You are on page 1of 26

Clinical Pathways sebagai cara untuk standarisasi proses layanan klinis Rumah Sakit yang berbasis kendali mutu

dan kendali biaya# Dody Firmanda Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati Jakarta Pendahuluan Dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan terdapat beberapa ketentuan yang saling berkaitan dan perlu perhatian khusus yakni mengenai penggunaan INA CBG (Indonesian Case-based Group) sebagai cara pembayaran kepada Rumah Sakit1 (Lihat Gambar 1) dan sistem pelaksaanaan kendali mutu dan kendali biaya2 dalam pelaksanaan Jaminan Sosial Kesehatan terhitung 1 Januari 20143.

Disampaikan pada Acara Seminar dan Workshop Clinical Pathways diselenggarakan oleh Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Cabang Purwakarta di Classic Room Restoran Alam Sari, Jl. Arteri Tol Karawang Barat, Teluk Jambe Karawang, Jawa Barat, 25 Juni 2013. 1 Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 3 dan 4 2 Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 41 sampai 44 3 Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 47.

Gambar 1. Sistematika INA CBGs yang terdiri dari UNU Grouper dan Clinical Costing Methodology (CCM) Namun perjalanan panjang selama 9 tahun INA DRG (Indonesian Diagnosis-related Group) sampai saat ini INA CBG (Indonesian Case-based Group) belum dapat memenuhi dan menunjukkan: 1. mutu pelayanan (yang berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien, serta efisiensi biaya) 4 2. sistem kendali mutu pelayanan secara menyeluruh meliputi pemenuhan standar mutu rumah sakit, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar yang ditetapkan, serta pemantauan terhadap luaran kesehatan peserta5, 3. dan juga sekaligus sebagaimana amanat tentang kendali mutu dan kendali biaya dari: i. ii. iii. Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 49 ayat 1 Undang Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 3 Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 3 ayat c

Pendahuluan di atas sebagai latar belakang untuk pembahasan lebih lanjut mengenai implementasi Clinical Pathways di rumah sakit swasta dengan kerangka cara bayar INA CBG dengan sekaligus saran alternatif solusi dalam mempersiapkan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional dengan menekankan tentang kendali mutu dan kendali biaya melalui clinical pathways di rumah sakit. Dalam pembahasan mengenai mutu rumah sakit, maka tidak akan terpisahkan dengan manajemen mutu itu sendiri yang terdiri dari sistematika tentang kinerja (performance) untuk tingkat sistem rumah sakit dan berbagai akvititas dalam sistem tersebut yang meliputi 3 (tiga) aspek: i. ii. Pengukuran (Performance Measurement) atau indikator Penilaian (Performance Assessment) secara gambaran selintas (snapshot) dan kecenderungannya (trend analysis) iii. Peningkatan (Performance Improvement) secara kaidah PDSA (Plan Do Study Act), FMEA (Failure Mode Effective Analysis) dan RCA (Root Cause of Analysis).
4 5

Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 42 ayat 1. Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 42 ayat 2.

Sistem Mutu Rumah Sakit (Tata Kelola Korporat dan Tata Kelola Klinis) Tahun 2013 ini merupakan tahun tersibuk dan ketidak pastian bagi setiap institusi layanan kesehatan rumah sakit di tanah air mengingat akan dilaksanakannya sistem pembiayaan (asuransi) kesehatan universal coverage bagi seluruh rakyat secara bertahap sesuai amanat Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BJPS) dan berbagai peraturan mengenai pelaksanaan BPJS Kesehatan harus telah ada paling lama tanggal 25 November 2012 (1 tahun dari diundangkannya)6 dan sudah harus beberapa mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 20147 serta untuk BPJS Kesehatan8 tidak diselenggarakan lagi oleh Kementerian Kesehatan9. Namun peran Kementerian Kesehatan sangat dominan untuk menerbitkan beberapa peraturan/ketetapan pendukung untuk implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Sosial.10

Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menerangkan tentang kewajiban menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya11 dan Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2010 tentang Rumah Sakit pada pasal 33 rumah sakit yang efektif, efisien, dan akuntabel. 12 Pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 yang dipergunakan adalah istilah Standar Pelayanan Kedokteran (SPK) yang terdiri dari Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur Operasional (SPO). PNPK dibuat oleh organisasi profesi dan disahkan oleh Menteri Kesehatan RI, sedangkan SPO dibuat di tingkat rumah sakit oleh profesi medis dikoordinasikan oleh Komite Medik dan ditetapkan penggunaannya di rumah sakit oleh pimpinan (direktur). Standar Prosedur Operasional untuk profesi medis di rumah sakit tersebut dalam bentuk Panduan Praktik Klinis (PPK).13 menerangkan tentang organisasi

6 7

Undang Undang RI No.24 Tahun 2011 Pasal 70 ayat a. Undang Undang RI No.24 Tahun 2011 Pasal 60 ayat (1). 8 Undang Undang RI No.24 Tahun 2011 Pasal 5 ayat (2)a. 9 Undang Undang RI No.24 Tahun 2011 Pasal 60 ayat (2)a. 10 Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan 11 Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 12 Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2010 tentang Rumah Sakit 13 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1348/Menkes/Per/IX/2010

Namun di sisi lain pemberlakuan

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/

Per/IV/2011 setiap rumah sakit harus menyesuaikan dengan peraturan tersebut selambatnya tanggal 5 November 2011 (6 bulan sejak diundangkannya peraturan tersebut)14 maka

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws) sepanjang mengenai pengaturan staf medis, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 631/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Internal Staf Medis dicabut dan dinyatakan tidak berlaku15. Konsekuensi bagi Rumah Sakit dengan perubahan Peraturan Interna Staf Medis (medical staf bylaws) maka secara tidak langsung Hospital bylaws (HBL) dan SOTK (Struktur Organisasi dan Tata Kelola) rumah sakit juga berubah sebagaimana dalam Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Sistematik perubahan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/ Per/IV/2011 dihubungkan dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 36

14 15

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/IV/2011 Pasal 19. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/IV/2011 Pasal 20.

Namun bila dipelajari secara seksama dari keempat tantangan di atas, terdapat kata kunci yang merupakan roh dari aktivitas rumah sakit yakni untuk mengatur tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien dirumah sakit lebih terjamin dan terlindungi serta mengatur penyelenggaraan komite medik di setiap rumah sakit dalam rangka peningkatan profesionalisme staf medis.16,
17

Oleh

karena rumah sakit harus segera menyusun strategi kebijakan dan pedoman (panduan) masing masing yang meliputi ruang lingkup dimensi: 1. Tatakelola Korporat dan Tatakelola Klinis (clinical governance) 2. Mutu dan Kesinambungan Peningkatannya (Continuous Improvement) 3. Keselamatan pasien (Patient Safety)

Quality

Ketiga dimensi tersebut berfokus kepada core business rumah sakit yakni pasien (patient centeredness) mulai dari saat masuk (admisi), dirawat sampai pulang (discharge) yang dilayani secara terintegrasi dan berkesinambungan serta jelas (akauntabel).

Maka secara ringkas dapat ditarik suatu hipotesis bila tidak ada tatakelola klinis (clinical governance sistem mutu) maka mutu pelayanan dan keselamatan pasien di rumah sakit akan dipertanyakan dan itu sudah masuk ke dalam kategori medical error tipe laten, bila tidak segera diperbaiki maka akan terjadi system failure di rumah sakit tersebut. Jadi secara sekilas sebetulnya mudah bagi pihak yang berwenang (Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dan Komite Akreditasi Rumah Sakit/KARS) untuk menilai suatu rumah sakit dalam rangka pembinaan18 yakni dengan cara mengkaji sistem tatakelola klinis dan korporat (clinical governance) suatu rumah sakit (Lihat: Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 36 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 Pasal 2).

16 17

Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 36 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/IV/2011 Pasal 2. 18 Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 54 dan 55.

Panduan Praktik Klinis (PPK), Clinical Pathways dan (Daftar) Kewenangan Klinis (Clinical Privilege) Panduan Praktik Klinis (PPK) disusun berdasarkan pendekatan Evidence-based Medicine (EBM)19 dan atau Health Technology Assessment (HTA) kurangnya dari:20 1. Definisi/pengertian 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan Fisik 4. Kriteria Diagnosis 5. Diagnosis Kerja 6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan Penunjang 8. Terapi 9. Edukasi 10. Prognosis 11. Kepustakaan Penyusunan Panduan Praktik Klinis (PPK) di atas dapat tentang:21 1. Tatalaksana penyakit pasien dalam kondisi tunggal dengan/tanpa komplikasi 2. Tatalaksana pasien berdasarkan kondisi yang isinya terdiri sekurang

Dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan terdapat 2 pasal mengenai Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assessment) yakni tentang pengembangan dan penggunaan teknologi22 serta dalam rangka jaminan mutu dan biaya 23 secara konseptual dan model tersebut dapat terwujud sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4 berikut.

19 20

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 Standar Pelayanan Kedokteran Psl 4(3) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 Pasal 10 (4) 21 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 Pasal 4 (1) 22 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 26 23 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 43

Gambar 3. Konseptual pengembangan dan penggunaan Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assessment/HTA) dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya

Gambar 4. Model pengembangan dan penggunaan Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assessment/HTA) dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya

Adapun langkah langkah dalam penyusunan Panduan Praktik Klinis secara ringkasnya dapat dilihat dalam Gambar 5 berikut.

PNPK/PPK

Gambar 5. Langkah umum dalam kajian literatur melalui pendekatan evidence-based medicine, tingkat evidens dan rekomendasi dalam proses penyusunan Standar Pelayanan Kedokteran bentuk Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan atau Panduan Praktik Klinis (PPK).
9

Agar lebih mudah dan praktis dalam membantu profesi medis di SMF menyusun PPK, maka digunakan Tabel 1 berikut sebagai panduan dalam menentukan tingkat evidens dan rekomendasi sebagaimana langkah ketiga dari Evidence-based Medicine dalam telaah kritis (critical appraisal). Tabel 1. Ringkasan dalam telaah kritis (critical appraisal) VIA (Validity, Importancy dan Applicability)

Berikut contoh Format: 1. Panduan Praktik Klinis untuk Tatalaksana Kasus profesi medis (halaman 11 dan 12) 2. Panduan Praktik Klinis untuk Prosedur Tindakan profesi medis (halaman 13) 3. Panduan Praktik Klinis untuk Prosedur Tindakan profesi keperawatan (halaman 14) 4. Panduan Praktik Klinis untuk Prosedur Tindakan profesi kefarmasian (halaman 15) 5. Panduan Praktik Klinis untuk Prosedur Tindakan profesi nutrisi/gizi klinis (halaman 16)

10

11

12

13

14

15

16

Clinical Pathways (CP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan kedokteran (PNPK/PPK) dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.24,25,26

Dalam membuat Clinical Pathways penanganan kasus pasien rawat inap di rumah sakit harus bersifat:

1. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara terpadu/integrasi dan berorientasi fokus terhadap pasien (Patient Focused Care) serta berkesinambungan (continuous of care) 2. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat/bidan, penata, laboratoris dan farmasis) 3. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian (untuk kasus rawat inap) atau jam (untuk kasus gawat darurat di unit emergensi). 4. Pencatatan CP seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien secara terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk dokumen yang merupakan bagian dari Rekam Medis. 5. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan CP dicatat sebagai varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit. 6. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit penyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors). 7. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.

24

Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 7 Oktober 2005. 25 Firmanda D. Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusun Sistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam Malik Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan Pedoman DRGs Casemix Depkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29 Desember 2005. 26 Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways Kesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta 2006.

17

Clinical Pathways tersebut dapat merupakan suatu Standar Prosedur Operasional yang merangkum:

1. Profesi medis: Standar Pelayanan Kedokteran (PNPK/PPK) dari setiap Staf Medis Fungsional (SMF) klinis dan penunjang. 2. Profesi keperawatan: Panduan Praktik Klinis Keperawatan/Asuhan Keperawatan 3. Profesi farmasi: Panduan Praktik Klinis Kefarmasian/Apoteker) termasuk mengenai sistem Unit Dose Daily, Stop Ordering dan MESO (Monitoring Efek Samping Obat) 4. Profesi nutrisi/gizi klinis: Panduan Praktik Klinisi Nutrisi 5. Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap dan Operasi dari Sistem Staf Medis Fungsional (SMF), Instalasi dan Sistem Manajemen Rumah Sakit (Tata Kelola RS dan Tata Kelola Klinis/Clinical Governance) Setiap varians yang didapatkan akan dilakukan tindak lanjut dalam bentuk pelaksanaan audit medis sebagaimana yang dianjurkan dalam Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011.

Berikut Contoh Format Clinical Pathways (pada halaman 19 dan 20)

18

19

20

Dengan sendiri bila sudah tersusun PPK dan Clinical Pathways itu sudah merupakan aset awal dalam menyusun Daftar Kewenangan Klinis (white book) profesi medis di rumah sakit tersebut, tinggal dilaksanakan penilaian terhadap setiap individu dokter sebagai kewenangan klinis (clinical priviledge) yang bersangkutan. Implementasi Clinical Pathways sangat bermanfaat bagi profesi dalam memberikan kepastian pelayanan di rumah sakit sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 6 berikut.

Gambar 6. Implementasi Clinical Pathways dalam bidang pelayanan di rumah sakit.


21

Gambar 7. Penilaian (performance assessment) rerata dan rentang interval 95% hari rawat untuk clininal pathways Pneumonia dari tahun 2006 sampai 2012.

Gambar 8. Contoh kurva distribusi pada tahun 2006.


22

Maka secara konseptual, konstruksi dan model implementasi Clinical Pathways secara tidak langsung sebagaimana diutarakan diatas bahwa: Clinical Pathways sebagai: 1. instrumen pelayanan berfokus kepada pasien (patient-focused care), terintegrasi, berkesinambungan dari pasien masuk dirawat sampai pulang sembuh (continuous care), jelas akan dokter/perawat penanggung jawab pasien (DPJP/PPJP) sebagai duty of care, 2. utilitas pemeriksaan penunjang, penggunaan obat obatan termasuk antibiotika, prosedur tindakan operasi, 3. antisipasi kemungkinan terjadinya medical errors (laten dan aktif, nyaris terjadi maupun kejadian tidak diharapkan/KTD) dan pencegahan kemungkinan cedera (harms) serta infeksi nosokomial dalam rangka keselamatan pasien (patient safety), 4. mendeteksi dini titik titik potensial berisiko selama proses layanan perawatan pasien (tracers methodology) dalam rangka manajemen risiko (risks management), 5. rencana pemulangan pasien (patient discharge) jelas dan terkomunikasikan kepada pasien dan keluarga 6. upaya peningkatan mutu layanan berkesinambungan (continuous quality improvement) baik dengan pendekatan tehnik TOC (Theory of Constraints) untuk sistem maupun individu profesi, 7. penulusuran kinerja (performance) individu profesi maupun kelompok (team-work).

Clinical Pathways merupakan suatu rangkaian sistem yang dapat dipergunakan sebagai instrumen untuk memenuhi persyaratan penilaian Akreditasi dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) versi baru maupun dari Joint Commission International for Hospital (JCI) versi 2011 untuk standar standar dalam Section I. Patient Centered Standard maupun dalam Section II. Healthcare Organization Management Standard. Secara ringkas kunci sistem mutu Rumah Sakit (Gambar 9) adalah harus:

23

a. b.

mulai dengan data dan perlakukan data tersebut secara pendekatan 3 konsep sistematis utama yang

senantiasa berurutan (untuk mempermudah disingkat sebagai 3 P atau dalam bahasa Inggris disingkat sebagai MAI) yakni: 1. Pengukuran (Measurement) 2. Penilaian (Assessment) 3. Peningkatan (Improvement)

Gambar 9. Manajemen Mutu Rumah Sakit.

Maka penjelasan di atas telah mengakomodasi Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 Pasal 41 sampai 44 mengenai perihal kendali mutu dan kendali biaya dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan.

24

Kesimpulan: Dari uraian singkat diatas dengan hanya selembar Clinical Pathways - merupakan suatu instrumen yang komprehensif merangkum secara terpadu bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian maupun akreditasi serta bila ditinjau dari segi ekonomi kesehatan dapat melaksanakan efisiensi pembiayaan dengan memanfaatkan seoptimal mungkin hari yang rawat pasien,

mengeliminasi

pemeriksaan

penunjang/laboratorium/tindakan

tidak

diperlukan,

menggunakan obat obataan (terutama antibiotik) sesuai evidence-based; sehingga pelayanan efektif disamping tidak membedakan latar belakang pasien karena fokus kepada pasien dan penyakitnya (keberadilan/ekuiti) dan sekaligus memenuhi seluruh tiga tujuan dari Undang

Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 dan empat tujuan Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009.

Bahkan bila dilaksanakan Clinical Pathways secara konsisten dimana akan didapatkan data data cost-weight, casemix index dan base-rate secara lengkap (untuk micro-system) akan dapat disusun suatu National Health Accounts sehingga Universal Coverage akan lebih mudah tercipta dan Undang Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 serta Undang Undang RI Nomor 24 Tahun 2011 untuk bidang kesehatan terwujud (secara macro-system). Secara tidak langsung dengan Clinical Pathways akan membantu regulator dan pembuat kebijakan kesehatan nasional untuk menerapkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) dalam rangka pengembangan teknologi kesehatan, 27 dan kendali mutu dan kendali biaya28.

Penerapan Clinical Pathways di rumah sakit dapat membantu dalam aspek pembiayaan menuju penyempurnaan dari sistem casemix ke arah pendekatan yang lebih realistis (activity-based funding) sebagaimana nantinya akan diterapkan sistem remunerasi seperti Payment By Performance (PBP) yang dianut di negara Inggris, ABF di Australia dan Kanada serta Payment for Performance (P4P) dalam managed care di Amerika Serikat.

27 28

Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 26 Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 43

25

Saran 1. Untuk tingkat sistem manajemen pengelola rumah sakit: i. Membuat Tata Kelola Korporat dan Tata Kelola Klinis Rumah Sakit (Clinical Governance) sesuai amanat dari: a. Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 36 b. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/IV/2011 Pasal 2 Menetapkan indikator pengukuran (performance measurement) dari Tata Kelola Korporat dan Tata Kelola Klinis Rumah Sakit (Clinical Governance) di atas Melaksanakan penilaian (performance assessment) dari (ii) di atas melalui SPC (statistical process control) dan trend analysis Melakukan peningkatan (performance improvement) hasil dari penilaian (iii) di atas untuk tingkat sistem

ii. iii. iv.

2. Untuk tingkat aktivitas pelayanan rumah sakit: i. Membuat Panduan Praktik Klinis untuk tatalaksana kasus dan prosedur tindakan ii. Membuat Clinical Pathways iii. Membuat Daftar Kewenangan Klinis (White Book) Rumah Sakit berdasarkan (i) dan (ii) di atas iv. Menetapkan Kewenangan Klinis (Clinical Privilege) dan Penugasan (Clinical Appointment) profesi di Rumah Sakit berdasarkan (iii) di atas v. Membuat Daftar Formularium Rumah Sakit berdasarkan (i) dan (ii) di atas vi. Menetapkan indikator pengukuran (performance measurement) berdasarkan (i) dan (ii) di atas vii. Melaksanakan penilaian (performance assessment) dari (vi) melalui audit viii. Melakukan peningkatan (performance improvement) hasil dari penilaian (vii) di atas

Terima kasih, semoga bermanfaat. Karawang, Jawa Barat 25 Juni 2013 Dody Firmanda Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati Jakarta. http://www.scribd.com/Komite%20Medik

26

You might also like