You are on page 1of 1

Topik etika profesi , permasalahan yang diangkat tentang seorang bayi korban mal praktek

Topik : Etika Profesi dalam dunia kedokteran.

Kasus : Bayi Sehat Korban Mal Praktek Sumber : Indosiar.com tayang

: Senin, 24 Maret 2008, Pukul 12.30 WIB

1. Pendahuluan Beberapa waktu belakangan ini , marak masalah tentang Malpraktik kedokteran di Indonesia dan baru baru ini yang paling marak tentang pasien yang pernah mengeluhkan dirinya menjadi korban malpraktek RS Omni yaitu Prita Mulyasari, tapi kasus yang saya bahas ini bukan tentang PritaMulya Sari tetapi seorang bayi yang mengalami mal praktek. . Jika kita membahas masalah Malpraktik ini, maka akan terlintas mengenai pelanggaran kode etik dokter. Hal ini juga pastinya terkait oleh pembahasan tentang Etika Profesi. 2. Pembahasan Dalam suatu profesi, perlu adanya norma yang mengatur segala aspek dalam profesi tersebut. Kode etik profesi ini pada dasarnya mengatur hubungan antara profesional (orang yang menguasai suatu bidang profesi), dengan klien (pihak yang menggunakan jasa profesional). Profesional harus memberikan jasa atas keahliannya sebaik-baiknya kepada Klien. Tapi ada kalanya etika profesi dilanggar. Hal ini biasanya dilakukan oleh para profesional yang kurang baik dalam memberikan jasa pada klien mereka. Malpraktik medis atau kesalahan medis adalah salah satu pelanggaran etika profesi. Pelanggaran ini dapat berupa kesalahan diagnosis penyakit pasien, kemudian berimbas pada kesalahan terapi, bahkan kelalaian dokter pasca operasi pada pasien. Masalah yang terjadi oleh seorang bayi , yaitu : Maulana adalah seorang anak berusia 18 tahun. Dulunya adalah anak yang mengemaskan dan pernah menjadi juara bayi sehat. Namun makin hari tubuhnya makin kurus. Dan organ tubuhnya tidak bisa berfungsi secara normal. Tragedi ini terjadi ketika Maulana mendapat imunisasi dari petugas kesehatan. Diduga korban kuat Maulana adalah korban mal praktek. Maulana, kini berusia 18 tahun. Namun ia hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur. Tragedi ini bermula saat usianya empat puluh lima hari. Seperti balita pada umumnya, Maulana mendapatkan imunisasi dari petugas Dinas Kesehatan. Petugas memberikan tiga imunisasi sekaligus, yaitu imunisasi BCG, imunisasi DPT dan imunisasi Polio. Namun setelah dua jam menerima imunisasi, Maulana mengalami kejang-kejang, dan suhu tubuhnya naik tajam. Sehingga orang tuanya panik dan langsung membawanya ke rumah sakit. Namun kondisinya justru makin menburuk. Setelah lima hari dirawat, Maulana malah tidak sadarkan diri, selama tiga minggu. Sejak itu, tubuh Maulana selalu sakit sakitan dan hampir seluruh organ tubuhku tidak berfungsi normal. Dokter mendiagnosa Maulana mengalami radang otak. Namun setelah itu, satu persatu penyakit akut menggerogoti kesehatannya. Semakin hari badannya semakin kecil, dan mengerut. Maulana sering mengalami sesak nafas, dan kejang kejang. Lina yakin, Maulana menjadi korban malpraktek. Karena beberapa dokter yang perawat Maulana menyatakan, anaknya mengalami kesalahan imunisasi.Kini Lina, hanya bisa pasrah. Ia merawat Maulana, seperti merawat bayi. Saat makan Maulana tetap harus disuapi, demikian juga ketika buang air besar dan kencing. Orangtuanya selalu memakaikan popok. . Kasus dugaan mal praktek seperti kasus Maulana merupakan kesalahan dalam etika profesi sebagai dokter karena memberikan pelayanan di bawah, melakukan kelalaian berat sehingga membahayakan pasien. Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia, Fachmi Idris menyatakan, profesi dokter, diikat oleh sebuah etika profesi dalam sebuah payung Majelis Kode Etik Kedokteran atau MKEK. Seorang dokter dapat dikatakan melakukan pelanggaran saat praktek, jika sudah dibuktikan dalam suatu sidang majelis kode etik. Dari kasus Maulana , dapat dicermati bahwa tudingan dokter yang melakukan malpraktik dapat ditujukan terhadap suatu tindakan kesengajaan (dolus) ataupun kelalaian (culpa) seorang dokter dalam menggunakan keahlian dan profesinya yang bertentangan dengan SOP yang lazim dipakai di lingkungan kedokteran yaitu Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) dan Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Namun, jika kesalahan tersebut dikategorikan malpraktik maka Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika ternyata terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Sudah saatnya pihak berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena maraknya gugatan malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta bagi masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian hukum dan keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan agar para dokter tidak lagi menghindar dari tanggung jawab hukum profesinya dan memegang etika profesi . 3.Penutup Fenomena Malpraktik seharusnya tidak terjadi jika tiap profesional memegang etika profesi dan memiliki kepekaan moral. Kepekaan dalam bersikap kepada sesama profesional, atau rasa tanggung jawab atas profesinya kepada masyarakat. Etika profesi akan berguna jika dirasakan manfaatnya oleh profesional sendiri. Selain itu, kegunaan itu akan terwujud jika dirasakan pula oleh pengguna jasa profesional. Tapi disisi lain kita tidak bisa juga menanggap dokter sebagai penjahat medis karena kita sadar bahwa dokter j uga manusia yang bisa melakukan kesalahan.

You might also like