You are on page 1of 20

MENGENAL INOVASI PEMBELAJARAN UNTUK PENERAPANNYA PADA BIDANG STUDI IPA DI SEKOLAH

Oleh

Yusnaini, S. Si (Widyaiswara Pertama LPMP NAD)

A. Pendahuluan Dalam membelajarkan IPA, guru sering terkendala akibat tidak dipahami konsep IPA secara utuh. Pembelajaran IPA pada intinya adalah upaya memahami konsep IPA melalui proses internalisasi dalam diri siswa dan selanjutnya penguasaan konsep tersebut diterapkan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Kenyataan yang dijumpai selama ini guru dalam mengampu IPA menunjukkan bahwa hambatan yang paling besar pada penyelesaian masalah adalah lemahnya siswa dalam berlogika dan upaya menggambarkan gejala secara benar. Agar dapat tercapainya pemahaman konsep IPA dan internalisasi dalam diri siswa, guru perlu menggunakan berbagai strategi, metode maupun pendekatan yang sesuai dengan karakteristik materi dan siswa dalam proses belajar mengajar. Saat ini sudah banyak inovasi-inovasi strategi, metode maupun pendekatan serta model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA, hanya saja guru perlu memilih yang paling sesuai dengan karakteristik materi, dan siswanya. Setiap penetapan metode pembelajaran sampai dengan implementasinya di kelas, akan berhasil jika seorang guru mampu menciptakan situasi yang mendukung proses pembelajaran sehingga siswa benar-benar belajar tentang sesuatu materi. Oleh karena itu setiap guru perlu menyadari bahwa prinsip-prinsip belajar tidak terwujud hanya dengan memilih metode pembelajaran semata. Dalam hal ini motivasi belajar siswa amat bergantung pada banyak variabel, misalnya tantangan, kemanfaatan hal yang dipelajari bagi siswa, kemudahan akses belajar di kelas dan sebagainya. Beberapa aspek yang pilihan yang ada hubungannya antara prinsip belajar dengan metode pembelajaran antara lain motivasi, pelibatan secara aktif, pendekatan pribadi, pentahapan, umpan balik dan transfer belajar.

B. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, dan Model Pembelajaran Istilah pendekatan, strategi, metode, dan model pembelajaran seringkali dipakai secara bersamaan dan ada kalanya dipisahkan satu sama lain. Pemisahan istilah tersebut seringkali dengan maksud agar memberikan ketegasan implementasinya, sehingga tindakan yang dilakukan dapat segera direfleksi lewat pengalaman empiris sehari-hari. Pembelajaran IPA di sekolah dapat dipandang dari berbagai segi, misalnya pembelajaran diartikan sebagai proses penyelesaian masalah, proses pemberian informasi, membangun interaksi antar guru-siswa-sumber belajar dan bentuk lain yang kesemuanya itu bermuara dalam upaya meningkatkan kualitas peserta didik. Lewat pengertian belajar demikian inilah ke empat istilah tersebut dibeda-bedakan. Berkaitan dengan penyelesaian masalah pendekatan pembelajaran diartikan sebagai kerangka berpikir dalam menyelesaikan masalah. Dalam hal ini pendekatan pembelajaran dapat berupa cara pandang guru dalam melihat dan menyikapi masalah beserta bentuk penyelesaiannya. Pendekatan pembelajaran ini secara real di kelas dikenali dari aspek bentuk bantuan guru terhadap peserta didik agar mereka mampu menyelesaikan masalah berkaitan dengan topik yang sedang dipelajarinya. Misalnya seorang guru dalam pembelajaran menekankan penggunaan pendekatan PAKEM, maka tekanan utama pendekatan ini adalah bagaimana guru dapat membantu peserta didik menemukan sendiri cara belajar secara aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Keterlibatan secara aktif dan kreatif ini dapat diterjemahkan terlibat secara aktif aspek fisik dan psikologis untuk menyelesaikan masalah. Pendekatan PAKEM tentu sangat luas cakupan bentuk kegiatan belajar di pihak siswa maupun pembelajaran di pihak guru, sehingga secara spesifik perlu dioperasionalkan ke dalam istilah strategi, metode dan model pembelajaran untuk mewujudkan pembelajaran yang memiliki payung PAKEM tersebut. Dalam istilah kemiliteran strategi adalah the art of the general, yakni pengaturan sumber daya dan perhitungan faktor pembatasnya dalam pengaturan siasat perang. Selanjutnya dalam pengertian manajemen, strategi ditekankan pada upaya pengaturan perencanaan dan pengelolaan sumber daya yang tersedia. Di sini fokusnya tentu ketercapaian tujuan dengan efektif dan efisien, oleh karena itu ide/gagasan, tujuan, urutan langkah perlu memperhitungkan faktor keunggulan

dan keterbatasannya. Perhitungan tentang keunggulan dan faktor pembatas yang cermat tentang potensi diri dan lembaga menjadi fokus utamanya. Dalam kaitan dengan penerapan pendekatan PAKEM, maka strategi adalah pemikiran seorang guru tentang cara memberikan bantuan kepada peserta didik dalam menyelesaikan masalah. Strategi ini seringkali dilakukan jauh sebelum proses pembelajaran, khususnya saat perencanaan. Dalam istilah lain dilakukan di belakang meja. Sebagai upaya mengembangkan strategi pembelajaran agar lebih spesifik, misalnya pendekatan PAKEM dilakukan dengan mengembangkan diskusi. Dari segi strategi tujuan penggunanan diskusi bagi siswa adalah agar siswa dapat berpartisipasi aktif mengeluarkan pendapatnya, menyelesaikan masalah dengan saling tukar pendapat, terlatih menghargai pendapat orang lain dengan memperoleh feedback dari teman lain mengenai kemampuan berfikir, berpendapat, dan menyimpulkan, mengembangkan penalarannya secara teoretis maupun praktis, menambah pengetahuan dan kemampuannya, lebih bersemangat dalam belajar lebih lanjut. Dari tujuan tersebut selanjutnya perlu dipikirkan peran guru dan siswa dalam diskusi. Sebagai gambaran peran guru dan siswa dalam diskusi agar berlangsung secara optimal antara lain : Peran guru dalam diskusi meliputi, Initiating, Seeking information, Giving information, Giving Opinion, Clarifying, Controling dan Encouraging. Secara rinci beberapa istilah tersebut diartikan sebagai berikut : 1. Initiating, yakni menyarankan gagasan baru atau cara baru dalam melihat pokok/materi yang didiskusikan 2. Seeking information, meminta fakta yang relevan (info kualitatif) tentang topik diskusi. 3. Giving information, memberi fakta relevan, menghubungkan pokok diskusi dengan pengalaman pribadi siswa. 4. Giving Opinion, memberi pendapat tentang pokok yang sedang dipertimbangkan oleh kelompok dengan maksud memberi semangat/motivasi. 5. Clarifying, merumuskan kembali pernyataan seseorang dengan maksud memperjelas pernyataan. 6. Controling, mengatur/mengawasi giliran bicara, 7. Encouraging, bersikap reseptif dan responsif terhadap pernyataan dan buah pikiran siswa.

Beberapa peran siswa dalam diskusi antara lain menjaga dan menegakkan tata tertib diskusi, berpartisipasi aktif dalam diskusi, mau mendengar dan menerima pendapat orang lain, self controling dan self convidence serta aktif berinisiatip untuk memberikan kontribusi pendapatnya. Jadi berbagai hal yang diuraikan di atas merupakan gambaran tentang implementasi strategi. Metode pembelajaran memiliki pengertian lebih spesifik, yang merupakan persoalan bagaimana tujuan, peran guru dan siswa dalam diskusi dapat diimplementasikan dalam kelas agar pembelajaran mencapai tujuan dengan efektif dan optimal. Dalam terapannya di kelas metode ini pada umumnya selalu dibarengi dengan penerapan taktik, yakni saat implementasi pembelajaran di kelas dengan keadaan real siswa, sarana prasarana yang tersedia. Jika pada implementasi di kelas mengalami pergeseran dari perencanaan, dengan kondisi dan situasi siswa nyata, ketersediaan sarana dan prasarana yang ada, maka seorang guru harus segera memutuskan apa yang harus dan patut dilaksanakan dalam pembelajaran di kelas secara cepat. Banyak metode pembelajaran yang telah dikembangkan baik lewat riset maupun lewat pemikiran, menyimpulkan bahwa belajar menjadi lebih bermakna manakala melibatkan siswa secara aktif. Keterlibatan secara aktif ini sering ditafsirkan bermacam-macam yang bergantung pada konteksnya. Di satu pihak diterjemahkan dalam terlibat aktif dari segi fisiknya, di lain pihak terlibat aktif dari segi psikisnya dapat diartikan sebagai belajar secara aktif. Tentu saja yang dikehendaki adalah terlibat aktif baik dari segi fisik maupun psikisnya. Melalui cara ini diharapkan muncul komunikasi secara horisontal sehingga pembelajaran menjadi lebih bervariasi dan bermakna. Model pembelajaran didefinisikan sebagai suatu pola pembelajaran yang dapat menerangkan proses, menyebutkan dan menghasilkan lingkungan belajar tertentu sehingga siswa dapat berinteraksi yang selanjutnya berakibat terjadinya perubahan tigkah laku siswa secara khusus. Ciri model pembelajaran yang baik antara lain (1) memiliki prosedur yang sistematik dalam mengubah tingkah laku siswa (2) menyebutkan hasil belajar secara detail tentang penampilan siswa (3) menjelaskan secara pasti kondisi lingkungan belajar, yang pada lingkungan tersebut perilaku siswa dapat diamati. (4) Memiliki kriteria penampilan siswa yang spesifik dan dapat di tampilkan melalui langkah-langkah pembelajaran yang ditetapkan. (5) Menyebutkan mekanisme yang merujuk pada reaksi siswa dalam interaksinya dengan lingkungan yang ditetapkan.

C. Pemilihan Metode Pembelajaran Di antara metode-metode pembelajaran yang dirumuskan ini banyak aspek yang harus mendapatkan perhatian dalam terapannya di kelas. Penggantian penampilan guru di kelas dengan suatu alat/media pembelajaran tentu memiliki dampak yang berbeda bagi siswa. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam pembelajaran di kelas akan melibatkan banyak domain yang dapat dicapai lewat interaksi antara guru dengan siswa. Gagne (1965) mengungkapkan 8 tipe belajar yakni belajar signal, belajar stimulus respon, berantai, asosiasi verbal, belajar diskriminasi, belajar konsep, belajar aturan dan problem solving. Ke delapan tipe ini tersusun secara hierarkhis yang diawali dengan belajar signal dan membentuk hubungan stimulus respon yang dianggap sebagai prasyarat belajar. Selanjutnya rantai dan asosiasi verbal merupakan kelanjutan dari belajar stimulusrespon yang pada gilirannya merupakan prasyarat belajar yang lebih lengkap, sehingga memunculkan kemampuan deskriminasi yang dalam hal ini mendahului belajar konsep. Melalui proses yang lebih lanjut belajar konsep ini merupakan prasyarat bagi belajar yang lebih kompleks sehingga menghasilkan belajar aturan, dan tingkatan belajar aturan inilah yang nantinya mampu mengantarkan siswa untuk melakukan problem solving. Belajar seperti diatas sifatnya hierakhikal, setiap langkah mesti diambil sebelum langkah berikutnya yang dilakukan dengan berhasil. Dalam kaitaannya dengan pemilihan metode pembelajaran, aktivitas pemilihan metode selalu menuntut guru untuk selalu bertanya dimana posisi siswa, yakni apakah siswa telah berada pada hierarkhi yang tingi dari keterampilan belajar, dan prasyarat apa yang perlu dalam belajar yang lebih tinggi. Dalam kaitan ini pengetahuan tentang kesiapan siswa menjadi sangat penting, seperti halnya saran Ausubel yang menyatakan bahwa mulailah pembelajaran dengan apa yang telah diketahui siswa, yakinlah akan hal itu. Oleh karena itu, kadar keaktifan siswa ditentukan oleh dua hal pokok yakni (1) informasi tentang keberartian belajar bagi siswa dan (2) kadar penemuan yang didapat dari siswa saat belajar. Kedua hal ini memberikan indikasi bahwa ada dua ujung yang ekstrim untuk menilai kebermaknaan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru yakni metode ceramah (guru aktif, siswa pasif) di satu pihak dan metode penemuan (siswa aktif, guru sebagai fasilitator pembelajaran) di lain pihak. Kedua ujung ini tidaklah selalu bertentangan, atau yang satu lebih baik dari yang lain. Oleh karena itu seorang guru haruslah dapat menempatkan dirinya secara baik, metode ceramah barangkali akan bermakna dan efektif

dalam tujuan tertentu, misalnya : penyampaian informasi, memberikan pengertian pada siswa. Metode penemuan bermakna dan efektif bagi upaya pembelajaran yang ditekankan pada proses. Setiap penetapan metode pembelajaran sampai dengan implementasinya di kelas, akan berhasil jika seorang guru mampu menciptakan situasi yang mendukung proses pembelajaran sehingga siswa benar-benar belajar tentang sesuatu materi. Oleh karena itu setiap guru perlu menyadari bahwa prinsip-prinsip belajar tidak terwujud hanya dengan memilih metode pembelajaran semata. Dalam hal ini motivasi belajar siswa amat bergantung pada banyak variabel, misalnya tantangan, kemanfaatan hal yang dipelajari bagi siswa, kemudahan akses belajar di kelas dan sebagainya. Beberapa aspek yang pilihan yang ada hubungannya antara prinsip belajar dengan metode pembelajaran antara lain motivasi, pelibatan secara aktif, pendekatan pribadi, pentahapan, umpan balik dan transfer belajar. Motivasi merupakan bagian penting yang perlu mendapatkan perhatian guru, sebab motivasi belajar siswa meningkat apabila materi ditampilkan secara menarik, dapat diterapkan dalam praktik hidup sehari-hari dan membawa manfaat bagi siswa. Dalam hal pemilihan metode pembelajaran, sampai pada tingkat tertentu masih dapat dicapai lewat pemilihan metode tertentu oleh guru. Namun demikian metode partisipatif yang banyak langsung menerapkan pengetahuan siswa untuk materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari siswa akan mampu memberikan peningkatan gairah siswa untuk mempelajarinya. Pelibatan secara aktif merupakan landasan utama dalam metode partisipatif. Lazimnya apabila siswa merasa dirinya banyak dilibatkan, motivasi (baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik) akan meningkat sehingga memungkinkan semakin banyak materi pelajaran yang dikuasainya. Sebagai catatan penting bagi guru : metode yang dianggap paling partisipatif juga belum menjamin pelibatan siswa secara total, dan keterlibatan siswa ini juga sangat bergantung pada persiapan guru, gaya kepemimpinan guru, gaya belajar siswa, dan faktor lainnya. Siswa tentu akan bersifat pasif manakala menganggap bahwa materi ajar bermutu rendah atau tingkat komptensi guru rendah khususnya kepedulian dan kecakapan guru kurang. Pendekatan dari segi pribadi siswa, merupakan bagian yang tak terpisahkan saat guru membangun komunikasi dengan siswa. Guru perlu memperhatikan keadaan pribadi siswa, khususnya berkait dengan bakat siswa. Setiap siswa memiliki bakat yang barangkali berbeda satu sama lain, dan kecepatan belajar yang berbeda pula. Siswa kadang-kadang juga memiliki gaya belajar yang berbeda satu sama lain, oleh karena itu perlu diupayakan agar semua siswa memiliki

kepedulian terhadap materi yang diajarkan guru. Beberapa indikator untuk melihat komitmen siswa antara lain guru perlu memperhatikan berbagai hal antara lain : (a). perhatikan pekerjaan yang wajib dilakukan oleh siswa sendiri (bacaan, latihan dsb) (b). gunakan alat peraga/media yang dapat membantu mengembangkan komunikasi dengan siswa (c). upayakan membagi tugas kepada siswa secara merata dan kembangkan tugas tambahan siswa secara sukarela dalam rangka mendeteksi siswa yang pandai dan aktif. Pentahapan yang dimaksudkan di sini berkaitan dengan luas dan kompleksnya sajian materi pelajaran. Dalam hal ini materi perlu dipecah-pecah sesuai dengan tingkat kesulitannya, apakah materi yang dipelajari disusun secara bertahap. Langkah yang perlu dilakukan guru adalah membuat pentahapan pembelajaran dengan menggunakan model spiral, yakni penyusunan dan penyajian materi dilakukan dengan prinsip maju berkelanjutan. Pengulangan perlu dilakukan bertahap dengan tingkat pendalaman yang berbeda. Untuk maksud itulah seorang guru seharusnya dalam situasi tertentu tidak meninggalkan pemberian ceramah atau memberikan tugas membaca kepada siswa. Umpan balik dan transfer merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalam pembelajaran. Umpan balik dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan dan perilaku siswa yang dapat dilihat oleh guru maupun siswa lainnya. Misalnya umpan balik mengenai apa yang telah diketahui/dimiliki siswa dari materi yang dipelajari lewat tes atau wawancara kepada siswa. Menggunakan pertanyaan guru selanjutnya dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menerapkannya secara efektif. Umpan balik ini dapat merupakan salah satu indikator adanya transfer dalam pembelajaran. Transfer ini dapat berupa retensi siswa, yakni kemampuan siswa dalam mengingat informasi yang telah dipelajarinya dan reinforcement yakni penguatan di pihak siswa mengenai materi yang telah dipelajari/diingat dan siswa mampu menyelesaikan persoalan yang sejenis yang berkaitan dengan kemampuan yang dipelajarinya.

D. Pemilihan Model-Model Pembelajaran Model pembelajaran didefinisikan sebagai suatu pola pembelajaran yang dapat menerangkan proses, menyebutkan dan menghasilkan lingkungan belajar tertentu sehingga siswa dapat berinteraksi yang selanjutnya berakibat terjadinya perubahan tigkah laku siswa secara khusus. Melalui pemahaman berbagai model pembelajaran yang banyak dikembangkan di kelas,

seorang guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran lewat pemikiran di belakang meja sebelum yang bersangkutan menghadapi siswa. Model pembelajaran dapat membantu guru dalam penguasaan kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan upaya mengubah tingkah laku siswa sejalan dengan rencana yang telah ditetapkan. Hal ini berarti model pembelajaran diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas. Umumnya model pembelajaran yang dikembangkan memiliki berbagai jenis sumber dan pengembangnya, yang secara umum akan membedakan pendekatan yang digunakannya yang sasaran akhirnya adalah perubahan tingkah laku siswa. Oleh karena itu kegunaan model pembelajaran bagi guru antara lain membimbing, membantu dalam pengembangan kurikulum, penetapan material

pembelajaran, dan peningkatan efektivitas pembelajaran. Membimbing yang dimaksudkan disini adalah menolong guru dalam menentukan apa yang seharusnya dilakukan guru dalam rangka pencapaian tujuan. Membantu dalam pengembangan kurikulum berkaitan dengan pemahaman tentang usia siswa, sehingga perhatian guru di samping pada materi yang akan dikembangkan dalam pembelajaran juga kondisi psikologis yang sejalan dengan usia siswa. Selanjutnya penetapan material pembelajaran berkaitan dengan macam dan jenis material yang dipilih dan digunakan guru dalam rangka mengubah tingkah laku siswa. Melalui pemilihan material pembelajartan ini kepribadian siswa diharapkan dapat terbentuk lewat kebiasaan cara belajar yang dilakukan. Akhirnya dari semua hal di atas, efektivitas pembelajaran dapat dicapai lewat pembelajaran yang dilakukan guru. Efektivitas merujuk pada aktivitas guru yang tidak sematamata bertindak secara prosedural, tetapi juga mampu dan menggerakkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Kelima ciri model pembelajaran seharusnya dapat di ukur lewat perencanaan dan penampilan siswa melalui pembelajaran yang dikembangkan. Sejalan dengan kelima ciri tersebut dikenal 4 model pembelajaran yakni (a) interaksi sosial (b) pemrosesan informasi (c) sumber pribadi dan (d) modifikasi tingkah laku. Masing-masing model pembelajaran ini memiliki asumsi-asumsinya masing-masing. Interaksi social, model pembelajaran lebih menekankan pentingnya hubungan sosial antara siswa dalam masyarakat. Dalam hal ini model ini diharapkan dapat mengembangkan dan

meningkatkan proses demokratisasi dalam masyarakat. Asumsi yang dipergunakan oleh model ini adalah bahwa hubungan sosial adalah sarana pembelajaran yang tepat. Pemrosesan informasi, tekanan pembelajaran yang dikembangkan ditandai dengan kemampuan siswa dalam menangani stimulus, data yang terorganisir dan permasalahan serta penyelesaiannya. Model pembelajaran tipe ini berasumsi bahwa proses berfikir merupakan proses transaksi aktif di pihak siswa, sehingga kemampuan intelektual siswa berkembang secara bertahap. Tahapantahapan berpikir siswa dapat dipelajari, sehingga model ini pada umumnya berkembang pesat terutama dalam IPA, sebab struktur materi IPA selalu membahas mengenai kesanggupan intelektual siswa. Sumber pribadi, merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada individuindividu sebagai sumber ide dalam pendidikan. Penekanan pada model ini diberikan pada bagian mana proses berlangsung dalam individu yang ditandai dengan kemampuan individu untuk menyusun dan mengorganisasikan realitas. Asumsi yang dipergunakan dari model ini antara lain kehidupan pribadi siswa, emosional dan organisasi internal mampu mempengaruhi lingkungannya. Modifikasi tingkah laku, fokus pembelajarannya seringkali merupakan bagian dari operant conditioning models yang dikembangkan oleh BF Skinner. Pada model ini yang diutamakan dalam pembelajaran adalah kegiatan yang ditujukan pada perubahan tingkah laku pengutamaan penguatan. Berikut ini ditampilkan empat (4) klasifikasi model pembelajaran yang banyak dikembangkan di kelas sebagai berikut : Dalam pembelajaran IPA model yang banyak dikembangkan adalah information processing yang didasarkan pada asumsi bahwa : (a). Proses berfikir pada individu manusia dapat dipelajari. (b). Proses berfikir dapat dianggap sebagai proses transaksi aktif antara individu yang belajar dengan data, sehingga operasi berfikir tidak lain adalah operasi mental yang tidak dapat diajarkan secara langsung, tetapi harus melalui materi pelajaran. Tugas guru hanyalah membantu proses internalisasi dan konseptualisasi. (c). Proses berfikir berkembang secara bertahap dan tahapannya tak dapat dibalik, untuk menghasilkan pembelajaran bermakna perlu dipilih saat yang tepat yakni siswa dalam keadaan rasa ingin tahunya.

(d). Pengetahuan seharusnya memiliki struktur tertentu dan semua pengetahuan dapat dipetakan ke dalam struktur yang besar yang membentuk dunia mental Dalam pembelajaran IPA model yang banyak dikembangkan adalah information processing yang didasarkan pada asumsi bahwa : (a). Proses berfikir pada individu manusia dapat dipelajari. (b). Proses berfikir dapat dianggap sebagai proses transaksi aktif antara individu yang belajar dengan data, sehingga operasi berfikir tidak lain adalah operasi mental yang tidak dapat diajarkan secara langsung, tetapi harus melalui materi pelajaran. Tugas guru hanyalah membantu proses internalisasi dan konseptualisasi. (c). Proses berfikir berkembang secara bertahap dan tahapannya tak dapat dibalik, untuk menghasilkan pembelajaran bermakna perlu dipilih saat yang tepat yakni siswa dalam keadaan rasa ingin tahunya. (d). Pengetahuan seharusnya memiliki struktur tertentu dan semua pengetahuan dapat dipetakan ke dalam struktur yang besar yang membentuk dunia mental masing-masing individu. Upaya menghadapkan siswa ke dalam situasi yang membingungkan bermakna dalam kemampuan mengorganisasikan pikirannya yang diharapkan mampu pola berfikir yang baru dengan membawa ke pada kesimbangan internal dan eksternal. (e). Setiap ilmu pengetahuan memiliki struktur konsep yang membentuk dasar dari sistem proses informasi bagi siswa, sehingga belajar antara lain mencocokkan konsep dalam materi ke dalam sistem yang dimiliki dan berfungsi bagi dirinya. Salah satu contoh yang dapat menggambarkan bahwa belajar merupakan pemrosesan informasi, berikut ini ditampilkan rancangan science inquiry models yang langkah-langkah pembelajarannya diungkapkan sebagai berikut : Tahapan awal dimulai dengan pemilihan topik, yakni adakah disekitar tempat tinggal siswa didapati peristiwa alam yang sesuai dengan topik yang akan dipelajari siswa. Peristiwa tersebut sebaiknya diambil yang dapat membingungkan siswa di awal pembelajaran. Misalnya : dalam mata pelajaran fisika di kelas dipilih gejala pemantulan dan pembiasan cahaya yang terjadi secara bersamaan. Pembelajaran diawali dengan gejala yang memungkinkan munculnya konflik penalaran siswa, selanjutnya langkah pembelajaran yang disarankan adalah sebagai berikut : (1). menghadapkan siswa dengan masalah

(2). mengumpulkan data dan informasi untuk melakukan klasifikasi. (3). melakukan pengumpulan data dalam experimentasi. (4). memformulasikan penyelesaian masalah dan analisis proses inkuari. Tahapan tersebut diarahkan agar siswa mampu belajar mandiri lewat informasi yang dibangun pembelajaran yang dapat dipilih adalah independent study/case Study. Menurut UNESCO, kecenderungan pendidikan di abad 21 memuat empat pilar utama, yaitu: (1). Learning to know, (2) Learning to do, (3). Learning to live together, (4). Learning to be, sedangkan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diluncurkan pada Tahun 2006 bahwa Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut: (1) berpusat

pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, (2) beragam dan terpadu, (3) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (4) relevan dengan kebutuhan kehidupan (5) menyeluruh dan berkesinambungan (6) belajar sepanjang hayat (7) seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Memperhatikan hal-hal tersebut di atas guru dituntut untuk mampu mengembangkan model-model pembelajaran atau pendekatan pembelajaran yang dapat di dukung teori-teori tersebut. Berbagai bentuk pembelajaran yang menunjang pilar keempat pembelajaran yang dikemukakan UNESCO adalah (1) Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif); (2) Problem Based Instructions(Pembelajaran berdasar Masalah) (3) Direct Instructions

(Pembelajaran langsung).

Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) Pada Cooperative Learning siswa bekerja bersama-sama dalam team yang beranggotakan 4 atau 5 siswa. Cooperative Learning is a succesful teaching strategy in wich small teams, each with students of different levels of ability, use a variety of learning activities to improve the understanding of a subject. Each members of a team is responsible not only for learning what is taught but also for helping teammates learn, yhus creatung an atmosphere of achievement. (http://www.ed.gov). Pada definisi tersebut terkandung pengertian bahwa dalam belajar kooperatif banyaknya anggota kelompok kecil, kemampuan anggota-anggota kelompok yang berbeda, menggunakan aktivitas belajar yang bervariasi untuk meningkatkan pemahaman diri.

Setiap anggota kelompok tidak hanya bertanggung jawab pada belajar sendiri tetapi juga membantu teman satu team yang lain dalam belajar, sehingga tercipta suasana sukses. Definisi lain dikemukakan oleh Roger T. Johnson dan David W. Johnson (http://www.co_operation.org), bahwa: Cooperative learning is a relationship in a group of students that requires positive interdependence (a sense of sink or swim together), individual accountability (each of us has to contribute and learn), interpersonal skills (communication, fruit, leadership, decision making, and conflict resolution), face to face promotive interaction and processing (reflection on how well the team is functioning and how to function even better). Pada definsi ini terkandung pemahaman bahwa dalam belajar kooperatif tercipta kerjasama yang baik antar anggota team ada ketergantungan saling memerlukan yang positip (menanamkan rasa kebersamaan), tanggung jawab masing-masing anggota (setiap anggota memiliki sumbangan dan belajar), keterampilan hubungan antar person (komunikasi, keberhasilan, kepemimpinan, membuat keputusan, dan penyelesaian konflik), tatap muka menaikkan interaksi dan pengolahan data. Slavin mengemukakan bahwa: Cooperative Learning refers to a variety of teaching methods in which students work in a small groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, student are expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each others current knowledge in fill in gaps in each other understanding. Belajar bekerjasama berkenaan dengan berbagai macam metode pembelajaran yang perwujudan realnya siswa bekerja dalam group-group kecil dan saling membantu belajar materi akademis. Dalam kerjasama dalam bentuk kelas, partisipasi yang diharapkan dari siswa adalah saling membantu satu sama lain, berdiskusi dan berargumentasi satu sama lain, saling menilai pengetahuan dan perbedaan pemahaman satu sama lain. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik simpulan bahwa dalam pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur: 1. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai 5 orang untuk efektifitas kelompok dalam belajar. Anggota kelompok yang terlalu besar tidak menjamin adanya kerja belajar yang efektif. 2. Setiap anggota kelompok memiliki rasa ketergantungan dalam kelompok, keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh kekompakan anggota-anggota dalam kelompok tersebut.

3. Diperlukan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, kesadaran tanggung jawab masing-masing anggota kelompok dalam belajar sangat mendukung keberhasilan kelompok. 4. Terdapat kegiatan komunikasi tatap muka baik antar anggota kelompok daslam kelompok maupun antar kelompok. Adanya komunikasi ini dapat mendorong terjadinya interaksi positip, sesama siswa dapat lebih saling mengenal, masing-masing siswa saling menghargai pendapat teman, menerima kelebihan dan kekurangan teman apa adanya, menghargai perbedaan pendapat yang selalu terjadi dalam kehidupan. Siswa saling asah, saling asih dan saling asuh. 5. Anggota-anggota kelompk berlatih untuk mengevalusi pedapat teman, melalui adu argumentasi, belajar menerima hasil evaluasi dari teman esama anggota kelompok, pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa toleransi pendapat dan bergaul dalam hidup bermasyarakat. Dari lima hal di atas dapat ditarik simpulan bahwa lewat pembelajaran kooperatif, di samping diperoleh pencapaian aspek akademik yang tinggi di kalangan siswa, juga bermakna dalam membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dalam hubungannya dengan sesama. Adapun dalam model pembelajaran kooperatif ini peran guru yang dapat ditampilkan antara lain : Terkait dengan Cooperative Learning, Slavin mengemukakan beberapa model, antara lain: 1). Student Teams-Achievement Divisons, yang memiliki 5 komponen, yaitu: (a). Class Presentation (presentasi kelas); (b). Teams (kelompok); (c) quizzes (kuis); (d) individual improvement scores (peningkatan skore individu); (e). Team recognition (penghargaan kelompok). No 1 Fase pembelajaran Rumuskan tujuan, apersepsi dan motivasi 2 Ceramah dan menyajikan informasi lewat media yang sesuai Peran guru menyampaikan tujuan pembelajaran, mengaitkan dengan manfaat mempelajari materi dan memotivasi siswa menyajikan informasi lewat media yang sesuai kepada siswa. Misalnya bahan bacaan, demonstrasi, menggali pemahaman siswa

Organisasi kelompokkelompok belajar siswa

bentuk kelompok, menjelaskan tujuan, bentuk dan macam kegiatan serta membantu kelompok-kelompok agar trasisi antara informasi dan belajar berlangsung prosedural.

Bimbingan kelompok siswa untuk bekerja dan belajar

memberikan

bimbingan

saat

mengerjakan

tugas

dan

menampung kesulitan siswa untuk dipecahkan bersama

Asesmen

melakukan asesmen terhadap tugas, lewat tampilan siswa dalam kelompok besar dan seterusnya bersama siswa melakukan refleksi.

Memberikan penghargaan

memilih cara yang sesuai untuk menghargai setiap hasil karya kelompok dan tampilan individual saat presentasi

2). Teams-Games-Tournament yang dikembangkan oleh David De Vries dan Keith Edwards Pembentukan kelompok memperhatikan perbedaan jenis kelamin dan tingkat kemampuan siswa, yang memiliki 5 komponen, yaitu: (a) Class Presentation oleh guru; (b) Tim mengerjakan lembar kerja yang telah disiapkan guru; (c) Saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama untuk menghadapi turnament; (d) tournament yang biasanya diselenggarakan seminggu sekali. 3). Jigsaw II yang diadaptasi oleh Elliot Aronsons dari teknik jigsaw. Seperti pada STAD dan TGT, team bekerja dengan keaggotaan 4 siswa yang heterogen.

Problem Based Instructions (Pembelajaran Berdasar Masalah) Model pembelajaran ini bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir di kalangan siswa lewat latihan penyelesaian masalah, oleh sebab itu siswa dilibatkan dalam proses maupun perolehan produk penyelesaiannya. Dengan demikian model ini juga akan mengembangkan keterampilan berpikir lewat fakta empiris maupun kemampuan berpikir rasional, sehingga latihan yang berulang-ulang ini dapat membina keterampilan intelektual dan sekaligus dapat mendewasakan siswa. Siswa berperan sebagai self-regulated learner, artinya lewat pembelajaran model ini siswa harus dilibatkan dalam pengalaman nyata atau simulasi sehingga dapat bertindak sebagai seorang ilmuwan atau orang dewasa. Model ini tentu tidak dirancang agar guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, tetapi guru perlu berperan sebagai

fasilitator pembelajaran dengan upaya memberikan dorongan agar siswa bersedia melakukan sesuatu dan mengungkapkannya secara verbal. Adapun dalam model pembelajaran kooperatif ini peran guru yang dapat ditampilkan antara lain : No 1 Fase pembelajaran Rumuskan tujuan dan orientasi masalah Peran guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan segala hal yang berkaitan dengan masalah dan penyelesaiannya, memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas penyelesaian masalah. Oranisasi siswa untuk membantu dan membimbing mendefinisikan tugas-tugas serta belajar mengorganisasikan tugas-tugas siswa untuk penyelesaian masalah Bimbingan penyelidikan individual dan kelompok Sajian hasil karya dan pengembangannya analisis dan evaluasi proses penyelesaian masalah mendorong dalam merancang dan melaksanakan eksperimen, mengukur, mengamati, mengumpulkan informasi yang sesuai.

membantu rencana dan penyiapan karya yang sesuai, melakukan pengecekan ulang dengan eksperimen untuk mendapatkan penyelesaian masalah yang dimaksud. membantu siswa dalam refleksi dan evaluasi penyelidikan dan proses-proses penyelesaian masalah yang telah dilakukan

Direct Instructions (Pembelajaran langsung ) Pembelajaran ini seringkali dianggap sebih sesuai dengan sifat ilmu yang dipelajari, seperti halnya kelompok mata pelajaran IPA. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan IPA tersusun secara terstruktur yang memuat materi prasyarat dalam setiap langkah penyajiannya. Pembelajaran langsung pada umumnya dirancang secara khusus untuk mengembangkan aktivitas belajar di pihak siswa berkaitan dengan aspek pengetahuan prosedural serta pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik yang dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Fokus utama dari pembelajaran ini adalah adanya pelatihan-pelatihan yang dapat diterapkan dari keadaan nyata yang sederhana sampai yang lebih kompleks. Adapun dalam model pembelajaran langsung ini peran guru yang dapat ditampilkan antara lain : No 1 Fase pembelajaran Peran guru

Rumuskan tujuan dan menjelaskan tujuan pembelajaran dan segala hal yang orientasi masalah berkaitan memotivasi dengan siswa masalah untuk dan terlibat penyelesaiannya, dalam aktivitas

penyelesaian masalah. 2 Oranisasi siswa untuk membantu dan membimbing mendefinisikan tugas-tugas belajar serta mengorganisasikan tugas-tugas siswa untuk

penyelesaian masalah 3 Bimbingan penyelidikan individual kelompok 4 Sajian hasil karya dan membantu rencana dan penyiapan karya yang sesuai, pengembangannya melakukan pengecekan ulang dengan eksperimen untuk mendapatkan penyelesaian masalah yang dimaksud. 5 analisis dan evaluasi membantu siswa dalam refleksi dan evaluasi penyelidikan proses masalah penyelesaian dan proses-proses penyelesaian masalah yang telah dilakukan mendorong eksperimen, dalam merancang dan melaksanakan mengumpulkan

mengukur,

mengamati,

dan informasi yang sesuai.

E. Penerapan Inovasi Pembelajaran pada Bidang Studi IPA di Sekolah Perlu ditegaskan di sini bahwa tidak ada satu metode, pendekatan, model atau strategi yang paling baik dalam pembelajaran IPA. Kesesuaian antara metode pilihan guru dengan karakteristik siswa dan lingkungan serta tersedianya sarana prasarana merupakan bagian yang perlu dipertimbangkan oleh guru. Sebagai seorang guru, kita dituntut untuk menyelesaikan target yang diungkap oleh kurikulum, masyarakat maupun stakeholder untuk dapat melaksanakan menajemen

pembelajaran. Manajemen pembelajaran meliputi 4 tahapan, yaitu: 1) perencanaan program pembelajaran; 2) pelaksanaan program pembelajaran; 3) monitoring dan evaluasi proses pembelajaran; dan 4) analisis hasil monitoring dan evaluasi untuk selanjutnya digunakan sebagai masukan dalam merevisi program pembelajaran. Terkait dengan perencanaan pembelajaran di samping guru merumuskan tujuan pembelajaran, berupa kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki setelah mengikuti proses pembelajaran, guru harus dapat mengidentifikasi karakteristik siswa yang akan mengikuti proses pembelajaran. Identifikasi karakteritik siswa antara lain meliputi: a) kompetensi yang dimiliki

siswa sebelum mengikuti pembelajaran, b) tingkat motivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, c) heterogenitas kompetensi siswa, d) kebiasaan-kebiasaan siswa dalam proses pembelajaran, dan e) perilaku-perilaku lain bagi tiap individu dalam belajar. Pengetahuan guru tentang indikator masing-masing siswa, sangat bermanfaat bagi guru dalam menyusun program pembelajaran. Banyak teori-teori belajar telah dikemukakan oleh para psikolog atau pakar pendidikan yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan pembelajaran yang inovatif. Untuk pembelajaran IPA, dengan sifat dan karakteristik materi banyak disarankan menggunakan model pemrosesan informasi seperti yang telah diungkap di atas. Di antaranya aliran Psikologi Tingkah Laku dikemukakan antara lain oleh: Thorndike, Ausubel, Gagne, Pavlov dan teori tentang Psikologi Kognitif antara lain dikemukakan oleh Piaget, Brunner, Brownell, Dienes dan Van Hiele. Beberapa asumsi dalam Psikologi Tingkah Laku: 1. Thorndike, mengemukakan teori Stimulus dan Respon dalam belajar, respon siswa perlu dimunculkan dengan pemberian stimulus-stimulus yang tepat, selanjutnya dapat

dikemukakan hukum belajar. Hukum belajar yang dikenal dengan nama Law of effect, dalam hukum ini dikatakan bahwa seorang siswa akan meningkat keberhasilannya dalam belajar jika respon siswa terhadap suatu stimulus memperoleh reinforcement atau penguatan yang berupa pujian atas keberhasilannya. Pemberian penguatan ini menimbulkan rasa senang bagi siwa, sehingga ada kecenderungan ia akan berusaha lebih keras dalam belajar untuk dapat memperoleh reinforcement lagi. Teori lain yang dikemukakan oleh Thorndike dalam belajar berkaitan Stimulus dan Respon siswa, yaitu: 1). Hukum kesiapan (Law of readiness), 2) Hukum latihan (Law of Exercise), dan 3). Hukum akibat ( Law of Effect). a. Hukum kesiapan menjelaskan bahwa respon seorang terhadap stimulus yang diberikan kepadanya akan muncul jika siswa dalam keadaan siap, dan respon yang diberikan akan memberikan kepuasan bagi diri siswa. Sebaliknya jika siswa tidak siap, maka respon yang dikemukakan terhadap stimulus yang diberikan tidak akan muncul, atau jika munculpun tidak akan sesuai dengan harapan dirinya maupun teman atau gurunya. Hal ini menimbulkan perasaan ketidaksenangan pada dirinya.

b. Hukum latihan sangat diperlukan dalam belajar Matematika dan Sain, siswa banyak latihan dalam menyelesaikan soal yang semacam dengan tingkat kesulitan berbeda, akan lebih memantapkan konsep dan prinsip yang dipelajarinya. c. Hukum akibat, sebagai misal siswa yang memperoleh penguatan akan berakibat dia merasa senang dalam belajar dan ada kecenderungan meningkatkan gairah belajarnya. Sebaliknya respon yang diberikan siswa salah, kecaman guru akan memimbulkan akibat kebencian terhadap guru dan sekaligus kebencian terhadap mata pelajaran yang diasuh guru tersebut. Oleh karena itu guru harus pandai-pandai memberikan tanggapan terhadap respon siswa yang salah agar tidak berakibat fatal. Penguatan bagi siswa yang memberikan respon yang benar merupakan reward untuk memotivasi siswa lebih giat belajar. Brunner menyatakan bahwa sajian materi yang bermakna lebih memantapkan siswa belajar. Belajar yang baik apabila siswa dapat mengkonstruksi kognisi melalui pengetahuan yang diterima, kemudian dianalisis apakah sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau justru bertentangan dengan apa yang dimiliki. Dari hasil analisis ini siswa dapat memperkuat pengetahuan yang dimiliki, atau menggugurkan konstruksi pengetahuan yang dimiliki jika informasi baru diterima bertentangan dengan konstruksi kognitif yang dimiliki sebelumnya, atau menumbuhkan konstruksi pengetahuan baru, jika konstruksi pengetahuan belum dimiliki sebelumnya. Pembentukan konstruksi kognitif selanjutnya dinamakan paham konstruktivisme, yang dirintis semenjak lama oleh Piaget. Efektivitas belajar dapat dideteksi apakah pembelajaran yang berlangsung di sekolah ini memiliki manfaat bagi siswa. Dengan demikian di kalangan siswa akan muncul rasa ingin tahu, rasa ingin melibatkan diri, mencobacoba, mengajukan pertanyaan dalam kegiatan pembelajaran, berusaha menamukan sendiri jawaban dari masalah yang dipelajari.

F. Penutup Untuk tercapainya pemahaman konsep IPA secara utuh dan internalisasinya dalam diri siswa serta penerapannya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, dibutuhkan penerapan berbagai pendekatan, strategi, metode maupun model-model pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran IPA perlu bertumpu pada kebutuhan siswa, artinya pengoptimalan penggunaan sense siswa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran. Integrasi antara evaluasi dengan pembelajaran memungkinkan guru mengungkap potensi siswa secara optimal. Hal ini

berarti aktivitas mendidik, melatih dan pembelajaran perlu diintegrasikan dalam tingkah laku dalam tugas dan hidup keseharian guru. Berbagai hal yang berkaitan dengan pemilihaninovasi pembelajaran dalam bidang studi IPA pembelajaran perlu mendapatkan perhatian yang sebaikbaiknya, dengan mempertimbangkan kesesuaian antara metode pilihan guru dengan karakteristik siswa dan lingkungan serta tersedianya sarana prasarana yang ada.

G. Daftar Referensi Nasution, S. (1987). Berbagai Pendekatan dalam PBM. Jakarta: Bina Aksara. Piet A. Suhertian, (1992). Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Ofset. Squires David A. , William G. Huitt and john K. Segars, (1983). Effective Schools and Classrooms. Washington: ASCD. Peterson, Penelope L. And Herbert J. Walberg (1979). Research on Teaching: Concepts, Finding and Implications. California : Mc Cutchan Pub. Slavin, Robert E. (1990). Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Singapore: Allyn and Bacon. Joyce, Well and Marsha Weil,(1996). Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon. Winne, Phillip H., and Ronald W. Marx (1979). Perceptual Problem Solving: Research on Teaching (ed. Penelope C. Patterson et.al.). California : McCutchan Pub. Udin S. Winataputra,dkk.(2001). Strategi Belajar Pembelajaran IPA. Jakarta : Pusat Penerbitan UT.

You might also like