You are on page 1of 17

BAB I STATUS PEMERIKSAAN PASIEN DEPARTEMEN BEDAH RSAL Dr.

MINTOHARDJO

A. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Agama Status Alamat Pekerjaan No. Rekam Medis Tgl. Masuk Rumah Sakit Ruang B. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 31 Januari 2013 pukul 12.00 1. Keluhan Utama 2. Keluhan Tambahan : Nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari SMRS : Mual, muntah, diare, demam : An. A : Perempuan : 14 tahun : Islam : Belum Menikah : Ciangsana : Pelajar : 008540 : 31 Januari 2013 : Pulau Sibatik

3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke UGD RSAL dengan keluhan nyeri perut kanan bawah disertai demam sejak 3 hari SMRS. Nyeri diawali di daerah ulu hati, kemudian berpindah ke kanan bawah. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk. Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan yang sama tetapi hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan mual yang disertai muntah sejak 2 hari SMRS bersamaan keluhan nyeri perut. Muntah terjadi 1 kali, berisi cairan bening, darah (-). BAK lancar, warna kuning bening, tidak ada rasa nyeri dan panas saat BAK, frekuensi 3-4 x sehari. BAB cair sejak 2 hari yang lalu, warna kuning ke coklatan, ampas (+), lendir (+), darah (-), frekuensi >3 kali dalam sehari.

4. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama (-) Riwayat alergi obat (-) Riwayat penyakit jantung bawaan (-) Riwayat operasi sebelumnya (+) Riwayat trauma bagian perut (-)

5. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat hipertensi (-) Riwayat diabetes mellitus (-) Riwayat penyakit jantung (-) Riwayat alergi (-)

C. OBJEKTIF Pemeriksaan fisik tanggal 31 januari 2013 pukul 12.00 1. Keadaan umum Kesadaran Status gizi 2. Tanda vital Tekanan darah Nadi Respiration rate Suhu 3. Kulit Warna : Kecoklatan, tidak ikterik, tidak terdapat : 110/70 mmHg : 80 bpm, reguler, isi dan tegangan cukup : 18 x/menit, reguler, torakoabdominal : 36,2 o C : Tampak sakit sedang : Compos mentis : Kesan gizi baik

hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi. Lesi : Tidak terdapatula, papul vesicular, pustule maupun

lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagian tubuh yang lain. Rambut Turgor Suhu raba : Tumbuh rambut di permukaan kulit : Baik : Hangat

4. Kepala Ekspresi Simetri wajah Nyeri tekan sinus : Ekspresif : Simetris : Tidak terdapat nyeri tekan sinus

Pertumbuhan rambut : Distribusi tidak merata, berwarna hitam Pembuluh darah Mata : Tidak terdapat pelebaran pembuluh darah

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,

reflek cahaya (+/+), mata cekung (-/-) Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), polip (-), perdarahan

(-), lendir (-), sumbatan (-) Mulut : Mukosa lembab, sianosis (-), faring hiperemi (-), gigi palsu (-

), gigi goyah (-) 5. Leher Tampak simetris, limfonodi tidak teraba, pembesaran kelenjar tiroid (-) 6. Thorax Paru-paru : Inspeksi : Bentuk normal, simetris dalam statis dan dinamis,

retraksi suprasternal (-) Palpasi Perkusi Auskultasi : Gerak simetris, vocal fremitus (+/+) sama kuat : Sonor pada kedua lapang paru : Suara dasar vesikuler, ronki basah kering (-/-), ronki

basah halus (-/-), wheezing (-/-) Jantung : Inspeksi Palpasi : Iktus cordis tampak : Iktus cordis teraba pada ICS V, 2 cm lateral

linea midclavicularis sinistra Perkusi sinistra Batas kanan jantung Batas kiri jantung midclavicularis sinistra : ICS III, IV, V linea sternalis dextra : ICS V 2 cm disebelah lateral linea : Batas atas jantung, ICS III linea sternalis

Auskultasi gallop (-)

: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),

7. Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi : Datar, eritem (-), sikatrik (-) : Peristaltik (+) normal : Timpani, nyeri ketuk (+) : Supel, nyeri tekan (+) pada titik Mc. Burney dan epigastrium,

hepar-lien tidak teraba, massa (-), psoas sign (+), obturator sign (+), rovsing sign (+), nyeri lepas (-), defance muscular (-) 8. Ekstremitas Superior perfusi baik Inferior perfusi baik D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium (31 Januari 2013) Darah Rutin Hasil Satuan / Rujukan : Gerak aktif (+/+), gerak pasif (+/+), oedem (-/-), akral hangat, : Gerak aktif (+/+), gerak pasif (+/+), oedem (-/-), akral hangat,

Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Thrombosit Hitung jenis leukosit / Diff Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit

9.000 5.72 15.5 44 273.000

/ul 5.000-10.000 Juta/mm3 P:4,5-5,5 P: 14-18 g/dl W:12-16 g/dl % P: 43-51% W: 38-46% ribu/mm3 150-400

**1 54 40 5

(normal % 0-1) (normal % 2-4 ) (normal % 2-6) (normal % 50-70) (normal % 20-40) (normal % 2-8)

2. Anjuran pemeriksaan Pemeriksaan elektrolit darah USG abdomen

E. DIAGNOSA KERJA Appendisitis akut F. DIAGNOSA BANDING Gastroenteritis akut G. PROGNOSIS Ad Vitam Ad Sanationam Ad Fungsionam : ad bonam : ad bonam : ad bonam

H. PENATALAKSANAAN 1. Terapi Konservatif IVFD RL 30 tetes permenit Ciprofloxacin 2 X 500 mg (po) Asam mefenamat 3 X 500 mg (po)

2. Tindakan Operatif Appendiktomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005) : 1) Apendisitis akut Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik Mc Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. 2) Apendisitis kronik Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

Gambar 1. Letak appendix

ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).

PATOFISIOLOGI

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

MANIFESTASI KLINIK Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Nyeri tekan lepas juga mungkin akan dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tandatanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen dapat terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien akan memburuk. DIAGNOSIS Cara mendiagnosis apendisitis adalah sebagai berikut: 1) Anamnesis A. Nyeri / sakit perut Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut (tidak pin-point). Mula-mula daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (> 6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik. Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Setiap anak dengan gejala nyeri abdomen yang belum pernah mengalami apendektomi seharusnya dicurigai menderita apendisitis. Anak yang sudah besar dapat menerangkan dengan jelas permulaan gejala nyeri abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat. Anak dapat menunjuk dengan satu jari tempat permulaan nyeri, dimana saja yang pernah nyeri dan sekarang dimana yang nyeri. Setelah itu dilanjutkan dengan anamnesis terpimpin seperti misalnya: Bagaimana hebatnya nyeri? Apakah nyerinya mengganggu anak sampai tidak mau main atau anak tinggal di tempat tidur saja? Apakah nyerinya sampai menyebabkan anak tidak mau masuk sekolah?

Apakah anak dapat tidur seperti biasa semalam? Apakah pagi ini makannya baik dan cukup seperti biasa?

Beberapa anak dapat menentukan dengan tepat waktu mulainya nyeri yang dihubungkan dengan peristiwa tertentu, umpamanya nyeri sesudah makan malam, sesudah berolah raga atau sesudah bangun tidur. Anak dapat menunjukkan dan menceritakan perjalanan rasa nyeri, kadang-kadang perlu juga bantuan informasi dari orang tuanya. Perlu diperhatikan bahwa sebagian orang tua sering membesar-besarkan keluhan anaknya. Perasaan nyeri pada

apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama makin hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi apendiks, distensi dari lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks yang mengalami peradangan Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki. B. Muntah (rangsangan viseral), akibat aktivasi N. Vagus. Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita apendisitis akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis apendisitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75% penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria. C. Obstipasi, karena penderita takut mengejan. Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rectum.

D. Panas (infeksi akut), bila timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi. Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik yang beragam. Sebagai contoh apendiks yang panjang dengan ujung yang mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut, apendiks retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung, apendiks pelvikal akan menyebabkan nyeri pada supra pubik dan apendiks retroileal bisa menyebabkan nyeri testikuler, mungkin karena iritasi pada arteri spermatika dan ureter. 2) Pemeriksaan fisik A. Inspeksi Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses. Selain itu tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan. Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi anak yang terbaring pada meja periksa. Anak menunjukkan ekspresi muka yang tidak gembira. Anak tidur miring ke sisi yang sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap ekstensi meningkatkan nyeri. B. Palpasi Pada pemeriksaan abdomen pada anak dengan permukaan tangan yang mempunyai suhu yang sama dengan suhu abdomen anak. Biasanya cukup dipanaskan dengan menggosok-gosok tangan dengan pakaian penderita. Tangan yang dingin akan merangsang otot dinding abdomen untuk berkontraksi sehingga sulit menilai keadaan intraperitoneal. Terkadang kita perlu melakukan palpasi dengan tangan anak itu sendiri untuk mendapatkan otot abdomen yang tidak tegang. Abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hatihati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Umpamanya mulai dari kiri atas, kemudian secara perlahan-lahan mendekati daerah kuadran kanan bawah. Palpasi dengan permukaan dalam (volar) dari ujung-ujung jari tangan, dengan tekanan yang ringan dapat ditentukan adanya nyeri tekan, ketegangan otot atau adanya tumor yang superfisial. Waktu melakukan palpasi pada abdomen anak, diusahakan mengalihkan perhatiannya dengan boneka atau usaha yang lain, sambil memperhatikan ekspresi wajahnya.

Hindari gerakan yang cepat dan kasar karena hal ini akan menakuti anak dan membuat pemeriksaan nyeri tekan tidak mungkin dilakukan. Nyeri tekan (+) Mc Burney Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. Defens musculer (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Rovsing sign (+) Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan Psoas sign (+), pada appendik letak retrocaecal karena merangsang peritoneum Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks. Obturator sign (+) Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium. Diperiksa dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulatio coxae pada posisi telentang terjadi nyeri (+). C. Perkusi Terdapat nyeri ketok, pekak hati (jika terjadi peritonitis, pekak hati ini hilang karena terjadi kebocoran udara usus).

D. Auskultasi Peristaltik normal, peristaltic (-) pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. E. Rectal Toucher (RT) Tonus musculus sfingter ani baik, ampula kolaps, nyeri tekan pada daerah jam 09.0012.00, serta terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses). Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. F. Alvarado score Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut atau bukan, menjadi 3 symptom, 3 sign dan 2 laboratorium. Alvarado score: Apendisitis point pain : 2 Lekositosis : 2 Vomitus : 1 Anorexia : 1 Rebound Tendeness Fenomen : 1 Degree of Celcius (>37,5) : 1 Observation of hemogram : 1 Abdominal migrate pain : 1 + Total = 10 (dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin). 3) Pemeriksaan penunjang A. Laboratorium Pemeriksaan darah Leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.

Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.

B. Radiologis Foto polos abdomen Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis) tampak scoliosis ke kanan, psoas shadow tak tampak, bayangan gas usus kananbawah tak tampak, garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak, dan 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak. Barium Enema Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari sekum. Pengisisan lengkap dari apendiks menyingkirkan appendisitis. C. Ultrasonografi (USG) Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnesitis dan sebagainya. D. CT-Scan Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan skening ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan jaringan lunak sekitar yang melekat, mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90 100% dan 96 97%, serta akurasi 94 100%. CtScan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon. E. Laparoskopi Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Teknik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan

peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks. F. Histopatologi Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis apendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi apendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi apendisitis akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi. Definisi histopatologi apendisitis akut : Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel. Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel. Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan epitel. Sel granulosit diatas lapisan serosa apendiks dengan abses apendikuler, dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukosa. Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi periapendisitis.

Diagnosis banding. Pada keadaan tertentu beberapa penyakit dipertimbangkan sebagai diagnosis banding, diantaranya adalah berasal dari saluran pencernaan seperti gastroenteritis, ileitis terminale, tifoid, divertikulitis meckel tanpa perdarahan, intususepsi dan konstipasi. Gangguan alat kelamin perempuan termasuk diantaranya infeksi rongga panggul, torsio kista ovarium, adneksitis dan salpingitis. Gangguan saluran kencing seperti infeksi saluran kencing, batu ureter kanan. Penyakit lain seperti pneumonia, demam dengue dan campak.

Tatalaksana. Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002). Komplikasi. Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan

You might also like