You are on page 1of 2

LEGENDA PANTAI SIGANDU

Pantai Sigandu merupakan tempat wisata alam yang berupa pantai, yang tidak kalah indahnya dengan pantai-pantai yang ada di pulau Jawa. Pantai Sigandu terletak di desa Klidang Lor, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang. Kalau ditempuh dari alun-alun Batang, kira-kira 2 Km ke arah utara. Di pantai Sigandu selain dapat menikmati pantainya yang eksotik, kita dapat melihat hutan mini yang ditanami tumbuhan bakau di sekitar pantai Sigandu. Apabila kita sudah sampai di pantai Sigandu rasanya belum lengkap kalau tidak menikmati wisata kulinernya, disajikan beberapa menu sea food yang menggugah selera makan kita, bagi yang mengajak keluarga kita dapat menikmati fasilitas arena bermain anak yang cukup menarik. Untuk lebih mengenal pantai Sigandu, terlebih dahulu perlu kita ketahui tentang legenda dan asal usul nama Sigandu. Menurut cerita yang berkembang dimasyarakat dan menurut sesepuh masyarakat Batang dituturkan bahwa nama Sigandu adalah berasal dari kata gandu, yang artinya tulang tempurung. Konon menurut legenda, diceritakan bahwa pada waktu kerajaan Mataram di bawah kekuasaan Sultan Agung Hanyokrokusumo mempersiapkan daerah-daerah pertanian untuk mencukupi persediaan beras bagi para prajurit Mataram yang akan mengadakan penyerangan terhadap VOC di Batavia ( sekarang Jakarta ). Bhahurekso mendapat tugas dari Sultan Agung untuk membuka alas roban untuk dijadikan daerah persawahan. Hambatan dalam melaksanakantugas ternayata cukup banyak. Para pekerja penebang kayu banyak yang sakit dan mati, karena konon diganggu oleh jin, setan, peri kayangan atau silumanpenjaga alas roban. Mahluk mahluk halus ini dipimpin oleh raja siluman yang bernama Dadang awuk. Berkat kesaktian Bhahurekso, atas gemblengan kanuragan dari ayahandanya Ki Ageng Cempaluk, akhirnya raja-raja siluman itu dapat dikalahkan dan berakhirlah gangguan-gangguan tersebut walaupun dengan satu syarat bahwa rajaraja siluman itu harus mendapat bagian dari hasil panen daerah tersebut. Kemudian Alas Roban sebelah Barat dapat ditebang seluruhnya. Tugasnya kini tinggal mengusakan pengairan atas lahan yang telah di bukanya itu. Tetapi untuk pelaksanaan sisa pekerjaan inipun tidak luput dari gangguan maupun halanganhalangan dari raja-raja siluman lain. Gangguan utama adalah dari raja siluman Uling yang bernama Kolo Drubikso. Bendungan yang telah selesai di buat untuk menaikkan air sungai lojahan, yang sekarang bernama Sungai Kramat itu selalu jebol, karena di rusak oleh anak buah Raja Uling. Mengetahui hal itu Bhahurekso langsung turun tangan, semua anak buah raja Uling yang bermarkas di sebuah kedung sungai di serangnya. Korban berjatuhan di pihak Uling, merahnya semburan-semburan darah membuat air di kedung menjadi merah darah kehitaman gowok, maka kedung itu dinamakan Kedung Sigawok. Raja Uling marah melihat semua anak buahnya binasa. Dengan pedang swedang tersebut, Bhahurekso dapat dikalahkan. Siasat segera dilakukan, atas nasihat ayahandanya Ki Ageng Cempaluk, Bhahurekso di suruh masuk ke Kaputren kerajaan Uling, untuk merayu adik sang raja yang bernama Drubiksowati, seorang putri siluman yang cantik. Rayuan Bhahurekso berhasil, Drubiksowati mau menceritakan pedang pusaka milik kakaknya itu, dan diserahkan kepadanya.

Dengan pedang Swedang ditangan, dengan mudah raja Uling di kalahkan, dengan demikian maka gangguan terhadap bendungan sudah tidak pernah terjadi lagi. Pertarungan akhirnya dimenangkan oleh Bhahurekso, Kala Drubikso meninggal beserta prajuritnya. Darahnya bercucuran merah gowok dan tulangbelulangnya hanyut terbawa arus sungai dari kedung segowok sampai di muara pantai. Di muara pantai ini bermunculan tulang-tulang tempurung atau gandu yang hanyut terbawa arus. Dan oleh masyarkat sekitar, daerah ini dinamakan pantai Sigandu.

You might also like