You are on page 1of 8

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E(LC5E) DAN TWO STAY TWO STRAY ( TSTS ) DITINJAU DARI KECERDASAN

INTERPERSONAL SISWA SMP NEGERI SE-KABUPATEN KARANGANYAR

Propsal Tesis

Disusun untuk Melengkapi Salah Satu Tugas Semester Gasal Mata Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan Pengampu: Prof. Dr. Budiyono, M.Sc

Disusun Oleh: Andriawan Nurcahyo S851302009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas. Pendidikan memerlukan inovasi dalam menghadapi semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan tehnologi tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Beberapa langkah telah dilakukan oleh pemerintah maupun praktisi pendidikan dalam melakukan inovasi-inovasi dalam bidang pendidikan, diantaranya pembaharuan kurikulum, proses pembelajaran, peningkatan kualitas guru, pengadaan buku pelajaran, sarana pembelajaran, penyempurnaan sistem penilaian dan sebagainya. Salah satu hal yang terus diperbaharui adalah masalah proses pembelajaran. Proses pembelajaran adalah hal penting yang perlu diperhatikan keberhasilanya karena merupakan salah satu kegiatan yang paling pokok dalam proses pendidikan. Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang dipelajari dalam proses pendidikan adalah matematika. Matematika mempunyai peran strategis dalam proses pendidikan karena banyak cabang ilmu lain yang memanfaatkan matematika. Dalam pembelajaran di sekolah baik tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas (SMA) sering kali matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dipelajari, seperti halnya yang pernah dialami penulis pada saat menempuh sekolah dijenjang SD, SMP dan SMA. Banyak siswa yang merasa terbebani jika harus berhadapan dengan matematika di sekolah. Perasaan terbebani ini disebabkan karena mereka sudah beranggapan bahwa ilmu matematika ini rumit, membingungkan dan banyak yang merasa pesimis dahulu sebelum belajar matematika. Akhirnya siswa hanya menghafal materi pelajaran matematika untuk memenuhi syarat ujian saja. Akibatnya sering terjadi kekeliruan dalam pemahaman konsep dan berdampak prestasi belajar matematika yang dicapai siswa menjadi rendah. Hasil dari observasi penulis di SMPN A Karanganyar tahun ajaran 2012/2013, salah satu guru pengampu matematika kelas VII yaitu Drs. Aljabar,

beliau menyebutkan bahwa siswa dinyatakan tuntas jika memperoleh nilai lebih dari sama dengan 68, Persentase ketidaktuntasan siswa kelas VII tahun ajaran 2012/2013 pada materi segi empat hampir mencapai 33 %, pada materi pertidaksamaan mencapai 28%, materi logaritma mencapai 30% untuk setiap kelasnya. Hal ini disebabkan siswa tersebut tidak dapat mengerjakan soal-soal, terutama materi segi empatyang sebagian besar tidak bisa dalam menentukan luas segi empat dan kurang bisa memahami soal segi empat. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pencapaian pembelajaran matematika adalah mencari faktor-faktor penyebabnya, kemudian segera dilakukan langkah-langkah perbaikan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kurang optimalnya pencapaian prestasi belajar matematika, di antaranya faktor intern (faktor yang berasal dari diri siswa) dan faktor ekstern (faktor dari luar diri siswa). Muhibbin Syah (2009: 145) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar. Faktor internal, yaitu kondisi dalam proses belajar yang berasal dari dalam diri siswa sendiri, sehingga terjadi perubaahan tingkah laku. Ada dua aspek yang termasuk faktor internal, yaitu: aspek fisiologis dan aspek psikologis. Aspek fisiologis berkaitan dengan kondisi jasmani dari siswa, baik dari kesehatan organorgan, maupun sistem organ tubuh sehingga dapat melakukan aktivitas belajar dengan baik. Kondisi kesehatan setiap organ dan sistem organ sangatlah penting, terutama pada panca indra, karena merupakan reseptor pertama dari segala informasi dalam pembelajaran. Lain halnya pada aspek pskilogis yang lebih cenderung berkaitan dengan kondisi psikis/mental pada siswa. Aspek ini sangat penting karena dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran. Aspek psikis ini diantaranya mencakup kecerdasan, sikap, bakat, minat, motivasi. Istilah kecerdasan ganda/majemuk (Multiple Intelligence) bukanlah hal baru bagi para pendidik. Namun dalam perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu tentang kecerdasan juga berkembang. Menurut Gardner yang dikutip oleh Iwan Sugiarto (2004: 22), terdapat delapan macam kecerdasan, yaitu kecerdasan Linguistik, kecerdasan Logis Matematik, kecerdasan Visual Spasial, kecerdasan

Musikal, kecerdasan Kinestetik, kecerdasan Naturalis, kecerdasan Interpersonal dan kecerdasan Intrapersonal. Delapan kecerdasan tersebut saling berhubungan, tetapi juga bekerja sendiri-sendiri. Kecerdasan interpersonal adalah salah satu dari ke-delapan kecerdasan majemuk yang memberikan kontribusi terhadap hasil belajar siswa. Kecerdasan interpersonal memberikan kontribusi positif terhadap hasil belajar siswa. Kecerdasan ini pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain, memahami kebutuhan dan perilaku orang lain, bekerja sama, membangun hubungan dan mempertahankan hubungan positif. Dalam pembelajaran yang merupakan proses sosial, tidak dapat terlepas dari kecerdsan interpersonal ini. Faktor eksternal, yaitu kondisi dalam proses belajar yang berasal dari luar diri siswa. Ada dua aspek yang termasuk faktor eksternal, yaitu: lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. Lingkungan sosial terdiri dari lingkungan sosial sekolah, lingkungan sosial masyarakat dan lingkungan sosial keluarga. Lingkungan sosial sekolah contohnya adalah seperti guru, staf administrasi dan teman-teman sekolah. lingkungan sosial juga menandakan interaksi antara masing-masing pelaku dalam lingkungan tersebut, seperti interaksi antara guru dengan siswa. Lingkungan non sosial siswa contohnya adalah sarana fisik dalam pembelajaran, seperti kondisi gedung, alat-alat belajar, kondisi rumah siswa dan waktu belajar siswa. Interaksi antara guru dengan siswa diwujudkan dalam berbagai macam bentuk. Salah satunya adalah kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran ini merupakan interaksi antara guru dengan siswa, dengan harapan supaya tercapainya tujuan pendidikan. Kegiatan pembelajaran ini terdiri dari berbagai tipe yang diwujudkan dalam bentuk model pembelajaran. Akan tetapi, selama ini model pembelajaran yang digunakan oleh guru cenderung masih bersifat konvensional. Artinya, pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered), dan memposisikan siswa sebagai objek. Akibatnya yang dalam pembelajaran hanya didominasi oleh kegiatan ceramah guru yang bersifat seperti komudikasi satu arah dan siswa cenderung kurang aktif dalam pembelajaran. Karena kegiatan

siswa lebih hanya kepada kegiatan memperhatikan, mendengarkan ceramah dan mencatat. Kurangnya kesempatan siswa untuk berkomunikasi dengan guru maupun sesama siswa dan mengeksplorasi pemikirannya dalam bentuk mengajukan pertanyaan ataupun pendapat dapat menjadikan siswa kurang dalam memahami materi pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat lebih berkomunikasi dan mengeksplorasi pemikirannya adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif mendorong siswa untuk berdiskusi dan mendiskusikan permasalah yang ada maupun materi pelajaran. Menurut Erman Suherman (2003: 260), model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah model pembelajaran yang mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk tujuan bersama lainnya. Ada beberapa model pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah model LC5E dan TSTS Model pembelajaran Learning Cycle 5E merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan cara belajar dan mengembangkan daya nalar siswa. Dalam model pembelajaran Learning Cycle 5E dilakukan beberapa tahap yaitu membangkitkan aktivitas siswa (engagement), memanfaatkan panca indera untuk berexplorasi

(exploration), menyampaikan ide atau gagasan melalui kegiatan diskusi (explaination), mengaplikasikan konsep-konsep (elaboration) dan tes akhir (evaluation). Diharapakan dengan menggunakan model pembelajaran learning Cycle 5E ini siswa bisa aktif dan ikut terlibat langsung dalam proses

pembelajaran, agar siswa lebih aktif maka perlu diadakannya diskusi kelompok. Dalam melakukan diskusi, siswa akan mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk mengemukakan pendapatnya dan siswa akan menemukan konsep berdasarkan pemahamannya sendiri sehingga diharapkan akan terjadi transfer ilmu antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Keunggulan dari model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan LKS antara lain mampu menciptakan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan materi, membangun

pengetahuanya dan bekerja dalam kelompok/ kerjasama dalam tim sehingga dapat menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, lebih baik dalam menyimpan konsep yang sudah didapat, dapat mengembangkan sikap ilmiah dan belajar ilmiah, meningkatkan kemampuan mengungkapkan alasan, dan membuat situasi belajar menjadi menyenangkan. Model pembelajaran kooperatif yang kedua adalah Two Stay Two Stray (TSTS). Model ini memberi kesempatan suatu kelompok yang beranggota 4 orang untuk berbagi hasil dan informasi kepada kelompok lainnya dengan cara saling mengunjung atau bertamu. Dua orang anggota kelompok keluar dari kelompoknya dan bertamu kepada kelompok lain untuk menerima jamuan (berupa informasi) dari kelompok tersebut, sementara dua orang lainnya menjadi tuan rumah dan menjamu tamu dari kelompok yang lain pula. Dengan menggunakan model ini dimungkinkan terjadi transfer ilmu antar siswa sehingga siswa menjadi aktif mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, dari permasalahan yang dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut: 1. Rendahnya prestasi belajar matematika kemungkinan disebabkan karena perbedaan kecerasan interpersonal pada siswa, sehingga perlu diadakan penelitian untuk mengetahui akibat perbedaan kecerdasan interpersonal terhadap prestasi belajar matematika siswa. 2. Rendahnya prestasi belajar matematika kemungkinan disebabkan karena kurang aktifnya siswa dalam pembelajaran di kelas, sehingga perlu diadakan penelitian untuk mengetahui akibat perbedaan keaktifan siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa. 3. Rendahnya prestasi belajar matematika kemungkinan disebabkan karena penggunaan model pembelajaran yang digunakan guru kurang tepat, sehingga perlu diadakan penelitian untuk mengetahui model pembelajaran yang paling tepat bagi siswa. Dari ketiga masalah yang telah diidentifikasi tersebut, penulis melakukan pemilihan masalah yang akan diteliti yaitu: (1) rendahnya prestasi belajar

matematika kemungkinan disebabkan karena perbedaan kecerasan interpersonal pada siswa, sehingga perlu diadakan penelitian untuk mengetahui akibat perbedaan kecerdasan interpersonal terhadap prestasi belajar matematika siswa, dan (2) rendahnya prestasi belajar matematika kemungkinan disebabkan karena penggunaan model pembelajaran yang digunakan guru kurang tepat, sehingga perlu diadakan penelitian untuk mengetahui model pembelajaran yang paling tepat bagi siswa. Berdasar pada pemilihan masalah di atas, karena adanya keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori-teori yang dimiliki peneliti. Serta agar penelitian dapat dilakukan secara mendalam, maka peneliti membatasi masalah pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Model pembelajaran kooperatif yang akan digunakan dalam penelitain ini adalah tipe LC5E dan TSTS. 2. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan siswa untuk bersosialisasi dan bekerjasama dalam kelompok saat pembelajaran. Kecerdasan interpersonal dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kecerdsan interpersonal tinggi, sedang dan rendah. 3. Prestasi belajar matematika siswa dibatasi pada hasil tes prestasi belajar siswa pada pokok bahasan segi empat.

B. Rumusan Masalah Berdasar latar belakang yang dijabarkan di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut: 1. Manakah di antara model pembelajaran LC5E dan TSTS yang memberikan efektivitas pembelajaran lebih baik?. 2. Manakah di antara kecerdasaan interpersonal tinggi, sedang atau rendah yang memberikan efektivitas pembelajaran lebih baik? 3. Pada model pembelajaran LC5E, manakah kecerdasan interpersonal yang memberikan efektivitas pembelajaran lebih baik? 4. Pada model pembelajaran TSTS manakah kecerdasan interpersonal yang memberikan efektivitas pembelajaran lebih baik?

5. Pada masing-masing kecerdasan interpersonal (tinggi, sedang, dan rendah), manakah model pembelajaran yang memberikan evektifitas pembelajaran lebih baik?

C. Tujuan Penelitian Atas dasar rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui di antara model pembelajaran LC5E dan TSTS yang memberikan efektivitas pembelajaran lebih baik. 2. Mengetahui di antara kecerdasaan interpersonal tinggi, sedang atau rendah yang memberikan efektivitas pembelajaran lebih baik. 3. Mengetahui pada model pembelajaran LC5E, manakah kecerdasan

interpersonal yang memberikan efektivitas pembelajaran lebih baik. 4. Mengetahui pada masing-masing model pembelajaran TSTS, manakah kecerdasan interpersonal yang memberikan efektivitas pembelajaran lebih baik. 5. Mengetahui pada masing-masing kecerdasan interpersonal (tinggi, sedang, dan rendah), manakah model pembelajaran yang memberikan evektifitas pembelajaran lebih baik.

D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Memberikan informasi bagi guru matematika dalam menentukan alternatif model pembelajaran matematika yang berorientasi pada proses dan sesuai untuk materi pada pokok bahasan segi empat. 2. Memberikan masukan pada guru matematika berbagai kelebihan dana kekurangan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe LC5E dan TSTS 3. Bahan acuan untuk penelitian pembelajaran kooperatif selanjutnya.

You might also like