You are on page 1of 25

MAKALAH TOKSIKOLOGI KLINIK KERACUNAN LOGAM TIMBAL(Pb) DAN PENANGANANNYA

Dosen Pengampu : Ririn Lispita, SF., Apt

Kelompok VI : 1. Halimatus S Zein (105010567) 2. Barok silfiani 3. Betta oktaria 4. Dhiyaul hasyimi 5. Zuwidah mawaddah 6. Tisa lazuardi 7. Siti mutmainah 8. Ibrahim 1. (105010533) (095010 (105010614) (105010626) (105010551) (105010549) (105010640)

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

2013

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nyalah maka kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Berikut ini kami paparkan sebuah makalah dengan judul "Keracunan Logam Timbal(Pb) dan Penanganannya", semoga makalah kami ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi teman-teman yang lainnya untuk lebih mengetahui tentang tatapelaksanaan keracunan Timbal(Pb). Apabila dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dalam penulisan maupun susunan kalimat, kami mohon maaf dan pemaklumannya. Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Semarang, 27 Mei 2013 kelompok VI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam ditemukan ditemukan di alam dan tersebar dalam batu-batuan, biji tambang, tanah, air dan udara sebagai senyawa anorganik atau organik yang umumnya kadar dalam tanah,air dan udara relatif rendah. Berbagai jenis aktivitas manusia dapat meningkatkan kadar ini. Masyarakat di kota besar dan berdiam dipinggir jalan dengan transportasi kendaraan bermotor yag padat serta di lingkungan industri adalah merupakan kelompok yang rentan terhadap pencemaran logam. Sampai saat ini, logam berat tidak menujukkan adanya fungsi fisiologis dalam tubuh manusia. Logam berat berpotensi menimbulkan resiko berat bagi kesehatan manusia. Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair, atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) (Ninanaga, 2009). Definisi limbah B3 berdasarkan PP No. 18/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. (Agustina, 2006) Limbah B3 memiliki karakteristik yaitu mudah meledak, mudah terbakar, reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif. Hal ini menunjukkan pentingnya pengelolaan limbah B3 yang tujuannya berdasarkan keputusan Kepala Bapedal No: 03/1995 yaitu untuk mengurangi, memisahkan, mengisolasi, dan/atau menghancurkan sifat atau kontaminan yang berbahaya. (Agustina, 2006)

Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) memiliki berbagai macam bentuk, salah satunya adalah dalam bentuk logam berat. Saat ini limbah B3 berupa logam berat yang banyak ditemui sebagai bahan pencemar adalah timbal (Pb). Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam. Dalam bahasan ilmiahnya dinamakan plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai unsur atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2. Timbal merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi. Timbal sering kali digunakan dalam industri kimia seperti pembuatan baterai, industri pembuatan kabel listrik, dan industri pewarnaan pada cat. Timbal adalah neurotoksin (racun penyerang syaraf) yang bersifat akumulatif dan dapat merusak pertumbuhan otak pada anak-anak. Studi mengungkapkan bahwa dampak timbal sangat berbahaya pada anak-anak karena berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan (IQ). Selain itu, timbal (Pb) sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai efek toksik yang luas pada manusia dan hewan dengan mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernaan, sistem saraf pada remaja, menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa, dan meningkatkan spermatozoa abnormal serta aborsi spontan. Timbal masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan (85%), pencernaan (14 %), kulit (1%), setelah seseorang tersebut berada dalam udara yang tercemar timbal. Setiap paparan udara yang tercemar timbal sebesar 1 g/m3 berpeluang menyumbangkan 2.5 5.3 g/dl timbal pada darah seseorang yang berada di tempat tersebut (KPBB, 1998). Dari yang sudah dipaparkan tersebut, dapat dilihat bahwa timbal sebagai salah satu limbah B3 yang sangat berpotensi merusak lingkungan. Maka dari itu makalah ini disusun untuk membahas tentang limbah B3 berupa logam berat, khususnya limbah timbal (Pb).

B. Manfaat dan Tujuan 1. Mengetahui penyebab keracunan Timbal (Pb) dan akibat yang ditimbukannya. 2. 3. Mengetahi cara pencegahan timbulnya keracunan Timbal (Pb) Mengetahui penatalaksanaan keracunan Timbal (Pb).

BAB II TIMBAL (Pb) 1. Pengertian Timbal dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia. Logam timbal telah dipergunakan oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu (sekitar 6400 BC) hal ini disebabkan logam timbal terdapat di berbagai belahan bumi, selain itu timbal mudah diekstraksi dan mudah dikelola. Keberadaan timbal bisa juga berasal dari hasil aktivitas manusia, yang mana jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami yang terdapat pada kerak bumi. Pb terkonsentrasi dalam deposit bijih logam. Timah dalam bahasa Inggris disebut sebagai lead dengan symbol kimia Pb. Simbol ini berasal dari nama latin timbal yaitu Plumbum yang artinya logam lunak. Timbal memiliki warna putih kebiruan yang terlihat ketika logam Pb dipotong akan tetapi warna ini akan segera berubah menjadi putih kotor atau abu-abu gelap ketika logam Pb yang baru dipotong tersebut terekspos oleh udara. Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian khusus karena sifatnya yang toksik (beracun) terhadap manusia dengan titik leleh pada 327,5 C dan titik didih 1.740 C pada tekanan atmosfer. Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb.Timbal merupakan logam yang lunak, tidak bisa ditempa, memiliki konduktifitas listrik yang rendah, dan tergolong salah satu logam berat seperti halnya raksa, timbal dapat membahayakan kesehatan manusia disebabkan oleh tingkat toksisitasnya yang tinggi. Seperti halnya merkuri yang juga merupakan logam berat. Timbal adalah logam yang yang dapat merusak sistem syaraf jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang untuk waktu yang lama (Anonimus2, 2011).

Timbal memiliki empat isotop yang stabil yaitu (24.1%),


207

204

Pb (1.4%),

206

Pb

Pb (22.1%), dan

208

Pb (52.4%).

206

Pb,

207

Pb, dan

208

Pb. Kesemuanya

adalah radiogenic dan merupakan produk akhir dari pemutusan rantai kompleks. Logam ini sangat resistan (tahan) terhadap korosi, oleh karena itu seringkali dicampur dengan cairan yang bersifat korosif (seperti asam sulfat). Karena logam timbal berifat tahan korosi maka kontainer dari timbal sering dipakai untuk menampung cairan yang bersifat korosif ataupun sebagai lapisan konstruksi bangunan, bahan pembuat cat, baterai, dan campuran bahan bakar bensin tetraetil.. Standar massa atom Pb rata-rata adalah 207,2. Sekitar 38 isotop Pb telah diketemukan termasuk isotop sintesis yang bersifat tidak stabil. Isotop timbal dengan waktu paruh yang terpanjang dimiliki oleh
205

Pb yang waktu paruhnya

adalah 15,3 juta tahun dan 202Pb yang memiliki waktu paruh 53.000 tahun. Timbal memiliki nomor atom terbesar dari semua unsur yang stabil, yaitu 82 dan nomor massa 207,2. Dengan nomor atom 82 maka timbal memiliki konfigurasi electron [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p2 dengan jumlah elektron tiap selnya adalah 2, 8, 18, 32, 18, 4. Timbal berada pada golongan IVA (14) bersama dengan C, Si, Ge, dan Sn, periode 6 dan berada pada blok s (Indigomorie, 2010).

Gambar 1.1. Susunan kulit pada timbal

Gambar 1.2. Struktur atom timbal

2. Sifat Timbal Sifat Fisika


Fasa pada suhu kamar Densitas Titik leleh Titik didih Panas Fusi Panas Penguapan Kalor jenis

: : : : : : :

padatan 11,34 g/cm3 327,5 0C 17490C 4,77 kJ/mol 179,5 kJ/mol 26,650 J/molK

Sifat Kimia

Bilangan oksidasi Elektronegatifitas Energi ionisasi 1 Energi ionisasi 2 Energi ionisasi 3 Jari-jari atom Radius ikatan kovalen Jari-jari Van Der Waals Struktur Krista l Sifat kemagnetan Resistifitas termal Konduktifitas termal

: : : : : : : : : : : :

4,2,-4 2,33 (skala pauli) 715,6 kJ/mol 1450,5 kJ/mol 3081,5 kJ/mol 175 pm 146 pm 202 pm kubik berpusat muka diamagnetik 208 nohm.m 35,3 W/mK

Sifat Timbal yang Lain Berbagai macam timbal oksida mudah direduksi menjadi logamnya. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan reduktor glukosa, atau mencampur antara PbO dengan PbS kemudian dipanaskan.

PbO + PbS 3 Pb + SO2 Logam Pb tahan terhadap korosi, jika kontak dengan udara maka akan segera terbentuk lapisan oksida yang akan melindungi logam Pb dari proses oksidasi lebih lanjut. Logam Pb tidak larut dalam asam sulfat maupun asam klorida, melainkan larut dalam asam nitrat dengan membentuk gas NO dan timbal nitrat yang larut. 3Pb + 8H+ + 8 NO3- 2 Pb2+ + 6 NO3- + 2NO + 4HO Bila dipanaskan dengan nitrat dari logam alkali maka logam timbal akan membentuk PbO yang umumnya disebut sebagai litharge. PbO adalah representasi dari timbal dengan biloks 2 PbO larut dalam asam nitrat dan asam asetat. PbO juga larut dalam larutan basa membentuk garam plumbit. PbO + 2OH- + H2O Pb(OH)24Klorinasi terhadap larutan diatas menghasilkan timbal dengan biloks 4. Pb(OH)24- + Cl2 PbO2 + 2Cl- + 2H2O PbO2 adalah representasi dari timbal dengan biloks 4 dan merupakan agen pengoksidasi yang kuat. Karena PbO larut dalam asam dan basa maka PbO bersifat amfoter. Senyawa timbal dengan dua macam biloks juga ada yaitu Pb3O4 yang dikenal dengan nama minium (Indigomorie, 2010). 3. Sumber Sumber Timbal Timbal tidak ditemukan bebas di alam akan tetapi biasanya ditemukan sebagai biji mineral bersama dengan logam lain misalnya seng, perak, dan

tembaga. Sumber mineral timbal yang utama adalah Galena (PbS) yang mengandung 86,6% Pb, Cerussite (PbCO3), dan Anglesite (PbSO4). Kandungan timbal dikerak bumi adalah 14 ppm, sedangkan di lautan adalah :

Permukaan samudra atlantik Bagian dalam samudra atlantik Permukaan Samudra pasifik Bagian dalam samudra pasifik

: : : :

0,00003 ppm 0,000004 ppm 0,00001 ppm 0,000001 ppm

(Indigomorie, 2010) Sumber Pencemar Timbal (Pb) dan Alur Paparan Pencemaran lingkungan oleh timbal kebanyakan berasal dari aktifitas manusia yang mengekstraksi dan mengeksploitasi logam tersebut. Timbal digunakan untuk berbagai kegunaan terutama sebagai bahan perpipaan, bahan aditif untuk bensin, baterai, pigmen, dan amunisi. Sumber potensial paparan timbal dapat bervariasi di berbagai lokasi. Manusia menyerap timbal melalui udara, debu, air, dan makanan. Salah satu penyebab kehadiran timbal adalah pencemaran udara. Yaitu akibat kegiatan transportasi darat yang menghasilkan bahan pencemar seperti gas CO2, NOx, hidrokarbon, SO2, dan tetraethyl lead, yang merupakan bahan logam timah hitam (timbal) yang ditambahkan ke dalam bahan bakar berkualitas rendah untuk menurunkan nilai oktan. Gambar 1.3 menunjukkan alur paparan timbal terhadap manusia. (Anonimus, 2009)

Gambar 1.3 Alur Paparan Timbal Pb dalam Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (Bensin) Senyawa Pb-organik seperti Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil banyak digunakan sebagai zat aditif pada bahan bakar bensin untuk meningkatkan angka oktan secara ekonomi dan merupakan bagian terbesar dari seluruh emisi Pb ke atmosfer. Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil berbentuk larutan dengan titik didih masing-masing 110 C dan 200 C. Karena daya penguapan kedua senyawa tersebut lebih rendah dibandingkan dengan unsur-unsur lain dalam bensin, maka penguapan bensin akan cenderung memekatkan kadar Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil. Kedua senyawa ini akan terdekomposisi pada titik didihnya dengan adanya sinar matahari dan senyawa kimia lain di udara seperti senyawa halogen asam atau oksidator. Emisi Pb masuk ke dalam lapisan atmosfer bumi dan dapat berbentuk gas dan partikel. Emisi Pb yang masuk dalam bentuk gas terutama berkaitan sekali berasal dari buangan gas kendaraan bermotor. Emisi tersebut merupakan hasil samping pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan, yang berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetril-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai antiknock pada mesin-mesin kendaraan. Musnahnya timbal (Pb) dalam peristiwa pembakaran

pada mesin yang menyebabkan jumlah Pb yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan menjadi sangat tinggi. Berdasarkan estimasi skitar 8090% Pb di udara ambien berasal dari pembakaran bensin tidak sama antara satu tempat dengan tempat lain karena tergantung pada kepadatan kendaraan bermotor dan efisiensi upaya untuk mereduksi kandungan Pb pada bensin. (Anonimus1, 2009)

4.

Toksisitas Pb Keracunan akibat kontaminasi Pb bisa menimbulkan berbagai macam hal diantaranya : 1. 2. 3. 4. Menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb). Meningkatnya kadar asam -aminolevulinat dehidratase (ALAD) dan kadar protoporphin dalam sel darah merah. Memperpendek umur sel darah merah. Menurunkan jumlah sel darah merah dan retikulosit, serta meningkatkan kandungan logam Fe dalam plasma darah. Timbal bersifat kumulatif. Dengan waktu paruh timbal dalam sel darah merah adalah 35 hari, dalam jaringan ginjal dan hati selama 40 hari, sedangkan dalam tulang selama 30 hari. Mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya adalah : a. Sistem haemopoietik Dimana Pb menghambat sistem pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia. b. Sistem saraf Dimana Pb dapat menyebabkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium. c. Sistem urinaria Dimana Pb bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis, lengkung henle, serta menyebabkan aminosiduria. d. Sistem pencernaan

Dimana Pb dapat menyebabkan kolik dan konstipasi. e. Sistem kardiovaskular Dimana Pb dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. f. Sistem reproduksi Dimana Pb dapat menyebabkan keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria. g. Sistem endokrin Dimana Pb dapat menyebabkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal.

h.

Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi. Paparan Pb dosis tinggi mengakibatkan kadar Pb darah mencapai 80 g/dL pada orang dewasa dan 70 g/dL pada anak-anak sehingga terjadi ensefalopati, kerusakan arteriol dan kapiler , edeme otak, meningkatkanya tekanan zalir serebrospinal, degenerasi neuron, serta perkembangbiakan sel glia yang disertai dengan munculnya ataksia, koma, kejang-kejang, dan hiperaktivitas. Kandungan Pb dalam darah berkorelasi dengan tingkat kecerdasan manusia. Semakin tinggi kadar Pb dalam darah, semakin rendah poin IQ. Apabila dalam darah ditemukan kadar Pb sebanyak tiga kali batas normal (intake normal sekitar 0,3 mg/hari), maka akan terjadi penurunan kecerdasan intelektual. Intoksikasi Pb bisa terjadi melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernafasan, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, serta lewat parenteral. Logam Pb tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia sehingga bila makanan atau minuman tercemar Pb dikonsumsi, maka tubuh akan mengeluarkannya. Sebagian kecil Pb diekskresikan melalui urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein dan sebagian lainnya lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut (Anonimus1, 2009).

5.

Dampak Pb terhadap Kesehatan Pb sebagai gas buang kendaraan bermotor dapat membahayakan kesehatan dan merusak lingkungan. Pb yang terhirup oleh manusia setiap hari akan diserap, disimpan dan kemudian ditampung dalam darah. Bentuk kimia Pb merupakan faktor penting yang mempengaruhi sifat-sifat Pb di dalam tubuh. Komponen Pb organik misalnya tetraethil Pb segara dapat terabsorbsi oleh tubuh melalui kulit dan membran mukosa. Pb organik diabsorbsi terutama melalui saluran pencernaan dan pernafasan dan merupakan sumber Pb utama di dalam tubuh. Tidak semua Pb yang terisap atau tertelan ke dalam tubuh akan tertinggal di dalam tubuh. Kira-kira 5-10 % dari jumlah yang tertelan akan diabsorbsi melalui saluran pencernaan, dan kira-kira 30 % dari jumlah yang terhisap melalui hidung akan diabsorbsi melalui saluran pernafasan akan tinggal di dalam tubuh karena dipengaruhi oleh ukuran partikel-partikelnya. Dampak dari timbal sendiri sangat mengerikan bagi manusia, utamanya bagi anak-anak. Di antaranya adalah mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan, penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku dan intelejensia, merusak fungsi organ tubuh, seperti ginjal, sistem syaraf, dan reproduksi, meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi perkembangan otak. Dapat pula menimbulkan anemia dan bagi wanita hamil yang terpapar timbal akan mengenai anak yang disusuinya dan terakumulasi dalam ASI. Pada jaringan atau organ tubuh logam Pb akan terakumulasi pada tulang. Karena dalam bentuk ion Pb2+, logam ini mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang. Di samping itu pada wanita hamil, logam Pb dapat dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir Pb akan dikeluarkan bersama air susu. Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit ternyata logam Pb ini sangat berbahaya. Hal itu disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap berbagai macam fungsi organ tubuh.

Sel-sel darah merah merupakan suatu bentuk kompleks khelat yang dibentuk oleh laogam Fe dengan gugus haeme dan globin. Sintesis dari kompleks tersebut melibatkan dua macam enzim ALAD (Amino Levulinic Acid Dehidrase) atau asam amino levulinat dehidrase dan enzim jenis sitoplasma. Enzim ini akan bereaksi secara aktif pada tahap awal sintesis dan selama sirkulasi sel darah merah berlangsung. Adapun enzim ferrokhelatase termasuk pada golongan enzim mitokondria. Enzim ferrokhelatase ini akan berfungsi pada akhir proses sintesis.

Keracunan akut Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak sengaja yang pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul tergantung pada dosisnya. Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam atau inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan muntahan yang berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Lidah berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis biru yang merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida. Tinja penderita berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi. Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot drop). Keracunan subakut

Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun dalam dosis kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada sistem syaraf yang lebih menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan ini kemudian akan diikuti dengan kejang-kejang dan koma. Gejala umum meliputi penampilan yag gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering mengalami gangguan sistem pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram. Periode fatal : 1-3 hari. Keracunan kronis Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan keracunan akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang terpapar timbal dalam bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan ini dianggap sebagai penyakit industri. seperti penyusun huruf pada percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat huruf mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas. Bahaya dan resiko pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15 mikrogram/m 3 , atau 0,007 mikrogram/m3 bila sebagai aerosol. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada orang yang minum air yang dialirkan melalui pipa timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan menyimpan Ghee (sejenis makanan di India) dalam bungkusan timbal. Keracunan kronis dapat mempengaruhi system syaraf dan ginjal, sehingga menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas, menghambat pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat muncul kemudian. Keracunan akibat kontaminasi logam Pb dapat menimbulkan berbagai macam hal :

Meningkatkan kadar ALAD dalam darah dan urine Meningkatkan kadar protopporhin dalam sel darah merah Memperpendek umur sel darah merah Menurunkan jumlah sel darah merah dan kadar sel-sel darah merah yang masih muda Meningkatkan kandungan logam Fe dalam plasma darah

Kontribusi Pb di udara terhadap absorpsi oleh tubuh lebih sulit diperkirakan. Distribusi ukuran partikel dan kelarutan Pb dalam partikel juga harus dipertimbangkan biasanya kadar Pb di udara sekitar 2 g/m 3 dan dengan asumsi 30% mengendap di saluran pernapasan dan absorpsi sekitar 14 g/per hari. Mungkin perhitungan ini bisa dianggap terlalu besar dan partikel Pb yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor ternyata bergabung dengan filamen karbon dan lebih kecil dari yang diperkirakan walaupun agregat ini sangat kecil (0,1 m) jumlah yang tertahan di alveoli mungkin kurang dari 10%. Uji kelarutan menunjukkan bahwa Pb berada dalam bentuk yang sukar larut. Hampir semua organ tubuh mengandung Pb dan kira-kira 90% dijumpai di tulang, kandungan dalam darah kurang dari 1% kandungan dalam darah dipengaruhi oleh asupan yang baru (dalam 24 jam terakhir).

Secara umum efek timbal terhadap kesehatan dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Sistem syaraf dan kecerdasan Efek timbal terhadap sistem syaraf telah diketahui, terutama dalam studi kesehatan kerja dimana pekerja yang terpajan kadar timbal yang tinggi dilaporkan menderita gejala kehilangan nafsu makan, depresi, kelelahan, sakit kepala, mudah lupa, dan pusing. Pada tingkat paparan yang lebih rendah, terjadi penurunan kecepatan bereaksi, memburuknya koordinasi tangan-mata, dan menurunnya kecepatan konduksi syaraf. Efek timbal terhadap keerdasan anak telah banyak diteliti, dan studi menunjukkan timbal memiliki efek menurunkan IQ bahkan pada tingkat paparan rendah. Peningkatan kadar timbal dalam darah sebesar 10 g/dl hingga 20 g/dl dapat menurunkan IQ sebesar 2.6 poin. Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa kenaikan kadar timbal dalam darah di atas 20 g/dl dapat mengakibatkan penurunan IQ sebesar 2-5 poin.

Efek sistemik

Studi menunjukkan hubungan antara meningkatnya tekanan darah dengan BLL paling banyak ditemukan pada kasus paparan terhadap laki-laki dewasa. Schwartz (1995) dalam laporan WHO menunjukkan bahwa penurunan BLL sebesar 10 g/dl to 5 g/dl menyebabkan penurunan tekanan darah sebsar 1.25 mmHg. Pada wanita dewasa, hubungan antara BLL dengan tekanan darah tidak terlalu kuat dan jarang ditemukan. Efek sistemik lainnya adalah gejala gastrointestinal. Keracunan timbal dapat berakibat sakit perut, konstipasi, kram, mual, muntah, anoreksia, dan kehilangan berat badan.

Efek timbal terhadap reproduksi Efek timbal terhadap reproduksi dapat terjadi pada pria dan wanita dan telah diketahui sejak abad 19, dimana pada masa itu timbal bahkan digunakan untuk menggugurkan kandungan. Paparan timbal pada wanita di masa kehamilan telah dilaporkan dapat memperbesar resiko keguguran, kematian bayi dalam kandungan, dan kelahiran prematur. Pada laki-laki, efek timbal antara lain menurunkan jumlah sperma dan meningkatnya jumlah sperma abnormal. (Anonimus1, 2009)

BAB III PEMBAHASAN

Metabolisme Pb dalam tubuh dengan carab Pb masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan saluran pencernaan, sedangkan absorpsi melalui kulit sangat kecil sehingga dapt diabaikan. Pajanan Pb dapat berasal dari makanan, minuman, udara, lingkungan umum, dan lingkungan kerja yang tercemar Pb. Bahaya yang ditimbulkan oleh Pb tergantung oleh ukuran partikelnya. Partikel yang lebih kecil dari 10mcg dapat tertahan di paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar mengendap di saluran pernafasan atas. Rata-rata 10 30% Pb yang terinhalasi diabsorbsi melalui paru-paru, dan sekitar 5 10% dari yang tertelan diabrorbsi melalui saluran cerna. Fungsi pembersihan alveolar adalah membawa partikel ke ekskalator mukosiliar, menembus lapisan jaringan paru kemudian menuju kelenjar limfe dan aliran darah (Palar, 1994). Pb hitam yang diabsorbsi diangkut oleh darah ke organ-organ tubuh sebanyak 96% Pb dalam darah diikat oleh eritrosit. Sebagian Pb plasma dalam

bentuk yang dapat berdifusi dan diperkirakan dalam keseimbangan dengan pool Pb tubuh lainnya. Yang dibagi menjadi dua yaitu ke jaringan lunak (sum-sum tulang, system saraf, ginjal, hati) dan ke jaringan keras (tulang, kuku, rambut, gigi) (Palar, 1994). Gigi dan tulang panjang mengandung Pb yang lebih banyak. Pada gusi dapat terlihat lead line yaitu pigmen berwarna abu-abu pada perbatasab gigi dan gusi. Hal itu merupakan cirri khas keracunan Pb. Pada jaringan lunak sebagian Pb disimpan dalam aorta, hati, ginjal, otak, dan kulit. Timah hitam yang ada dalam jaringan lunak bersifat toksik (Goldstei dan Kipem, 1994). Ekskresi melalui urin sebanyak 75-80%, melalui feces 15% dan lainnya melalui empedu, keringat, rambut , dan kuku (Palar, 1994). Ekskresi Pb melalui saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif dan pasif kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar lainnya di dinding usud, regenerasi sel epitel, dan ekskresi empedu. Kadar Pb dalam urin merupakan cerminan pajanan baru sehingga pemeriksaan Pb urin dipakai untuk pajanan okupasional. Waktu paruh didalam darah 25 hari, pada jaringan lunak 40 hari, sedangkan pada tulang 25 tahun (Goldstei dan Kipem, 1994). Toksisitas yang diakibatkan oleh timbal (Pb) antara lain: Keracunan Pb pada manusia dapat mengakibatkan sterilitas, aborsi spontan. Salah satugangguan yang diakibatkan oleh keracunan Pb adalah gangguan pada sistem hemapoietik adala terhambatnya aktivitas enzim aminolevolinic acid dehydrogenase (ALAD) dalam eritoblast sumsum tulang dan eritrosit pada sintesis heme. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan kadar-ALAD dengan darah dalam peningkatan ALA dalam serum dan urin (Goldstei dan Kipem, 1994). Burung yang keracunan logam berat menunjukkan tanda-tanda klinis antara lain burung lesu, depresi, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan kronis, lemah (seperti sayap turun), diare, regurgitasi, banyak buang

air, kebutaan, burung berputar-putar, kepala bergetar, kepala miring, kejang-kejang dan bahkan kematian. Apabila timbal diabsorbsi oleh manusia maka akan didistribusikan ke jaringan lunak seperti otak, hati, ginjal, limpa dan sumsum tulang belakang sebagai Pb difosfat. Kemudian mengalami redistribusi dan disimpan dalam tulang sebagai Pb trifosfat yang sukar sekali larut. Proses ini akan berlangsung beberapa bulan bila penderita tidak diobati. Dalam keadaan terikat pada tulang, tidak dianggap racun, tetapi jika dalam keadaan bebas maka akan timbul keracunan. Pb akan diekskresikan bersama urin, tinja dan keringat (sedikit)(Batra, 2005). Pengeluarkan Pb dari dalam tubuh dilakkan dengan cara tingkat ekskresi harus dinaikkan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan khelat. Zat khelat yang dipakai untuk membuang logam beracun (timbal) dari dalam tubuh harus membentuk senyawa yang stabil dengan ion logam tersebut. Adapun khelat yang cocok untuk digunakan adalah Kalsium disodium EDTA (CaNa2EDTA) yang merupakan senyawa kompleks. Zat pengkhelat ini hanya cocok untuk orang dewasa, sedangkan pada anak-anak jarang digunakan zat ini. Di dalam tubuh, kalsium (Ca) akan digantikan oleh timbal (Pb) karena bisa membentuk senyawa yang lebih stabil dengan EDTA. Kalsium disodium EDTA (CaNa2EDTA) ini dalam bentuk infus yang diberikan kepada penderita keracunan timbal (Pb). Pemberian obat ini tidak secara langsung, tetapi dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: Cuci lambung dengan MgSO4 1 %, pemberian 30 gram MgSO4 dianggap sebagai tindakan pertama yang penting jika terdapat Pb dalam Usus 1. 2. 3. 4. 5. 6. Berikan putih telur, susu atau tannin untuk mengikat Pb Berikan atropin atau morfin untuk menghilangkan sakit perut Berikan CaCl2 10%, 5 ml atau Ca glukonat 10%, 10 ml intravena untuk menghilangkan kolik Pb. Dosis dapat diulangi tiap 4-6 jam. Pasang infus garam fisilogis Berikan kalsium disodium EDTA (CaNa2EDTA) (Sjamsudin, 2004). Pemberian barbiturat dan urea intravena (Sjamsudin, 2004).

Keracunan kronis dapat diberikan semua tahapan terapi diatas. Sedangkan keracunan akut hanya sampai pada nomor enam saja yaitu pemberian kalsium disodium EDTA (CaNa2EDTA) yang akan mengkhelat timbal (Pb) dari tulang dan jaringan lunak, sehingga membentuk ion kompleks PbNa2EDTA yang stabil dan secara cepat juga akan diekskresikan melalui urin (Loomis, 1978) CaNa2EDTA akan membentuk kompleks dengan ion logam timbal (Pb). Berdasarkan deret volta sifat reduktor Pb lebih kecil dibandingkan dengan Ca. Hal ini berarti kemampuan oksidasi Pb lebih kecil dibandingkan dengan Ca sehingga posisi Ca di EDTA akan digantikan oleh Pb. Sehingga Pb2+ akan berikatan dengan Na2EDTA dan terbentuk kompleks PbNa2EDTA yang stabil . Akibatnya Pb akan keluar dalam bentuk larutan berupa air seni. Sedangkan Ca2+ akan tertinggal dalam tubuh sebagai zat gizi. Jadi kompleks kalsium disodium edta (CaNa2EDTA) dapat digunakan sebagai pengikat logam timbal (Pb) dalam tubuh manusia sehingga timbal (Pb) yang bersifat racun dapat keluar dari dalam tubuh manusia tersebut. Kasus: Bapak Edo merasakan pusing, mual, kemudian kejang-kejang setelah beberapa jam makan ikan hasil tanggapannya dari sungai dekat pabrik batu baterai. Kemungkinan besar bapak Edo mengalami keracunan limbah yang terdapat dalam ikan yang dimakannnya. Berdasarkan hasil laboratorium darah Bapak Edo mengandung logam berat Pb sebesar 80 mg/dl. Berdasarkan kasus tersebut penatalaksanaannya dengan menggunakan antidotum
CaNa2EDTA

PENUTUP KESIMPULAN 1. Keracunan timbal (Pb) disebabkan oleh pencemaran melalui udara, debu, air, dan makanan 2. Keracunan timbal (Pb) dapat mengakibatkan meningkatkan kadar ALAD dalam darah dan urine, protopporhin dalam sel darah merah, kandungan logam Fe dalam plasma darah, menurunkan umur sel darah merah ,jumlah sel darah merah, dan kadar sel-sel darah merah yang masih muda. 3. Gejala klinik keracunan logam Pb menunjukkan tanda-tanda klinis antara lain burung lesu, depresi, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan kronis, lemah (seperti sayap turun), diare, regurgitasi, banyak buang air, kebutaan, burung berputar-putar, kepala bergetar, kepala miring, kejangkejang dan bahkan kematian. 4. Antidotum spesifik yang digunakan untuk keracunan timbal (Pb) yaitu pemberian kalsium disodium EDTA (CaNa2EDTA).

DAFTAR PUSTAKA Agustina, H. 2006. Pengelolaan dan Pengendalian Limbah B3. Departemen FMIPA Biologi IPB. Bogor. Anonimus1. 2009. Pencemaran Pb (Timbal). http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/bidang-pengendalian/subidpemantauan-pencemaran/168-pencemaran-pb-timbal?start=3. Diakses pada tanggal 14 Maret 2011. Anonimus2. 2011. Timbal. http://id.wikipedia.org/wiki/Timbal. Diakses pada tanggal 14 Maret 2011. Bapedalda DKI. 2000. Pengawasan Operasional Pengelolaan Limbah B3 di DKI Jakarta. Jakarta: Pemda DKI. Corcoran, E. 2002. Practice Includes Civil Litigation, Environmental Law. Supreme Court. Written articles for publication concerning employment rights.

Hutagalung, H.P. 1994. Kandungan Logam Berat dan Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. Dalam Proseding Seminar Pemantauan Pencemaran Laut. Jakarta, 7-9 Pebruari 1994. Jakarta : Puslitbang Oseanologi-Lipi. Indigomorie. 2010. Timbal (Pb). http://belajarkimia.com/timbal-pb/. Diakses pada tanggal 14 Maret 2011. Komite Pengahapusan Bensin Bertimbal (KPBB). 1998. Kebijakan Energi Bersih Melalui Penghapusan Bensin Bertimbal. Jakarta. Menteri Lingkungan Hidup. 2004. Kepmen-LH no 51: Bakumutu Air Laut untuk Budidaya Perikanan. Jakarta: Departemen Lingkungan Hidup. Ninanaga. 2009. Pengertian Limbah. http://www.scribd.com/doc/16652801/PENGERTIAN-LIMBAH Diakses pada tanggal 21 Maret 2011. Rumanta, M., dkk. 2005. Konsentrasi Timbal (Pb) Pada Perairan di Sekitar Teluk Jakarta. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

You might also like