You are on page 1of 5

Ade dwi fonna Rizki 091201120 Hut II Kel 1 Literature Praktikum Ekologi Hutan

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914). Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.[1] Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.[1] Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme.[1] Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada.[1] Komponen pembentuk Semua komponen tersebut berada pada suatu tempat dan berinteraksi membentuk suatu kesatuan ekosistem yang teratur[4]. Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan sebagai komponen heterotrof, tumbuhan air sebagai komponen autotrof, plankton yang terapung di air sebagai komponen pengurai, sedangkan yang termasuk komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut dalam air.[4] Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah: Abiotik Abiotik atau komponen tak hidup adalah komponen fisik dan kimia yang merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup.[4] Sebagian besar komponen abiotik bervariasi dalam ruang dan waktunya.[2] Komponen abiotik dapat berupa bahan organik, senyawa anorganik, dan faktor yang mempengaruhi distribusi organisme, yaitu[2]: 1. Suhu. Proses biologi dipengaruhi suhu. Mamalia dan unggas membutuhkan energi untuk meregulasi temperatur dalam tubuhnya. 2. Air. Ketersediaan air mempengaruhi distribusi organisme. Organisme di gurun beradaptasi terhadap ketersediaan air di gurun. 3. Garam. Konsentrasi garam mempengaruhi kesetimbangan air dalam organisme melalui osmosis. Beberapa organisme terestrial beradaptasi dengan lingkungan dengan kandungan garam tinggi. 4. Cahaya matahari. Intensitas dan kualitas cahaya mempengaruhi proses fotosintesis. Air dapat menyerap cahaya sehingga pada lingkungan air, fotosintesis terjadi di sekitar permukaan yang terjangkau cahaya matahari. Di gurun, intensitas cahaya yang besar membuat peningkatan suhu sehingga hewan dan tumbuhan tertekan. 5. Tanah dan batu. Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik, pH, dan komposisi mineral membatasi penyebaran organisme berdasarkan pada kandungan sumber makanannya di tanah. 6. Iklim. Iklim adalah kondisi cuaca dalam jangka waktu lama dalam suatu area. Iklim makro meliputi iklim global, regional dan lokal. Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu daerah yang dihuni komunitas tertentu. Autotrof

Komponen autotrof terdiri dari organisme yang dapat membuat makanannya sendiri dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti sinar matahari (fotoautotrof) dan bahan kimia (kemoautotro berklorofil.[4] Heterotrof Komponen heterotrof terdiri dari organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik yang disediakan oleh organisme lain sebagai makanannya.[4] Komponen heterotrof disebut juga konsumen makro (fagotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih kecil.[4] Yang tergolong heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.[4] Pengurai Pengurai atau dekomposer adalah organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati.[4] Pengurai disebut juga konsumen makro (sapotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih besar.[1] Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen.[4] Yang tergolong pengurai adalah bakteri dan jamur.[4] Ada pula pengurai yang disebut detritivor, yaitu hewan pengurai yang memakan sisa-sisa bahan organik, contohnya adalah kutu kayu.[4] Tipe dekomposisi ada tiga, yaitu[2]: 1. aerobik : oksigen adalah penerima elektron / oksidan 2. anaerobik : oksigen tidak terlibat. Bahan organik sebagai penerima elektron /oksidan 3. fermentasi : anaerobik namun bahan organik yang teroksidasi juga sebagai penerima elektron. Kebergantungan

rantai makanan Kebergantungan pada ekosistem dapat terjadi antar komponen biotik atau antara komponen biotik dan abiotik[2]. [sunting] Antar komponen biotik Kebergantungan antar komponen biotik dapat terjadi melalui[2]: 1. Rantai makanan, yaitu perpindahan materi dan energi melalui proses makan dan dimakan dengan urutan tertentu. Tiap tingkat dari rantai makanan disebut tingkat trofi atau taraf trofi. Karena organisme pertama yang mampu menghasilkan zat makanan adalah tumbuhan maka tingkat trofi pertama selalu diduduki tumbuhan hijau sebagai produsen. Tingkat selanjutnya adalah tingkat trofi kedua, terdiri atas hewan pemakan tumbuhan yang biasa disebut konsumen primer. Hewan pemakan konsumen primer merupakan tingkat trofi ketiga, terdiri atas hewan-hewan karnivora. Setiap pertukaran energi dari satu tingkat trofi ke tingkat trofi lainnya, sebagian energi akan hilang.[2] 2. Jaring- jaring makanan, yaitu rantai-rantai makanan yang saling berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk seperi jaring-jaring. Jaring-jaring makanan terjadi karena setiap jenis makhluk hidup tidak hanya memakan satu jenis makhluk hidup lainnya. [sunting] Antar komponen biotik dan abiotik Kebergantungan antara komponen biotik dan abiotik dapat terjadi melalui siklus materi, seperti [2]: 1. siklus karbon 2. siklus air 3. siklus nitrogen 4. siklus sulfur

Siklus ini berfungsi untuk mencegah suatu entuk materi menumpuk pada suatu tempat. [2] Ulah manusia telah membuat suatu sistem yang awalnya siklik menjadi nonsiklik, manusia cenderung mengganggu keseimbangan lingkungan.[2] a. Piramida Jumlah Organisme dengan tingkat trofik masing-masing dapat di sajikan dalam piramida jumlah. Organisme di tingkat trofik pertama biasanya paling melimpah,sedangkan organisme di tingkat trofik kedua,ketiga,dan selanjutnya makin berkurang. Dapat dikatakan bahwa pada kebanyakan komunitas normal,jumlah tumbuhan selalu lebih banyak daripada organisme herbivora. Demikian pula jumlah herbivora selalu lebih banyak daripada jumlah karnivora tingkat 1.Karnivora tingkat 1 juga selalu lebih banyak daripada karnivora tingkat 2. Piramida jumlah ini di dasarkan atas jumlah organisme di tiap tingkat trofik. b. Piramida Biomassa Seringkali piramida jumlah yang sederhana kurang membantu dalam memperagakan aliran energi dalam ekosistem. Penggambaran yang lebih realistic dapat disajikan dengan piramida biomassa. Biomassa adalah ukuran berat materi hidup di waktu tertentu. Untuk mengukur biomassa di tiap tingkat trofik maka rata-rata berat organisme di tiap tingkat harus diukur kemudian barulah jumlah organisme di tiap tingkat diperkirakan. Piramida biomassa berfungsi menggambarkan perpaduan massa seluruh organisme di habitat tertentu,dan di ukur dalam gram. Untuk menghindari kerusakan habitat maka biasanya hanya diambil sedikit sample dan di ukur,kemudian total seluruh biomassa dihitung. Dengan pengukuran seperti ini akan di dapat informasi yang lebih akurat tentang apa yang terjadi pada ekosistem. c. Piramida Energi Seringkali piramida biomassa tidak selalu memberi informasi yang kita butuhkan tentang ekosistem tertentu. Lain dengan piramida energi yang di buat berdasarkan observasi yang dilakukan dalam waktu yang lama. Piramida energi mampu memberikan gambaran paling akurat tentang aliran energi dalam ekosistem. Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-turut yang tersedia di tiap tingkat trofik. Berkurang-nya energi yang terjadi di setiap trofik terjadi karena hal-hal berikut : Hanya sejumlah makanan tertentu yang ditangkap dan dimakan oleh tingkat trofik selanjutnya. Beberapa makanan yang dimakan tidak bias dicernakan dan dikeluarkan sebagai sampah. Hanya sebagian makanan yang di cerna menjadi bagian tubuh organisme,sedangkan sisanya digunakan sebagai sumber energi. Hutan Komponen-komponen ekosistem yang ada pada hutan ini adalah mulai dari tingkat produsen yaitu semua jenis tanaman heterotrof yang ada, tingkat konsumen I yaitu belalang, kupu-kupu, ulat dan capung. Konsumen II terdiri dari semut, nyamuk dan pacat. Dari tabel hasil yang sudah ada dapat dilihat jenis spesies yang ada pada ekosistem ini, dimana jenis tumbuhannya sangat beranekaragam dari tingkat stratum yaitu mulai dari strata A sampai dengan strata tumbuhan bawah tanah seperti perdu atau semak. Dari sini dapat dilihat bahwa persaingan yang terjadi pada ekosistem ini sangat tinggi terutama dalam memperoleh sinar matahari, karena jumlah produsen pada ekosistem ini sangat banyak dan masing-masing pasti membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Menurut Michael (1995) bahwa bilamana sejumlah organisme bergantung pada sumber yang sama, persaingan akan terjadi. Persaingan demikian dapat terjadi antara anggota-anggota spesies yang berbeda (persaingan interspesifik) atau antara organisme yang sama (persaingan intraspesifik). Persaingan dapat terjadi dalam makanan atau ruang. Persaingan interspesifik yang dapat terjadi pada ekosistem ini dapat dilihat dari food web yang terjadi yaitu antara nyamuk dengan pacat, dimana mereka sama-sama bersaing dalam memakan dengan kata lain menghisap darah manusia. Sedangkan untuk yang intraspesifik yaitu antara produsen itu sendiri dalam memperoleh sinar matahari, antara hewan yang satu dengan hewan yang lain dalam satu jenis seperti belalang dengan belalang dalam memperoleh tanaman muda yang dapat untuk dimakan. Hewan yang paling banyak ditemui pada tempat ini adalah semut, hal ini dikarenakan sifat dari semut itu sendiri yang dapat hidup dimana saja. Perbandingan antara ekosistem hutan dan ekosistem padang rumput Dari data yang telah diperoleh maka keanekaragaman jenis pada kedua ekosistem dapat dilihat perbedaannya dari jumlah spesies masing-masing, ekosistem hutan adalah yang paling beranekaragam jenisnya hutan, dimana pada ekosistem hutan jenis spesiesnya ada 20 jenis sedangkan pada padang rumput

jenis spesiesnya ada 16 jenis. Hal ini berlawanan dengan pendapat Reso (1989) yang mengatakan bahwa meskipun padang rumput ini hanya ada satu stratum, tetapi keanekaragaman jenis mungkin tinggi jika dibandingkan dengan kebanyakan hutan. Perbedaan pendapat ini mungkin terjadi karena praktikum yang dilakukan itu menggunakan lahan yang kurang representatif atau kurang mewakili. Jika lahan yang diamati tersebut representatif maka benarlah apa yang dikatakan oleh Reso (1992) tersebut. Keragaman jenis ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dari komunitas atau individu yang ada di dalamnya serta dapat menjadi pembeda antara ekosistem yang satu dengan yang lainnya. Menurut Michael (1995) bahwa keragaman spesies dapat diambil untuk menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubugan ini dapat dinyatakan secara numerik sebagai indeks keragaman. Jumlah spesies di dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin stabil. Jika dilihat dari jenis maka banyak terdapat perbedaan antara jenis spesies yang ada pada padang rumput dengan hutan, diantaranya pada pengamatan di hutan tidak terdapat satupun rumput teki sedangkan pada padang rumput spesies ini adalah salah satu jenis yang paling dominan ditemui, hal ini disebabkan karena karakteristik dari rumput teki itu sendiri adalah tidak tahan akan naungan atau termasuk jenis tanaman yang intoleran. Sehingga rumput ini tidak dapat hidup di hutan karena pada hutan penutupan kanopinya sangat rapat sehingga cahaya matahari tidak dapat langsung mengenai lapisan bawah. Sedangkan pada padang rumput matahari dapat secara langsung sampai pada lapisan yang paling bawah sehingga rumput teki dapat hidup dan berkembangbiak dengan cepat serta hal lain yang mendukung perkembang biakannya ini menurut Maradjo (1987) adalah karena sifatnya yang liar itu, tumbuhan teki dapat tumbuh serta teki dapat tumbuh baik disegala macam tanah, ia tidak memilih tanah baik di daerah dataran rendah maupun di daerah dataran tinggi atau pegunungan sampai ketinggian 1000 mdpl. Pada hutan jenis spesies yang paling banyak tumbuh adalah tanaman suplir hal ini disebabkan karena menurut Maradjo (1987) bahwa daerah penyebaran meliputi daerah yang beriklim tropis dan mempunyai curah hujan yang cukup pada ketinggian 30 2800 mdpl. Merupakan jenis tanaman liar yang hidup menahun. Tempat tumbuhnya meliputi daerah-daerah di dalam hutan, di dalam jurang atau di tepi tebing, di pinggir-pinggir kali atau sungai, seringkali membentuk suatu hutan yang rapat, terutama pada daerahdaerah yang mempunyai curah hujan yang banyak. Dengan melihat ciri-ciri dari suplir ini dapat dikatakan bahwa suplir hidup pada daerah yang kelembabannya tinggi atau membutuhkan naungan seperti didalam hutan, sehingga hal ini menyebabkan tanaman ini tidak dapat hidup pada daerah padang rumput yang penuh dengan cahaya matahari. Untuk hewan pada masing-masing tempat itu tidak jauh berbeda seperti semut adalah jenis spesies yang paling banyak ditemui pada kedua ekosistem hal ini disebabkan karena ciri-ciri dari hewan itu sendiri menurut Borror, et.al (1992) bahwa semut ini adalah suatu kelompok yang sangat umum dan menyebar luas, terkenal bagi semua orang. Semut-semut itu barang kali yang paling sukses dari semua kelompokkelompok serangga. Mereka praktis terdapat dimana-mana di habitat darat dan juga jumlah individunya melebihi kebanyakan hewan darat lainnya. Perbedaan diantara ekosistem ini juga dapat diakibatkan oleh pengaruh faktor abiotik dari daerah tersebut, dimana menurut Guslim (1996) bahwa perbedaan antara ekosistem itu terjadi karena adanya : 1. perbedaan kondisi iklim (hutan hujan tropis, hutan musim, hutan savana) 2. letak di atas permukaan laut, topografi dan formasi geologi (zonasi pada pegunungan, lereng pegunungan yang curam, lembah sungai, formasi lava dan sebagainya) 3. kondisi tanah dan air tanah (misalnya pasir, lempung, basah, kering) Suhu juga merupakan faktor penyebab terjadinya perbedaan dari ekositem yang satu dengan yang lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Ismail (2001) bahwa suhu merupakan ekologi yang sangat menetukan dam mempengaruhi kehidupan organisme, termasuk tumbuhan. Pertumbuhan dan penyebaran tumbuhan sering dibatasi oleh suhu. Umumnya tumbuhan akan dapat mempertahankan kehidupan dengan aktifitas pertumbuhan yang normal pada kisaran suhu antara 10 o C sampai 40 o C. Dalam piramida jumlah dari kedua ekosistem ditemukan kerancuan dimana jumlah komponen konsumen I lebih sedikit daripada konsumen II, padahal kenyataan yang sering dijumpai dan yang telah dipelajari bahwa jumlah dari masing-masing komponen itu harus seimbang antara yang satu dengan yang lainnya agar kehidupan dari tiap organisme itu dapat stabil. Menurut Reso (1989) bahwa piramida ekologi memberikan gambaran kasar tentang efek hubungan rantai pangan untuk kelompok ekologi secara menyeluruh. Populasi dan bobot organisme yang dapat ditunjang

pada setiap tinggkat tropik dan setiap situasi tergantung pada banyaknya energi yang ditambah pada setiap waktu dalam tingkat trofik yang lebih banyak dan kecepatan produksi makanan. Dalam setiap ekosistem pasti terdapat rantai makanan antara organisme yang satu dengan yang lainnya dalam perpindahan energi. Menurut Reso (1989) bahwa rantai pangan adalah pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yang memakan dan yang dimakan. Semakin pendek rantai pangan ini semakin dekat jarak antara organisme pada permulaan dan organisme pada ujung rantai dan semakin besar pula energi yang disimpan. Rantai ini tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi saling berkaitan yang satu dengan yang lainnya sehingga membentuk jaring-jaring pangan/makanan. Dari jaring makanan yang telah di dapat bahwa pada padang rumput itu perpindahan energi yang terjadi yaitu dari produsen -> konsumen I -> konsumen II -> konsumen III -> pengurai, pada hutan jaringan makanan yang terjadi adalah dari produsen -> konsumen I -> konsumen II -> pengurai. Menurut Guslim (1996) sebagian besar pengurai adalah mewakili bakeri dan jamur yang menguraikan ikatan kompleks protoplasma yang mati sambil menyerap beberapa pengurai dan melepaskan zat sederhana yang kembali ke ekosistem untuk selanjutnya dapat dipakai oleh produsen. http://rimbaraya.blogspot.com/2005/01/pengenalan-ekosistem-hutan.html http://haifani.wordpress.com/2010/02/12/piramida-ekologi/

You might also like