You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY. NY.

R DENGAN HYALINE MEMBRAN DISEASE (HMD)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Pediatrik di Ruang Perinatologi RS Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh: Noorasani Manda Mufarika 0810720002

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

LAPORAN PENDAHULUAN HYALINE MEMBRAN DISEASE (HMD) A. DEFINISI Hyaline membrane disease merupakan keadaan akut yang terutama ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat badan dibawah 1500 gram. Hyaline membrane disease merupakan perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. Hyaline Membrane Disease (HMD) merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Pada HMD dapat menyebabkan hipoksia yang menimbulkan kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveolus dan terbentuk fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Jadi, Hyaline membrane disease merupakan hal yang paling sering terjadi pada bayi premature yang disebabkan karena defisiensi surfaktan akibat perkembangan imatur pada system pernafasan. B. ANATOMI FISIOLOGI PARU-PARU Paru-paru berada di dalam rongga dada manusia sebelah kanan dan kiri yang dilindungi oleh tulang-tulang rusuk. Paru-paru terdiri dari dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang memiliki tiga lobus dan paru-paru kiri memiliki dua lobus. Paru-paru sebenarnya merupakan kumpulan gelembung alveolus yang terbungkus oleh selaput yang disebut selaput pleura. Fungsi Paru-Paru Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Dalam Sistem Ekskresi, paru-paru berfungsi untuk mengeluarkan KARBONDIOKSIDA (CO2) dan UAP AIR (H2O). Didalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-paru. Di

paru-paru karbondioksida dan uap air dilepaskan dan dikeluarkan dari paru-paru melalui hidung. Surfaktan Surfaktan merupakan suatu bahan senyawa kimia yang memiliki sifat permukaan aktif. Surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi 24-26 minggu,yang mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu. Produksi surfaktan pada janin dikontrol oleh kortisol melalui reseptor kortisol yang terdapat pada sel alveolus. Pada bayi premature, produksi surfaktan seringkali tidak memadai guna mencegah alveolar collapse dan atelektasis sehingga dapat terjadi Respitarory Distress Syndrome (RDS). C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Penyebab dari HMD ini diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu). 2. Gangguan atau defisiensi surfactan 3. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar 4. Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur atau prematur. Pembentukan surfaktan dipengaruhi pH normal, suhu dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia pulmonal; yang terjadi akibat hipovolemia, hipotensi dan stress dingin; menghambat pembentukan surfaktan. Epitel yang melapisi paru-paru juga dapat rusak akibat konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek pengaturan respirasi, mengakibatkan semakin berkurangnya surfaktan. Kelainan dianggap terjadi karena faktor pertumbuhan atau pematangan paru yang belum sempurna antara lain : bayi prematur, terutama bila ibu menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu dengan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. Diabetes Toxemia Hipotensi SC Perdarahan antepartum. Sebelumnya melahirkan bayi dengan HMD. Penyakit membran hialin diperberat dengan : Asfiksia pada perinatal

2. 3. 4.

Hipotensi Infeksi Bayi kembar.

D. PATOFISIOLOGI Berbagai teori telah dikemukakan sebagai penyebab kelainan ini. Pembentukan substansi surfaktan paru yang tidak sempurna dalam paru, merupakan salah satu teori yang banyak dianut. Surfaktan ialah zat yang memegang peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut ialah lesitin. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22 24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke-35.

Gambar 1. Timeline Pembentukan surfaktan pada fetus Surfaktan merupakan gabungan kompleks fosfolipid. Surfaktan membuat stabil alveoli dan mencegahnya dari kolaps pada saat ekspirasi dengan mengurangi tegangan. Dipalmitoylphophatidyl choline (DPPC) merupakan komposisi utama dalam surfaktan yang mengurangi surface tension. Surfaktan memiliki 4 surfactant-associated proteins yaitu SP - A, SP - B, SP C, dan SP D. Surfaktan disintesis oleh sel alveolar tipe II dengan proses multi-step dan mensekresi lamellar bodies, yang memiliki kandungan fosfolipid yang tinggi. Lamellar bodies ini berikutnya diubah menjadi lattice structure yang dinamakan tubular myelin. Penyebaran dan adsorpi dari surfaktan merupakan karakteristik yang penting dalam pembentukan monolayer yang stabil dalam alveolus.5

Gambar 2. Fisiologi pembentukan surfaktan5 Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi. Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit membrane hialin menyebabkan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolism anaerobic dengan penimbunan asam laktat dan asan organic lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan

menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi surfaktan. Bagan 1. Patofisiologi PMH

Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang terdiri dari: atelektasis hipoksia asidosis transudasi penurunan aliran darah paru hambatan pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi. E. MANIFESTASI KLINIS Bayi penderita HMD biasanya bayi kurang bulan yang lahir dengan berat badan antara 1200 2000 g dengan masa gestasi antara 30 36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 g dan masa gestasi lebih dari 38 minggu. Gejala klinis biasanya mulai terlihat pada beberapa jam pertama setelah lahir terutama pada umur 6 8 jam. Gejala karakteristik mulai timbul pada usia 24 72 jam dan setelah

itu keadaan bayi mungkin memburuk atau mengalami perbaikan. Apabila membaik gejala biasanya menghilang pada akhir minggu pertama. Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atalektasis dan perforasi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan keadaan klinis seperti : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Dispnea atau hiperpnea Sianosis Retraksi suprasternal, epigastrium, intercostals Rintihan saat ekspirasi (grunting) Takipnea (frekuensi pernafasan . 60 x/menit) Melemahnya udara napas yang masuk ke dalam paru Mungkin pula terdengar bising jantung yang menandakan adanya duktur arteriosus yang paten 8. 9. Kardiomegali Bradikardi (pada HMD berat)

10. Hipotensi 11. Tonus otot menurun 12. Edem. Gejala HMD biasanya mencapai puncaknya pada hari ke-3. Sesudahnya terjadi perbaikan perlahan-lahan. Perbaikan sering ditunjukan dengan diuresis spontan dan kemampuan oksigenasi bayi dengan kadar oksigenasi bayi yang lebih rendah. Kelemahan jarang pada hari pertama sakit biasanya terjadi antara hari ke-2 dan ke-3 dan disertai dengan kebocoran udara alveolar (emfisema interstisial, pneumotoraks), perdarahan paru atau interventrikuler. Pada bayi extremely premature (berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada HMD yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Gambaran Rontgen Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium HMD yaitu : Stadium 1: Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara Stadium 2: Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru Stadium 3: Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas Stadium 4: Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat 2. Laboratorium Kimia darah : Meningkatnya asam laktat dan asam organik lain > 45 mg/dl Merendahnya bikarbonat standar pH darah dibawah 7,2 PaO2 menurun PaCO2 meninggi.

3. Echocardiografi Echocardiografi dilakukan untuk mendiagnosa PDA dan menentukan arah dan derajat pirau. Juga berguna untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan struktural jantung. 4. Tes kocok (Shake test) Dari aspirat lambung dapat dilakukan tes kocok. Aspirat lambung diambil melalui nasogastrik tube pada neonatus sebanyak 0,5 ml. Lalu tambahkan 0,5 ml alkohol 96 %, dicampur di dalam tabung 4 ml, kemudian dikocok selama 15 detik dan didiamkan selama 15 menit. Pembacaan : Neonatus imatur : tidak ada gelembung 60 % resiko terjadi HMD +1 : gelembung sangat kecil pada meniskus (< 1/3) 20 % resiko terjadi HMD +2 : gelembung satu derat, > 1/3 permukaan tabung

+3 : gelembung satu deret pada seluruh permukaan dan beberapa gelembung pada dua deret +4 : gelembung pada dua deret atau lebih pada seluruh permukaan neonatus matur 5. Amniosentesis Berbagai macam tes dapat dilakukan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya HMD, antara lain mengukur konsentrasi lesitin dari cairan amnion dengan melakukan amniosentesis (pemeriksaan antenatal). Rasio lesitin-spingomielin G. PENATALAKSANAAN Dasar tindakan ialah mempertahankan bayi dalam suasana fisiologis sebaikbaiknya,agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain sehingga dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya Tindakan yang perlu dikerjakan ialah: 1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5 37C) dengan meletakkan bayi di dalam inkubator. Humiditas ruangan juga harus adekuat (70 80%).

2. Pemberian oksigen harus berhati-hati. Prinsip: Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi yang baru lahir. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan seperti fibrosis paru (bronchopulmonary dysplasia (BPD)), kerusakan retina (fibroplasi retrolental / retinopathy of prematurity (ROP)) dan lain-lain.1Untuk mencegah timbulnya komplikasi ini, pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan saturasi oksigen, sebaiknya diantara 85 93% dan tidak melebihi 95% untuk mengurangi terjadinya ROP dan BPD. Terapi Oksigen sesuai dengan kondisi: Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi yang cukup untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50 70 mmHg untuk distres pernafasan ringan. Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan diatas 50 mmHg pada konsentrasi oksigen inspirasi 60% atau lebih, penggunaan NCPAP (Nasal Continuous Positive Airway

Pressure)

terindikasi.1,3

NCPAP

merupakan

metode

ventilasi

yang

non-

invasif.3Penggunaan NCPAP sedini mungkin (early NCPAP) untuk stabilisasi bayi dengan berat lahir sangat rendah (1000 1500gram) di ruang persalinan juga direkomendasikan untuk mencegah kolaps alveoli.1 Penggunaan humidified high flow nasal cannula therapy (HHFNC) sebagai pengganti NCPAP sedang digalakkan di beberapa negara karena memiliki keefektivitasan yang sama dengan NCPAP serta dapat digunakan untuk bayi dengan semua usia gestasi. Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan HMD berat atau komplikasi yang menimbulkan apneu persisten. Ventilator mekanik dihubungkan erat dengan terjadinya bronchopulmonary dysplasia (BPD) dan juga meningkatkan risiko terjadinya trauma dan infeksi. Indikasi rasional untuk penggunaan ventilator adalah1 pH darah arteri <7,2 pCO2 darah arteri 60mmHg atau lebih pO2 darah arteri 50mmHg atau kurang pada konsentrasi oksigen 70 100% dan tekanan CPAP 6 10 cm H2O Apneu persisten

3. Pemberian cairan, glukosa dan elektrolit sangan berguna pada bayi yang menderita penyakit membrane hialin. Prinsip: Pada fase akut, harus diberikan melalui intravena. Cairan yang diberikan harus cukup untuk menghindarkan dehidrasi dan mempertahankan homeostasis tubuh yang adekuat. Pada hari-hari pertama diberiksan glukosa 5 10 % dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan (60 125 ml/kgbb/ hari). Asidosis metabolik yang selalu terdapat pada penderita, harus segera diperbaiki dengan pemberian NaHCO3 secara intravena. Pemeriksaan keseimbangan asam-basa tubuh harus diperiksa secara teratur agar pemberian NaHCO3 dapat disesuaikan dengan mempergunakan rumus : kebutuhan NaHCO 3 (mEq) = deficit basa x 0,3 x berat badan bayi. Kebutuhan basa ini sebagian dapat langsung diberikan secara intravena dan sisanya diberikan secara tetesan. Pada pemberian NaHCO3 ini bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara 7,35 7,45. Bila fasilitas untuk pemeriksaan keseimbangan asam-basa tidak ada, NaHCO3 dapat diberikan dengan tetesan. Cairan yang dipergunakan berupa campuran larutan glukosa 5- 10% dengan NaHCO 3 1,5%

dalam perbandingan 4:1. Pada asidosis yang berat, penilaian klinis yang teliti harus dikerjakan untuk menilai apakah basa yang diberikan sudah cukup adekuat.

Analisis gas darah dilakukan berulang untuk manajemen respirasi. Tekanan parsial O 2 diharapkan antara 50 70 mmHg. PaCO 2 diperbolehkan antara 45 60 mmHg (permissive hypercapnia). pH diharapkan tetap diatas 7,25 dengan saturasi oksigen antara 88 92%.2

4. Pemberian antibiotika. Setiap penderita penyakit membran hialin perlu mendapat antibiotika untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Pemberian antibiotik dimulai dengan spektrum luas, biasanya dimulai dengan ampisilin 50mg/kgBB intravena setiap 12 jam dan gentamisin 3mg/kgBB untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 2 kilogram. Jika tak terbukti ada infeksi, pemberian antibiotika dihentikan. 5. Surfaktan Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika bayi terbukti mengalami penyakit membran hialin, diberikan dalam bentuk dosis berulang melalui pipa endotrakea setiap 6 12 jam untuk total 2 - 4 dosis, tergantung jenis preparat yang dipergunakan

Bagan. Algoritma untuk penanganan distres pernafasan pada bayi kurang bulan

H. KOMPLIKASI Komplikasi jangka pendek (akut ) dapat terjadi : 1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.

2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi. 3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik. 4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya. Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : 1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi. 2. Retinopathy premature Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

I. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Riwayat maternal Menderita penyakit seperti diabetes mellitus Kondisi seperti perdarahan placenta Tipe dan lamanya persalinan Stress fetal atau intrapartus Status infant saat lahir Prematur, umur kehamilan Apgar score, apakah terjadi aspiksia Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar Cardiovaskular

Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat Murmur sistolik Denyut jantung dalam batas normal Integumen Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal Pitting edema pada tangan dan kaki Mottling Neurologis Immobilitas, kelemahan, flaciditas Penurunan suhu tubuh Pulmonary Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 100 x ) Nafas grunting Nasal flaring Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase desaturasi hemoglobin Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea STATUS BEHAVIORAL Lethargy STUDY DIAGNOSTIK Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas. Data laboratorium Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu Tingkat phosphatydylinositol

Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% - 94%, pH 7,31 7,45 Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang rusak 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Kolaboratif problem : Insufisiensi respiratory berhubungan dengan penurunan volume dan komplians paru, perfusi paru dan vintilasi alveolar Tujuan 1 : Tanda dan gejala disstres pernafasan, deviasi dari fungsi dan resiko infant terhadap RDS dapat teridentifikasi

Intervensi 1. Kaji infant yang beresiko mengalami RDS yaitu : perdarahan placenta Prematuritas bayi Hipoksia janin

Rasional Pengkajian

diperlukan

untuk

menentukan

intervensi secepatnya bila bayi menunjukkan untuk memperbaiki prognosa

Riwayat ibu dengan daibetes mellitus atau adanya tanda disstres nafas dan terutama

Kelahiran melalui operasi caesar 2. Kaji perubahan status pernafasan termasuk : Perubahan tersebut mengindikasikan RDS 3. Takipnea (pernafasan diatas 60 x per menit, mungkin 80 100 x) Nafas grunting Suara ini merupakan suara keran penutupan glotis untuk menghentikan ekhalasi udara dengan menekan pita suara Nasal flaring Merupakan keadaan untuk menurunkan resistensi dari respirasi dengan membuka lebar Retraksi intercostal, suprasternal atau substernal dengan penggunaan otot bantu nafas Cyanosis Episode apnea, penurunan suara nafas dan adanya crakles Kaji tanda yang terkait dengan RDS kaki selama 24 jam Kelemahan otot jalan nafas Retraksi mengindikasikan ekspansi paru yang tidak adekuat selama inspirasi Cyanosis terjadi sebagai tanda lanjut dengan PO2 dibawah 40 mmHg Episode apneu dan penurunan suara nafas menandakan distress nafas semakin berat Tanda-tanda tersebut terjadi pada RDS dan penurunan permeabilitas vaskuler Tanda ini terjadi karena ekshaution yang disebabkan kehilangan energi selama kesulitan nafas Denyut jantung dibawah 100 x per menit pada stadium lanjut Nilai AGD dengan PO2 dibawah 40 mmHg, pco2 diatas 65 mmHg, dan pH dibawah 7,15 Monitor PO2 trancutan atau nilai pulse oksimetri secara kontinyu setiap jam Tanda ini mengindikasikan acidosis respiratory dan acidosis metabolik jika bayi hipoksik Nilai PO2 traskutan dan pulse oksimetri non invasif menunjukkan prosentase oksigen saat inspirasi udara. Bradikardia terjadi karena hipoksemia berat telah terjadi, panggil dokter untuk tindakan secepatnya Pernafasan bayi meningkat karena peningkatan kebutuhan oksigen

Pallor dan pitting edema pada tangan dan Tanda ini terjadi karena vasokontriksi perifer

Tujuan 2. Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi pulmonal Intervensi Berikan kehangatan dan oksigen sesuai dengan sbb Oksigen yang dihangatkan 31,7C 33,9C Humidifikasi 40% - 60% Beri CPAP positif Beri PEEP positif Berikan pancuronium bromide (Pavulon) Obat ini berguna sebagai relaksan otot untuk mencegah injury karena pergerakan bayi saat Tempatkan bayi pada lingkungan dengan suhu normal serta monitor temperatur aksila setiap jam Monitor vital signs secara kontinyu yaitu denyut jantung, pernafasan, tekanan darah, serta auskultasi suara nafas Observasi perubahan warna kulit, pergerakan dan aktivitas ventilasi Lingkungan dengan suhu netral akan menurunkan kebutuhan oksigen dan menurunkan produksi CO2. Perubahan vital signs menandakan tingkat keparahan atau penyembuhan Karena perubahan warna kulit, pergerakan dan aktivitas mengindikasikan peningkatan metabolisme oksigen dan glukosa. Informasi yang penting lainnya adalah perubahan kebutuhan cairan, kalori dan kebutuhan Pertahankan energi pasien dengan melakukan prosedur seefektif mungkin. Monitor serial AGD seperti PaO2, PaCo2, HCO3 dan pH setiap hari atau bila dibutuhkan Diagnosa keperawatan : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus. Tujuan : Mempertahankan dan mendukung intake nutrisi Intervensi Rasional Berikan infus D 10% W sekitar 65 80 ml/kg Untuk menggantikan kalori yang tidak didapat bb/ hari secara oral oksigen. Mencegah penurunan tingkat energi infant Perubahan mengindikasikan terjadinya acidosis respiratorik atau metabolik Rasional Untuk mencegah terjadinya hipotermia dan memenuhi kebutuhan oksigen tubuh

Pasang selang nasogastrik atau orogastrik untuk dapat memasukkan makanan jika diindikasikan atau untuk mengevaluasi isi lambung Cek lokasi selang NGT dengan cara : Aspirasi isi lambung Injeksikan sejumlah udara dan auskultasi masuknya udara pada lambung Letakkan ujung selang di air, bila masuk lambung, selang tidak akan memproduksi gelembung Berikan makanan sesuai dengan prosedur berikut : Elevasikan kepala bayi Berikan ASI atau susu formula dengan prinsip gravitasi dengan ketinggian 6 8 inchi dari kepala bayi Berikan makanan dengan suhu ruangan Tengkurapkan bayi setelah makan sekitar 1 jam Berikan TPN jika diindikasikan

Pilihan ini dilakukan jika masukan sudah tidak mungkin dilakukan.

Untuk mencegah masuknya makanan ke saluran pernafasan

Memberikan makanan tanpa menurunkan tingkat energi bayi

TPN merupakan metode alternatif untuk mempertahankan nutrisi jika bowel sounds tidak ada dan infants berada pada stadium akut.

Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan sensible dan insesible Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit Intervensi Rasional Pertahankan pemberian infus Dex 10% W 60 Penggantian cairan secara adekuat untuk 100 ml/kg bb/hari Tingkatkan cairan infus 10 ml/kg/hari, tergantung dari urine output, penggunaan pemanas dan jumlah feedings Pertahankan tetesan infus secara stabil, gunakan infusion pump mencegah ketidakseimbangan Mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan pasien. Takipnea dan penggunaan pemanas tubuh akan meningkatkan kebutuhan cairan Untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan. Kelebihan cairan dapat menjadi

Monitor intake cairan dan output dengan cara : Timbang berat badan bayi setiap 8 jam Timbang popok bayi untuk menentukan urine output Tentukan jumlah BAB Monitor jumlah asupan cairan infus setiap hari Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium setiap 12 atau 24 jam

keadaan fatal. Catatan intake dan output cairan penting untuk menentukan ketidak seimbangan cairan sebagai dasar untuk penggantian cairan

Peningkatan tingkat sodium dan potassium mengindikasikan terjadinya dehidrasi dan potensial ketidakseimbangan elektrolit

Diagnosa keperawatan : Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan bersalah, dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis Tujuan : Meminimalkan kecemasan dan rasa bersalah, dan mendukung bounding antara orangtua dan infant Intervensi Kaji respon verbal dan non verbal orangtua terhadap kecemasan dan penggunaan koping mekanisme Bantu orangtua mengungkapkan perasaannya secara verbal tentang kondisi sakit anaknya, perawatan yang lama pada unit intensive, prosedur dan pengobatan Rasional Hal ini akan membantu mengidentifikasi dan membangun strategi koping yang efektif Membuat orangtua bebas mengekpresikan perasaannya sehingga membantu menjalin rasa saling percaya, serta mengurangi tingkat kecemasan

infant Berikan informasi yang akurat dan konsisten Informasi dapat mengurangi kecemasan tentang kondisi perkembangan infant Bila mungkin, anjurkan orangtua untuk mengunjungi dan ikut terlibat dalam perawatan anaknya Rujuk pasien pada perawat keluarga atau komunitas Rujukan untuk mempertahankan informasi yang adekuat, serta membantu orangtua menghadapi keadaan sakit kronis pada anaknya. Memfasilitasi proses bounding

DAFTAR PUSTAKA 1. Asril Aminullah & Arwin Akib. Penyakit membran Hialin, dalam Markum (editor), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta, 1991, hal. 303306. 2. Asril Aminullah. Gangguan Pernapasan, dalam Rusepno Hassan & Husein Alatas (editor), Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian IKA FKUI, Jakarta, 1985, hal. 1083-1087. 3. Kosim MS. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi Rizalya, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. h. 126-45. 4. Nur A, Etika R, Damanik SM dkk. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan Respiratory Distress Syndrome. Available from: www.pediatrik.com/buletin/0622411390576sial.doc

You might also like