You are on page 1of 10

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Di akhir abad ke 19, serum darah telah diketahui mengandung suatu faktor atau cara yang dapat digunakan untuk membunuh bakteri. Pada tahun 1896, Jules Bordet, ilmuwan muda Belgia dari Pasteur Institute, Paris,

mendemonstrasikan bahwa prinsip ini bisa dianalisis menggunakan dua komponen: komponen panas-tetap dan komponen panas-labil. Panas-labil menunjukkan bahwa komponen akan kehilangan kemampuannya jika serum dipanaskan. Komponen panas-tetap ada untuk memberikan kekebalan melawan mikroorganisme spesifik, sedangkan komponen panas-labil

bertanggung jawab terhadap aktivitas mikrobial non-spesifik yang dimiliki serum. Komponen panas-labil ini adalah yang disebut komplemen. Istilah komplemen diperkenalkan oleh Paul Ehrlich di akhir tahun 1980an, sebagai bagian dari teorinya mengenai sistem kekebalan. Menurut teorinya, sistem kekebalan terdiri dari berbagai sel yang memiliki reseptor spesifik pada permukaannya untuk mengenali antigen. Pasca imunisasi dengan antigen, lebih banyak reseptor terbentuk, lalu reseptor itu mengalir dari sel ke aliran sirkulasi darah. Reseptor ini, yang saat ini kita kenal dengan nama antibodi, disebut oleh Ehrlich sebagai amboceptor untuk menekankan fungsi ganda reseptor dalam melakukan pengikatan. Reseptor tesebut mampu mengenali dan mengikat antigen spesifik, namun mereka juga mampu mengenali dan mengikat komponen antimikrobial panas-labil dari serum. Ehrlich lalu menamakan komponen panas-labil ini komplemen karena ini adalah sesuatu dalam darah yang menjadi komplemen sel pada sistem kekebalan. Ehrlich percaya bahwa setiap amboceptor antigen spesifik memiliki komplemen yang spesifik, di mana Bordet percaya bahwa sebenarnya hanya

ada satu tipe komplemen. Di awal abad ke 20, kontroversi ini terselesaikan ketika ditemukan bahwa komplemen bisa beraksi berpasangan dengan antibodi spesifik atau secara sendirian secara non-spesifik. 1.2 Ruang Lingkup Dalam penyusunan makalah ini ruang lingkup yang akan dibahas adalah pengertian, penyebab, tanda dan gejala, penanganan dan uji diagnostik dari imunodefisiensi komplemen

1.3 Metode Penulisan Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode kepustakaan ditunjang dengan teknik pengumpulan data. Dimana di dalam pembuatan makalah ini kami mencari sumber masalah dengan mengkaji beberapa sumber buku di perpustakaan serta browsing melalui internet. 1.4 Tujuan Tujuan penulisan makalah ini, diantaranya adalah : 1. Memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Imunoserologi II 2. Untuk lebih memahami tentang Imunodefisiensi Komplemen 3. Menambah pengetahuan dan wawasan 4. Saling bertukar informasi

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Imunodefisiensi Imunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya. Jika suatu infeksi terjadi secara berulang dan berat (pada bayi baru lahir, anak-anak maupun dewasa), serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka kemungkinan masalahnya terletak pada sistem kekebalan. Gangguan pada sistem kekebalan juga menyebabkan kanker atau infeksi virus, jamur atau bakteri yang tidak biasa. Gangguan imunodefisiensi dapat disebabkan oleh defek atau defisiensi pada sel-sel fagositik, limfosit B, limfosit T atau komplemen.

2.2 Sistem Komplemen 2.2.1 Pengertian Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah yang bereaksi berjenjang sebagai enzim untuk membantu sistem kekebalan selular dan sistem kekebalan humoral untuk melindungi tubuh dari infeksi. Protein komplemen tidak secara khusus bereaksi terhadap antigen tertentu, dan segera teraktivasi pada proses infeksi awal dari patogen. Oleh karena itu sistem komplemen dianggap merupakan bagian dari sistem kekebalan turunan. Walaupun demikian, beberapa antibodi dapat memicu beberapa protein komplemen, sehingga aktivasi sistem komplemen juga merupakan bagian dari sistem kekebalan humoral. Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan normal komplemen beredar di sirkulasi. darah dalam

keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak tergantung satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi sistem komplemen menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan berbagai substansi biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen. Aktivasi sistem komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat endapan kompleks antigen-antibodi pada jaringan berlangsung terusmenerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan penyakit

2.2.2 Fungsi Komplemen 1. Mencerna sel, bakteri, dan virus 2. Opsonisasi, yaitu memicu fagositosis antigen partikulat 3. Mengikat reseptor komplemen spesifik pada sel pada sistem kekebalan, memicu fungsi sel spesifik, inflamasi, dan beberapa molekul imunoregulator 4. Pembersihan imun, yaitu memindahkan sisa-sisa bahan imunitas dari sistem kekebalan dan menimbunnya di limpa dan hati

2.2.3 Aktifasi Komplemen 1. Aktifasi Komplemen Jalur Klasik a. Fase Pengenalan Pada fase ini terjadi interaksi antara komponen C1 dengan reseptor pada Fc antibodi. Setelah antibosi berikatan dengan antigen yang sesuai maka reseptor pada Fc antibodi menjadi aktif dan dapat mengikat C1 yang terdiri dari 3 sub fraksi, yaitu: C1q (yang berikatan dengan reseptor), C1r, C1s. b. Fase Aktifasi C1s bereaksi dengan C4 dan C2 membentuk C142, kompleks C142 bersifat aktif sebagai enzim, disebut C3 konvertase lalu memecah C3 menjadi 2 sub unit, yaitu : Sub unit kecil C3A yang dilepas ke dalam cairan tubuh Sub unit besar C3B yang bekerja sebagai enzim terhadap C5+C6+C7 menghasilkan kompleks trimolekul C567 aktif c. Fase Efektor C567 yang bekerja sebagai enzim, mengaktifkan faktor titik dari C8 dan C9 sehingga membentuk C89 yang secara aktif melisiskan membran sel (membran attack complex)

2. Aktifasi Komplemen Jalur Alternatif Aktivasi jalur alternatif atau disebut pula jalur properdin, terjadi tanpa melalui tiga reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1 ,C4 dan C2) dan juga tidak memerlukan antibodi IgG dan IgM. Pada keadaan normal ikatan tioester pada C3 diaktifkan terus menerus dalam jumlah yang sedikit baik melalui reaksi dengan H2O2 ataupun dengan sisa enzim proteolitik yang terdapat sedikit di dalam plasma. Komplemen C3 dipecah menjadi frclgmen C3a dan C3b. Pada keadaan normal reaksi ini berjalan terus dalam jumlah kecil sehingga tidak terjadi aktivasi komplemen selanjutnya. Lagi pula C3b dapat diinaktivasi oleh faktor H dan faktor I sehingga

proses aktivasi ini C3b akan terlindungi dari proses penghancuran, dan selanjutnya dengan pengaruh tripsin zat yang sudah tidak aktif ini dapat dilarutkan dalam plasma. Tetapi bila pada suatu saat ada bahan atau zat (mikroorganisme, polisakarida (endotoksin, zimosan), dan bisa ular) yang dapat mengikat dan melindungi C3b dan menstabilkan C3 konvertase sehingga jumlahnya menjadi banyak, maka C3b yang terbentuk dari pemecahan C3 menjadi banyak pula, dan terjadilah aktivasi komplemen selanjutnya. C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan berikatan pada permukaan membran sel. Komplemen C5 akan berikatan dengan C3b yang berada pada permukaan membran sel dan selanjutnya oleh fragmen C3 konvertase yang aktif akan dipecah menjadi C5a dan C5b. Reaksi selanjutnya seperti yang terjadi pada jalur altematif (kompleks serangan membran) 2.3 Defisiensi Komplemen 2.3.1 Pengertian Rangkaian protein serum enzimatik yang bersirkulasi dengan sembilan komponen fungsional menyusun komplemen. Ketika

imunoglobulin (Ig) G atau IgM bereaksi terhadap antigen sebagai bagian dari respons imun, protein tersebut mengawali saluran komplemen klasik. Kemudian, komplemen bergabung dengan

kompleks antigen-antibodi dan menjalani rangkaian reaksi yang memperkuat respons imun terhadap antigen (proses kompleks yang fiksasi komplemen). Defisiensi atau disfungsi komplemen

meningkatkan suseptibilitas terhadap infeksi akibat kelainan fagositosis bakterial; bisa juga berkaitan dengan gangguan auto imun tertentu. Defisiensi komplemen primer jarang terjadi. Bentuk yang paling umum adalah defisiensi C1, C2, dan C4 dan disfungsi familial C5. Keabnormalan komplemen yang lebih sekunder telah dipastikan pada pasien terpilih yang mengalami lupus eritematosus,

dermatomiositis, skleroderma, infeksi gonokokal dan meningokokal. Prognosisnya bervariasi menurut keabnormalan dan keparahan penyakit yang berkaitan

2.3.2 Penyebab Defisiensi Komplemen (Complement Deficiencies) a. Defisiensi kompelemen primer : sifat resesif autosomal turun temurun (kecuali defisiensi inhibitor esterase C1 yang disebabkan oleh sifat dominan autosomal) b. Defisiensi sekunder : reaksi imunologis penetapan komplemen (complement fixing) misalnya penyakit serum terpicu obat, glomerulonefritis streptokokal akut, dan lupus eritematosus sistemik aktif akut

2.3.3 Tanda Dan Gejala a. Defisiensi C1 dan C3 dan disfungsi familial C5 : meningkatnya suseptibilitas terhadap infeksi bakteri (yang bisa melibatkan beberapa sistem tubuh secara simultan) b. Defisiensi C2 dan C4 : penyakit vaskular kolagen, misalnya lupus eritematosus dan disertai gagal ginjal kronis

c. Disfungsi C5 (kelainan familial pada bayi) : gagal tumbuh, diare, dan dermatitis seboroik d. Kelainan dalam komponen terakhir dari jenis komplemen (C5 sampai C9) : meningkatnya suseptibilitas terhadap infeksi neisseria. e. Defisiensi inhibitor esterase C1 (angioderma herediter) :

pembengkakkan secara periodik di wajah, tangan, abdomen, atau tenggorokan, disertai edema laringeal yang bisa berakibat fatal

2.3.4 Uji Diagnostik a. Kadar komplemen serum total rendah pada berbagai defisiensi komplemen b. Uji spesifik digunakan untuk memastikan defisiensi komponen komplemen spesifik (misalnya deteksi komponen komplemen dan IgG dengan pemeriksaan imunofluoresen pada jaringan glomerular dalam glomerulonefritis menunjukkan defisiensi komplemen dengan kuat)

2.3.5 Tindakan Penanganan Penanganan dilakukan terutama untuk infeksi yang berkaitan, penyakit vaskular kolagen, atau penyakit ginjal. Penanganan ini meliputi: 1. Transfusi plasma beku dan segar digunakan untuk menggantikan komponen komplemen untuk sementara waktu 2. Transplantasi sumsum tulang bisa membantu tetapi bisa

menyebabkan reaksi graf versus penerima (graft-versus-bost-GVH) yang berpotensi fatal 3. Steroid anabolik, misalnya danazol, dan agens antifibrinolitik bisa digunakan untuk meredakan pembengkakkan akut pada pasien yang mengalami angiedema herediter.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Imunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah yang bereaksi berjenjang sebagai enzim untuk membantu sistem kekebalan selular dan sistem kekebalan humoral untuk melindungi tubuh dari infeksi Penyebab Defisiensi Komplemen (Complement Deficiencies) 1. Defisiensi kompelemen primer : sifat resesif autosomal turun temuru) 2. Defisiensi sekunder : glomerulonefritis streptokokal akut, dan lupus eritematosus sistemik aktif akut Penanganan dilakukan terutama untuk infeksi yang berkaitan, penyakit vaskular kolagen, atau penyakit ginjal, yaitu : transfusi plasma beku dan segar , transplantasi sumsum tulang, steroid anabolik.

DAFTAR PUSTAKA

Allergi Online Clinic. Imunologi Dasar: Sistem Komplemen. Tersedia: http://allergyclinic.wordpress.com/2012/02/01/imunologi-dasar-sistemkomplemen/ Diunduh pada : 28 November 2012. 19:00

IN SEHAT. Defisiensi Komplemen. Tersedia : http://in-sehat.blogspot.com/2012/10/defisiensi-komplemen.html Diunduh pada : 28 November 2012, 20:00

Scribd. IMMUNODEFICIENCY (DEFISIENSI IMUN). Tersedia: http://id.scribd.com/doc/53420283/imunodefisiensi Diunduh pada : 28 November 2012, 20:10

Galang galih. Imunodefisiensi. Tersedia : http://galanggalih.blogspot.com/2012/09/imunodefisiensi.html Diunduh pada : 30 November 2012, 19:00

You might also like