKTOMI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR NO Responden : No 1 KEGIATAN PRA URAIAN Penguasaan terhadap SKOR 1 2 3 4 5 1 KET

PRAKTIKUM prosedur praktik odontektomi Kelengkapan alat Cara Sterilisasi alat 2 SAAT Menjalankan prosedur 2 3 4

PRAKTIKUM dengan baik Penggunaan alat sesuai dengan keperluan tindakan Cekatan 3 PASKA Membersihkan alat 6 7 8 5

PRAKTIKUM Merapikan alat seperti semula Memberikan nasehat pada pasien berkenaan dengan pemeliharaan gigi berikutnya 4 HASIL Kerapian kerja

10 11

PRAKTIKUM Kondisi gigi/gusi hasil penanganan Kondisi Psikologi pasien Jumlah TOTAL SKOR

12

LAMPIRAN 2 Ceklis No. Responden : .................................... I. Pra Praktikum NO 1 2

Uraian

Tanda cek ( )

Keterangan

3 4 5 6

Telah memahami prosedur praktikum Persiapan alat/bahan : Syringe dengan jarum 27 dan 30 gauge Larutan anastetikum; yang mengandung epinefrin/adrenalin Alat diagnostik Bur tulang Cotton rolls Gauze 150 & 151 forceps Bard Parker Handles (2) Bone File Cryer Elevators (east west) E301 elevator E46R elevator Mallet and chisel Needle holder and scissors Periosteal elevator Potts elevator Persiapan Pasien Mengerti permasalah gigi pasien Mengerti cara tindakan Mengisi informed konsent pasien

II.

Saat Praktikum NO 1 2 Uraian Melaksanakan prosedur sesuai standar baku tidak didapatkan kompliksi selama tindakan odontektomi berlangsung, luka operasi dijahit dengan benang silk, Tanda cek ( ) Keterangan

III.

Pasca Praktikum NO 1 2 3 Uraian Tidak ada pendarahan setelah operasi. Obat telah diminum teratur dan tidak ada keluhan. Terasa membal pada lidah sebelah kanan, sulit untuk berbicara. odema sekeliling luka operasi Tidak ada jendalanlika operasi Memberikan keterangan tentang adanya komplikasi pada nervus lingualis yang perlu evaluasi berkala. Diinstruksikan pada pasien untuk tidak menggigit lidah. Pasien odontektomi diberikan obat antibiotika Amoksisilin No.XV dan analgenik Ponstan No.X Memberi nasehat pada pasien untuk Melanjutkan obat yang telah diberikan Merapikan peralatan pasca operasi Tanda cek ( ) Keterangan

4 5

6 7

LAMPIRAN 5 Kuesioner Nordic Body Map. I. IDENTITAS PRIBADI (Tulislah identitas saudara dan coret yang tidak perlu) 1. Nama :.. 2. Umur/Tgl Lahir :/.. 3. Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/AKADEMI/UNIVERSITAS 4. Status : Kawin/Belum Kawin 5. Pengalaman Kerja : ..Tahun..Bulan. II. KUESIONER BODY MAP (Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda ( ) pada kolom disamping pertanyaan yang sesuai dengan kondisi/perasaan saudara)
JENIS KELUHAN TINGKAT KELUHAN A B C D

NO

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Keterangan : A: Tidak sakit, B: Agak sakit,

Sakit/kaku di leher bagian atas Sakit/kaku di leher bagian bawah Sakit di bahu kiri Sakit di bahu kanan Sakit pada lengan atas kiri Sakit di punggung Sakit pada lengan atas kanan Sakit pada pinggang Sakit pada bokong Sakit pada pantat Sakit pada siku kiri Sakit pada siku kanan Sakit pada lengan bawah kiri Sakit pada lengan bawah kanan Sakit pada pergelangan tangan kiri Sakit pada pergelangan tangan kanan Sakit pada tangan kiri Sakit pada tangan kanan Sakit pada paha kiri Sakit pada paha kanan Sakit pada lutut kiri Sakit pada lutut kanan Sakit pada betis kiri Sakit pada betis kanan Sakit pada pergelangan kaki kiri Sakit pada pergelangan kaki kanan Sakit pada kaki kiri Sakit pada kaki kanan C: Sakit, D: Sakit sekali

LAMPIRAN 6 Kuesioner Kelelahan 30 Items

Nama Kelamin

: :

Umur Pengalaman

: :

Sebelum/Sesudah kerja * (*Coret yang tidak perlu) Petunjuk : Beri tanda silang (x) pada kolom yang tersedia sesuai dengan keluhan yang saudara rasakan. No Jenis Keluhan Tingkat Keluhan A B C D

1. Apakah saudara merasa berat di bagian kepala ? 2. Apakah saudara merasa lelah pada seluruh badan? 3. Apakah kaki saudara terasa berat? 4. Apakah saudara merasa menguap? 5. Apakah pikiran saudara terasa kacau? 6. Apakah saudara merasa mengantuk? 7. Apakah saudara merasakan ada beban pada mata? 8. Apakah saudara merasa kaku atau canggung dalam bergerak? 9. Apakah saudara merasa sempoyongan ketika berdiri? 10. Apakah ada perasaan ingin berbaring? 11. Apakah saudara merasa susah berpikir? 12. Apakah saudara merasa lelah untuk bicara ? 13. Apakah perasaan saudara menjadi gugup? 14. Apakah saudara tidak bisa berkonsentrasi? 15. Apakah saudara tidak dapat memusatkan perhatian terhadap sesuatu ? 16. Apakah saudara punya kecenderungan untuk lupa? 17. Apakah saudara merasa kurang percaya diri? 18. Apakah saudara merasa cemas terhadap sesuatu? 19. Apakah saudara merasa tidak dapat mengontrol sikap? 20. Apakah saudara merasa tidak dapat tekun dalam pekerjaan? 21. Apakah saudara merasa sakit kepala? 22. Apakah saudara merasa kaku di bagian bahu? 23. Apakah saudara merasa nyeri di punggung? 24. Apakah nafas saudara terasa tertekan? 25. Apakah saudara merasa haus? 26. Apakah suara saudara terasa serak? 27. Apakah saudara merasa pening? 28. Apakah kelopak mata saudara terasa kejang? 29. Apakah anggota badan saudara terasa bergetar (tremor)? 30. Apakah saudara merasa kurang sehat? A : Tidak sakit = 1 B : Agak sakit = 2 C : Sakit = 3 D : Sakit sekali = 4

Lampiran 7 Karakteristik Subjek

Umur (th) Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rerata SB min maks 21 21 23 22 25 22 23 21 22 22 21 23 21 22 24 22,2 1,2 21 25

Berat badan (kg) 70 60 58 55 70 56 58 58 62 58 64 55 66 62 58 60,7 4,9 55 70

Tinggi badan (cm) 170,5 154 167 161,5 164,5 165,1 164,5 166,1 170 164,4 168 160,3 167,5 166 163,5 164,9 4,1 154 170,5

IMT 24,1 25,3 20,8 21,1 25,9 20,5 21,4 21,0 21,5 21,5 22,7 21,4 23,5 22,5 21,7 22,3 1,7 20,5 25,9

Lampiran 8. Data Antropometri Subjek

Variabel

responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 170,5 154,0 167,0 161,5 164,5 165,1 164,5 166,1 170,0 164,4 168,0 160,3 167,5 166,0 163,5

Tinggi badan Tinggi siku duduk Tinggi popliteal Jarak Pantat ke popliteal Lebar pantat Tinggi pinggang Lebar pinggang Tebal Paha

21,4 42,0

19,0 40,5

17,0 39,0

21,0 42,5

17,0 39,0

20,0 41,0

20,0 41,0

22,0 42,0

21,0 42,0

21,0 42,0

18,0 39,0

21,0 41,0

20,0 41,0

22,0 42,0

19,3 41,0

41,0 38,3 30,5 41,5 19,5

40,0 37,0 30,5 40,0 18,0

36,0 35,0 28,0 44,5 15,0

41,4 38,0 30,0 41,4 19,0

36,0 34,0 26,0 40,5 14,0

41,0 37,0 30,5 41,0 19,0

40,0 38,0 30,0 40,0 18,0

41,0 38,5 31,0 41,0 20,0

41,0 38,0 31,0 41,0 19,0

41,0 38,0 31,0 40,5 19,0

37,0 34,0 27,0 40,5 14,0

41,0 38,0 30,5 41,0 17,0

41,0 37,0 30,0 41,0 17,0

41,0 38,0 31,0 40,5 20,0

41,5 37,0 30,0 42,0 19,0

Statistics tinggi_badan 15 0 164,8600 4,09596 154,00 170,50 154,0000 165,1000 tinggi_siku_ duduk 15 0 19,9800 1,63541 17,00 22,00 17,0000 20,0000 tinggi_ popliteal 15 0 41,0000 1,18019 39,00 42,50 39,0000 41,0000 jarak_pantat_ ke_popliteal 15 0 39,9933 1,94953 36,00 41,50 36,0000 41,0000 lebar_pantat 15 0 37,0533 1,50943 34,00 38,50 34,0000 38,0000 tinggi_ pinggang 15 0 29,8000 1,54458 26,00 31,00 26,0000 30,5000 tebal_ pinggang 15 0 41,0933 1,08658 40,00 44,50 40,0000 41,0000 tebal_paha 15 0 17,8333 2,03247 14,00 20,00 14,0000 19,0000

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Percentiles

Valid Missing

5 50

Lampiran 9 Data Mikro Klimat dan analisis statistik

a. Rerata Mikroklimat kelompok Kontrol dan perlakuan P0 pengukuran S basah S kering 1 27,2 31,2 2 27,2 30,9 3 26,6 30,9 4 26,4 30,7 5 26,9 30,7 rata-rata SB 26,9 0,38 30,9 0,21 P1 K In In S K In In lembab cahaya Suara S basah kering lembab cahaya Suara 71,7 402,9 69,7 27,2 29,9 72,0 410,7 70,5 73,1 402,9 68,9 27,5 31,0 74,0 413,6 69,1 71,3 395,7 70,3 27,0 31,2 70,7 407,1 70,5 72,0 419,3 70,0 26,8 31,1 71,7 408,3 69,7 74,0 417,1 70,1 26,9 29,8 71,1 408,6 70,7 72,4 1,12 407,6 10,17 69,8 0,57 27,1 0,29 30,6 0,69 71,9 1,27 409,7 2,54 70,1 0,68

b. Analisis deskriptif data mikroklimat


Descriptive Statistics N P0_Suhu_basah P0_suhu_kering P0_kelembaban P0_intensitas_cahaya P0_intensitas_suara P1_suhu_basah P1_suhu_kering P1_kelembaban P1_intensitas_cahaya P1_intensitas_Suara Valid N (listwise) 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Minimum 26,40 30,70 71,30 395,70 68,90 26,80 29,80 70,70 407,10 69,10 Maximum 27,20 31,20 74,00 419,30 70,30 27,50 31,20 74,00 418,60 70,70 Mean 26,8600 30,8800 72,4200 407,5800 69,8000 27,0800 30,6000 71,9000 412,8600 70,1000 Std. Deviation ,35777 ,20494 1,10770 10,16031 ,54772 ,27749 ,68920 1,27867 4,85829 ,67823

c. Analisis normalitas data mikroklimat


Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. ,229 5 ,200* ,261 5 ,200* ,248 5 ,200* ,277 5 ,200* ,242 5 ,200* ,213 5 ,200* ,319 5 ,106 ,269 5 ,200* ,217 5 ,200* ,322 5 ,098
a

P0_Suhu_basah P0_suhu_kering P0_kelembaban P0_intensitas_cahaya P0_intensitas_suara P1_suhu_basah P1_suhu_kering P1_kelembaban P1_intensitas_cahaya P1_intensitas_Suara

Statistic ,894 ,862 ,926 ,885 ,879 ,939 ,784 ,888 ,927 ,858

Shapiro-Wilk df 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Sig. ,377 ,236 ,573 ,331 ,305 ,656 ,059 ,350 ,578 ,221

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction

d. Analisis uji t data mikroklimat

T-Test

Group Statistics kelompok kontrol Perlakuan kontrol Perlakuan kontrol Perlakuan kontrol Perlakuan kontrol Perlakuan N 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Mean 26,8600 27,0800 30,8800 30,6000 72,4200 71,9000 407,5800 409,6600 69,8000 70,1000 Std. Deviation ,35777 ,27749 ,20494 ,68920 1,10770 1,27867 10,16031 2,55597 ,54772 ,67823 Std. Error Mean ,16000 ,12410 ,09165 ,30822 ,49538 ,57184 4,54383 1,14307 ,24495 ,30332

Suhu_basah suhu_kering kelembaban intensitas_cahaya intensitas_suara

Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -,68693 -,69201 -,46152 -,56261 -1,22466 -1,23085 -12,88456 -14,53406 -1,19905 -1,20603 ,24693 ,25201 1,02152 1,12261 2,26466 2,27085 8,72456 10,37406 ,59905 ,60603

F Suhu_basah Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed ,603

Sig. ,460

t -1,087 -1,087

df 8 7,534 8 4,702 8 7,841 8 4,504 8 7,660

Sig. (2-tailed) ,309 ,311 ,409 ,426 ,511 ,512 ,669 ,678 ,464 ,465

Mean Difference -,22000 -,22000 ,28000 ,28000 ,52000 ,52000 -2,08000 -2,08000 -,30000 -,30000

Std. Error Difference ,20248 ,20248 ,32156 ,32156 ,75657 ,75657 4,68540 4,68540 ,38987 ,38987

suhu_kering

25,309

,001

,871 ,871

kelembaban

,003

,956

,687 ,687

intensitas_cahaya

14,509

,005

-,444 -,444

intensitas_suara

,762

,408

-,769 -,769

Lampiran 10 Hasil Analisis Data Denyut Nadi

a. Rerata Data Denyut Nadi rerata P0 ker 110,41 103,24 112,2 99,78 102,5 98,23 99,45 109,45 99,87 112,1 103,4 105,42 107,89 108,89 109,76 rerata P1 ker 97,68 92,43 94,67 85,76 88,79 82,24 84,32 91,17 82,73 90,98 92,14 93,12 97,72 89,78 94,54

responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

ist 78,67 69,78 75,56 65,56 71,05 64,46 69,31 64,43 65,52 70,72 65,43 65,32 64,47 70,72 64,31

beda 31,74 33,46 36,64 34,22 31,45 33,77 30,14 45,02 34,35 41,38 37,97 40,10 43,42 38,17 45,45

ist 77,89 69,23 73,89 62,01 60,12 62,89 63,21 65,89 62,36 68,79 63,91 65,79 64,04 70,24 63,01

beda 19,79 23,20 20,78 23,75 28,67 19,35 21,11 25,28 20,37 22,19 28,23 27,33 33,68 19,54 31,53

b. Analisis Deskriptif
Descriptive Statistics N P0_istirahat P0_kerja P0_beda P1_istirahat P1_kerja P1_beda Valid N (listwise) 15 15 15 15 15 15 15 Minimum 61,46 98,23 33,03 60,12 82,24 19,35 Maximum 78,07 112,20 47,54 77,89 97,72 33,68 Mean 67,0207 105,5060 39,2773 66,2180 90,5380 24,3200 Std. Deviation 5,03199 4,89830 4,05532 4,90999 4,95718 4,60132

c. Normalitas Data
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov Statistic df ,214 15 ,155 15 ,156 15 ,205 15 ,136 15 ,157 15
a

P0_istirahat P0_kerja P0_beda P1_istirahat P1_kerja P1_beda

Sig. ,062 ,200* ,200* ,091 ,200* ,200*

Statistic ,898 ,914 ,969 ,890 ,943 ,903

Shapiro-Wilk df 15 15 15 15 15 15

Sig. ,090 ,155 ,839 ,068 ,428 ,105

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction

d. Analisis Uji t

T-Test

Group Statistics kelompok Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan N 15 15 15 15 15 15 Mean 67,0207 66,2180 105,5060 90,5380 39,2773 24,3200 Std. Deviation 5,03199 4,90999 4,89830 4,95718 4,05532 4,60132 Std. Error Mean 1,29925 1,26775 1,26474 1,27994 1,04708 1,18806

DN_istirahat DN_kerja Beda

Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -2,91578 -2,91588 11,28212 11,28210 11,71343 11,71112 4,52111 4,52121 18,65388 18,65390 18,20123 18,20354

F DN_istirahat Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed ,150

Sig. ,702

t ,442 ,442

df 28 27,983 28 27,996 28 27,565

Sig. (2-tailed) ,662 ,662 ,000 ,000 ,000 ,000

Mean Difference ,80267 ,80267 14,96800 14,96800 14,95733 14,95733

Std. Error Difference 1,81529 1,81529 1,79939 1,79939 1,58362 1,58362

DN_kerja

,142

,709

8,318 8,318

Beda

,852

,364

9,445 9,445

Lampiran 11 Hasil Analisis Keluhan Otot Skeletal a. Data Skor Keluhan Otot Skeletal p0 p1 post beda pre post beda 58 30 29 40 11 50 22 31 38 7 60 30 32 39 7 60 28 30 42 12 62 32 28 41 13 58 26 32 38 6 58 26 32 38 6 60 32 30 43 13 60 26 34 43 9 58 30 29 34 5 62 32 30 42 12 62 30 32 39 7 62 32 30 40 10 61 29 29 42 13 58 27 30 38 8

Subjek pre 1 28 2 28 3 30 4 32 5 30 6 32 7 32 8 28 9 34 10 28 11 30 12 32 13 30 14 32 15 31

b. Analisis deskriptif Data Keluhan Otot Skeletal


Descriptive Statistics N p0_pre p0_post P0_beda p1_pre p2_post p1_beda Valid N (listwise) 15 15 15 15 15 15 15 Minimum 28,00 50,00 22,00 28,00 34,00 5,00 Maximum 34,00 62,00 32,00 34,00 43,00 13,00 Mean 30,4667 59,2667 28,8000 30,5333 39,8000 9,2667 Std. Deviation 1,88478 3,03472 2,93258 1,59762 2,45531 2,89005

c. Uji Mann Whitney

Mann-Whitney Test
Ranks otot_pre kelompok 1,00 2,00 Total 1,00 2,00 Total 1,00 2,00 Total N 14 14 28 14 14 28 14 14 28 Mean Rank 14,68 14,32 21,50 7,50 21,50 7,50 Sum of Ranks 205,50 200,50 301,00 105,00 301,00 105,00

otot_post

otot_beda

Test Statisticsb Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] otot_pre 95,500 200,500 -,119 ,905 ,910
a

otot_post ,000 105,000 -4,531 ,000 ,000


a

otot_beda ,000 105,000 -4,520 ,000 ,000


a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok

Lampiran 12 Hasil Analisis Data Kelelahan Secara Umum a. Data Skor Kelelahan P0 P1 pre post beda pre post beda 33 54 21 34 50 16 34 53 19 32 42 10 34 54 20 32 45 13 35 52 17 33 48 15 32 55 23 31 51 20 32 49 17 31 40 9 31 47 16 34 38 4 30 52 22 31 46 15 32 57 25 30 50 20 30 54 24 30 50 20 30 56 26 31 52 21 34 56 22 33 51 18 33 49 16 32 45 13 32 51 19 32 49 17 32 52 20 30 48 18

Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

b. Analisis Deskriptif Kelelahan


Descriptive Statistics N p0_pre p0_post p0_beda p1_pre p1_post p1_beda Valid N (listwise) 15 15 15 15 15 15 15 Minimum 30,00 47,00 16,00 30,00 38,00 4,00 Maximum 35,00 57,00 26,00 34,00 52,00 21,00 Mean 32,2667 52,7333 20,4667 31,7333 47,0000 15,2667 Std. Deviation 1,57963 2,86523 3,20416 1,33452 4,25944 4,80278

c. Analisis Uji Mann Whitney

Mann-Whitney Test
Ranks kelelahan_pre kelompok Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan Total Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan Total Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan Total N 15 15 30 15 15 30 15 15 30 Mean Rank 17,03 13,97 21,30 9,70 20,23 10,77 Sum of Ranks 255,50 209,50 319,50 145,50 303,50 161,50

kelelahan_post

kelelahan_beda

Test Statisticsb kelelahan_pre 89,500 209,500 -,977 ,329 ,345


a

Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

kelelahan_ post 25,500 145,500 -3,620 ,000 ,000


a

kelelahan_ beda 41,500 161,500 -2,956 ,003 ,002


a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok

Lampiran 13. Hasil Analisis Data Kinerja a. Data Kinerja KONTROL no resp b1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

b2 4 5 4 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 5 4 3 4 4 5 5 4 3 4 3 4 5 3 3 4 4

b3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 5 4 5 5

b4 4 5 4 3 4 2 4 3 4 5 4 4 3 4 4

b5 5 5 4 3 5 4 4 3 4 3 4 4 5 4 5

b6 3 4 3 5 5 4 3 4 4 4 5 5 4 3 3

b7 4 5 5 4 3 4 5 4 3 4 3 4 3 3 3

b8 4 4 4 3 3 3 3 4 4 5 4 4 3 4 4

b9 3 5 5 4 4 3 4 4 3 5 4 5 4 4 4

b10 4 4 4 4 4 3 3 5 4 3 4 4 3 4 4

b11 4 3 4 4 5 4 3 3 3 4 3 4 5 4 3

b12 3 3 2 3 4 3 4 3 3 4 3 4 4 3 4

sum 45 51 47 45 48 42 44 44 42 48 47 50 45 47 47

PERLAKUAN no resp b1 b2 1 4 2 5 3 4 4 4 5 3 6 4 7 4 8 4 9 4 10 4 11 5 12 4 13 4 14 5 15 4

b3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 3 3 4 4 4 5 4 4 5 4 5 5

b4 4 5 4 3 4 2 4 4 4 5 4 4 4 4 4

b5 5 5 4 3 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5

b6 3 4 4 5 5 4 3 4 4 4 5 5 4 3 3

b7 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 3 4 3 4 3

b8 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 5 4 5 5 5

b9 3 5 5 4 4 3 4 4 3 5 5 5 4 4 4

b10 5 5 5 5 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4

b11 5 5 4 4 5 5 4 4 3 4 4 4 5 4 3

b12 4 4 4 4 4 3 4 4 5 4 4 4 4 3 4

sum 51 57 53 49 51 47 50 51 50 52 54 53 52 51 49

b. Analisis Deskriptif Data Kinerja


Descriptive Statistics N kel_kontrol kel_perlakuan Valid N (listwise) 15 15 15 Minimum 42,00 47,00 Maximum 51,00 57,00 Mean 46,1333 51,3333 Std. Deviation 2,61498 2,38048

c. Analisis Mann Whitney Data Kinerja

Mann-Whitney Test
Ranks kinerja kelompok Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan Total N 15 15 30 Mean Rank 9,00 22,00 Sum of Ranks 135,00 330,00

Test Statisticsb Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] kinerja 15,000 135,000 -4,069 ,000 ,000
a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok

Lampiran 14 Data Ketertinggalan Alat Kelompok Kontrol no alat\no responden 1 2 3 4 5 1 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 3 0 1 0 0 0 4 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 11 0 0 0 0 0 12 0 0 0 0 0 13 0 0 0 0 0 14 0 0 0 0 0 15 0 0 0 0 0 16 0 0 0 0 0 17 0 0 0 0 0 18 0 0 0 0 0 19 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0 0 21 0 0 0 0 0

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0

8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

9 10 11 12 13 14 15 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 jum

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 2

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Kelompok Kontrol no alat\no responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

9 10 11 12 13 14 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 jum

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

TIME MOTION STUDI PRAKTEK ODONTEKTOMI MAHASISWA JURUSAN KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

No Responden Hari, Tanggal Praktikum 15 menit ke : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

: . : Gerakan Yang Dilakukan Keterangan

You might also like